Pernikahan
beda agama.
A.
Latar belakanh
masalah
Q.S.
al-Rum : 21. Menjelaskan bahwa perkawinan yang ideal adalah perkawinan seorang
suami dan isteri yang sakidah, dan satu tujuan, saling cinta dan ketulusan
hati. Sehingga kehidupan suami isteri akan tentram, penuh cinta dan kasih
sayang, keluarga akan bahagia anak-anak akan sejahtera, hingga akhirnya terwujud
tujuan perkawinan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah
mawaddah dan rahmah.
Dalam
pandangan fiqih, pernikahan yang ideal adalah pernikahan yang dilakukan oleh
pasangan pria dan wanita yang sekufu (sepakat), sehingga tercipta keluarga sankinah,
mawadah, warohmah. Keluaraga yang demikian akan diselimuti oleh rasa
tentram dan penuh cinta kasih saying. Pernikahan seperti itu akan terjadi jika
suami istri berpegang pada agam yang sama, keduanya beragama islam dan dan
menjalankan syariat islam.
Kemungkinan
terjadinya nikah beda agama biasanya di beberapa Negara yang hiterogen dan
majemuk, seperti bangssa Indonesia, terutama bila dilihat dari segi etnis, suku
bangsa, dan agama mempunyai potensi munculnya nikah beda agama.konsekuensinya
adalah perbedaan kepercayaan, cara pandang hidup dan berinteraksi antar sesama
warga. Sehingga banyak seorang muslim
berinteraksi terhadap orang non-muslim. Kemudian terjadi interaksi dan
memunculkan ketertarikan antara pria dan wanita yng berbeda agama.
Salah satu persoalan dalam
hubungan antar umat beragama ini adalah masalah pernikahaan muslim dengan non
muslim yang disebut dengan nikah beda agama. Persoalan ini menimbulkan
perbedaan pendapat dari dua belah pihak yang pro dan kontra. Masing-masing
pihak memiliki dasar hukum berupa dalil maupun argument rasional yang berasal
dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-dalil islam tentang pernikahan
beda agama.[1]
Oleh karena itu, penulis akan
membahas tentang pernikahan beda agama dalam perspektif agama islam permasalahan tersebut ditinjau dari pandangan
ulama mazhab empat.
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah yang akan dibahas pada pembahasan tentang pernikahan beda agama antara
lain adalah:
1.
Bagaimana definisi pernikahan beda agama serta hukumnya?
2.
Bagaimana pendapat para mazhab tentang
pernikahan beda agama?
B.
Definisi
Pernikahan Beda Agama.
Definisi nikah menurut Muhammad Abu Israh
adalah akat yang memberikan faidah hokum kebolehan dalam mengadakan hubungan
keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita, serta mengadakan tolong menolong
dan member batas hak bagi pemiliknya, serta pemenuhan kewajiban bagi
masing-masing.
Menurut jumhur ulama’ nikah adalah akat
yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz nikah
atau ziwaj atau yang semakna dengan keduanya.
Menurut
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan wanita sebagai suami istri denagn tujuan untuk membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Yang
dimaksud dengan nikah beda agama adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang
pria dan wanita yang beda agama. Yaitu pernikahan antara laki-laki non muslim
dengan wanita muslimah, dan pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita
non muslim.
Yusuf
Qardhawi menjelaskan di dalam buku masail fiqiyyah karya Abdurrohman Kasdi bahwa
membagi golongan non-muslim menjadi
bebrapa golongan, diantarannya: golongan Musyrik yaitu menyembah berhala atau
orang yang menyekutukan Allah. Mulhid yaitu golongan orang-orang atheis, murtad
yaitu golongan orang yang keluar dari islam, Baha’I yaitu termasuk golongan
orang-orang murtad, dan Ahli Kitab yaitu kaum Yahudi dan Nasrani.
Adapun
non-Muslim dalam al-Qur’an di bagi menjadi dua bagian di antaranaya adalah:
kaum musyrikin. Al-Quran menyebut tentang golongan musyrikin, sekaligus menjadi
dasr hukum nikah antara kaum muslimin dan muslimat denagn mereka yaitu firman
Allh SWT:
ولا
تنكحو المشر كات حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة ولو ا عخبتكم ولا تنكحو المشركين حتى يؤمنوا
ولعبد مؤمن خير من مشرك و لو اعخبكم اؤكئك يدعو ن الى النار والله يدعوا الى الجنه
والمغفرة با ذ نه و يبين ا يا ته للناس لعلهم يتدكرون (البقره :221
Artinya:
“ dan janganlah kamu menikahi orang-orang musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari pada wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan jangalah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(denagn wanita-wanita mukmin) sebelum beriman. Seseungguhnya budak mukmin lebih
baik dari orang musyrik, walupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka,
sedang Allh mengajak ke surge dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menrangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintahnya) kepada manusiaupaya mengambil pelajaran
(Q.S Al-Baqarah: 221)
Q.S
Al- Maidah:5
Q.S
Al-Hadid: 16
Q.S
Al-Mukmin: 78[2]
C.
Pernikahan Beda Agama dalam Tinjauan Fiqih
Banyak
sebab terjadinya nikah beda agama antara lain masyarakat yang majmuk dari
berbeda suku, golongan, ras dan agama serta kaya akan budaya. Namun bagi uamt
islam hal tersebut merupakan hal yang peka dan di risaukan bagi uamt islam,
persoalan social yang kompleks tersebut haris di dekati denagan berbagai
disiplin ilmu, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut dapat terjawab
dengan benar dan jelas serta member kepastian hukun kepada masyarakat.
Pernikahan
beda agama harus berdasarkan perspektif
fiqih, yaitu sumber pokok ajaran islam (al-Qur’an dan sunnah) serta pendapat
ulama dalam mencermati hukum islam tentang pernikahan beda agama.
C1. Pernikahan
pria muslaim dengan wanita non-muslim
Dalam
konteks fiqih, wanita non muslimah yang dimaksud dalam pernikahan ini dibagi
dua:
Pertama
pernikahan wanita muslim dengan wanita musyrik dan wanita murtad. Semua ulama
sepakat bahwa seorang pria muslaim haram hukumnya menikahi wanita musyrik dan
wanita murtad. Dasar hukumnya adalah:
1.
Tentang
keharaman menikahi wanita musyrik, Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Baqarah: 221.
2.
Tentang haram
menikahi wanita murtad. Seoarnag wanita murtad dari agama Islam dianggap tidak
beragama, sekalipun ia pindah kenegara samawi. Jika seoarang pria muslim
menikahia wanita ahli kitab, kemudian istrinay pindah keagama orang kafir yang
bukan ahli kitab, maka wanita itu boleh dipaksa untuk masuk islam. Jika tidak
mau harus ditalak.
Kedua pernikahan
pria muslim denagn wanita ahli kitab. Menurut Ibrahim Hosen mengelompokkan
pendapat para ulama’ mengenai pernikahan tersebut:
a.
Kolompok yang
memperbolehkan nikah antara pria muslaim dengan wanita ahli kitab, yakni
pendapat jumhur ulama, baik ulama salaf maupun ulama khalaf dari imam-imam
Madzhab Empat, mereka mendasarkan pendapatnya pada:
Q.S
Al-Maidah: 5
Menurut
Imam Syafi’I, wanita ahli kitab yang halal dinikahi oleh seorang pria muslim
adalah wanita yang menganut agama yang
menganut agama Yahudi dan Nasrani sebagai agama keturunan dari nenek moyang
mereka yang menganut agama tersebut sejak masa sebelum Nabi Muhammad SAW.
b.
Kelompok yang
mengaharamkan menikahi wanita Ahli Kitab. Yang terkemuka dari kelompok ini dari
kalangan sahabat adalah Ibn Umar, ketika Ibn Umar ditanya tentang menikahi
wanita yahudi dan nasrani, ia menjawab, “sesungguhnya Allah SWT, mengaramkan
wanita-wanita musyrik bagi kaum muslimin.saya tidak tahu, syirik manakah yang
lebih besar daripada seorang wanita yang berkata bahwa Tuhannya adalah Nabi
Isa, sedangkan Nabi Isa adalah soerang di antara hamba Allah SWT.
c.
Kelompok yang
berpendapat bahwa perempuan Ahli Kitab halal hukumnya, tetapi secara politik
tidak diperkenankan.
3.
Adapun menurut
ulama kontemporer, ada bebrapa pendapat tentang pernikahan pria muslim dengan
wanita ahli kitab, salah satunya menrut Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa kebolehan
nikah dengan wanita kitabiyah tidak mutlaq, tetapi terkait
qayid-qayid yang perlu diperhatikan yaitu:
a.
Wanita Ahli Kitab
itu benar-benar berpegangan pada ajaran samawi, tiadak ateis dan murtad.
b.
Wanita Ahli
Kitab itu mushshanah (memlihara dirinya dari perbuatan zina).
c.
Ia tidak
kitabiyah harbiyah. Hal ini berarti kitabiyah dzimmiy hukumnya
boleh.
d.
Dipastiakan
tidak terjadi “fitnah”, baik dalam
kehidupan rumah tangga terlebih dalam kehidupan bermasyarakat.
4.
Rasyid Ridha
mengemukakan “ kami telah memperingatkan bahaya pernikahan dengan wanita Ahli
Kitab. Suami bisa tertarik mengikuti agama istrinya karena ilmu dan
kecantikannya.
5.
Yusuf Qardhawi
juga mengatakan, kita mengetahui bahwa nikah dengan wanita non-muslim pada kita
terlarang guna menghindari dzari’ah karena banyak madarat dan
mafsadahnya, diantaranya:
a.
Pada masa
moderan, kekuasaan pria muslim atas wanita moderan semakin berkurang.
b.
Jika pernikahan
pria muslim dengan wanita non-muslim diperbolehkan, maka hal ini akan
berpengaruh pada perimbangan wanita muslimah denagn pria muslim.
c.
Pernikahan dengan wanita non-muslim akan
menimbulkan kesulitan dalam interaksi suami istri dan dalam mengatur pendidikan
anak-anak
d.
Suami mungkin
dapat berpengaruh pada agama istrinya, demikian juga anak-anknya, jika hal itu
terjadi, maka fitnah yang dikhawatirkan itu benar-benar menjadi kenyataan.
6.
Muhammad
Quraish Shihab menyimpulkan bahwa memang menyimpulkan bahwa surat al-Maidah
ayat 5 membolehkan pernikahan antar pria muslim denagn wanita ahli kitab,
tetapi izin tersebut adalh sebagai jalan keluar karena kebutuhan mendesak saat
itu, ketika kaum muslimin berpergian jauah untuk melakukan jihad tanpa mampu
kembali ke keluaraga mereka, sekaligus juga untuk tujuan dakwah.[3]
C2.
Pernikahan wanita muslimah dengan pria non-muslim
Jumhur
ulama sepakat bahwa wanita muslimah haram hukumnya menikah denagn pria
non-muslim. Di dalam Q.S Al-Baqarah: 221 , ayat tersebut menjelaskan wanita
muslimah haram hukumnya secara mutlak menikah dengan pria non-muslim, baik pria
musyrik maupun ahli kitab.
Menurut
Syaikh al-Maraghi dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa menikahkan wanita
muslimah dengan laki-laki non-muslim
adalah haram. Berdasarkan jumhur ulama karena istri tudak punya wewenang
seperti suami, bahkan keyakinan berusaha memeksa istri untuk menukar keimannya
sesuai dengan keyakinan suami, karena lemahnya posisi istri.
D.
Pernikahan Beda
Agama Menurut Undang-undang Perkawinan
Menurut
Undang-undang No. 1/ 1974, PP.No. 9 Tahun 1975 dan Impres No. 1/1991 juga
memuat larangan pernikahan beda agama. Larangan itu dilatarbelakangai oleh
harapan akan lahirnya keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah.
Perkawinan akan langgeng dan tentram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup
antara suami dan istri, karena perbedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan
pendidikan tidak jarang mengakibatkankegagalan perkawinan. Bagaimana mendidik
anak-anak mereka jika suami istri beda agama. Karena dalam kasusu ini seorang
anak akan kebinggungan untuk mengikuti ayah atau ibunya.
Larangan
nikah beda agama ini bertujuan untuk menjaga keutuhan dan kebahagiaan rumah
tangga serta akidah dan kemaslahtan umat islam.[4]