Friday, March 3, 2017

Pengertian Syirik merusak dasar-dasar beraqidah

Syirik merusak dasar-dasar beraqidah
1.       
     Pendahuluan
Suatu ilmu dasar di tentukan oleh kandungan ilmu tersebut, semakin besar dan bermanfaat nilai semakin pentingnya untuk dipelajarinya, ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT.
Salah satu komponen pokok ajaran islam adalah islam dan iman. Iman sangatlah penting bagi umat islam dan harus di dalam setiap pribadi seorang muslim. Agar tidak tercipta perbuatan-perbuatan yang merusak hati dan fikiran kita seperti syirik sehingga didalam diri seseorang muslim harus terdapat keimanan yang kuat, yang akan menuntunnya kejalan yang benar.
Syirik adalah menyamakan sesuatu selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang merupakan kekuasaan Allah, seperti berdoa kepada selain Allah di samping berdoa kepada Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdoa dan sebagainya kepada selain-Nya.
Karena itu, barang siapa menyembah selain Allah berarti ia meletakkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak, dan itu merupakan kedzaliman yang paling besar.
2.      Rumusan Masalah
a.       Bagaimana penjelasan  dari dasar-dasar aqidah?
b.      Bagaimanakah kriteria orang syirik?
3.      Pembahasan
A.    Membentuk dasar-dasar aqidah
Al-Qur’an mengatakan bahwa kemusyrikan merupakan dosa yang paling besar yang dilakukan oleh manusia karena dalam kemusyrikan itu terkandung penzaliman terhadap hakekat, pemalsuan fakta, dan menurunkan manusia dari tingkat penguasa dunia, seperti dikehendaki Allah Swt ke tingkat perbudakan dan ketundukan kepada makhluk biasa, baik makhluk itu benda mati, perpohonan,hewan, manusia atau yang lainnya.
1.      Pembahasan Ayat Pertama beserta Pendekatan Tafsir.

Arinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain (syirik) itu, bagi siapa yang di kehendaki-Nya. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar. (an nisa:48).
Penafsiran  QS. An-nisa ayat 48
Ayat ini dapat dipahami sebagai akibat dari printah yang lalu, yakni perintah yang diturunkan Allah (Al-Quran) dan yang membenarkan kandungan kitab yang pernah diturunkan kepada mereka (ayat 47), seakan-akan menyatakan bahwa kalu kamu tidak beriman dengan apa yang diturunkan itu, kamu di nilai mempersekutukan allah, dan sesungguhnya Allah tidak mengampuni yang mempersekutukannya.[1]
Dapat juga di katakan bahwa orang-orang yahudi yang melakukan pelanggaran- pelanggaran di atas berkeyakinan bahwa mereka adalah umat pilihan tuhan dan, walaupun mereka berdosa, Allah pasti mengampuni mereka dan pelanggaran-pelanggaran itu mengantar mereka mempersekutukan tuhan sebagaimana dijelaskan oleh firmannya “mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahibnya mereka sebagai tuhan selain Allah” (Q.S at-Taubah 31) maka, dalam ayat ini mereka diperingatkan bahwa sesungguhnya Allah yang maha esa tidak akan mungkin mengampuni siapapun, baik orang yahudi, nasrani, atau siapa yang mempersekutukannya dengan sesuatu apapun tanpa taubat, atau jika kemusryikannya berlanjut sampai ia mati. Ia tidak mengampuni mereka, apalagi sejak semula telah diperintahnya pada ayat pertama kelompok ayat yang lalu, agar menyembah allah dan tidak mempersekutukannya dengan sesuatupun (ayat 36). Dan adapun selain syirik maka dia mengampuni segala dosa selain dari itu, baik dosa besar maupun dosa kecil baik yang bersangkutan memohon ampun atau tidak, tetapi itu semua bagi siapa yang dikehendakinya dan berdasarkan ketetapan dan kebijaksanaannya.
Tidak di ampuni nya dosa syiirik / mempersekutukan Allah karena itu pelanggaran utama yang mengundang pelanggaran lainnya dan mengantar kepada kesesatan yang amat jauh. Karena itu, barang siapa yang mempersekutukan Allah pada masa lalu, kini, atau akan datang, maka sungguh ia telah berbuat kebohongan dengan sengaja terhadap Allah, dan kebohongan itu merupakan dosa besar.
Firman-nya :”sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan dia mengampuni dosa yang selain dari itu, bagi siapa yang di kehendakinya” menunjukkan bahwa dosa syirik merupakan dosa yang terbesar karena bukti keEsaannya sedemikian gamblang dan jelas terbentang dialam raya, bahkan diri manusia sendiri. Allah SWT, telah menciptakan manusiadalam keadaan memiliki potensi untuk mengenalnya dan memenuhi tuntutan-tuntutannya. Jika anda duduk termenung seorang diri menghalau hiruk-pikuk  kehidupan duniawi, satu dorongan akan terasa dalam jiwa anda untuk berhubungan satu totalis wujud yang tidak terbatas. Itulah dorongan fitrah manusia untuk berhubungan Allah Swt.  Itulah fitrah yang teklah dinyatakan olehnya sebagai :
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”(Q S ar rum:30) itu juga yang diisyaratkan oleh rasul:” setiap manusia diciptakan dalamkeadaan membawa fitrah kesucian (kepercayaan kepada tuhan yang maha esa) tetapi kedua  orang tua (lingkungan)nya yang menjadikan dia yahudi, nasrani, atau majusi “(HR. Bukhari).
Selanjutnya, karena dosa ini berkaitan dengan Zat Allah serta substansi yang amat menentukan dari akidah islam, bahwa hubungan manusia, bahkan makhluk dengan allah adalah hubungan penghambaan diri secara tulus kepada Yang Maha Esa, yang berarti adapenghambaan diri dengan mempersekutukan-Nya, sangat wajar bila allah tidak mengampuni pelaku syirik karena tiada penghambaan diri kepada-Nya yang dapat lahir dengan mempersekutukan-nya. Bukan Allah berfirman, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-ku” (QS. Adz- Dzariyat {51}: 56), dan juga berfirman ,
“mereka menjadi orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain allah, dan(Jika mereka mempertuhankan) Al Masih putra maryam: padahal mereka hanya di suruhmenyembah Tuhan Yang Maha  Esa, tidaTuhan (yang berhak disembah)selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutuan”QS At Taubah {9}:31)
Mempersekutukan Allah adalah pengkhianatan terbesar di bidang akidah. Dalam undang-undang yang dikenal manusia pun ada pelanggaran yang tidak dapat dimaafkan. Makar untuk merebut kekuasaan atau mengubah dasar negara, pelakunya dinilai berkhianat kepada negara, tidak diampuni, dan bahkan dijatuhi hukuman mati. Adapun pelanggaran yang tidak sampai kepada makar, hukumnya lebih ringan, bahkan boleh jadi dimaafkan karena jasa- jasa yang pernah di lakukan oleh yang bersangkutan atau atas pertimbangan kemanusiaan dan sebagainya. Dengan ketetapan tidak mengampuni dosa syirik, Allah Swt. Menggariskan bagi setiap makhluk untuk mengakui-Nya sebagai penguasa tunggal, tiada sekutu baginya, dan bila itu telah di laksanakan maka yang bersangkutan telah masuk ke dalam koridor keamanan dan sudah terpelihara jiwa, raga, harta, dan kehormatannya berdasarkan ketetapan- ketetapan yang berlaku.
Adapun pengakuan Allah terhadap dosa-dosaselain syirik, ini terjadi dengan berbagai jalan, bisa jadi dengan syafaat para nabi, malaikat, atau amal-amal kebajikan seseorang atau bahkan semata-mata karena sifatnya yang Maha Pengampun. Sebelum manusia meminta maaf, Allah telah memaafkan banyak hal. Bukan hanya Rasul saw , yang dimaafkan sebelum  beliau meminta maaf (baca QS at taubah [9]:43), tetapi orang-orang durhaka pun. Dengarkanlah firman Yang Maha Pemaaf itu:
Jika Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bagi setiap orang yang banyak bersabar dan banyak bersyukur, atau kapal-kapal itu dibinsakan-Nya karena perbuatan mereka atau Dia memberi maaf sebagian besar (dari mereka)” (QS. Asy syura [42] :34)

Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari dua pasukan itu bertemu, hanya saja mereka digelincirkan oleh setan disebabkan sebagian kesalaha yang telah mereka perbuat (di masa lampau), dan sesungguhnya  Allah telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun (QS. Ali Imran [3]:155)
Firman-Nya:” Dia mengampuni yang selain dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” merupakan syarat sekaligus peringatan bagi setiap pelanggar untuk tidak mengandalkan sifat pengampunan Allah atau berdalih dengannya untuk melakukan pelanggaran. Memang, seandainya semua pelanggaran syirik diampuni-Nya, tidak ada lagi arti perintah dan larangan-Nya, batal juga ketetapan agamanya, serta tidak berguna pendidikan Illahi yang menuntun manusia ke jalan kebaikan.
Dalam QS. An Nisa [4]: 116, ayat yang serupa dengan ayat 48 ini dikemukakan lagi. Disana, Allah berfirman “ sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan- Nya dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang di kehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah,maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” Ayat ini di kemukakan  dalam konteks siksa ukhrawi, sedang ayat 48 diatas dikemukakan dalam konteks ancaman siksa duniawi. Demikian Thabathaba’i dalam tafsirnya.
Karena kemusyrikan adalah sarang kebatilan dan khurafat maka alqur’an mengajak untuk menyembah Allah Swt semata, dan mendeklarasikannya sebagai prinsip utama bersama risalah para nabi seluruhnya. Seluruh nabi mengajak kepada kaumnya untuk menyembah Allah.

Al-Qur’an membuka jalan yang menghubungkan antara Allah Swt dengan hamba-hambanya. Tidak ada tempat “perantara”, yang memonopoli hubungan antara Allah Swt dan hamba-Nya, dan yang mmemberikan kesan kepada manusia bahwa mereka tidak mungkin sampai kepada allah Swt kecuali melalui perantaraan mereka. Padahal, pintu Allah Swt terbuka bagi seluruh orang yang menginginkan-Nya, dan tangan-Nya terbuka lebar memberikan nikmat bagi orang yang berdo’a kepada-Nya.
2.      Pembahasan Ayat Kedua beserta Pendekatan Tafsir.

Dan, apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasannya Aku adlah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohonkepada-Ku, maka hendaklah mereka ia memenuhi ( segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran,” (al Baqarah:186)[2]
“Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. “ Betapa lembut, halus, sayang, ramah, dan akrabnya kalimat ini. Di manakah letak kesulitan berpuasa dan beratnya tugas ini di bawah bayang-bayang kasih sayang, kedekatan, keramahan, dan keakraban ini?
Setiap kata yang di ungkapkan dalam ayat ini bernuansakah kasih sayang itu,
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku maka (jawablah) bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.”
Dinisbatkan hamba-hamba ini kepada-Nya dan dijawabnya secara langsung pertanyaan mereka itu, tanpa mengatakan, “Maka katakanlah kepada mereka,’ aku adalah dekat.’ “ Tetapi ia sendiri langsung menjawab pertanyaan hamba-hamba-Nya ini,” ‘aku adalah dekat”, dan ia tidak mengatakan ,” Aku mendengar doa itu” Dan, ia bersegera mengabulkan doa itu,” aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.”
Sungguh ini merupakan ayat mengagumkan. Ayat yang meneteskan embun yang manis kedalam hati orang yang beriman. Ia juga meneteskan cinta kasih sayang, kerelaan dan ketenangan, serta kepercayaan dan keyakinan. Dengan demikian, si mukmin hidup dalam sisi kerelaan, dalam kedekatan yang penuh kasih sayang, dalamkelezatan yang penuh keamanan, dan dalam tempat yang kokoh kuat.
Di bawah naungan keramahan yang penuh kecintaan, di bawah kedekatan yang penuh kasih sayang,  dan di bawah pengabulan doa  yang mengesankan ini, Allah mengarahkan hamba-hamba-Nya agar memenuhi segalanya perintah-Nya dan beriman kepada-Nya. Sehingga mereka selalu terbimbing ke jalan yang lurus, kepada petunjuk dan kesalehan.
Maka, hendaklah mereka itu memenuhi ( segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenran.”
Buah akhir dari pemenuhan perintah dan keimanan bagi mereka adalah keberadaan dalam kebenaran, petunjuk, dan kesalehan. Sedangkan, Allah sendiri Mahakaya, tidak memerlukan alam dan makhluk ini sedikit pun.
Sikap yang benar dan lurus yang di timbulkan oleh iman dan kepatuhan kepada Allah inilah kelurusan yang sebenarnya. Dan, jalan hidup Illahi yang di pilih Allah untuk manusia ini adalah satu-satunya jalan hidup yang lurus dan benar. Sedangkan, selainnya adalah kejahiliahan dan kebodohan yang tidak di sukai oleh orang yang berpikiran lurus, dan tidak akan membawa kepada kebenaran. Dan, pengabulan doa dari Allah kepada hamba-hamba-Nya ini sangat di harapkan akan terwujud apabila mereka memenuhi perintah-Nya dan berjalan di atas jalan hidup yang benar. Dan, memang mereka harus berdoa memohon kepadanya dan jangan tergesa-gesa karena Allah itu mampu mengabulkannya pada waktunya sesuai dengan ketentuan-Nya yang bijaksana.
4.      Refleksi
Mempersekutukan Allah adalah pengkhianatan terbesar di bidang akida. Tidak diampuninya, dosa  syirik /mempersekutukan Allah karena itu adalah pelanggaran utama yang mengundang pelanggaran lainnya dan mengantar kepada kesesatan yang amat jauh.[3]
Macam-macam syirik ada dua:
a.       Syirik besar adalah memalingkan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah  atau mendekatkan diri dengan penyembelihan qurban ataubernadzar kepada selan Allah.
b.      Syirik kecil ada dua macam:
1`. Syirik dhohir ( nyata) dalam bentuk ucapan atau perbuatan.
2.  Syirik khafi (tersembunyi) dalam hal keinginan dan niat seperti riya’.

5.      Kesimpulan
Al quran mengatakan bahwa kemusyrikan merupakan dosa yang paling besar yang dilakukan oleh manusia  karena dalam kemusryikan itu terkandung penzaliman terhadap hakikat, pemalsuan fakta, dan menurunkan manusia dari tingkat penguasa dunia, seperti dikehendaki Allah Swt ke tingkat perbudakan dan ketundukan kepada makhluk biasa. Karena musyrik adalah sarang kebatilan dan khurafat maka Al quran mengajak untuk menyembah Allah Swt semata, danmendeklarasikan sebagai prinsip utama bersama risalah para nabi seluruhnya. Seluruh nabi mengajak kepada kaumnya untuk menyembah Allah.
      Dengan demikian orang musyrik disamping menyembah Allah mengabdikan kepada Allah, juga mengabdikan kepada yang selain Allah. Jadi orang musyrik itu ialah mereka yang mempersekutukan Allah baik dalam I’tikad (kepercayaan), ucapanmaupun dalam bentuk amal perbuatan. Mereka (orang musyrik) menjadilan makhluk yang diciptakan Allah ini baik yang berupa benda maupun manusia sebagai Tuhan danmenjadikan sebagai alihah, andad, thoghut, dan arbab.
a.       Alihah ialah suatu kepercayaan terhadap benda dan binatang yang menurut keyakinannya dapat memberikan manfaat serta dapat menolak bahaya. Misal, kita memakai cicin merah delima,dan kita yakin bahwa memakainya dapat menghindarkan bahaya.
b.      Andad, sesuatu perkara yang dicintai dan dihormati melebihi daripada mencintainya kepada Allah, sehingga dapat memalingkan seseorang dari melaksanakan ketaatan terhadap Allah dan Rasulnya. Misalnya saja seorang yang senang mencintai kepada benda, keluarga,rumahdan sebagainya, dimana cintanya melebihi cinta terhadap Allah dan Rasulnya, sehingga mereka melalaikan dalam melaksanakan kewajiban agama, karena terlalucintanya terhadap benda tersebut (makhluk tersebut).
c.       Thoghut ialah orang yang ditakuti dan ditaati seperti takut kepada Allah, bahkan melebihi rasa takut dan taatnya kepada Allah, walaupun keinginan dan perintahnya itu harus berbuat durhaka kepadanya.
d.      Arbab ialah para pemuka agama (ulama’atau ustadh) yang suka memberikan fatwa, nasihat yang menyalahi ketentuan (perintah dan larangan) Allah dan Rasulnya, kemudian di ikuti oleh para pengikutnya tanpa diteliti dulu seperti mentaati terhadap Allah dan Rasulnya.
Bentuk musyrik ini menyesatkan terhadap perilaku manusia. Dan dengan memiliki aqidah seperti itu dapat menghilangkan keimanan.
6.      Daftar Pustaka
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Gema Insani Press, Jakarta, 2000
Yusuf Qordawi, Berintraksi dengan Al-Qur’an, Gema Insani Press, Jakarta, 1999
Ibrahim Muhammad Bin Abdullah Al Bukhari, Pengantar Study Aqidah Akhlak, Jakarta: Robbani Press, 1998

[1] Yusuf Qordawi, Berintraksi dengan Al-Qur’an, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hlm.109-111
[2]Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Gema Insani Press, Jakarta, 2000, hlm. 309-310
[3] Ibrahim Muhammad Bin Abdullah Al Bukhari, Pengantar Study Aqidah Akhlak, Jakarta: Robbani Press, 1998, hlm. 277

No comments:

Post a Comment