Tuesday, April 14, 2015

pernikahan beda agama


Pernikahan beda agama.
A.     Latar belakanh masalah
Q.S. al-Rum : 21. Menjelaskan bahwa perkawinan yang ideal adalah perkawinan seorang suami dan isteri yang sakidah, dan satu tujuan, saling cinta dan ketulusan hati. Sehingga kehidupan suami isteri akan tentram, penuh cinta dan kasih sayang, keluarga akan bahagia anak-anak akan sejahtera, hingga akhirnya terwujud tujuan perkawinan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah.
Dalam pandangan fiqih, pernikahan yang ideal adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita yang sekufu (sepakat), sehingga tercipta keluarga sankinah, mawadah, warohmah. Keluaraga yang demikian akan diselimuti oleh rasa tentram dan penuh cinta kasih saying. Pernikahan seperti itu akan terjadi jika suami istri berpegang pada agam yang sama, keduanya beragama islam dan dan menjalankan syariat islam.
Kemungkinan terjadinya nikah beda agama biasanya di beberapa Negara yang hiterogen dan majemuk, seperti bangssa Indonesia, terutama bila dilihat dari segi etnis, suku bangsa, dan agama mempunyai potensi munculnya nikah beda agama.konsekuensinya adalah perbedaan kepercayaan, cara pandang hidup dan berinteraksi antar sesama warga. Sehingga banyak seorang  muslim berinteraksi terhadap orang non-muslim. Kemudian terjadi interaksi dan memunculkan ketertarikan antara pria dan wanita yng berbeda agama.
                Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah pernikahaan muslim dengan non muslim yang disebut dengan nikah beda agama. Persoalan ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua belah pihak yang pro dan kontra. Masing-masing pihak memiliki dasar hukum berupa dalil maupun argument rasional yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-dalil islam tentang pernikahan beda agama.[1]
                Oleh karena itu, penulis akan membahas tentang pernikahan beda agama dalam perspektif agama islam permasalahan tersebut ditinjau dari pandangan ulama mazhab empat.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada pembahasan tentang pernikahan beda agama antara lain adalah:
1.      Bagaimana definisi  pernikahan beda agama serta hukumnya?
2.      Bagaimana pendapat para mazhab tentang pernikahan beda agama?

B.     Definisi Pernikahan Beda Agama.
      Definisi nikah menurut Muhammad Abu Israh adalah akat yang memberikan faidah hokum kebolehan dalam mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita, serta mengadakan tolong menolong dan member batas hak bagi pemiliknya, serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing.
      Menurut jumhur ulama’ nikah adalah akat yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz nikah atau ziwaj atau yang semakna dengan keduanya.
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri denagn tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Yang dimaksud dengan nikah beda agama adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang pria dan wanita yang beda agama. Yaitu pernikahan antara laki-laki non muslim dengan wanita muslimah, dan pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita non muslim.
Yusuf Qardhawi menjelaskan di dalam buku masail fiqiyyah karya Abdurrohman Kasdi bahwa  membagi golongan non-muslim menjadi bebrapa golongan, diantarannya: golongan Musyrik yaitu menyembah berhala atau orang yang menyekutukan Allah. Mulhid yaitu golongan orang-orang atheis, murtad yaitu golongan orang yang keluar dari islam, Baha’I yaitu termasuk golongan orang-orang murtad, dan Ahli Kitab yaitu kaum Yahudi dan Nasrani.
Adapun non-Muslim dalam al-Qur’an di bagi menjadi dua bagian di antaranaya adalah: kaum musyrikin. Al-Quran menyebut tentang golongan musyrikin, sekaligus menjadi dasr hukum nikah antara kaum muslimin dan muslimat denagn mereka yaitu firman Allh SWT:
ولا تنكحو المشر كات حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة  ولو ا عخبتكم ولا تنكحو المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك و لو اعخبكم اؤكئك يدعو ن الى النار والله يدعوا الى الجنه والمغفرة با ذ نه و يبين ا يا ته للناس لعلهم يتدكرون (البقره :221
Artinya: “ dan janganlah kamu menikahi orang-orang musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari pada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan jangalah kamu menikahkan orang-orang musyrik (denagn wanita-wanita mukmin) sebelum beriman. Seseungguhnya budak mukmin lebih baik dari orang musyrik, walupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allh mengajak ke surge dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menrangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintahnya) kepada manusiaupaya mengambil pelajaran (Q.S Al-Baqarah: 221)
Q.S Al- Maidah:5
Q.S Al-Hadid: 16
Q.S Al-Mukmin: 78[2]
C. Pernikahan Beda Agama dalam Tinjauan Fiqih
Banyak sebab terjadinya nikah beda agama antara lain masyarakat yang majmuk dari berbeda suku, golongan, ras dan agama serta kaya akan budaya. Namun bagi uamt islam hal tersebut merupakan hal yang peka dan di risaukan bagi uamt islam, persoalan social yang kompleks tersebut haris di dekati denagan berbagai disiplin ilmu, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut dapat terjawab dengan benar dan jelas serta member kepastian hukun kepada masyarakat.
Pernikahan beda agama harus berdasarkan  perspektif fiqih, yaitu sumber pokok ajaran islam (al-Qur’an dan sunnah) serta pendapat ulama dalam mencermati hukum islam tentang pernikahan beda agama.
C1. Pernikahan pria muslaim dengan wanita non-muslim
Dalam konteks fiqih, wanita non muslimah yang dimaksud dalam pernikahan ini dibagi dua:
Pertama pernikahan wanita muslim dengan wanita musyrik dan wanita murtad. Semua ulama sepakat bahwa seorang pria muslaim haram hukumnya menikahi wanita musyrik dan wanita murtad. Dasar hukumnya adalah:
1.      Tentang keharaman menikahi wanita musyrik, Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Baqarah: 221.
               
2.      Tentang haram menikahi wanita murtad. Seoarnag wanita murtad dari agama Islam dianggap tidak beragama, sekalipun ia pindah kenegara samawi. Jika seoarang pria muslim menikahia wanita ahli kitab, kemudian istrinay pindah keagama orang kafir yang bukan ahli kitab, maka wanita itu boleh dipaksa untuk masuk islam. Jika tidak mau harus ditalak.
Kedua pernikahan pria muslim denagn wanita ahli kitab. Menurut Ibrahim Hosen mengelompokkan pendapat para ulama’ mengenai pernikahan tersebut:
a.       Kolompok yang memperbolehkan nikah antara pria muslaim dengan wanita ahli kitab, yakni pendapat jumhur ulama, baik ulama salaf maupun ulama khalaf dari imam-imam Madzhab Empat, mereka mendasarkan pendapatnya pada:
Q.S Al-Maidah: 5
Menurut Imam Syafi’I, wanita ahli kitab yang halal dinikahi oleh seorang pria muslim adalah wanita yang menganut  agama yang menganut agama Yahudi dan Nasrani sebagai agama keturunan dari nenek moyang mereka yang menganut agama tersebut sejak masa sebelum Nabi Muhammad SAW.
b.      Kelompok yang mengaharamkan menikahi wanita Ahli Kitab. Yang terkemuka dari kelompok ini dari kalangan sahabat adalah Ibn Umar, ketika Ibn Umar ditanya tentang menikahi wanita yahudi dan nasrani, ia menjawab, “sesungguhnya Allah SWT, mengaramkan wanita-wanita musyrik bagi kaum muslimin.saya tidak tahu, syirik manakah yang lebih besar daripada seorang wanita yang berkata bahwa Tuhannya adalah Nabi Isa, sedangkan Nabi Isa adalah soerang di antara hamba Allah SWT. 
c.       Kelompok yang berpendapat bahwa perempuan Ahli Kitab halal hukumnya, tetapi secara politik tidak diperkenankan.

3.      Adapun menurut ulama kontemporer, ada bebrapa pendapat tentang pernikahan pria muslim dengan wanita ahli kitab, salah satunya menrut Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa kebolehan nikah dengan wanita kitabiyah tidak mutlaq, tetapi terkait qayid-qayid yang perlu diperhatikan yaitu:
a.       Wanita Ahli Kitab itu benar-benar berpegangan pada ajaran samawi, tiadak ateis dan murtad.
b.      Wanita Ahli Kitab itu mushshanah (memlihara dirinya dari perbuatan zina).
c.       Ia tidak kitabiyah harbiyah. Hal ini berarti kitabiyah dzimmiy hukumnya boleh.
d.      Dipastiakan tidak terjadi  “fitnah”, baik dalam kehidupan rumah tangga terlebih dalam kehidupan bermasyarakat.

4.      Rasyid Ridha mengemukakan “ kami telah memperingatkan bahaya pernikahan dengan wanita Ahli Kitab. Suami bisa tertarik mengikuti agama istrinya karena ilmu dan kecantikannya.
5.      Yusuf Qardhawi juga mengatakan, kita mengetahui bahwa nikah dengan wanita non-muslim pada kita terlarang guna menghindari dzari’ah karena banyak madarat dan mafsadahnya, diantaranya:
a.       Pada masa moderan, kekuasaan pria muslim atas wanita moderan semakin berkurang.
b.      Jika pernikahan pria muslim dengan wanita non-muslim diperbolehkan, maka hal ini akan berpengaruh pada perimbangan wanita muslimah denagn pria muslim.
c.           Pernikahan dengan wanita non-muslim akan menimbulkan kesulitan dalam interaksi suami istri dan dalam mengatur pendidikan anak-anak
d.      Suami mungkin dapat berpengaruh pada agama istrinya, demikian juga anak-anknya, jika hal itu terjadi, maka fitnah yang dikhawatirkan itu benar-benar menjadi kenyataan.

6.      Muhammad Quraish Shihab menyimpulkan bahwa memang menyimpulkan bahwa surat al-Maidah ayat 5 membolehkan pernikahan antar pria muslim denagn wanita ahli kitab, tetapi izin tersebut adalh sebagai jalan keluar karena kebutuhan mendesak saat itu, ketika kaum muslimin berpergian jauah untuk melakukan jihad tanpa mampu kembali ke keluaraga mereka, sekaligus juga untuk tujuan  dakwah.[3]

C2. Pernikahan wanita muslimah dengan pria non-muslim
Jumhur ulama sepakat bahwa wanita muslimah haram hukumnya menikah denagn pria non-muslim. Di dalam Q.S Al-Baqarah: 221 , ayat tersebut menjelaskan wanita muslimah haram hukumnya secara mutlak menikah dengan pria non-muslim, baik pria musyrik maupun ahli kitab.
Menurut Syaikh al-Maraghi dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa menikahkan wanita muslimah  dengan laki-laki non-muslim adalah haram. Berdasarkan jumhur ulama karena istri tudak punya wewenang seperti suami, bahkan keyakinan berusaha memeksa istri untuk menukar keimannya sesuai dengan keyakinan suami, karena lemahnya posisi istri.
D.     Pernikahan Beda Agama Menurut Undang-undang Perkawinan
Menurut Undang-undang No. 1/ 1974, PP.No. 9 Tahun 1975 dan Impres No. 1/1991 juga memuat larangan pernikahan beda agama. Larangan itu dilatarbelakangai oleh harapan akan lahirnya keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah. Perkawinan akan langgeng dan tentram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antara suami dan istri, karena perbedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan pendidikan tidak jarang mengakibatkankegagalan perkawinan. Bagaimana mendidik anak-anak mereka jika suami istri beda agama. Karena dalam kasusu ini seorang anak akan kebinggungan untuk mengikuti ayah atau ibunya.
Larangan nikah beda agama ini bertujuan untuk menjaga keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga serta akidah dan kemaslahtan umat islam.[4]


[1] Abdurrohman kasdi, Masail fiqiyyah kajian fiqih atas masalah-masalah kotemporer,Kudus,  Nora media enterprise, Desember 2001, hlm 109-110
[2] Ibid, hlm 111-115

[3] Ibid, hlm 117-124
[4] Ibid, hlm 125- 134