Thursday, April 7, 2016

Makalah pengertian sosiologi pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan, setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan,Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini,Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya.
Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Tak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak yang berlandaskan sosiologi.
B.       Rumusan Masalah

1.         Apa yang dimaksud dengan landasan sosiologis pendidikan ?
2.         Bagaimana sejarah lahirnya landasan sosiologi pendidikan ?
3.         Apa yang menjadi landasan dalam sosiologi pendidikan ?
4.         Bagaimana implementasi landasan sosiologis pendidikan ?
5.         Apa fungsi kajian dalam landasan sosiologis pendidikan ?
6.         Apa saja ruang lingkup landasan sosiologis pendidikan ?

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Landasan Sosiologis
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Sosiologi sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-1857) pada tahun 1839, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang memepelajari masyarakat. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial. Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan, Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Perhatian sosiologi pada pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatnya perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan. Ciri-ciri sosiologis pendidikan :
1.    Empiris adalah adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu, Sebab bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
2.    Teoritis adalah peningkatan fase penciptaan yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
3.    Komulatif adalah sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori itu akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
4.    Nonetis adalah karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya:
1.    Paham individualisme
2.    Paham kolektivisme
3.    Paham integralistik
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat.
Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang dapat eksis. Berhadapan dengan paham di atas adalah paham kolektivisme yang memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. dalam masyarakat yang menganut paham integralistik; masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat:
1.    Kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat.
2.    Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat.
3.    Negara melindungi warga anegaranya
4.    Selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi, dan tampaknya merupakan potensi yang dibawa sejak lahir. Bahwa manusia merupakan makhluk sosial karena beberapa faktor berikut:
1.    Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya
2.    Sifat adaptability dan intelegensi.
Dengan demikian, manusia sebagai makhluk sosial, menjadikan sosiologi sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan, karena memang karakteristik dasar manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui pendidikan.
B.       Sejarah Lahirnya Sosiologis Pendidikan
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Sosiologi sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-1857), sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang memepelajari tentang masyarakat.
Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial. Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan.
Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx,Emile Durkheim, Ferdinand Tonnies, George Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin (semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan sosiologi.Emile Durkheim (ilmuwan sosial Perancis) berhasil melembagakan sosiologi sebagai disiplin akademis. Emile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial. Pada tahun 1876 di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan sosiologi dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain. Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat. 

C.      Landasan Dalam Sosiologis Pendidikan
Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham integralistik, Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,  antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat, Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.
Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang
D.      Implementasi Landasan Sosiologis Pendidikan
Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan orde baru telah banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertical masih dapat ditemukan. Demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan. Berbagai upaya yang persatuan dan kesatuan yang kokoh, berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin mendapat perhatian yag semestinya dengan antara lain memasukkannya muatan local di dalam kurikulum sekolah. Muatan lokal yang didasarkan pada kebhinekaan masyaraka Indonesia. Dengan demikian akan dapat diwujudkan manusia Indonesia dengan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan tetapi memahami dan menyatu dengan lingkungan.dilakukan, baik melalui jalur sekolah (seperti mata pelajaran PKn, pendidikan sejarah) maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran, P4, Pemasyarakaatn P4 non penaratan ) telah mulai menumbuhkan benih-benih.

E.       Fungsi Kajian Landasan Sosiologis Pendidikan
1.         Fungsi eksplanasi
menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan informasi yang lengkap dan akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik dan akan dapat menafsirkan fenomena-fenomena yang dihadapi secara akurat. Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media komunikasi.
2.         Fungsi prediksi
meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan  itu, tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk ke dalam masyarakat melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.
3.         Fungsi utilisasi
menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri.
Jadi, secara umum  sosiologi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.
F.       Ruang Lingkup Landasan Sosiologis Pendidikan
Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa, sesuai dengan namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational Sociology) adalah cabang ilmu Sosiologi, yang pengkajiannya diperlukan oleh professional dibidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pemikir pendidikan) dan para mahasisiwa serta professional sosiologi.
Mengenai ruang lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan adanya empat pokok bahasan berikut:
1.    Hubungan sistem pendidikan dengan sistem social lain
2.    Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar,
3.    Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan
4.    Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik
Rochman Natawidjaja (2007: 81).
Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses pendidikan itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut kacamata kepentingan masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal.
Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik.
Rochman Natawidjaja (2007: 82)





BABIII
PANDANGAN ISLAM TENTANG SOSIOLOGI
HUBUNGAN SOSIOLOGI DENGAN AL-QUR’AN
Al Qur’anul Karim adalah Firman Allah SWT yang diturunkan melalui Malaikat Jibril as kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an sendiri di turunkan oleh Allah SWT untuk mengatur kehidupan umat manusia. Di dalam Al-Qur’an termuat hukum-hukum yang mengatur bagaimana manusia menjalani hidup dalam bermasyarakat dengan baik. Hukum dalam ajaran Agama Islam dikenal dengan istilah Syariat, yang berarti peraturan atau hukum-hukum yang diturunkan Allah, melalui RasulNya yang mulia,untuk umat manusia, agar manusia keluar dari kegelapan menuju jalan terang, dan mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus. Jika Syariat yang dimaksud ditujukan bagi Umat Islam ini menunjuk kepada peraturan atau hukum-hukum yang diturunkan Allah, melalui Rasul Muhammad SAW, baik berupa Al Qur’an maupun SunnahNabi yang berupa perkataan, perbuatan, ketetapan Nabi Muhammad SAW. Jadi jelas bahwa Al Qur’anmemuat aspek-aspek hukum bagi ketentraman kehidupan makhluk Allah terutama manusia. Bahkan 90 % dari ayat-ayat Al Qur’an adalah yang berkaitan atau mengatur interaksi antara manusia dengan sesamanya dan mahkluk lainnya, sedangkan 10 % saja yang berkaitan antara manusia dengan Allah SWT.
Sosiologi sebagai ilmu social juga dalam perkembangannya tidak jauh berbeda atau sama sekali tidak berbeda dengan apa yang di sampaikan dalam Al-Qur’an. Semua itu bisa di lihat dari pengertian sosiologi dimana Ilmu sosiologi memiliki pengertian bahwa sosiologi adalah ilmu yang berkaitan dengan kemasyarakatan atau objek studinya adalah masyarakat itu sendiri. Yang di dalamnya mengkaji tentang manusia dan mengatur bagaimana seseorang seharusnya bersikap dalam kehidupan bermasyarakat agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmonis
B     PENJABARAN MASING-MASING AYAT/SURAT
1.      Surat yang membahas tentang toleransi
Q.S Al-Kafiruun 1-6
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Surat ini adalah surat makkiyah, surat yang diturunkan pada periode Makkah, meskipun ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa, surat ini turun pada periode Madinah. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa, surat ini adalah surat penolakan (baraa’) terhadap seluruh amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan yang memerintahkan agar kita ikhlas dalam setiap amal ibadah kita kepada Allah, tanpa ada sedikitpun campuran, baik dalam niat, tujuan maupun bentuk dan tata caranya.Karena setiap bentuk percampuran disini adalah sebuah kesyirikan, yang tertolak secara tegas dalam konsep aqidah dan tauhid Islam yang murni.
Surat al kafirun turun sekaligus sebagai jawaban atas ajakan kaum musyrikin Quarisy kepada nabi Muhammad SAW. Mereka itu, antara lain al-As bin Wail as-Sahim, al-Aswad bin Abdul Muthalib, Umayah bin Khalaf, dan Walid bin Mughirah. Mereka mengajak Nabi Muhammad SAW agar mau sedikit toleran dan berkompromi dengan bergantian dalam menyembah Tuhan. Kaum Musyrikin akan menyembah Tuhan yang di sembah Nabi Muhammad SAW. Dan waktu yang lain, Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya di minta untuk menyembah apa yang mereka sembah.
Secara umum, surat ini memiliki dua kandungan utama. Pertama, ikrar kemurnian tauhid, khususnya tauhid uluhiyah (tauhid ibadah). Kedua, ikrar penolakan terhadap semua bentuk dan praktek peribadatan kepada selain Allah, yang dilakukan oleh orang-orang kafir.Kemudian QS Al-Kafirun ini ditutup dengan pernyataan secara timbal balik, yaitu untukmu agamamu dan untuku agamaku. Dengan demikian, masing-masing pemeluk agama dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik sesuai dengan keyakinannya tanpa memaksakan pendapat kepada orang lain dan sekaligus tidak mengabaikan keyakinan masing-masing serta akan dipertanggung jawabkan masing-masing dihadapan Allah. Dengan turunnya ayat ini, Hilanglah harapan orang-orang musyrikin Quraisy yang berusaha membujuk Nabi Muhammad SAW agar bersikap toleran dengan jalan untuk kompromi dalam bidang Aqidah Islam.
2.      Ayat tentang Etika Dalam Berpakaian
26. Hai anak Adam[530], Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa[531] Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al A’raf: 26).
[530] Maksudnya Ialah: umat manusia
[531] Maksudnya Ialah: selalu bertakwa kepada Allah.
Fungsi pakaian adalah sebagai penutup aurat sekaligus perhiasan. Agama Islam memerintahkan agar setiap orang memakai pakaian yang baik dan bagus, baik berarti sesuai dengan fungsinya yaitu menutupi aurat, sedangkan bagus berarti memadai (serasi) sebagai perhiasan penutup tubuh yang sesuai kemampuan si pemakai. Untuk keperluan ibadah sholat di masjid kita dianjurkan pakai pakaian yang baik dan suci bersih (terhindar dari najis).Berpakaian bagi kaum perempuan mukmin telah digariskan oleh Al Qur’an adalah menutup seluruh auratnya. Pada dasarnya pakaian muslim tidak menghalangi si pemakai melakukan kegiatan sehari-hari dalam masyarakat, semua kembali pada niat si pemakai dalam melaksanakan ajaran Allah.
3.      Ayat tentang Etika Dalam Berbicara Kepada Masyarakat
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. ( Q.S AL-ASHR:3 )
Alat komunikasi paling utama dalam pergaulan adalah berbicara, dengan bicara kita dapat menyampaikan sesuatu, sebaliknya kita juga dapat mengetahui keinginan orang lain. Berbicara bisa mendatangkan banyak orang (teman) dan bisa pula mendatangkan musuh, maka dari itu kita harus pandai-pandai menjaga cara berbicara kita dengan baik. Agama Islam mengajarkan agar kita berbicara sopan supaya tidak berakibat merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Mulut dapat kita gunakan sebagai nasehat akan kebenaran hindarilah cara bicara yang bisa menimbulkan perselisihan karena perselisihan itu kehendak setan yang ditujukan untuk mengadu domba, fitnah, isu dan gosip.
4.      Ayat tentang Etika Pergaulan Dengan Orang Yang Lebih Tua
23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[850]. 24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
[850] Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu. (Q.S Al-Isra : 23-24)
Berdasarkan ayat di atas, tampaknya yang menjadi titik sentral dalam masalah bir al-walidain adalah anak, maka posisi orang tua sebagai pendidik tidak menjadi bahasan utama. Hal ini bisa disebabkan adanya suatu anggapan bahwa orang tua tidak akan melalaikan kewajibannya dalam mendidik anak.
Menurut Said Qutub orang tua itu tidak perlu lagi dinasehati untuk berbuat baik kepada anak, sebab orang tua tidak akan pernah lupa akan kewajibannya dalam berbuat baik kepada anaknya. Sedangkan anak sering lupa akan tanggung jawabnya terhadap orang tua. Ia lupa pernah membutuhkan asuhan dan kasih sayang orang tua dan juga lupa akan pengorbanannya. Namun demikian anak perlu melihat ke belakang untuk menumbuh-kembangkan generasi selanjutnya.  Jadi mempelajari cara orang tua dalam mendidik anak menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.Yang teranalisa dalam penjelasan kedua ayat tersebut adalah kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran ayat   wa bilwalidaini ihsana. Dalam penafsiran penggalan ayat tersebut, anak dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua telah berbuat ihsan kepada anak; mengandung selama sembilan bulan, memberikan kasih sayang dan perhatian sejak dari proses kelahiran hingga dewasa. Dengan demikian, perintah anak untuk berbuat ihsan kepada orang tua menjadi wajib dengan syarat orang tua telah terlebih dahulu berbuat ihsan kepadanya. Ihsan orang tua terhadap anak sangat urgen sebab seorang anak yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah tidak berdaya,  tidak tahu apa-apa, dan perlu pertolongan orang lain. Untuk mengatasi ketidakberdayaannya, anak sangat bergantung sepenuhnya kepada orang tua dan menunggu bagaimana arahan dan didikan yang akan diberikan kepadanya.
5.      Ayat tentang etika terhadap Pergaulan Dengan Orang Yang Berbeda Agama
8. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.(QS. Al-Mumtahanah: 8)
Dari ayat di atas Allah tidak menghalangi kita untuk bersosialisasi terhadap orang-orang yang berbeda keimanan dengan kita. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa seorang muslim boleh berbuat baik kepada orang non muslim dalam suasana damai, dengan bantuan kewangan, memberi makan mereka yang kelaparan, memberi pinjaman bagi mereka yang memerlukan, menolong mereka dalam perkara-perkara yang mubah, berlemah-lembut dalam tutur kata, membalas ucapan selamat mereka (seperti selamat belajar).
Orang-orang non muslim yang tidak memerangi umat Islam disebut sebagai kufur dzimmy. Orang-orang yang termasuk kufur dzimmy adalah orang-orang yang tidak membenci Islam, tidak memerangi, tidak membuat kerusakan atau kekacauan, serta tidak menghalagi dakwah Islam. Adapun agama keyakinan kufur dzimmi diserahkan kepada mereka sendiri, orang Islam dilarang menganggu keyakinan mereka. Kalau mereka hidup di negara Islam mereka berhak dilindungi pemerintah Islam sebagaimana perlindungan terhadap kaum Muslimin.
Etika berhubungan dengan orang yang berbeda keyakinan saja, Islam mengajarkan agar berbuat baik dan adil. Lebih lebih jika hubungan itu dengan umat intern umat Islam. kerukunan antar umat Islam ini harus berdasarkan atas semangat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim). Adanya perbedaan antar umat Islam itu rahmat asalkan perbedaan itu tidak membawa kepada perpecahan dan permusuhan.

C.    PENJABARAN MASING-MASING HADITS
1.      Hadits tentang toleransi
عَن اَبِي هُرَيرَة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم خَمْسٌ مِنْ حَقِ اْلمُسْلِم عَلى اْلمُسْلِمْ رَدُ التَحِيَةِ وَاِجَابَةُ الدَعْوَةِ وَشُهُودُ الجَنَازَةِ وَعِيَادَةِ المَرِيضِ وَتَشْمِيَتُ الغَاظِسِ اِدَا حَمِدَاللهُ .
Artinya :”Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda : Ada lima kewajiban orang Islam terhadap orang,menjawab salam,dan memenuhi undangan,dan melayat jenazah,dan menengok orang sakit,dan mendoakan orang yang bersin.(HR.Ibnu Majah)
Dalam hadis di atas Rasullah Saw memberi pelajaran kepada orang-orang islam tentang kewajiban dan haknya dalam pergaulan sehari-hari. Hak dan kewajiban itu antara lain:
1.      Kewajiban membalas salam.Apabila ada orang islam yang memberi salam atau mengucapkan salam, yaitu “assalamu’alaikum” maka orang islam lainnya berkewajiban membalas atau menjawab salam itu. Memberi salam adalah sunah.
2.      Kewajiban memenuhi Undangan.Orang islam apabila diundang oleh orang islam lainnya, wajib memenuhi atau menghadirinya, terutama adalah undangan pernikahan atau walimatul ursy.
3.      Kewajiban Melayat orang islam yang meninggal.Apabila ada orang islam yang meninggal dunia, maka orang islam lainnya berkewajiban melayatnya. Hukumnya adalah wajib kifayah.
4.      Kewajiban mendoakan orang islam yang bersin.Apabila ada oarng islam bersin lalu ia mengucapkan “alhamdulilah” maka orang islam yang mendengarkannya berkewajiban mendoakannya dengan mengucapkan doa” Yarhakumullah”.
Perintah yang di pesankan dalam hadis tersebut tampak sangat manusiawi dan sesuai dengan hukum sosial. Sebagaimana diakui dalam sosiologi bahwa pada kehidupan masyarakat apapun dan dimana pun beradanya sangat memerlukan adanya perilaku yang seimbang diantara anggotanya. Oleh karena itu apa yang di anjurkan hadis tersebut merupakan tata aturan/hukum sosial kemasyarakatan yang sangat indah dan manusiawi. Lebih dari itu etika sosial tadi hukumnya bukan hanya mengandung nilai-nilai budaya luhur, tetapi juga mengandung nilai peribadatan, karena dalam praktiknya banyak mengandung doa guna membesarkan hati, menggembirakan, menentramkan, menghibur orang yang bersangkutan.

2.      Hadits tentang Etika Dalam Berpakaian
عن عبد الله بن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إن الذي يجر ثيابه من الخيلاء لا ينظر الله إليه يوم القيامة. (رواه مسلم)
Artinya: dari Abdullah bin Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya orang yang menguraikan pakaiannya karena sombong dia tidak akan diperdulikan oleh Allah swt pada hari kiamat. ( H.R.Muslim )
3.      Hadits tentang Etika Dalam Berbicara Kepada Masyarakat
 مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُت
Artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka berbicaralah dengan baik atau diam”.( HR Bukhari no:6018)
Lidah memang daging tak bertulang, namun apa yang keluar darinya tak akan bisa diambil atau dikembalikan lagi. Baik itu perkataan baik ataupun buruk bila telah terlontarkan dari lidah, tak akan ada yang dapat mengambilnya kembali.
Hadits di atas secara tegas memperingatkan kepada para ummat muslim agar berbicara dengan hal-hal yang baik saja dan sejauh mungkin meninggalkan perkataan buruk dengan cara diam. Bila berbicara adalah perak, maka diam itu emas.
4.      Hadits tentang Etika Pergaulan Dengan Orang Yang Lebih Tua
Sebagian tanda memuliakan Allah adalah menghormati orang Islam yang telah putih rambutnya (tua). (HR Abu Daud).
Yang dimaksud orang yang lebih tua disini adalah para orang tua kita, yaitu Bapak, ibu, kakek, nenek, paman, bibi, kakak dan orang lain yang lebih tua dari kita. Kita wajib menghormati orang tua yang telah memelihara kita dan membesarkan, mendidik dan membiayai hidup kita, tidak sedikit pengorbanan mereka lahir dan batin, baik materi, tenaga dan pikiran yang telah dicurahkan untuk kepentingan anak-anaknya. Walaupun mereka tidak mengharapkan balasan atas kasih sayang dan pengorbanan kepada kita,Namun tidak selayaknya kita mengabaikan kewajiban menghormati dan menuruti segala nasehat dan perhatiannya. Kakek, nenek, paman, bibi, dan kerabat kita yang lebih tua juga harus kita hormati dan kita perlakukan seperti orang tua kita. Oleh karena itu kita harus berlaku hormat dan sopan, tidak bersikap melawan atau menentang pada saat ada perselisihan. Karena bila kita bersikap hormat dan sopan insya’ Allah mereka pun akan berlaku sama.
Agama Islam mengajarkan agar kita selalu hormat dan sopan kepada semua orang yang lebih tua, dari mereka yang sudah mengenyam banyak pengalaman, kita memperoleh ilmu untuk bekal dimasa datang. Kita mendapat warisan kebudayaan yang akan kita teruskan, apalagi para pahlawan yang turut memerdekakan bangsa kita. Barang siapa yang bersikap hormat kepada orang yang lebih tua, maka akan dijanjikan oleh Rasulullah SAW, akan dihormati pula pada masa tuanya nanti dan apabila tidak menghormati orang yang lebih tua maka Rasulullah SAW, pun tidak hendak mengakui seseorang tersebut sebagai umatnya.

5.      Hadits tentang etika terhadap Pergaulan Dengan Orang Yang Berbeda Agama
Dari Asma’ binti Abu Bakar, ia bertanya; Aku kedatangan ibuku sedangkan dia masih musyrik di masa kaum Quraisy menjalin perjanjian dengan kaum muslimin. Lalu aku bertanya kepada Nabi saw. Aku tanyakan, ”Wahai Rasulullah, aku kedatangan ibuku sedangkan dia ingin bertemu denganku, apakah aku boleh menyambung hubungan dengan ibuku? Beliau menjawab, ”Ya, hubungilah ibumu” (HR Muslim)
Islam adalah agama damai, damai kepada siapa saja. Maka Islam tidak membatasi pergaulan hanya dengan sesama muslim. Islam mengizinkan umatnya bergaul dengan non-muslim. Hanya saja memang dalam pergaulan ini ada beberapa catatan.:
Pertama, dalam bergaul dengan orang non-muslim tidak boleh menumbuhkan rasa cinta kepada mereka. Di antara konsekuensi tauhid adalah mencintai Allah dan pengikut agama Tauhid serta membenci berhala dan penyembah-penyembahnya.
Kedua, non-Islam yang dipergauli adalah non-Islam yang bukan kafir harbi. Yaitu kaum kafir yang tidak memerangi Islam dan umat Islam, tidak mengusir kaum muslimin dari tanah air mereka
Ketiga, Kepada mereka yang tidak memerangi islam dan tidak mengusir dari tanah air itu berhak dipergauli sejauh hak-hak mereka. Jika mereka kerabat maka mereka berhak diperlakukan sebagai kerabat, seperti shilaturrahmi, saling memberi hadiah, dan sikap baik. Jika mereka tetangga maka mereka pun berhak diperlakukan sebagai tetangga seperti menghormati dan seterusnya.

D.     HUBUNGAN AYAT DAN HADITS DENGAN SOSIOLOGI

Ayat dan hadits di atas memiliki hubungan erat dengan disiplin ilmu sosiologi dimana ayat dan hadits di atas menjelaskan bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam masyarakat dan hal tersebut berbanding lurus dengan ilmu sosiologi yang juga memiliki objek studi yaitu untuk mengatur perilaku manusia dalam hidup bermasyarakat agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmonis.Etika dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan agung yang bukan saja berisikan sikap, perilaku secara normative, yaitu dalam bentuk hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut pandangan historisitas. Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada pemahaman dan pengalaman keberagamaan seseorang. Maka Islam menganjurkan kepada manusia untuk menjunjung etika sebagai fitrah dengan menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu cara pandang dan perilaku manusia dalam hubungan social hanya dan untuk mengabdi pada Tuhan, bukan ada pamrih di dalamnya












BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan, dan karakteristik masyarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisa ilmiah tentang proses social di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :
1.        hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lain
2.        hubungan sekolah dengan komunitas sekitar
3.        hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan
4.        pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik
Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Sosiologi pendidikan dituntut untuk melakukan tiga fungsi, yaitu: (1) fungsi eksplanasi, (2) fungsi prediksi, (3) fungsi utilisasi. Secara umum, sosiologi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya tersebut melalui pengkajian fenomena-fenomena sosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan kompleks. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan ke-Bhineka tunggal ika-an, baik melalui kegiatan jalur sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

B.       Saran
 Manusia sebagai makhluk sosial, maka setiap manusia seharusnya menjadikan sosiologi sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan, karena memang karakteristik dasar manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui pendidikan. Maka perlu adanya komitmen dari pemerintah untuk memberikan suatu pengembangan yang memadai tentang sosiologi pendidikan. Seperti tampak seperti ini seharusnya pendidikan melaksanakan pengembangan, yang dilaksanakan umumnya tidak memilih salah satu tetapi seharusnya diupayakan seimbang antara pelestarian dan pengembangan sosial.
























DAFTAR RUJUKAN

Tirtarahardja, U. & Sula, S. L. L. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ruswandi, Uus & Hermawan Heris, A. 2008. Nurhamzah. Landasan Pendidikan. Bandung: CV. Insan Mandiri.
Sutikno Sobry. M. 2008. Landasan Pendidikan. Bandung: Prospect.
Natawidjaya. R. Sukmadinata,.N.S.  Ibrahim. Djohar. A.  2007.    Ilmu  Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


DAFTAR ISI
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A.      Latar Belakang 1
B.       Rumusan Masalah 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Landasan Sosiologis 2
B.       Sejarah Lahirnya Sosiologis Pendidikan 4
C.      Landasan Dalam Sosiologis Pendidikan 4
D.      Implementasi Landasan Sosiologis Pendidikan 5
E.       Fungsi Kajian Landasan Sosiologis Pendidikan 6
F.       Ruang Lingkup Landasan Sosiologis Pendidikan 7
BAB III 8
PANDANGAN ISLAM TENTANG SOSIOLOGI 8
A. HUBUNGAN SOSIOLOGI DENGAN AL-QUR’AN 8
B     PENJABARAN MASING-MASING AYAT/SURAT 8
C.    PENJABARAN MASING-MASING HADITS 12
D.     HUBUNGAN AYAT DAN HADITS DENGAN SOSIOLOGI 15
BAB IV 16
PENUTUP 16
A.      Kesimpulan 16
B.       Saran 17
DAFTAR RUJUKAN 18

No comments:

Post a Comment