Thursday, April 7, 2016

Makalah kognitif anak

Kata Pengantar

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa kita tetap tercurahkan kepangkuan Rasulullah SAW beserta keluarga, shahabat-shahabat, dan para pengikut-nya yang telah membawa kita dari jalan yang gelap gulita menuju ke jalan yang terang benderang yakni addinul Islam.
Penulisan ini guna melengkapi dan memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Jiwa Perkembangan. Dengan terselesaikannya makalah ini dengan judul “Karakteristik Perkembangan Kognitif Anak penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, khususnya dosen pengampu mata kuliah Ilmu Jiwa Perkembangan” Hidayatus Sholihah, S.Pd.I., M.Pd., M.Ed. Yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya.
Akhirul kalam semoga segala usaha kita dalam peningkatan wawasan dan menambah ilmu mendapat ridlo dari Allah SWT, Aamiin.

Semarang, 12 Oktober 2015

Daftar Isi
Halaman
Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB  I  Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II  Pembahasan 3
A. Definisi Perkembangan Kognitif 3
B. Proses Perkembangan Kognitif Anak 4
C. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Anak 5
D. Faktor-Faktor Perkembangan Kognitif Anak 6
E. Perkembangan Kognitif dalam Perspektif Islam 7
BAB III Penutup 9
A. Kesimpulan 9
B. Saran 9
Daftar Pustaka 11
Lampiran 12






BAB I
Pendahuluan

Latar Belakang
Perkembangan kognitif  yaitu bertambahnya kemampuan seorang individu dalam hal-hal yang berhubungan dengan berfikir, kecerdasan, atau intelektual. (Aliah, psikologi perkembangan islami, hal:135)
Perkembangan kognitif sangat penting dalam kehidupan, karena itu merupakan alat untuk mencari ilmu pengetahuan. Tujuan perkembangan kognitif itu sendiri ialah supaya anak mampu mengeksplorasi lingkungan sekitarnya maupun dunia luas dengan menggunakan panca indranya serta mengenali warna-warna disekitarnya dengan melalui pengamatan, dan lain sebagainya, sehingga dengan informasi yang dia peroleh tersebut dapat membantu syaraf otaknya untuk mulai menanggapi dan mengingat.
Stimulus-stimulus yang diberikan seharusnya bisa mengembangkan aspek perkembangan anak secara keseluruhan yang meliputi aspek kognitif, bahasa, sosial, emosional, dan fisik motorik. Disini Kami akan membahas tentang perkembangan kognitif.  Perkembangan kognitif menurut Piaget melalui tahapan-tahapan seperti pada perkembangan fisik. Tahapan perkembangan kognitif memiliki empat aspek meliputi, sensorik motorik, pra-operasional, pra-operasional konkret dan operasional formal.
Sedangkan perkembangan Kognitif anak pada umum mengikuti pola dari perilaku yang bersifat refleks (tidak berfikir) sampai dapat berfikir secara abstrak dengan menggunakan logika tingkat tinggi. Perkembangan kognitif yang berada pada tahapan pra-oprasional biasanya berkisar anatara usia 4-5 tahun. Anak pra-Oprasional belajar dengan menggunakan simbol-simbol namun cara berfikirnya masih belum sistematis dan tidak logis. Anak yang pada tahap ini belum bisa berfikir abstrak akan lebih baik jika dikenalkan berbagai konsep melalui benda konkret dan pengalaman nyata. (Crain, William, 2007: 171)
Rumusan Masalah
Apa definisi perkembangan kognitif?
Bagaimana proses perkembangan kognitif  anak?
Apa saja tahap-tahap perkembangan kognitif anak?
Apa saja faktor-faktor perkembangan kognitif anak?
Bagaimana perkembangan kognitif  anak dalam perspektif Islam?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi perkembangan kognitif
Untuk mengetahui proses perkembangan kognitif  anak
Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan kognitif anak
Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor perkembangan kognitif anak
Untuk mengetahui perkembangan kognitif anak dalam perspektif Islam.



















BAB II
Pembahasan

Definisi Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif yaitu bertambahnya kemampuan seorang individu dalam hal-hal yang berhubungan dengan berfikir, kecerdasan, atau intelektual. (Aliah, 2008: 135)
Mayers (1996) Cognition refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and remembering. Kognisi merupakan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui, dan mengingat. (Desmita, 2014: 97)
Berfikir secara kritis termasuk suatu perbuatan yang sangat berpengaruh pada masa perkembangan kognitif ini, karena ketika seorang individu menunjukkan ketertarikannya pada suatu hal tertentu,  maka individu tersebut akan berfikir lebih keras dan juga mendalam mengenai suatu hal tersebut dan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang semakin meningkat tingkatannya, sehingga kemampuan berfikir mereka akan semakin meningkat. (Aliah, 2008: 136)
To Piaget, cognitive development was a progressive reorganization of mental processes as a result of biological maturation and environmental experience. Children construct an understanding of the world around them, then experience discrepancies between what they already know and what they discover in their environment. ( , , ) Menurut Piaget, perkembangan kognitif adalah mengatur kembali peningkatan proses mental sebagai akibat pematangan biologis dan pengalaman lingkungan. Anak-anak membangun pemahaman tentang dunia di sekitar mereka, kemudian mengalami perbedaan antara apa yang mereka sudah tahu dan apa yang mereka temukan di lingkungan mereka.
Proses-Proses Perkembangan Kognitif
Organisasi adalah sebuah keinginan dimana dari proses menjadi suatu sistem yang terstruktur dan saling berhubungan. Struktur di sini maksudnya adalah skema. (Diane E. Papalia, et. al., 2008, 47) Skema adalah gambaran yang mewakili benda sesungguhnya.  Contohnya: di buku cerita ada gambar burung perkutut kemudian anak mengetahui burung perkutut yang asli.
Adaptasi merupakan pertimbangan yang dilakukan terhadap informasi baru dengan apa yang sudah diketahui anak sebelumnya. Terdapat dua komponen adaptasi:
Asimilasi adalah proses seorang individu untuk menambah informasi baru terhadap pengetahuan yang sudah ada pada dirinya. Contohnya: seorang anak melihat burung perkutut kemudian diberi nama burung.
Akomodasi adalah memperbarui informasi yang didapat pada asimilasi. Contohnya: ketika anak melihat burung merak maka anak memperbarui nama yang semula burung itu sama menjadi burung merak.
Equilibrium adalah keadaan seimbang antara skema dan pengalaman luar dalam hidupnya. (Monks, 2006: 209-211)
Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Anak
Perkembangan kognitif menurut piaget dibagi menjadi beberapa tahapan atau periode sebagai berikut :
Periode sensorik-motorik (usia 0-2,5 tahun)
Tahapan ini adalah dimana bayi mulai menggunakan panca indera dengan fisik untuk mengenal lingkungan sekitarnya. Ia bereaksi terhadap stimulus yang diterima dalam bentuk refleks, seperti menangis.
Periode pra operasional (usia 27 tahun)
Tahapan ini adalah dimana anak mulai menggunakan kata-kata dengan gambar-gambar untuk mengenali sesuatu yang nyata di sekitarnya. Adanya peningkatan pemikiran simbolis, yang melebihi hubungan informasi panca indera dengan fisik. Sehingga membangun kembali level pemikiran dalam tingkah laku yang lebih maju. (Enung Fatimah, 24-25)
Tahapan ini dibagi menjadi 2 tahap :
Sub Tahap Pra Konseptual
Tahap ini berkisar 2-4 tahun. Ciri utama dari sub tahap ini ialah anak-anak mengembangkan pengetahuannya dengan simbol-simbol. Misalnya, buah manggis yang terbuat dari plastik mewakili buah yang sesungguhnya. Boneka panda mewakili panda yang sebenarnya.
Dalam tahap ini komunikasi atau bahasa sangat penting bagi anak, dengan pengalaman komunikasi yang banyak, maka fungsi simbolis akan lebih berkembang. Fungsi simbolis dapat dilihat dari perkembangan komunikasi anak serta respon anak ketika melihat simbol-simbol yang lain hasil pengalaman anak tersebut.
Sub Tahap Pemikiran Intuitif
Tahap ini berkisar usia 4-7 tahun. Tahapan ini terdapat peningkatan lebih rinci pada pengetahuan tentang simbol-simbol tetapi masih terdapat kekurangan, seperti anak belum bisa mengukur secara pasti, mejelaskan cara-cara dengan rinci dan mengelompok suatu benda.
Menurut peaget sub tahap ini disebut dengan centration/pemusatan, yakni anak masih terfokus pada satu titik pusat saja, dan mengabaikan aspek lain yang berubah. (Desmita, 2013: 131-132) Misalnya................
Periode pra operasional konkret (usia 711 tahun)
Tahapan ini adalah dimana anak melaksanakan tugas yang konkret. Tahapan ini dikembangkan menjadi tiga macam operasi berpikir:
Identifikasi (mengenali sesuatu)
Tahapan ini adalah masa anak sudah bisa mulai mengenal benda-benda secara spesifik. Anak bisa menghitung, sehingga semisal benda dipindahkan, anak tetap mengetahui jumlahnya dan akan tetap sama.
Negasi (mengingkari sesuatu)
Tahapan ini adalah dimana masa anak hanya mampu melihat benda yang berderet pada keadaan awal dan akhir saja.
Reprokasi (mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal)
Tahapan ini adalah dimana seorang anak ketika melihat suatu deretan benda yang mana letak dari benda tersebut dirubah atau digeser, sang anak tersebut akan menyadari bahwa deretan benda tersebut menjadi lebih panjang akan tetapi jarak antar deret tidak rapat lagi.
Periode operasional (usia 11dewasa)
Tahapan ini adalah dimana remaja sudah berpikir lebih abstrak, logis, dan idealistik. (Enung Fatimah, 2006: 24-25)
Faktor-Faktor Perkembangan Kognitif Anak
Usia anak-anak pra sekolah memiliki imajinasi luar biasa seperti menggambar matahari berwarna hjau, langit berwarna kuning dan menggambar orang-orang di sekitar seperti kecebong. Anak-anak pra sekolah mempunyai daya serap mental yang berhubungan dengan dunia, semakin meningkat dan terus berkembang. Faktor perkembangan kognitif anak dibagi menjadi 8:
Faktor keturunan/ hereditas
Seorang ahli filsafat Schopen Hauer berkata bahwa, seseorang lahir di dunia sudah memiliki potensi-potensi tertentu yang tidak mampu diubah oleh lingkungan. Selain itu tingkat inteligensi sudah dimiliki sseorang sejak lahir. Selain pendapat ahli filsafat, para ahli psikologi seperti Spuhcer, Lehrin dan Linzhey beranggapan bahwa 75-80 % intelegensi anak-anak dimiliki dari faktor bawaan, keturunan/hereditas.
Faktor Lingkungan
John Locke beranggapan bahwa manusia lahir di dunia seperti kertas tanpa tinta sepercik pun. Tabula rasa merupakan teori yang sangat terkenal. Ia juga berpendapat bahwa lingkungan sangat berpengaruh pada perkembangan manusia dan tingkat inteligensi juga sangat berpengaruh pada pengalaman dan pengetahuan yang Ia miliki dari lingkungan sekitar.
Faktor Kematangan
Usia sangat berhubungan dengan tingkat kematangan, kematangan yang dimaksud adalah ketika fisik maupun psikis yang sudah memiliki atau mampu melakukan sesuai fungsinya sendiri-sendiri.  Meliputi sistem saraf pusat , otak, koordinasi motorik.
Pengalaman Fisik
Kebiasaan anak-anak yang dilakukan seperti meraba, memegang, melihat, mendengar akan memperoleh pengalaman fisik. Pengalaman fisik ini akan mengembangkan aktivitas yang akan membentuk suatu gagasan/ide.
Keseimbangan
Keseimbangan sangat penting bagi perkembangan kognitif anak. Keseimbangan dapat dicapai melalui 2 proses :
Asimilasi merupakan suatu proses yang didapat dari Informasi dari lingungan dan menggabungkan dengan bagan, struktur dan konsep yang telah mereka miliki.
Akomodasi merupakan suatu proses penggabungan bagan, struktur, dan konsep untuk mendapatkan informasi baru.
Faktor Minat dan Bakat
Bakat merupakan sebuah potensi bawaan yang harus dikembangakan, jika anak sudah memiliki bakat maka anak akan lebih cepat dan mudah untuk mempelajari.
Minat merupakan suatu dorongna yang mendorong pada memiliki pada suatu tujuan untuk berbuat lebih keras dan giat lagi.
Faktor Kebebasan
Manusia memliki kebebasan untuk memilih metode dan masalah yang akan dialami serta dia bebas menyelesaikan dengan cara yang dia pilih.
Perkembangan Kognitif dalam Perspektif Islam
Dalam memahami gejala alam semesta yang menunjukkan kebesaran Allah, seseorang diharuskan menuntut ilmu dan menggunakan akal.
Pentingnya proses belajar
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿١﴾ خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ﴿٢﴾ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ﴿٣﴾ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ﴿٤﴾ عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ﴿٥﴾
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu, yang menciptakan manusia dari al alaq. Bacalah, dan tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al-Alaq [96]: 9)
Derajat yang lebih tinggi yaitu mereka yang memiliki ilmu
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ 
Artinya: Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Q.S. Al-Mujadilah [58]: 11) (Aliah, 2006: 125)
Pengindraan dan persepsi di Al quran banyak di jelaskan.
Ada salah satu ayat yang menjelaskan bahwa Allah memberikan alat-alat sensorik dimana itu berguna sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan karena manusia diciptakan tidak mengetahui suatu apapun.
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ ﴿٧٨﴾
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Q.S. Al-Nahl [16]: 78) (Aliah, 2006: 127)
Dalam menuntut ilmu pengetahuan juga harus berhati-hati serta bertindak kritis
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَـٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا ﴿٣٦﴾
Artinya: Dan janganlah kalian mengikuti apa yang kalian tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (Q.S. Al-Isra [17]: 36) (Aliah, 2006: 134)
Apabila sesuatu tidak memiliki dasar yang jelas dan kurang bukti, maka Islam melarang mengikuti sesuatu tersebut kepada umatnya
Dari Hasan ibn Ali, aku telah belajar dari Nabi Muhammad Saw. Dan menyimpannya dalam ingatan: Tinggalkan hal yang mendatangkan keraguan padamu dan ikuti yang tidak meragukan pikiranmu (H.R. Tirmidzi)
Dengan demikian, perkembangan kognitif sangat penting dalam kehidupan karena hal tersebut adalah alat untuk belajar serta menuntut ilmu. (Aliah, 2006: 135)







BAB III
Penutup

Kesimpulan
Perkembangan kognitif yaitu bertambahnya kemampuan seorang individu dalam hal-hal yang berhubungan dengan berfikir, kecerdasan, atau intelektual. (Aliah, 2008:135)
Proses-proses perkembangan kognitif dibagi menjadi tiga meliputi organisasi, adaptasi yang terdapat dua komponen asimilasi dan akomodasi, dan equilibrium.
Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dibagi menjadi empat meliputi, periode sensori-motorik (usia 0-2,5 tahun), periode pra operasional (usia 27 tahun) yang terdapat dua sub tahap, yaitu sub tahap pra konseptual dan sub tahap pemikiran intuitif, periode pra operasional konkret (usia 711 tahun) yang terdapat tiga bagian, yaitu identifikasi (mengenali sesuatu), negasi (mengingkari sesuatu), reprokasi (mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal), Periode operasional (usia 11dewasa).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak meliputi, faktor keturunan/ hereditas, faktor lingkungan, faktor kematangan, pengalaman fisik, keseimbangan, faktor minat dan bakat, faktor kebebasan.
Perkembangan kognitif anak dalam perspektif Islam, dalam memahami gejala alam semesta yang menunjukkan kebesaran Allah, seseorang diharuskan menggunakan akal dengan menuntut ilmu.
Dengan demikian, perkembangan kognitif sangat penting dalam kehidupan karena hal tersebut adalah alat untuk belajar serta menuntut ilmu.
Saran
Kami sebagai penulis makalah menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk itu penulis menginginkan saran dari Anda. Saran bisa berupa kritik atau saran terhadap penulisan, juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan. Guna untuk memperbaiki penulisan dalam makalah ini. Terima kasih atas saran dan kritik dari Anda semua dan semoga makalah ini bisa bermanfaat.






















Daftar Pustaka

Aliah, B.(2006).Psikologi Perkembangan Islami.Jakarta:PT Rajagrafindo Persada

Desmita.(2013).Psikologi Perkembangan.Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Desmita.(2014).Psikologi Perkembangan Peserta Didik.Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Diane E. Papalia, et. al.(2008).Human Development (Psikologi Perkembangan).Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Fatimah, Enung.(2006).Psikologi Perkembangan Peserta Didik.Bandung:Pustaka Setia

http://penelitiantindakankelas.blogspot.co.id/2012/08/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-html

http://www.kompasiana.com/www.rabiatul.com/faktor-yang-mempengaruhi-perkembangan-kognitif-anak-usia-dini_5548f1b5af7e61a4128645fe

Monks, FJ dan Knoers, A.M.P..1982.Ontwikkelings Psychologie.Nijmegen:Dekker &Van de Vegt

Rahayu, Siti.(2006).Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta:Gajah Mada University

Makalah pengertian sosiologi pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan, setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan,Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini,Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya.
Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Tak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak yang berlandaskan sosiologi.
B.       Rumusan Masalah

1.         Apa yang dimaksud dengan landasan sosiologis pendidikan ?
2.         Bagaimana sejarah lahirnya landasan sosiologi pendidikan ?
3.         Apa yang menjadi landasan dalam sosiologi pendidikan ?
4.         Bagaimana implementasi landasan sosiologis pendidikan ?
5.         Apa fungsi kajian dalam landasan sosiologis pendidikan ?
6.         Apa saja ruang lingkup landasan sosiologis pendidikan ?

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Landasan Sosiologis
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Sosiologi sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-1857) pada tahun 1839, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang memepelajari masyarakat. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial. Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan, Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Perhatian sosiologi pada pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatnya perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan. Ciri-ciri sosiologis pendidikan :
1.    Empiris adalah adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu, Sebab bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
2.    Teoritis adalah peningkatan fase penciptaan yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
3.    Komulatif adalah sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori itu akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
4.    Nonetis adalah karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya:
1.    Paham individualisme
2.    Paham kolektivisme
3.    Paham integralistik
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat.
Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang dapat eksis. Berhadapan dengan paham di atas adalah paham kolektivisme yang memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. dalam masyarakat yang menganut paham integralistik; masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat:
1.    Kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat.
2.    Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat.
3.    Negara melindungi warga anegaranya
4.    Selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi, dan tampaknya merupakan potensi yang dibawa sejak lahir. Bahwa manusia merupakan makhluk sosial karena beberapa faktor berikut:
1.    Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya
2.    Sifat adaptability dan intelegensi.
Dengan demikian, manusia sebagai makhluk sosial, menjadikan sosiologi sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan, karena memang karakteristik dasar manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui pendidikan.
B.       Sejarah Lahirnya Sosiologis Pendidikan
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Sosiologi sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-1857), sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang memepelajari tentang masyarakat.
Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial. Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan.
Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx,Emile Durkheim, Ferdinand Tonnies, George Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin (semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan sosiologi.Emile Durkheim (ilmuwan sosial Perancis) berhasil melembagakan sosiologi sebagai disiplin akademis. Emile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial. Pada tahun 1876 di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan sosiologi dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain. Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat. 

C.      Landasan Dalam Sosiologis Pendidikan
Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham integralistik, Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,  antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat, Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.
Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang
D.      Implementasi Landasan Sosiologis Pendidikan
Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan orde baru telah banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertical masih dapat ditemukan. Demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan. Berbagai upaya yang persatuan dan kesatuan yang kokoh, berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin mendapat perhatian yag semestinya dengan antara lain memasukkannya muatan local di dalam kurikulum sekolah. Muatan lokal yang didasarkan pada kebhinekaan masyaraka Indonesia. Dengan demikian akan dapat diwujudkan manusia Indonesia dengan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan tetapi memahami dan menyatu dengan lingkungan.dilakukan, baik melalui jalur sekolah (seperti mata pelajaran PKn, pendidikan sejarah) maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran, P4, Pemasyarakaatn P4 non penaratan ) telah mulai menumbuhkan benih-benih.

E.       Fungsi Kajian Landasan Sosiologis Pendidikan
1.         Fungsi eksplanasi
menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan informasi yang lengkap dan akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik dan akan dapat menafsirkan fenomena-fenomena yang dihadapi secara akurat. Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media komunikasi.
2.         Fungsi prediksi
meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan  itu, tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk ke dalam masyarakat melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.
3.         Fungsi utilisasi
menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri.
Jadi, secara umum  sosiologi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.
F.       Ruang Lingkup Landasan Sosiologis Pendidikan
Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa, sesuai dengan namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational Sociology) adalah cabang ilmu Sosiologi, yang pengkajiannya diperlukan oleh professional dibidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pemikir pendidikan) dan para mahasisiwa serta professional sosiologi.
Mengenai ruang lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan adanya empat pokok bahasan berikut:
1.    Hubungan sistem pendidikan dengan sistem social lain
2.    Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar,
3.    Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan
4.    Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik
Rochman Natawidjaja (2007: 81).
Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses pendidikan itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut kacamata kepentingan masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal.
Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik.
Rochman Natawidjaja (2007: 82)





BABIII
PANDANGAN ISLAM TENTANG SOSIOLOGI
HUBUNGAN SOSIOLOGI DENGAN AL-QUR’AN
Al Qur’anul Karim adalah Firman Allah SWT yang diturunkan melalui Malaikat Jibril as kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an sendiri di turunkan oleh Allah SWT untuk mengatur kehidupan umat manusia. Di dalam Al-Qur’an termuat hukum-hukum yang mengatur bagaimana manusia menjalani hidup dalam bermasyarakat dengan baik. Hukum dalam ajaran Agama Islam dikenal dengan istilah Syariat, yang berarti peraturan atau hukum-hukum yang diturunkan Allah, melalui RasulNya yang mulia,untuk umat manusia, agar manusia keluar dari kegelapan menuju jalan terang, dan mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus. Jika Syariat yang dimaksud ditujukan bagi Umat Islam ini menunjuk kepada peraturan atau hukum-hukum yang diturunkan Allah, melalui Rasul Muhammad SAW, baik berupa Al Qur’an maupun SunnahNabi yang berupa perkataan, perbuatan, ketetapan Nabi Muhammad SAW. Jadi jelas bahwa Al Qur’anmemuat aspek-aspek hukum bagi ketentraman kehidupan makhluk Allah terutama manusia. Bahkan 90 % dari ayat-ayat Al Qur’an adalah yang berkaitan atau mengatur interaksi antara manusia dengan sesamanya dan mahkluk lainnya, sedangkan 10 % saja yang berkaitan antara manusia dengan Allah SWT.
Sosiologi sebagai ilmu social juga dalam perkembangannya tidak jauh berbeda atau sama sekali tidak berbeda dengan apa yang di sampaikan dalam Al-Qur’an. Semua itu bisa di lihat dari pengertian sosiologi dimana Ilmu sosiologi memiliki pengertian bahwa sosiologi adalah ilmu yang berkaitan dengan kemasyarakatan atau objek studinya adalah masyarakat itu sendiri. Yang di dalamnya mengkaji tentang manusia dan mengatur bagaimana seseorang seharusnya bersikap dalam kehidupan bermasyarakat agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmonis
B     PENJABARAN MASING-MASING AYAT/SURAT
1.      Surat yang membahas tentang toleransi
Q.S Al-Kafiruun 1-6
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Surat ini adalah surat makkiyah, surat yang diturunkan pada periode Makkah, meskipun ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa, surat ini turun pada periode Madinah. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa, surat ini adalah surat penolakan (baraa’) terhadap seluruh amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan yang memerintahkan agar kita ikhlas dalam setiap amal ibadah kita kepada Allah, tanpa ada sedikitpun campuran, baik dalam niat, tujuan maupun bentuk dan tata caranya.Karena setiap bentuk percampuran disini adalah sebuah kesyirikan, yang tertolak secara tegas dalam konsep aqidah dan tauhid Islam yang murni.
Surat al kafirun turun sekaligus sebagai jawaban atas ajakan kaum musyrikin Quarisy kepada nabi Muhammad SAW. Mereka itu, antara lain al-As bin Wail as-Sahim, al-Aswad bin Abdul Muthalib, Umayah bin Khalaf, dan Walid bin Mughirah. Mereka mengajak Nabi Muhammad SAW agar mau sedikit toleran dan berkompromi dengan bergantian dalam menyembah Tuhan. Kaum Musyrikin akan menyembah Tuhan yang di sembah Nabi Muhammad SAW. Dan waktu yang lain, Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya di minta untuk menyembah apa yang mereka sembah.
Secara umum, surat ini memiliki dua kandungan utama. Pertama, ikrar kemurnian tauhid, khususnya tauhid uluhiyah (tauhid ibadah). Kedua, ikrar penolakan terhadap semua bentuk dan praktek peribadatan kepada selain Allah, yang dilakukan oleh orang-orang kafir.Kemudian QS Al-Kafirun ini ditutup dengan pernyataan secara timbal balik, yaitu untukmu agamamu dan untuku agamaku. Dengan demikian, masing-masing pemeluk agama dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik sesuai dengan keyakinannya tanpa memaksakan pendapat kepada orang lain dan sekaligus tidak mengabaikan keyakinan masing-masing serta akan dipertanggung jawabkan masing-masing dihadapan Allah. Dengan turunnya ayat ini, Hilanglah harapan orang-orang musyrikin Quraisy yang berusaha membujuk Nabi Muhammad SAW agar bersikap toleran dengan jalan untuk kompromi dalam bidang Aqidah Islam.
2.      Ayat tentang Etika Dalam Berpakaian
26. Hai anak Adam[530], Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa[531] Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al A’raf: 26).
[530] Maksudnya Ialah: umat manusia
[531] Maksudnya Ialah: selalu bertakwa kepada Allah.
Fungsi pakaian adalah sebagai penutup aurat sekaligus perhiasan. Agama Islam memerintahkan agar setiap orang memakai pakaian yang baik dan bagus, baik berarti sesuai dengan fungsinya yaitu menutupi aurat, sedangkan bagus berarti memadai (serasi) sebagai perhiasan penutup tubuh yang sesuai kemampuan si pemakai. Untuk keperluan ibadah sholat di masjid kita dianjurkan pakai pakaian yang baik dan suci bersih (terhindar dari najis).Berpakaian bagi kaum perempuan mukmin telah digariskan oleh Al Qur’an adalah menutup seluruh auratnya. Pada dasarnya pakaian muslim tidak menghalangi si pemakai melakukan kegiatan sehari-hari dalam masyarakat, semua kembali pada niat si pemakai dalam melaksanakan ajaran Allah.
3.      Ayat tentang Etika Dalam Berbicara Kepada Masyarakat
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. ( Q.S AL-ASHR:3 )
Alat komunikasi paling utama dalam pergaulan adalah berbicara, dengan bicara kita dapat menyampaikan sesuatu, sebaliknya kita juga dapat mengetahui keinginan orang lain. Berbicara bisa mendatangkan banyak orang (teman) dan bisa pula mendatangkan musuh, maka dari itu kita harus pandai-pandai menjaga cara berbicara kita dengan baik. Agama Islam mengajarkan agar kita berbicara sopan supaya tidak berakibat merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Mulut dapat kita gunakan sebagai nasehat akan kebenaran hindarilah cara bicara yang bisa menimbulkan perselisihan karena perselisihan itu kehendak setan yang ditujukan untuk mengadu domba, fitnah, isu dan gosip.
4.      Ayat tentang Etika Pergaulan Dengan Orang Yang Lebih Tua
23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[850]. 24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
[850] Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu. (Q.S Al-Isra : 23-24)
Berdasarkan ayat di atas, tampaknya yang menjadi titik sentral dalam masalah bir al-walidain adalah anak, maka posisi orang tua sebagai pendidik tidak menjadi bahasan utama. Hal ini bisa disebabkan adanya suatu anggapan bahwa orang tua tidak akan melalaikan kewajibannya dalam mendidik anak.
Menurut Said Qutub orang tua itu tidak perlu lagi dinasehati untuk berbuat baik kepada anak, sebab orang tua tidak akan pernah lupa akan kewajibannya dalam berbuat baik kepada anaknya. Sedangkan anak sering lupa akan tanggung jawabnya terhadap orang tua. Ia lupa pernah membutuhkan asuhan dan kasih sayang orang tua dan juga lupa akan pengorbanannya. Namun demikian anak perlu melihat ke belakang untuk menumbuh-kembangkan generasi selanjutnya.  Jadi mempelajari cara orang tua dalam mendidik anak menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.Yang teranalisa dalam penjelasan kedua ayat tersebut adalah kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran ayat   wa bilwalidaini ihsana. Dalam penafsiran penggalan ayat tersebut, anak dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua telah berbuat ihsan kepada anak; mengandung selama sembilan bulan, memberikan kasih sayang dan perhatian sejak dari proses kelahiran hingga dewasa. Dengan demikian, perintah anak untuk berbuat ihsan kepada orang tua menjadi wajib dengan syarat orang tua telah terlebih dahulu berbuat ihsan kepadanya. Ihsan orang tua terhadap anak sangat urgen sebab seorang anak yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah tidak berdaya,  tidak tahu apa-apa, dan perlu pertolongan orang lain. Untuk mengatasi ketidakberdayaannya, anak sangat bergantung sepenuhnya kepada orang tua dan menunggu bagaimana arahan dan didikan yang akan diberikan kepadanya.
5.      Ayat tentang etika terhadap Pergaulan Dengan Orang Yang Berbeda Agama
8. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.(QS. Al-Mumtahanah: 8)
Dari ayat di atas Allah tidak menghalangi kita untuk bersosialisasi terhadap orang-orang yang berbeda keimanan dengan kita. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa seorang muslim boleh berbuat baik kepada orang non muslim dalam suasana damai, dengan bantuan kewangan, memberi makan mereka yang kelaparan, memberi pinjaman bagi mereka yang memerlukan, menolong mereka dalam perkara-perkara yang mubah, berlemah-lembut dalam tutur kata, membalas ucapan selamat mereka (seperti selamat belajar).
Orang-orang non muslim yang tidak memerangi umat Islam disebut sebagai kufur dzimmy. Orang-orang yang termasuk kufur dzimmy adalah orang-orang yang tidak membenci Islam, tidak memerangi, tidak membuat kerusakan atau kekacauan, serta tidak menghalagi dakwah Islam. Adapun agama keyakinan kufur dzimmi diserahkan kepada mereka sendiri, orang Islam dilarang menganggu keyakinan mereka. Kalau mereka hidup di negara Islam mereka berhak dilindungi pemerintah Islam sebagaimana perlindungan terhadap kaum Muslimin.
Etika berhubungan dengan orang yang berbeda keyakinan saja, Islam mengajarkan agar berbuat baik dan adil. Lebih lebih jika hubungan itu dengan umat intern umat Islam. kerukunan antar umat Islam ini harus berdasarkan atas semangat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim). Adanya perbedaan antar umat Islam itu rahmat asalkan perbedaan itu tidak membawa kepada perpecahan dan permusuhan.

C.    PENJABARAN MASING-MASING HADITS
1.      Hadits tentang toleransi
عَن اَبِي هُرَيرَة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم خَمْسٌ مِنْ حَقِ اْلمُسْلِم عَلى اْلمُسْلِمْ رَدُ التَحِيَةِ وَاِجَابَةُ الدَعْوَةِ وَشُهُودُ الجَنَازَةِ وَعِيَادَةِ المَرِيضِ وَتَشْمِيَتُ الغَاظِسِ اِدَا حَمِدَاللهُ .
Artinya :”Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda : Ada lima kewajiban orang Islam terhadap orang,menjawab salam,dan memenuhi undangan,dan melayat jenazah,dan menengok orang sakit,dan mendoakan orang yang bersin.(HR.Ibnu Majah)
Dalam hadis di atas Rasullah Saw memberi pelajaran kepada orang-orang islam tentang kewajiban dan haknya dalam pergaulan sehari-hari. Hak dan kewajiban itu antara lain:
1.      Kewajiban membalas salam.Apabila ada orang islam yang memberi salam atau mengucapkan salam, yaitu “assalamu’alaikum” maka orang islam lainnya berkewajiban membalas atau menjawab salam itu. Memberi salam adalah sunah.
2.      Kewajiban memenuhi Undangan.Orang islam apabila diundang oleh orang islam lainnya, wajib memenuhi atau menghadirinya, terutama adalah undangan pernikahan atau walimatul ursy.
3.      Kewajiban Melayat orang islam yang meninggal.Apabila ada orang islam yang meninggal dunia, maka orang islam lainnya berkewajiban melayatnya. Hukumnya adalah wajib kifayah.
4.      Kewajiban mendoakan orang islam yang bersin.Apabila ada oarng islam bersin lalu ia mengucapkan “alhamdulilah” maka orang islam yang mendengarkannya berkewajiban mendoakannya dengan mengucapkan doa” Yarhakumullah”.
Perintah yang di pesankan dalam hadis tersebut tampak sangat manusiawi dan sesuai dengan hukum sosial. Sebagaimana diakui dalam sosiologi bahwa pada kehidupan masyarakat apapun dan dimana pun beradanya sangat memerlukan adanya perilaku yang seimbang diantara anggotanya. Oleh karena itu apa yang di anjurkan hadis tersebut merupakan tata aturan/hukum sosial kemasyarakatan yang sangat indah dan manusiawi. Lebih dari itu etika sosial tadi hukumnya bukan hanya mengandung nilai-nilai budaya luhur, tetapi juga mengandung nilai peribadatan, karena dalam praktiknya banyak mengandung doa guna membesarkan hati, menggembirakan, menentramkan, menghibur orang yang bersangkutan.

2.      Hadits tentang Etika Dalam Berpakaian
عن عبد الله بن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إن الذي يجر ثيابه من الخيلاء لا ينظر الله إليه يوم القيامة. (رواه مسلم)
Artinya: dari Abdullah bin Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya orang yang menguraikan pakaiannya karena sombong dia tidak akan diperdulikan oleh Allah swt pada hari kiamat. ( H.R.Muslim )
3.      Hadits tentang Etika Dalam Berbicara Kepada Masyarakat
 مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُت
Artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka berbicaralah dengan baik atau diam”.( HR Bukhari no:6018)
Lidah memang daging tak bertulang, namun apa yang keluar darinya tak akan bisa diambil atau dikembalikan lagi. Baik itu perkataan baik ataupun buruk bila telah terlontarkan dari lidah, tak akan ada yang dapat mengambilnya kembali.
Hadits di atas secara tegas memperingatkan kepada para ummat muslim agar berbicara dengan hal-hal yang baik saja dan sejauh mungkin meninggalkan perkataan buruk dengan cara diam. Bila berbicara adalah perak, maka diam itu emas.
4.      Hadits tentang Etika Pergaulan Dengan Orang Yang Lebih Tua
Sebagian tanda memuliakan Allah adalah menghormati orang Islam yang telah putih rambutnya (tua). (HR Abu Daud).
Yang dimaksud orang yang lebih tua disini adalah para orang tua kita, yaitu Bapak, ibu, kakek, nenek, paman, bibi, kakak dan orang lain yang lebih tua dari kita. Kita wajib menghormati orang tua yang telah memelihara kita dan membesarkan, mendidik dan membiayai hidup kita, tidak sedikit pengorbanan mereka lahir dan batin, baik materi, tenaga dan pikiran yang telah dicurahkan untuk kepentingan anak-anaknya. Walaupun mereka tidak mengharapkan balasan atas kasih sayang dan pengorbanan kepada kita,Namun tidak selayaknya kita mengabaikan kewajiban menghormati dan menuruti segala nasehat dan perhatiannya. Kakek, nenek, paman, bibi, dan kerabat kita yang lebih tua juga harus kita hormati dan kita perlakukan seperti orang tua kita. Oleh karena itu kita harus berlaku hormat dan sopan, tidak bersikap melawan atau menentang pada saat ada perselisihan. Karena bila kita bersikap hormat dan sopan insya’ Allah mereka pun akan berlaku sama.
Agama Islam mengajarkan agar kita selalu hormat dan sopan kepada semua orang yang lebih tua, dari mereka yang sudah mengenyam banyak pengalaman, kita memperoleh ilmu untuk bekal dimasa datang. Kita mendapat warisan kebudayaan yang akan kita teruskan, apalagi para pahlawan yang turut memerdekakan bangsa kita. Barang siapa yang bersikap hormat kepada orang yang lebih tua, maka akan dijanjikan oleh Rasulullah SAW, akan dihormati pula pada masa tuanya nanti dan apabila tidak menghormati orang yang lebih tua maka Rasulullah SAW, pun tidak hendak mengakui seseorang tersebut sebagai umatnya.

5.      Hadits tentang etika terhadap Pergaulan Dengan Orang Yang Berbeda Agama
Dari Asma’ binti Abu Bakar, ia bertanya; Aku kedatangan ibuku sedangkan dia masih musyrik di masa kaum Quraisy menjalin perjanjian dengan kaum muslimin. Lalu aku bertanya kepada Nabi saw. Aku tanyakan, ”Wahai Rasulullah, aku kedatangan ibuku sedangkan dia ingin bertemu denganku, apakah aku boleh menyambung hubungan dengan ibuku? Beliau menjawab, ”Ya, hubungilah ibumu” (HR Muslim)
Islam adalah agama damai, damai kepada siapa saja. Maka Islam tidak membatasi pergaulan hanya dengan sesama muslim. Islam mengizinkan umatnya bergaul dengan non-muslim. Hanya saja memang dalam pergaulan ini ada beberapa catatan.:
Pertama, dalam bergaul dengan orang non-muslim tidak boleh menumbuhkan rasa cinta kepada mereka. Di antara konsekuensi tauhid adalah mencintai Allah dan pengikut agama Tauhid serta membenci berhala dan penyembah-penyembahnya.
Kedua, non-Islam yang dipergauli adalah non-Islam yang bukan kafir harbi. Yaitu kaum kafir yang tidak memerangi Islam dan umat Islam, tidak mengusir kaum muslimin dari tanah air mereka
Ketiga, Kepada mereka yang tidak memerangi islam dan tidak mengusir dari tanah air itu berhak dipergauli sejauh hak-hak mereka. Jika mereka kerabat maka mereka berhak diperlakukan sebagai kerabat, seperti shilaturrahmi, saling memberi hadiah, dan sikap baik. Jika mereka tetangga maka mereka pun berhak diperlakukan sebagai tetangga seperti menghormati dan seterusnya.

D.     HUBUNGAN AYAT DAN HADITS DENGAN SOSIOLOGI

Ayat dan hadits di atas memiliki hubungan erat dengan disiplin ilmu sosiologi dimana ayat dan hadits di atas menjelaskan bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam masyarakat dan hal tersebut berbanding lurus dengan ilmu sosiologi yang juga memiliki objek studi yaitu untuk mengatur perilaku manusia dalam hidup bermasyarakat agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmonis.Etika dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan agung yang bukan saja berisikan sikap, perilaku secara normative, yaitu dalam bentuk hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut pandangan historisitas. Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada pemahaman dan pengalaman keberagamaan seseorang. Maka Islam menganjurkan kepada manusia untuk menjunjung etika sebagai fitrah dengan menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu cara pandang dan perilaku manusia dalam hubungan social hanya dan untuk mengabdi pada Tuhan, bukan ada pamrih di dalamnya












BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan, dan karakteristik masyarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisa ilmiah tentang proses social di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :
1.        hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lain
2.        hubungan sekolah dengan komunitas sekitar
3.        hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan
4.        pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik
Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Sosiologi pendidikan dituntut untuk melakukan tiga fungsi, yaitu: (1) fungsi eksplanasi, (2) fungsi prediksi, (3) fungsi utilisasi. Secara umum, sosiologi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya tersebut melalui pengkajian fenomena-fenomena sosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan kompleks. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan ke-Bhineka tunggal ika-an, baik melalui kegiatan jalur sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

B.       Saran
 Manusia sebagai makhluk sosial, maka setiap manusia seharusnya menjadikan sosiologi sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan, karena memang karakteristik dasar manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui pendidikan. Maka perlu adanya komitmen dari pemerintah untuk memberikan suatu pengembangan yang memadai tentang sosiologi pendidikan. Seperti tampak seperti ini seharusnya pendidikan melaksanakan pengembangan, yang dilaksanakan umumnya tidak memilih salah satu tetapi seharusnya diupayakan seimbang antara pelestarian dan pengembangan sosial.
























DAFTAR RUJUKAN

Tirtarahardja, U. & Sula, S. L. L. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ruswandi, Uus & Hermawan Heris, A. 2008. Nurhamzah. Landasan Pendidikan. Bandung: CV. Insan Mandiri.
Sutikno Sobry. M. 2008. Landasan Pendidikan. Bandung: Prospect.
Natawidjaya. R. Sukmadinata,.N.S.  Ibrahim. Djohar. A.  2007.    Ilmu  Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


DAFTAR ISI
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A.      Latar Belakang 1
B.       Rumusan Masalah 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Landasan Sosiologis 2
B.       Sejarah Lahirnya Sosiologis Pendidikan 4
C.      Landasan Dalam Sosiologis Pendidikan 4
D.      Implementasi Landasan Sosiologis Pendidikan 5
E.       Fungsi Kajian Landasan Sosiologis Pendidikan 6
F.       Ruang Lingkup Landasan Sosiologis Pendidikan 7
BAB III 8
PANDANGAN ISLAM TENTANG SOSIOLOGI 8
A. HUBUNGAN SOSIOLOGI DENGAN AL-QUR’AN 8
B     PENJABARAN MASING-MASING AYAT/SURAT 8
C.    PENJABARAN MASING-MASING HADITS 12
D.     HUBUNGAN AYAT DAN HADITS DENGAN SOSIOLOGI 15
BAB IV 16
PENUTUP 16
A.      Kesimpulan 16
B.       Saran 17
DAFTAR RUJUKAN 18

Wednesday, April 6, 2016

Makalah sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits


KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirobbil’alamiin, segala puji bagi Allah SWT tuhan semesta alam atas segala berkat,rahmat,taufiq serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pertumbuhan dan Perkembangan Hadits”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak.penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar yang tak hentinya memberi motivasi dan teman-teman seperjuangan yang telah mendo’akan dan memberi banyak dukungan kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.oleh karena itu,penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik.
Akhir kata penyusun berharap makalah ini dapat memberi manfaat kepada para pembaca pada umumnya dan pada penyusun khususnya.

Semarang, 09   Maret 2015
Penulis



DAFTAR ISI

Halaman judul
DAFTAR ISI

Kata Pengantari

Daftar Isiii

Bab I Pendahuluan

Latar Belakang1

Rumusan Masalah1

Bab II Pembahasan

Pengertian Ulumul Qur’an2

Macam-macam Ulumul Qur’an4

Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an5

Lahirnya Istilah Ulumul Qur’an yang Mudawwan15

Bab III Penutup

Kesimpulan16

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dewasa ini, banyak orang yang mengesampingkan hadits.hanya orang tertentu saja yang mau mempelajari bagaimana adanya hadits. Proses,pembukuan dan lain sebagainya. Di buat nya makalah ini bertujuan untuk mengulas terjadinya pertumbuhan dan perkembangan hadits dari masa rasulullah sampai masa pembukuan.makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita lebih dalam tentang hadits.agar kita tidak mengesampingkan dan cuek saja dengan hal ini.
Makalah ini memuat sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits dari masa rasulullah sampai masa pembukuan,banyak sekali hal-hal penting yang justru kita malah belum pernah mengetahuinya sama sekali
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,rumusan masalah yang dapat di ambil adalah:
Ada berapa pembagian periode masa perkembangan dan pertumbuhan hadits?
Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan hadits di masa rasulullah,sahabat,tabi’in,dan pembukuan?
Apa saja yang kita peroleh dari materi sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits?

Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat tujuan penulisan sebagai berikut:
Untuk mengetahui bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita.

















BAB II
PEMBAHASAN

  HADITS PADA MASA RASUL  SAW
Membicarakan hadis pada masa Rasul SAW berarti membicarakan hadis pada awal pertumbuhannya. Maka dalam uraiannya akan terkait langsung dengan pribadi Rasul SAW sebagai sumber hadis. Rasul SAW membina umatnya selama 23 tahun . Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwujudkannya Hadis.
Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadanya dijelaskannya melalui perkataan(aqwal),perbuatan(af’al),dan penetapan (taqrir)-nya. Sehingga apa yang didengar,dilihat dan disaksikan oleh para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan ubudiyah mereka. Rasul SAW merupakan satu-satunya bagi para sahabat, karena ia memiliki sifat kesempurnaan dan keutamaan selaku Rasul Allah SWT yang berbeda dengan manusia lainnya.
1.      Cara Rasul SAW Menyampaikan Hadis
Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakannya dengan masa lainnya. Umat islam secara langsung menerima hadis dari Rasul SAW tanpa hijab. Allah menurunksan al-Qur’an dan mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya adalah sebuah paket yang tidak dapat dipisahkan,dan apa-apa yang disampaikannya juga merupakan wahyu. Kedudukan Nabi yang demikian itu secara otomatis menjadikan semua perkataan,perbuatan dan taqrir Nabi sebagai referensi para sahabat. Para sahabat secara proaktif berguru dan bertanya kepadanya tentang  segala sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Oleh karena itu, tempat-tempat pertemuan diantara kedua belah pihak sangatlah terbuka dalam banyak kesempatan. Tempat yang biasa digunakan Rasul SAW cukup bervariasi, seperti di masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam perjalanan (safar) dan ketika muqim (berada di rumah).

Ada beberapa cara Rasul menyampaikan hadis kepada para sahabat,yaitu :
Pertama, melalui para jama’ah pada pusat pembinaaannya yang disebut majlis al-‘Ilmi. Melalui hadis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis,sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Nabi.
Kedua, dalam banyak kesempatan Rasul juga menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu,yang kemudian disampaikannya kepada orang lain. Hal ini karena terkadang ketika ia mewujudkan hadis,para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja,baik karena disengaja oleh Rasul sendiri atau secara kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja,bahkan hanya satu orang,seperti hadis-hadis yang ditulis oleh Abdullah ibn Amr ibn Al-‘Ash
Ketiga, cara yang dilakukan Rasul adalah melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka,seperti ketika haji wada’ dan fathul Makkah.

2.      Perbedaan Para Sahabat Dalam Menguasai Hadits
Di antara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadis. Ada yang memilikinya lebih banyak, tetapi ada yang sedikit sekali. Hal ini tergantung kepada beberapa hal, pertama, perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasul, kedua, perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain, ketiga ,perbedaan mereka karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid Rasul.
3.     Menghafal dan Menulis Hadits
a.     Menghafal hadis 
Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan al-Qur’an dan Hadis,sebagai dua sumber ajaran Islam, Rasul menempuh jalan yang berbeda. Yaitu menghafal dan menulis.
Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para sahabat dalam kegiatan menghafal hadis ini.
Pertama, karena kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak praislam dan mereka terkenal kuat hafalannya;
kedua, Rasul banyak memberikan spirit melalui do’a-do’anya;
ketiga, seringkali ia menjanjikan kebaikan akhirat kepada yang menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain.
b.    Menulis Hadis
Beberapa sahabat yang memiliki catatan dan penulisan terhadap hadis : Abdullah ibn Amr Al-‘Ash,Jabir ibn Abdillah ibn Amr Al-Anshari, Abu Hurairah Al-Dausi, Abu Shah (Umar ibn Sa’ad Al-Anmari)
     c.      Mempertemukan Dua Hadis yang Bertentangan
Dengan melihat dua kelompok hadis yang kelihatannya terjadi kontradiksi,seperti para hadis dari Abu Sa’id Al-Hudri di satu pihak,dengan hadis dari Abdullah ibn Amr ibn Al-Ash. Diantara mereka ada yang menggugurkan salah satunya,seperti dengan jalan nasikh dan mansukh dan ada yang berkompromi keduanya sehingga keduanya tetap digunakan (ma’mul).

HADITS PADA MASA SAHABAT
Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa sahabat, khususnya masa khalafa’ al-rashidin yang berlangsung sekitar tahun 11-40 H. Masa ini disebut juga masa sahabat besar.
1.      Menjaga Pesan Rasul SAW
Pada masa menjelang akhir kerasulannya,Rasul berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Hadis serta mengajarkannya kepada orang lain, sebagaimana sabdanya: yang artinya,
“ Telah aku tinggalkan untuk kalian dua macam, yang tidak akan sesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (al-Qur’an) dan Sn=unahku (al-Hadis)”. (HR. Malik). Dan sabdanya pula:
“ Sampaikanlah dariku walau satu ayat atau satu hadis”
2.      Berhati-hati dalam Meriwayatkan dan Menerima Hadis
Perhatian para sahabat pada masa ini terutama sekali terfokus pada usaha memelihara dan menyebarkan al-Qur’an. Ini terlihat bagaimana al-Qur’an dibukukan pada masa Abu Bakar atas saran Umar bin Khattab. Usaha pembukuan ini diulang juga pada masa Usman bin Affan,sehingga melahirkan Mushaf Usmani.
Kehati-hatian dari usaha membatasi periwayatan yang dilakukan para sahabat,disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan,yang padahal mereka
sadari bahwa hadis merupakan sumber tasri’ setelah al-Qur’an,yang harus dijaga dari kekeliruannya sebagaimana al-Qur’an.
Setelah Rasul wafat Abu Bakar pernah mengumpulkan para sahabat. Kepada mereka,ia berkata : “Kalian meriwayatkan hadis-hadis Rasul SAW yang diperselisihkan orang-orang setelah kalian akan lebih banyak berselisih karenanya. Maka janganlah kalian meriwayatkan hadis(tersebut).
3.      Periwayatan Hadis dengan Lafaz dan Makna
Pembatasan atau penyederhanaan periwayatan hadis,yang ditunjukkan oleh para sahabat dengan sikap kehati-hatiannya,tidak berarti hadis-hadis rasul tidak diriwayatkan.
Ada dua jalan para sahabat dalam meriwayatkan hadis dari Rasul SAW. Pertama, dengan jalan periwayatan lafdzi(redaksinya persis seperti yang disampaikan Rasul) dan kedua, dengan jalan periwayatan maknawi(maknanya saja)
a.     Periwayatan Lafdzi
Periwayatan lafdzi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matannya persis seperti yang diwurudkan Rasul SAW. Ini hanya bisa dilakukan apabila mereka hafal benar apa yang disabdakan Rasul SAW.
b.    Periwayatan Maknawi
Periwayatan maknawi artinya periwayatan hadis yang matannya tidak persis sama dengan yang di dengarnya dari Rasul SAW,akan tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh,sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul SAW,tanpa ada perubahan sedikitpun.
Namun para sahabat tetap hati-hati dalam melakukannya. Ibn Mas’ud misalnya,ketika ia meriwayatkan hadis ada istilah-istilah tertentu yang digunakan untuk menguatkan penukilannya,seperti dengan kata: qala Rasul SAW hakadza(Rasul SAW telah bersabda begini),atau nahwan atau qala Rasul SAW qariban min hadza.

Hadist pada masa Thabi’in
Menurut Ulama Hadist, thabi’in adalah orang yang bertemu dengan satu orang shahabat atau lebih. Para Imam sependapat, bahwa akhir masa thabi’in adalah tahun 150 H. Sedangkan akhir masa atba’al-thabi’in adalah tahun 220 H.
Periwayatan Hadist pada masa Tabi’in
Pada masa tabi’in Islam telah telah meluas ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 Hijriah sampai ke Spanyol. Yang demikian karena keberangkatan para shahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu agama.
Para tabi’in menerima riwayat hadist dari para shahabat, baik di masjid-masjid ataupun lainnya. Hadist-hadist yang diterima para tabi’in, ada dalam bentuk catatan dan ada pula yang hafalan.
Pada umumnya, periwayatan Hadist yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak begitu berbeda dengan yang dilakukan oleh para shahabat sebagai guru-guru mereka.
Adapun tokoh-tokoh Hadist di kalangan tabi’in antara lain :
Di Madinah  : Sa’id bin al-Musayyab, Urwah bin Zubair, dan lainnya.
Di Makkah   : Ikrimah Maula Ibnu Abbas, Atha’bin Abi Rabah, dan lainnya.
Di Kufah      : Kamil bin Zaid al-Nakha’I, Abdul Malik bin Umair, dan lainnya.
Di Syam       : Salim Ibn Abdillah al-Muharibi, Abu Sulaiman al-Darani, dan lainnya.
Di Mesir       : Yazid bin Abu Hubaib, Umar bin al-Harits, dan lainnya.
Di Yaman    : Hammah bin Munabbih, Wahb bin Munabbih, dan lainnya.
Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadist
Pada masa tabi’in ini terdapat pergolakan politik. Pergolakan politik ini sebenarnya sudah muncul sejak masa shahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan perang Thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat Islam kedalam beberapa kelompok, yaitu Khawarij, Syiah, Mu’awiyah dan golongan yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok tersebut.
Dari pergolakan politik tersebut, secara langsung atau tidak langsung telah berpengaruh pada perkembangan Hadist berikutnya, baik yang positif ataupun yang negative. Pengaruh yang bersifat negative adalah pemalsuan Hadist demi kepentingan politik masing-masing.
Sedangkan pengaruh yang positif adalah sebuah upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan hadist.
Di antara Hadist-hadist palsu tersebut adalah :
Untuk meninggikan derajat Ali bin Abi Thalib, seperti :

“Barang siapa yang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat Nuh tentang ketaqwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang kebaikan hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat Isa tentang ibadahnya, maka hendaklah dia melihat kepada Ali. “
Untuk meyakinkan umat agar menentang Mu’awiyah, seperti :

“Apabila kamu melihat Mu’awiyah diatas mimbarku, maka bunuhlah dia.”
Dari kelompok Mu’awiyah, membela dan memperlihatkan kedudukan Mu’awiyah, seperti :

“Pemegang amanat hanya tiga orang saja : saya, jibril, dan Mu’awiyah.”

D.    Masa Pembukuan Hadist
1. Latar Belakang Pembukuan Hadist
Setelah agama Islam tersebar luas di masyarakat, dipeluk dan dianut oleh penduduk yang bertempat tinggal diluar jazirah Arabiah, dan para shahabat yang tidak sedikit jumlahnya yang telah meninggal dunia, maka terasa perlunya Hadist diabadikan dalam bentuk tulisan dan kemudian dibukukan.
Permasalahan ini menngerakkan hati Khalifah ‘Umar bin’Abdul’Aziz-seorang Khalifah Bani Umayyah yang menjabat Khalifah antara tahun 99 sampai tahun 101 Hijriah-untuk menulis dan membukukan Hadist. Perintah itu dia keluarkan sesudah bermusyawarah dengan para ulama dan memperoleh dukungan dari sebagian besar ulama.
Adapun yang melatar belakangi pembukuan Hadist adalah :
Pada akhir abad 1 H para penghafal Hadist semakin berkurang karena sudah banyak yang meninggal dunia.
Semangat menghafal Hadist mulai berkurang.
Sudah tidak ada kekhawatiran tercampurnya antara al-Qur’an dan al-Hadist.
Hadist merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan sehingga pembukuan Hadist sangat diperlukan.
Hadist banyak yang dikaburkan dan dipalsukan oleh golongan-golongan atau kelompok-kelompok.
Yang pertamakali membukukan Hadist Nabi
Orang yang pertamakali menaruh perhatian untuk membukukan Hadist Nabi adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihabal-Zuhri al-Madani (w.124 H ).
Shalih bin Kaisan berkata,” Aku berkumpul dengan al-Zuhri ketika menuntut ilmu, lalu aku katakana,”Mari kita menulis sunnah-sunnah, lalu kami menulis Hadist yang dating dari Nabi SAW.’Kemudian al-Zuhri mengatakan ,’Mari kita Tulis yang dating dari shahabat, karena dia termasuk sunnah juga.’ Aku katakana ,’Itu bukan sunnah,sehingga tidak perlu kita tulis.’ Meski demikian al-zuhri tetap menuliskan berita dari shahabat, sedangkan Aku tidak, akhirnya dia berhasil dan aku gagal.
Al-Zuhri tercatat sebagai ulama besar pertama yang membukukan Hadist. Kebijaksanaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ini oleh sejarah dicatat sebagai kodifikasi Hadist yang pertama secara Resmi. Pengertian “resmi” disini ialah kebijaksanaan itu dilaksanakan atas perintah penguasa yang sah dan disebarluaskan ke seluruh jajaran kekuasaannya. Peristiwa tersebut terjadi dipenghujung abad pertama Hijriah.
Selanjutnya, kodifikasi Hadist dilakukan pada masa dinasti Abbasiyah yang disponsori oleh pemimpin-pemimpin Abbasiyah. Pada masa ini melahirkan ulama-ulama Hadist, seperti Ibnu Juraij (w.150 H) di Makkah, Abu Ishaq (w.151 H ) di Madinah.dan masih banyak yang lainnya.
Dalam hal ini, imam al-Syuyuti mengatakan didalam kitabnya (Alfiyah), Orang pertama yang mengumpulkan Hadist dan Atsar adalah Ibnu Syihab atas perintah Umar bin Abdul Aziz. Sedangkan yang pertamakali mengumpulkan hadist berbab-bab adalah sekelompok ulama dimasa yang tidak jauh setelah al-Zuhri, seperti Ibnu Juraij, Hasyim , Malik, Ma’mar, dan Ibnu al-Mubarak.
3.Yang pertamakali membukukan Hadist Shahih
Pada periode sebelumnya, belum dipisahkan beberapa Hadis yang Mauquf dan Maqthu’dari Hadis Marfu’. Begitu pula belum dipisahkan beberapa Hadist yang dha’if dari yang shahih.
Seleksi Hadist dilakukan terhadap nilai Hadist, yakni memilih Hadist yang shahih saja untuk dibukukan.
Pada masa ini bangkit Imam Hadist, Imam Huffadz dan Amirul Mu’minin fi al-Hadist, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari. Beliau mengumpulkan hadist-hadist shahih dalam satu kitab “al-jami’al-shahih” yang diseleksi dari ratusan ribu hadist yang beliau hafalkan. Disebutkan didalam suatu riwayat bahwa beliau berkata ,” Aku hafal 100 ribu Hadist shahih, dan 200 ribu Hadist yang tidak shahih.”
Adapun Hadist yang membangkitkannya untuk menulis kitab jami’al-shahih, sebagaimana telah disebutkan Ibrahim bin Ma’qal, bahwa beliau mendengarkan al-Bukhari berkata,” Aku disisi Ishaq bin Rahawiyah , lalu sebagian kawan-kawanku berkata, andaikata engkau mengumpulkan sebuah kitab ringkas tentang Sunnah-sunnah Nabi SAW. Lalu terbetiklah di dalam hatiku keinginan untuk menuliskannya, lalu aku mengambil keputusan untuk mengumpulkan Hadist-hadist shahih di dalam kitab ini.’
Kemudian setelahnya, yaitu Imam Muslim yang mengikuti jejak langkah Imam Bukhari. Beliau menulis kitab al-jami’al-shahih dalam tempo 15 tahun.
Para Ulama merespon kedua kitab tersebut dengan sikap menerima, dan bersepakat bahwa keduannya adalah kitab paling Shahih setelah al-Qur’an al-Karim. Imam Nawawi berkata, “ Para Ulama sepakat bahwa kitab paling shahih setelah al-Qur’an al-Aziz adalah kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, sedangkan umat menerima keduannya.”
4.Kitab-kitab Hadist pada Abad II-IV Hijriyah
a. kitab-kitab Hadist pada Abad ke-2 H.
     Di antara kitab-kitab Hadist pada Abad ke-II yaitu
Al-Musnad, karya Abu Hanifah (w.150 H).
Al-Mushannaf, karya al-Auza’I (w.150 H).
Al-Mushannaf, karya Syu’bah bin Hajjaj (w. 160 H).
Al-Mushannaf, karya al-Laits bin Sa’ad (w.175 H).
Al-Jami,, karya Abdul Razzaq al-San’ani (w. 211 H).

b.kitab-kitab Hadist pada Abad ke-3 H
Di antara kitab-kitab Hadist pada Abad ke III yaitu :
Sunan Sa’id bin Manshur, karya Imam Sa’id bin Manshur (w. 227 H).
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, karya Imam Ibnu Abi Syibah (w. 235 H).
Musnad Ahmad, karya Imam Ahmad (164-241 H).
Musnad Abi Ya’la , karya Imam Abu Ya’la (w.307 H).
Sunan al-Nasa’I, karya Imam al-Nasa’I (215-303 H).
c.Kitab-kitab Hadist pada Abad ke 4 H
Di antara kitab-kitab Hadist pada Abad ke IV yaitu :
Shahih Ibni Huzaimah, karya Imam Ibnu Huzaimah (w.311 H).
Musnad Abi’Awanah, karya Imam Abu Awanah (w. 316 H).
Shahih Ibni Hibban, karya Imam Ibnu Hibban (w.354 H).

Saniyah ‘alal Arba’in An Nawawiyah.
HADIS DALAM MASA KELIMA, MASA PENTASHIHAN DAN PENYUSUNAN KAIDAH- KAIDAHNYA
Masa pembukukan hadis semata- mata (hadis dalam abad ketiga)
Ahli abad ketiga ketika mereka bangkit mengumpulkan hadis, mereka mengasingkan hadis dari fatwa-fatwa itu. Mereka bukukan hadis saja dalam buku-buku hadis. Akan tetapi satu kekurangan satu kekurangan pula yang harus di akui, ialah mereka tidak memisah- misahkan hadis. Yakni mereka mencampuradukkan hadis shahih dengan hadis hasan dan dengan hadis dla’if. Segala hadis yang mereka terima,mereka bukukan dengan tidak menerangankan keshahihannya, atau kehasanahannya, atau ke dla’ifannya. Lantaran itu tak dapatlah orang yang kurang ahli mengambil hadis-hadis yang terbuku di dalamnya.
لاتقبل الا حد ىث الر سول ص م
‘’jangan  anda terima melainkan hadis Rasul SAW.”
Maka mula-mula mengumpulkan hadis yang hanya mengenai sesuatu sebab ialah Asy Sya’by. Beliau telah  mengumpulkan hadis- hadis yang mengenai talak . Beliau adalah salah satu seorang imam yang terkemuka dalam permulaan abad kedua hijriyah. Dan mereka menyusun itu secara musnad.
Yang mula-mula menyusun secara musnad ini ialah: Abdullah ibn Musa Al ‘Abasy Al Kufy, Mussadad ibn Musarhad Al Bashry, Asad ibn Musa Al Amawy, Nu’aim ibn Hammad Al Khuza’y, Ahmad ibn Hanbal, Ishaq ibn Rahawaih,’Usman ibn Abi syaibah.
DASAR DASAR PENTASHIHAN HADIST
Untuk mentashihkan hadis dibutuhkan pengetahuan yang luas tentang tarikh Rijalil hadis,tanggal lahir dan wafat para perawi, agar dapat diketahui, apakah dia bertemu dengan orang yang di riwayatkan hadisnya ataukah tidak.
Sebagaimana dibutuhkannya pengetahuan yang mendalam tentang perawi perawi hadis sejak zaman shahaby hingga zaman Al Bukhory (umpamanya), sebagaimana nilai kebenaran dan kepercayaan perawi-perawi itu, nilai-nilai hafalan mereka, siapa yang benar dapat dipercaya ,siapa yang dusta,siapa yang lalai.
Dan diperlukan pula perbandingan antara hadis satu kota dan hadis dan hadis kota lain,begitu pula pengetahuan yang luas tentang mazhab yang di anut perawi perawi itu, apakah dia khawarij,Mu,’tazily,Murji’y,Syi’y dan lain lain
Al bukhary mempunyai dua keistimewaan, yaitu: hafalan yang sangat kuat dan jarang ada tandingannya, teristimewa dalam bidang hadis, serta keahlian dalam meneliti keadaan perawi perawi yang nampak kita lihat dalam kitab tarikhnya yang disusun untuk menerangkan keadaan perawi hadis.
Mengenai orang orang yang bukan tokoh,maka baik bukhary maupun muslim menerima riwayatnya asal saja perawi itu kepercayaan adil, tidak banyak khilaf atau keliru. Juga Al Bukhary tidak mentakhrijkan hadis hadis Ahmad selain dua hadis, satu secara ta’liq, satu lain secara nazil dengan perantaraan, padahal al Bukhary mendapati Ahmad dan bergaul dengannya,Muslim tidak mentakhrijkan dalam shahihnya barang satu hadis dari hadis  Al Bukhary, padahal muslim bergaul dengannya dan menuruti jejaknya. Dan tidak meriwayatkan dari hadis Ahmad selain dari 30 hadis. Ahmad tidak mentakhrijkan dalam musnadnya dari Malik dari Nafi’ melalui jalan Asy Syafi’y padahal sanad ini dipandang paling sah , selain dari empat hadis.
Riwayat Abu Hanifah yang sangat ketat dalam menshahihkan hadis, bukan 17 buah hadis, akan tetapi 17 buah kitab, yang masing masing dinamai musnad  Abu hanifah yang telah di takhrijkan oleh para huffadh. Masing-masing musnad itu tidak le bih kecil daripada sunan Asy Syafi’i atau musnad Asy Syafi’i yang menjadi sumber hadis Asy Syafi’y.
LANGKAH-LANGKAHYANG DIAMBIL UNTUK MEMELIHARA HADIS
Telah dijelaskan bahwa disamping para ulama membukukn hadis dan memisahkan hadis dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, atau memisahkan yang sahih dari yang dla’if, dan beliau juga menyusun kaidah-kaidah tahdits, ushul-ushulnya, syarat-syarat menerima riwayat, syarat-syarat menolaknya, syarat-syarat shahih dan dla’if, serta kaidah-kaidah yang dipegangi dalam menentukan hadis-hadis maudlu’.
Sejak dari masa sahabat hingga sempurna pembukuan As Sunnah terhadap pekerjaan para wudldla’ (pemalsu-pemalsu hadis). Maka langkah-langkah yang telah diambil para ulama dalam usaha mengeritik jalan-jalan menerima hadis sehingga dapatlah mereka melepaskan Sunnah dari tipu daya dan membersihkannya dari segala lumpur yang mengotorinya, ia ialah: mengisnadkan hadis, memeriksa benar tidaknya hadis yang diterima para ahli, mengeritik para perawi, membuat ketentuan umum untuk menentukan derajat hadis, menyusun kaidah-kaidah untuk menentukan kaidah-kaidah maudlu.
HADIS DALAM MASA KEENAM (DARI AWAL ABAD IV HINGGA TH.656 H)
(Masa tahdzib, istidrak, istikhraj, menyusun jawami, zawaid dan athraf)
Mutaqaddimin dan Mutaakhkhirin
Ulama-ulama hadis dalam abad kedua dan ketiga, digelari mutaqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang pada usaha sendiri, dan pemeriksanan sendiri, dengan menemui para penghafalnya yang tersebar disetiap pelosok dan penjuru negara arab, persia dan lain-lain. Ahli abad keempat ini dan seterusnya digelari mutaakhkhirin. Kebanyakan hadis yang mereka kumpulkna adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab mutaqaddimin itu, sedikit saja yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghafalnya.
Menurut riwayat, Ibnu Mandah adalah ulama yang terakhir mengumpulkan hadis dengan jalan lawatan. Ada diantara mereka yang menghafal 100.000, yang karena itu dinamai hafidh. Ada yang menghafal 300.000 yang mendapat nama hujah, sedangkan yang lebih dari jumlah itu digelari hakim.
Adapun Al Bukhary, Muslim, Ahmad, Sufyan Ats Tsaury dan Ishaq Ibnu Rawaih di kalangan mutaqaddimin dan Daraquthny di kalangan mutaakh-kirin digelari Amirul Mu’minin fil Hadis.
Cara menyusun kitab hadis
Kitab-kitab shahih dan sunah disusun dan dasar membagi kitab itu kepada beberapa bab, umpamanya bab thoharoh, bab wudlu’, bab sholat, dan seterusnya.
Kitab musnad, disusun menurut nama parawi pertama, parawi yang menerima dari rosul. mK segala hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar, umpamanya, diletakkan di bawah nama Abu Bakar.
Ibnu Hibban, menyusu  kitabnya dengan jalan membagi hadis dengan lima bagian:
Bagian suruhan
Bagian tegahan
Bagian khabar
Bagian ibadat
Bagian af’al (pekerjaan)
Mencari hadis dari kitab ini membutuhkan waktu yang panjang.
Ada juga yang menyusun kitabnya secara kamus, memulainya dengan hadis yang berawalan a-i-u. Kemudian yang berawalan b, demikian yang seterusnya, seperti kitab Al Jami’ush Shaghir susunan As Sayuthi.
Tokoh-tokoh hadis dalam masa keenam
Di antara tokoh-tokoh hadis dalam masa keenam ini, ialah: Ibnu Khuzaimah, Al Hakim, Ibnu Hibban, Ad Daraquthny, Ath Thabarany, Al Qasmi ibn Qathlubagha, Ibnus-Sakan, Ath Thahawy, Al Baihaqy, Isma’il ibn Ahmad Ibnul Furat, Muhammad ibn Nashr Al Humaidy, A Baghawy, Mugammad ibn Ishaqy Al Asybily, Ahmad ibn Muhammad Al Kurthuby (Ibnu Hujjah), Razin ibn Mu’awiyah Al ‘Abdary As Sarqasty, Ibnul Atsir Al Jazary, ‘Abdur Rahman Ibnul Jauzy, Al Hasan ibn Ahmad As Samarqandy, Abdul Ghany ibn Abdul Wahid Al Maqdisy, Abdul ‘Adhim ibn Abdul Qawy Al Mundziry, Ibrahim ibn Muhammad Al Maqdisy, Abi Muhammad Khalf ibn Muhammad Al Wasithy, Abu Nu’aim Ahmad ibn Abdillah Al Ashbahany, Ibnu Asakir, Syamsuddin ibn Muhammad Al Husainy.
HADIS DALAM MASA KEHADIS DALAM MASA KETUJUH (656 H- SEKARANG)
India dan Mesir memegang peranan penting dalam perkembangan hadis
Mulai dari masa Baghdad dihancurkan oleh Hulagu Khan,berpindahlah kegiatan perkembangan hadis ke mesir dan India. Dalam masa ini banyak kepala- kepala pemerintah yang berkecimpung dalam bidang ilmu hadis seperti Al Burquq
Di samping itu tidak dilupakan usaha ulama- ulama India mengembangan kitab kitab hadis. Banyak kitab kitab hadis berkembang dan perterbitkan dilakukan oleh ulama- ulama India. Yaitu kitab ulumul hadis karangan Al Hakim.
Tokoh – tokoh hadis dalam masa ini
Di antara Ulama- ulama yang terkenal dalam masa ini, ialah: Az zahaby(748 H), Ibnu Saiyidinas(734 H) Ibnu Daqiqil  ‘Ied ,Mughlathai(862 H), Al Asqalany (852 H),Ad Dimyaty(705 H),Al’ Ainy(855 H),As Sayuthi (911 H),Az Zarkasyy(794 H),Al Mizzy (742 H), Al ‘Ala-y (761 H),Ibnu Katsir (774 H), Az Zaila’y (762 H),Ibnu Rajjab (795 H), Ibnul Mullaqin (804 H), Al ‘Iraqy (805 H), Al Haitsamy (807 H), Abu Zur’ah (826 H).
Kitab- kitab yang disusun dalam abad ke -7 Hijriyah
At Targhib, susunan Al Hafidh Abdul Adhim ibn Abdil Qawy Ibn Abdullah al Mundziry (656 H)
Al Jami’ Bainash Shahihain, susunan Ahmad ibn Muhammad Al Qurtubhy, yang terkenal dengan nama Ibnu Hujjah (642 H)
Muntaqal Akbar Ahkami,susunan Majduddin Abul Barakat Abdis salam ibn Abdillah ibn Abil Qasim Al Harrany (652 H)
Al Mukhtarah, susunan Muhammad ibn Abdil Wahid Al Maqdisy (643 H)
Riyadlus Shalihin oleh Al Imam An NawawyAl Arba’in oleh An Nawawy dan telah disyaratkan oleh banyak ulama. Di antaranya Ahmad Hijazy Al Faryany dalam kitab Al Majalisus

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pertumbuhan dan perkembangan Hadits di bagi menjadi 4 periode: masa rasulullah, masa shahabat,masa tabi’in,dan masa pembukuan.

Tuesday, April 5, 2016

Makalah imam malik

IMAM MALIK
Nama lengkapnyaadalah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir bin Amr bin Al-Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin Amr  bin Al-Harits bin Al-Ashbahi Al-Humairi. Ibunyabernama ‘AliyahbintiSyuraik Al-Azdiyah. Imam Darul Hijrah adalah gelar yang disandangnya, dengan julukannya yaitu Abu Abdillah.Ia terlahir di kota Madinah pada tahun 93 H (ada pula yang mengatakan 94 H). Tahun itu kaum muslimin berkabung karena wafatnya pembantu Rosulullah, Anas bin Malik.(syaikh Ahmad Farid, 60BIOGRAFI ULAMA SALAF, 2014 hal:260)


GURU IMAM MALIK

Imam Malik mempunyai banyak sekali guru pada masa pencarian ilmunya. Kitab”Tahzibul asma wal lughat” menerangkan bahwa ima Malik pernah belajar kepada sembilan ratus orang syekh, tega ratus diantaranya yaitu berasal dari golongan tabi’in, dan enam ratus lagi berasa dari golongan tabi’it tabi’in. Mereka adalah orang yang terpilih  dan cukup dengan syarat-syarat yang dapat dipercaya dalam bidang agama dan hukum fiqih.

Imam Malik pernah berguru dengan Abdur Rohman bin Harmuz Al ‘Araj selama kurang lebih tujuh tahun. Dalam masa tersebut beliau tidak pernah belajar kepada guru yang lain. Beiau pernah memberi kurma kepada anak-anaknya Abdur Rohman  dengan tujuan supaya mereka memberitahukan kepada siapa saja yang hendak datang menemui imam Malik dan mengatakan pada orang-orang itu bahwa imam Malik sedang sibuk. Tujuan beliau melakukan hal itu tak lain karena beliau ingi menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dengan Syekh Abdur Rohman, bahkan kadang beliau dapat belajar hingga seharian penuh dengan gurunya itu.

Diantara  Guru  imam yaitu Rabiah bin Abdul Rahman Furukh. Beliau berguru kepadanya ketika masih kecil. Diantara gurunya  yang lain ialah Nafi’i “auli abdullah, Ja’far bin Muhammad Al-Baqir, Muhammad bin muslim Az-Zuhri, Abdur Rohman bin Zakuan, Yahya bin Said Al-Anshori, Abu Hazim Salmah bin Dinar, Muhammad bin Al-Munkair dan abdullah bin Dinar, dan masih banyak lagi dari golongan tabi’in sebagaimana yang telh diterangkan oleh imam nawawi.(Dr. Ahmad Asy-Syurbasi, SEJARAH DAN BIOGRAFI EMPAT IMAM MADZHAB, 2004. Hal: 75-76)

Guru-guru imam malik adalah orang-rang yang dia pilih, dan pilihan imam Malik didasarkan pada ketaatan beragama, ilmu fiqihnya, cara meriwayatkan hadits, syarat-syarat meriwayatkan dan mereka adalah orang- orang yang bisa dipercaya. Imam Malik meninggalkan perawi yang mempinyai banyak hutang.

IMAM MALIK DAN ILMU

Adz-dzahabi berkata :” Malik mulai menuntut ilmu ketika umurnya menginjak belasan tahun, sedangkan ia mulai memberikan fatwa dan keterangan tentang hukum ketika umurnya  mencapai dua puluh tahunan.  Orang-orang telah mengambil hadits darinya disaat ia masih muda. Orang –orang dari berbagai penjuru sudah mulai ramai mnuntut ilmu kepadanya ketika zaman khalifah Harun Ar-Rasyid sampai Imam Malik meninggal.

Abdullah bin Ahmad berkata bahwa imam Malik lebih shohih dalam semua hal. Asy-Syafi’i juga pernah berkata bahwa imam malik adalah bintangnya para ulama..(syaikh Ahmad Farid, 60BIOGRAFI ULAMA SALAF, 2014 hal:260-261)

Imam Malik hafal Al-Quran dan hadits-hadits Rosulullah. Ingatannya sangat kuat dan sudah menjadi adat kebiasaannya apabila ia mendengar hadits-hadits dari para gurunya kemudian ia mengumpulkannya dengan hadits-hadits yang pernah ia pelajari sebelumnya.

Pada suatu hari ia mendengar  tiga puluh hadits dari seorang gurunya yang bernama Ibnu Syihab. Akan tetapi ia hanya dapat  menghafal sebanyak dua puluh sembilan hadits saja, oleh karena itu kemudian ia menemui gurunya tadi dan bertanya kepadanya tentang hadits yang ia lupakan itu. Gurunya bertanya :”bukankah kamu hadir di majlis hadits tersebut?”  imam malik menjawab :”benar, saya hadir pada majlis hadits itu”. Ibnu Syihab bertanya lagi :”mengapa engkau tidak menghafal?” kemudian ia menjawabnya lagi :”sebenarnya jumlah hadits semuanya ada tiga puluh hadits, yang saya lupakan hany satu hadits saja”. Ibnu Syihab kemudian berkata :”memang kebanyakan manusia itu pelupa, dan akupun kadang-kadang lupa juga. Bacalah hadits-hadits yang engkau ingat itu”. Imam Malik lantas membaca semua hadits yang ia hafal dan kemudian Ibnu Syihab pun memberitahu pada imam malik hadits yang ia lupakan itu.
(Dr. Ahmad Asy-Syurbasi, SEJARAH DAN BIOGRAFI EMPAT IMAM MADZHAB, 2004. Hal: 73-74)

Karena keluasan ilmu hadits dan fikih yang dimilikinya, banyak orang yang duduk mengambil faedah dan berguru kepadanya. Bahkan diantara mereka turut menimba ilmu darinya guru-gurunya sendiri seperti pamannya sendiri Abu Suhail, yahya bin Abi Katsir, Az-Zuhri, Yahya bin Al-Had, Zaid bin Abi Unaisah, Umar bin Muhammad bin Zaid, dan lainnya. Banyak pula teman-teman sebayanya yang menimba ilmu darinya seperti Ma’mar, Ibnu Juraij, Abu Hanifah, Al Auza’i, Syu’bah, Sufyan Ats Tsauri, Al Laits bin Sa’ad, Hammad bin Zaid, dan yang lainnya. Belum lagi murid-murid yang tingkatannya di bawah beliau seperti Sufyan bin Uyainah, Abdullah bin Al-Mubarak, Ad-darawardi, Ibnu Ulayyah, Muhammad bin Al-Hasan Al-Faqih7, Abdurrahman bin Mahdi, Abdullah bin Wahb, Waqi’, Yahya al-Qaththan, Abu Hudzafah8, dan salah satunya adalah imam yang masyhur di antara imam yang empat, yaitu Imam As-Syafi’i –rahimahullah- , serta masih banyak lagi yang lain yang datang dari berbagai penjuru negeri di masa khalifah Abu Ja’far Al Manshur, terlebih lagi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid.
Imam An-Nasa’iberkata, “Akutidakpunya orang setelahgenerasitabi’in yang lebihpandai, mulia, tsiqah, danterpercayadalamhadits, selain Malik.”

KEMULIAAN JIWA IMAM MALIK

Dari Ibnu Abi Uwais, ia berkata, “jika Iman Malik ingin meriwayatkan sebuah hadits, maka ia berwudhu terlebih dahulu, merapikn jenggotnya, duduk dengan tenang an sopan, kemudian ia baru berbicara”.

“seseorang pernah bertanya mengenai  hal itu  kepadanya, kemudian Imam Malik menjawab bahwa ia melakukan itu semua dengan tujuan menghomati dan memuliakan hadits nabi, ia tidak mau menceritakan hadits jika tidak dalam keadaan suci dan tenang. Ia juga tidak suka berbicara di jalan, sedangkan ia dalam keadaan berdiri atau dalam keadaan ia sedang tergesa-gesa. Dan imam malik pun akan marah jika ada orang yang mengeraskan suara pada majlisnya, karena ia berpendapat jika ada yang mennggikan suara ketika hadits nabi dibicarakan, maka ia seperti menngikan suaranya atas suara nabi ketika beliau hidup. Oleh karena itulah imam Malik memarahi orang yang meninggikan suara pada majelisnya tersebut”.(syaikh Ahmad Farid, 60BIOGRAFI ULAMA SALAF, 2014 hal:262-263)

Sifat-sifat mulia yang melekat pada diri imam Malik adalah ia seorang alim yang budiman. Suka menolong orang miskin, menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, dan bertindak tegas dalam kebenaran. Ia seorang peniam, tidak suka berbicara omong kosong, tidak pernah membicarakan keadaan orang lain.

Imam Malik adalah seorang yang sangat dermawan. Ia pernah diberi hadiah oleh khalifah Al-Mahdi sebesar dua ribu dinar dan sebesar tiga ribu dinar dari khalifah Harun Ar-Rasyid, akan tetapi ia tidak menggunakan hadiah pemberian para khalifah tadi untuk keperluan pribadinya, akan tetapi ia menggunakannya untuk kepentingan umum, terutama untuk beasiswa bagi yang memerlukan. Ia pernah memberi beasiswa kepada seorang muridnya yang bernama Muhammad bin Idris. Seorang siswa bintang pelajar yang berprestasi, mempunyai kecedasan otak luar biasa, yang dikemudian hari kemudian menjadi ulama besar yang dikenal dengan nama Imam Syafi’i.(PW LP Maarif NU Jawa Tengah, MATERI DASAR NAHDLATUL ULAMA MTS/SLTP KELAS 2.2002. Hal: 24-25)

IMAM MALIK SEBAGAI SEORANG GURU

Imam Malik banyak mempelajari ilmu pengetahuan . beliau menghafal banyak hadits. Dan beliau juga mempelajari ilmu penetahuan dalam bidang fiqih. Beliau dapat mempelajari banyak ilmu dalam waktu yang singkat. Sedangkan beliau mulai mengajar ketika usianya tujuh belas tahun.

Sebelum imam malik menjadi guru, beliau lebih dahulu memdalami beberapa bidang pelajaran, sehingga beliau sering tidak tidur pada malam hari . setelah pikiran beliau benar-benar matang dan dapat diandalkan , barulah beliau mengajar. Banyak juga guru-gru beliau yan mengakui kemampuannya untuk menjadi seorang guru.Imam malik tidak mau mengajar sebelum mendapat pengakuan dari tujuh puluh orang syekh. Diantara guru-guru yang mengakui kemampuan imam malik yaitu Rabiah dan Azzuhri.

Kemudian barulah imam malik mengajar diMajlis pengajaran yang mana majlis yang digunakan beliau adalah majelis Umar bin Khottob dan di majlis itulah juga yang diduduki oleh rasulullah sewaktu menyampaikan ajarannya ataupun ceramah-ceramah dalam hal agama di Madinah dengan menceritakan hadits-hadits, memberi fatwa dan mengajar.
Setelah imam malik mengajar beberapa tahun, kemudian majelis pelajarannya didatangi oleh pendengar-pendengar yang lebih banyak dari pendengar-pendengar di majlisnya syekh Nafi’.

Meskipun pada saat itu mam malik masih muda, akan tetapi beliau dapat memberi pengajaran kepada murid-muridnya dengan baik dan memuaskan.

Semua orang yang datang mendengarkan atau belajar di majlis tersebut dengan penuh minat dan tekun, kemudian mereka kembali ke negeri mereka dengan membawa ilmu-ilmu yang dipelajari dan mereka mengajarkannya kepada anak-anak di negerinya masing-masing.

Hukum-hukum fiqih yang diberikan oleh imam malik adalah hukum-hukum yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadits. Imam Malik menjadikan hadits sebagai  pembantu dlam memahmi Al-Quran. Imam malik sangat cermat didalam memberikan penjelasan atau hukum-hukum. Beliau berfikir panjang sebelum memberikan suatu hukum atau fatwa. Bahkan beliau sering tidak tidur untuk mencari jawaban bagi suatu pertanyaan yang ditanyakan kepadanya. Apabila beliau ditanya tentang suatu hukum, maka beliau berkata kepada oramg yang bertanya tadi agar orang tadi pulang dahulu supaya imam malik dapat berpikir terlebih dahulu. Jika imam malik sudah mendapat jawabannya, Kemudian barulah si penanya itu kembali menemuinya untuk mendengar jawabannya

Pada suatu hari imam malik menangguhkan suatu pertanyaan yang ditanyakan kepadanya. Penanyanya berkata kepada imam malik :”pertanyaan ini sangatlah mudah, dan sekiranya bisa dijawab secara langsung tanpa perlu berfikir panjang”. Penanya tersebut membuat imam malik marah dan dengan lantang berkata :”pertanyaan mudah??!! Tidaklah kamu pernah mendengar firman Allah surat Al-Muzzammil ayat 5 yang artinya ‘sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat’”. Menurut pendapat imam malik semua ilmu adalah berat. Lebih-lebih lagi perkara yang akan ditanyakan di hari kiamat.

Keraguan imam malik kelihatan sekali sehingga beliau mengatakan jika suatu perkara yang berat sekali semasa hidupnya ialah jika beliau ditanya tentang halal dan haram, karena perkara ini hanya bagi Allah saja yang menetapkan. Oleh kerena itu imam malik tidak langsung memberikan suatu hukum melainkan setelah beliau fikirkan terlebih dahulu. Dalam hal yang demikian pun beliau tidak juga menentukan bahwa pendapatnya benar. oleh karena itu, beliau selalu mengingatkan supaya jangan terus menerima pendapatnya, dan dia berkata bahwa pendapatnya adalah dzan(ragu), dan ia tidak yakin dengan pendapatnya.

Memberikan fatwa tau hukum bukanlah suatu perkara jual beli ataupun perkara mudah dan gampang. Akan tetapi itu adalah satu dasar atau fatwa untuk manusia umum. Penentuan halal dan haram terhadap sesuatu adalah suatu perkara yang sangat berat dan sukar diikuti.

Kewajiban bagi seorang yang hendak memberikan suatu fatwa dalam suatu masalah adalah : hendaklah ia terlebih dahulu belajar yang banyak, lebih-lebih lagi hendaknya ia mendalami dalam semua bidang ilmu agama, dan hendaklah pula ia membuat persiapan terlebih dahuludengan cermat dan teliti. Apabila ditanya janganlah langsung menjawab jika belum enar-benar tahu jawaban pastinya. Berfikir dan perhatikanlah terlebih dahulu supaya lebih tegas dan yakin dengan pendapat itu. Segala fatwa hendaklah didasari dengan nash dan dalil yang jelas. Dan hendaklahhalus dan cermat dalam memberikan fatwa, dan jangan mengakui bahwa pendapat yang diberikan itu benar atau sah dan tidak ada lagi pendapat yang lain, Atau satu keyakinan yang tidak lagi diragukan.(Dr. Ahmad Asy-Syurbasi, SEJARAH DAN BIOGRAFI EMPAT IMAM MADZHAB, 2004. Hal: 80-89)

MURID-MURID IMAM MALIK

Kebanyakan imam-imam yang termasyhur pada zaman imam Malik adalah murid-muridnya yang datang dari berbagai penjuru negeri. Bahkan tidak sedikit murid-murid beliau yang pada dasarnya adalah guru-guru beliau ketika menuntut ilmu. Diantara guru-guru beliau dari golongan tabiin yang kemudian juga berguru kepadanya yaitu Az-Zuhri, Ayub Asy-Syakhfiyani, abul Aswad, Rabiah bin Abi Abdul rahman, Yahya bin said al-Anshori, Musa bin ‘Uqbah dan Hisyam bin ‘Arwah.

Dan dari golongan bukan tabi’in  diantaranya yaitu Nafi’ ibnu Abi Nu’aim, Muhammad bin Ajlan, Salim bin Abi Umayyah, Abu An Nadri, Maula Umar Bin Abdullah, dan lain-lain.  Dan diantara murid-muridnya ada juga dari kalangan sahabatnya sendiri, yaitu sufyan ats-tsauri, Al-Liat bin Said, Hamad Bin salamah, hamad bin zaid, Sufyan bin Uyainah, abu hanifah, ab yusuf, syarik ibnu lahi’ah, dan ismail bin kathir, dan lain-lain
Ia juga mempunyai seorang murid yang bernama Muhammad bin Idris. Seorang siswa bintang pelajar yang berprestasi, mempunyai kecedasan otak luar biasa, yang dikemudian hari kemudian menjadi ulama besar yang dikenal dengan nama Imam Syafi’i..(Dr. Ahmad Asy-Syurbasi, SEJARAH DAN BIOGRAFI EMPAT IMAM MADZHAB, 2004. Hal : 89-90)

WAFATNYA

Beliau wafat pada waktu shubuh tanggal 14 bulan Rabi’ul Awwal tahun 179 H di Madinah dalam usia 89 tahun. Jenazahnya dishalati oleh Gubernur Madinah saat itu, Abdullah bin Muhammad al-Abbasi al-Hasyimi, lalu dimakamkan di pemakaman Baqi’.Sebelum wafat, beliau sempat membaca potongan ayat ke-4 dalam Surat Ar-Rum:
“Bagi  Allah-lah segala urusan sebelum dan  sesudah (terjadinya)”
Itu  menunjukkan  keridhaan beliau  dengan  takdir  Allah,  karena ajal adalah bagian dari takdir-Nya

KARYA-KARYANYA

Imam Malik meninggalkan karya-karya yang sangat berharga dan tinggi nilainya bagi kaum muslimin, di antaranya yang paling terkenal dan menjadi salah satu kitab induk dalam merujuk hadits-hadits Nabi SAW yaitu kitab  Al-Muwaththa’. Di samping itu, karya-karya beliau yang lain seperti Risalah fil Qadar, Risalah fil Aqdhiyah, Juz’ fit Tafsir, Kitab as-Sir, dan lainnya. Belum lagi fatwa-fatwa dan jawaban-jawaban beliau terhadap berbagai permasalahan agama yang termuat dalam kitab Al-Mudawwanah Al-Kubra yang beliau susun sendiri, dan fatwa-fatwa beliau dalam kitab  At-Tamhid yang disusun oleh IbnuAbdil Bar. 

Referensi:

-Dr. Ahmad Asy-Syurbasi, SEJARAH DAN BIOGRAFI EMPAT IMAM MADZHAB, 2004.
-Syaikh Ahmad Farid, 60BIOGRAFI ULAMA SALAF, 2014
-PW LP Maarif NU Jawa Tengah, MATERI DASAR NAHDLATUL ULAMA MTS/SLTP KELAS 2, 2002