Wednesday, April 6, 2016

Makalah sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits


KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirobbil’alamiin, segala puji bagi Allah SWT tuhan semesta alam atas segala berkat,rahmat,taufiq serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pertumbuhan dan Perkembangan Hadits”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak.penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar yang tak hentinya memberi motivasi dan teman-teman seperjuangan yang telah mendo’akan dan memberi banyak dukungan kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.oleh karena itu,penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik.
Akhir kata penyusun berharap makalah ini dapat memberi manfaat kepada para pembaca pada umumnya dan pada penyusun khususnya.

Semarang, 09   Maret 2015
Penulis



DAFTAR ISI

Halaman judul
DAFTAR ISI

Kata Pengantari

Daftar Isiii

Bab I Pendahuluan

Latar Belakang1

Rumusan Masalah1

Bab II Pembahasan

Pengertian Ulumul Qur’an2

Macam-macam Ulumul Qur’an4

Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an5

Lahirnya Istilah Ulumul Qur’an yang Mudawwan15

Bab III Penutup

Kesimpulan16

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dewasa ini, banyak orang yang mengesampingkan hadits.hanya orang tertentu saja yang mau mempelajari bagaimana adanya hadits. Proses,pembukuan dan lain sebagainya. Di buat nya makalah ini bertujuan untuk mengulas terjadinya pertumbuhan dan perkembangan hadits dari masa rasulullah sampai masa pembukuan.makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita lebih dalam tentang hadits.agar kita tidak mengesampingkan dan cuek saja dengan hal ini.
Makalah ini memuat sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits dari masa rasulullah sampai masa pembukuan,banyak sekali hal-hal penting yang justru kita malah belum pernah mengetahuinya sama sekali
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,rumusan masalah yang dapat di ambil adalah:
Ada berapa pembagian periode masa perkembangan dan pertumbuhan hadits?
Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan hadits di masa rasulullah,sahabat,tabi’in,dan pembukuan?
Apa saja yang kita peroleh dari materi sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits?

Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat tujuan penulisan sebagai berikut:
Untuk mengetahui bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita.

















BAB II
PEMBAHASAN

  HADITS PADA MASA RASUL  SAW
Membicarakan hadis pada masa Rasul SAW berarti membicarakan hadis pada awal pertumbuhannya. Maka dalam uraiannya akan terkait langsung dengan pribadi Rasul SAW sebagai sumber hadis. Rasul SAW membina umatnya selama 23 tahun . Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwujudkannya Hadis.
Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadanya dijelaskannya melalui perkataan(aqwal),perbuatan(af’al),dan penetapan (taqrir)-nya. Sehingga apa yang didengar,dilihat dan disaksikan oleh para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan ubudiyah mereka. Rasul SAW merupakan satu-satunya bagi para sahabat, karena ia memiliki sifat kesempurnaan dan keutamaan selaku Rasul Allah SWT yang berbeda dengan manusia lainnya.
1.      Cara Rasul SAW Menyampaikan Hadis
Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakannya dengan masa lainnya. Umat islam secara langsung menerima hadis dari Rasul SAW tanpa hijab. Allah menurunksan al-Qur’an dan mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya adalah sebuah paket yang tidak dapat dipisahkan,dan apa-apa yang disampaikannya juga merupakan wahyu. Kedudukan Nabi yang demikian itu secara otomatis menjadikan semua perkataan,perbuatan dan taqrir Nabi sebagai referensi para sahabat. Para sahabat secara proaktif berguru dan bertanya kepadanya tentang  segala sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Oleh karena itu, tempat-tempat pertemuan diantara kedua belah pihak sangatlah terbuka dalam banyak kesempatan. Tempat yang biasa digunakan Rasul SAW cukup bervariasi, seperti di masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam perjalanan (safar) dan ketika muqim (berada di rumah).

Ada beberapa cara Rasul menyampaikan hadis kepada para sahabat,yaitu :
Pertama, melalui para jama’ah pada pusat pembinaaannya yang disebut majlis al-‘Ilmi. Melalui hadis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis,sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Nabi.
Kedua, dalam banyak kesempatan Rasul juga menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu,yang kemudian disampaikannya kepada orang lain. Hal ini karena terkadang ketika ia mewujudkan hadis,para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja,baik karena disengaja oleh Rasul sendiri atau secara kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja,bahkan hanya satu orang,seperti hadis-hadis yang ditulis oleh Abdullah ibn Amr ibn Al-‘Ash
Ketiga, cara yang dilakukan Rasul adalah melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka,seperti ketika haji wada’ dan fathul Makkah.

2.      Perbedaan Para Sahabat Dalam Menguasai Hadits
Di antara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadis. Ada yang memilikinya lebih banyak, tetapi ada yang sedikit sekali. Hal ini tergantung kepada beberapa hal, pertama, perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasul, kedua, perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain, ketiga ,perbedaan mereka karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid Rasul.
3.     Menghafal dan Menulis Hadits
a.     Menghafal hadis 
Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan al-Qur’an dan Hadis,sebagai dua sumber ajaran Islam, Rasul menempuh jalan yang berbeda. Yaitu menghafal dan menulis.
Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para sahabat dalam kegiatan menghafal hadis ini.
Pertama, karena kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak praislam dan mereka terkenal kuat hafalannya;
kedua, Rasul banyak memberikan spirit melalui do’a-do’anya;
ketiga, seringkali ia menjanjikan kebaikan akhirat kepada yang menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain.
b.    Menulis Hadis
Beberapa sahabat yang memiliki catatan dan penulisan terhadap hadis : Abdullah ibn Amr Al-‘Ash,Jabir ibn Abdillah ibn Amr Al-Anshari, Abu Hurairah Al-Dausi, Abu Shah (Umar ibn Sa’ad Al-Anmari)
     c.      Mempertemukan Dua Hadis yang Bertentangan
Dengan melihat dua kelompok hadis yang kelihatannya terjadi kontradiksi,seperti para hadis dari Abu Sa’id Al-Hudri di satu pihak,dengan hadis dari Abdullah ibn Amr ibn Al-Ash. Diantara mereka ada yang menggugurkan salah satunya,seperti dengan jalan nasikh dan mansukh dan ada yang berkompromi keduanya sehingga keduanya tetap digunakan (ma’mul).

HADITS PADA MASA SAHABAT
Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa sahabat, khususnya masa khalafa’ al-rashidin yang berlangsung sekitar tahun 11-40 H. Masa ini disebut juga masa sahabat besar.
1.      Menjaga Pesan Rasul SAW
Pada masa menjelang akhir kerasulannya,Rasul berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Hadis serta mengajarkannya kepada orang lain, sebagaimana sabdanya: yang artinya,
“ Telah aku tinggalkan untuk kalian dua macam, yang tidak akan sesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (al-Qur’an) dan Sn=unahku (al-Hadis)”. (HR. Malik). Dan sabdanya pula:
“ Sampaikanlah dariku walau satu ayat atau satu hadis”
2.      Berhati-hati dalam Meriwayatkan dan Menerima Hadis
Perhatian para sahabat pada masa ini terutama sekali terfokus pada usaha memelihara dan menyebarkan al-Qur’an. Ini terlihat bagaimana al-Qur’an dibukukan pada masa Abu Bakar atas saran Umar bin Khattab. Usaha pembukuan ini diulang juga pada masa Usman bin Affan,sehingga melahirkan Mushaf Usmani.
Kehati-hatian dari usaha membatasi periwayatan yang dilakukan para sahabat,disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan,yang padahal mereka
sadari bahwa hadis merupakan sumber tasri’ setelah al-Qur’an,yang harus dijaga dari kekeliruannya sebagaimana al-Qur’an.
Setelah Rasul wafat Abu Bakar pernah mengumpulkan para sahabat. Kepada mereka,ia berkata : “Kalian meriwayatkan hadis-hadis Rasul SAW yang diperselisihkan orang-orang setelah kalian akan lebih banyak berselisih karenanya. Maka janganlah kalian meriwayatkan hadis(tersebut).
3.      Periwayatan Hadis dengan Lafaz dan Makna
Pembatasan atau penyederhanaan periwayatan hadis,yang ditunjukkan oleh para sahabat dengan sikap kehati-hatiannya,tidak berarti hadis-hadis rasul tidak diriwayatkan.
Ada dua jalan para sahabat dalam meriwayatkan hadis dari Rasul SAW. Pertama, dengan jalan periwayatan lafdzi(redaksinya persis seperti yang disampaikan Rasul) dan kedua, dengan jalan periwayatan maknawi(maknanya saja)
a.     Periwayatan Lafdzi
Periwayatan lafdzi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matannya persis seperti yang diwurudkan Rasul SAW. Ini hanya bisa dilakukan apabila mereka hafal benar apa yang disabdakan Rasul SAW.
b.    Periwayatan Maknawi
Periwayatan maknawi artinya periwayatan hadis yang matannya tidak persis sama dengan yang di dengarnya dari Rasul SAW,akan tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh,sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul SAW,tanpa ada perubahan sedikitpun.
Namun para sahabat tetap hati-hati dalam melakukannya. Ibn Mas’ud misalnya,ketika ia meriwayatkan hadis ada istilah-istilah tertentu yang digunakan untuk menguatkan penukilannya,seperti dengan kata: qala Rasul SAW hakadza(Rasul SAW telah bersabda begini),atau nahwan atau qala Rasul SAW qariban min hadza.

Hadist pada masa Thabi’in
Menurut Ulama Hadist, thabi’in adalah orang yang bertemu dengan satu orang shahabat atau lebih. Para Imam sependapat, bahwa akhir masa thabi’in adalah tahun 150 H. Sedangkan akhir masa atba’al-thabi’in adalah tahun 220 H.
Periwayatan Hadist pada masa Tabi’in
Pada masa tabi’in Islam telah telah meluas ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 Hijriah sampai ke Spanyol. Yang demikian karena keberangkatan para shahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu agama.
Para tabi’in menerima riwayat hadist dari para shahabat, baik di masjid-masjid ataupun lainnya. Hadist-hadist yang diterima para tabi’in, ada dalam bentuk catatan dan ada pula yang hafalan.
Pada umumnya, periwayatan Hadist yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak begitu berbeda dengan yang dilakukan oleh para shahabat sebagai guru-guru mereka.
Adapun tokoh-tokoh Hadist di kalangan tabi’in antara lain :
Di Madinah  : Sa’id bin al-Musayyab, Urwah bin Zubair, dan lainnya.
Di Makkah   : Ikrimah Maula Ibnu Abbas, Atha’bin Abi Rabah, dan lainnya.
Di Kufah      : Kamil bin Zaid al-Nakha’I, Abdul Malik bin Umair, dan lainnya.
Di Syam       : Salim Ibn Abdillah al-Muharibi, Abu Sulaiman al-Darani, dan lainnya.
Di Mesir       : Yazid bin Abu Hubaib, Umar bin al-Harits, dan lainnya.
Di Yaman    : Hammah bin Munabbih, Wahb bin Munabbih, dan lainnya.
Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadist
Pada masa tabi’in ini terdapat pergolakan politik. Pergolakan politik ini sebenarnya sudah muncul sejak masa shahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan perang Thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat Islam kedalam beberapa kelompok, yaitu Khawarij, Syiah, Mu’awiyah dan golongan yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok tersebut.
Dari pergolakan politik tersebut, secara langsung atau tidak langsung telah berpengaruh pada perkembangan Hadist berikutnya, baik yang positif ataupun yang negative. Pengaruh yang bersifat negative adalah pemalsuan Hadist demi kepentingan politik masing-masing.
Sedangkan pengaruh yang positif adalah sebuah upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan hadist.
Di antara Hadist-hadist palsu tersebut adalah :
Untuk meninggikan derajat Ali bin Abi Thalib, seperti :

“Barang siapa yang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat Nuh tentang ketaqwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang kebaikan hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat Isa tentang ibadahnya, maka hendaklah dia melihat kepada Ali. “
Untuk meyakinkan umat agar menentang Mu’awiyah, seperti :

“Apabila kamu melihat Mu’awiyah diatas mimbarku, maka bunuhlah dia.”
Dari kelompok Mu’awiyah, membela dan memperlihatkan kedudukan Mu’awiyah, seperti :

“Pemegang amanat hanya tiga orang saja : saya, jibril, dan Mu’awiyah.”

D.    Masa Pembukuan Hadist
1. Latar Belakang Pembukuan Hadist
Setelah agama Islam tersebar luas di masyarakat, dipeluk dan dianut oleh penduduk yang bertempat tinggal diluar jazirah Arabiah, dan para shahabat yang tidak sedikit jumlahnya yang telah meninggal dunia, maka terasa perlunya Hadist diabadikan dalam bentuk tulisan dan kemudian dibukukan.
Permasalahan ini menngerakkan hati Khalifah ‘Umar bin’Abdul’Aziz-seorang Khalifah Bani Umayyah yang menjabat Khalifah antara tahun 99 sampai tahun 101 Hijriah-untuk menulis dan membukukan Hadist. Perintah itu dia keluarkan sesudah bermusyawarah dengan para ulama dan memperoleh dukungan dari sebagian besar ulama.
Adapun yang melatar belakangi pembukuan Hadist adalah :
Pada akhir abad 1 H para penghafal Hadist semakin berkurang karena sudah banyak yang meninggal dunia.
Semangat menghafal Hadist mulai berkurang.
Sudah tidak ada kekhawatiran tercampurnya antara al-Qur’an dan al-Hadist.
Hadist merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan sehingga pembukuan Hadist sangat diperlukan.
Hadist banyak yang dikaburkan dan dipalsukan oleh golongan-golongan atau kelompok-kelompok.
Yang pertamakali membukukan Hadist Nabi
Orang yang pertamakali menaruh perhatian untuk membukukan Hadist Nabi adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihabal-Zuhri al-Madani (w.124 H ).
Shalih bin Kaisan berkata,” Aku berkumpul dengan al-Zuhri ketika menuntut ilmu, lalu aku katakana,”Mari kita menulis sunnah-sunnah, lalu kami menulis Hadist yang dating dari Nabi SAW.’Kemudian al-Zuhri mengatakan ,’Mari kita Tulis yang dating dari shahabat, karena dia termasuk sunnah juga.’ Aku katakana ,’Itu bukan sunnah,sehingga tidak perlu kita tulis.’ Meski demikian al-zuhri tetap menuliskan berita dari shahabat, sedangkan Aku tidak, akhirnya dia berhasil dan aku gagal.
Al-Zuhri tercatat sebagai ulama besar pertama yang membukukan Hadist. Kebijaksanaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ini oleh sejarah dicatat sebagai kodifikasi Hadist yang pertama secara Resmi. Pengertian “resmi” disini ialah kebijaksanaan itu dilaksanakan atas perintah penguasa yang sah dan disebarluaskan ke seluruh jajaran kekuasaannya. Peristiwa tersebut terjadi dipenghujung abad pertama Hijriah.
Selanjutnya, kodifikasi Hadist dilakukan pada masa dinasti Abbasiyah yang disponsori oleh pemimpin-pemimpin Abbasiyah. Pada masa ini melahirkan ulama-ulama Hadist, seperti Ibnu Juraij (w.150 H) di Makkah, Abu Ishaq (w.151 H ) di Madinah.dan masih banyak yang lainnya.
Dalam hal ini, imam al-Syuyuti mengatakan didalam kitabnya (Alfiyah), Orang pertama yang mengumpulkan Hadist dan Atsar adalah Ibnu Syihab atas perintah Umar bin Abdul Aziz. Sedangkan yang pertamakali mengumpulkan hadist berbab-bab adalah sekelompok ulama dimasa yang tidak jauh setelah al-Zuhri, seperti Ibnu Juraij, Hasyim , Malik, Ma’mar, dan Ibnu al-Mubarak.
3.Yang pertamakali membukukan Hadist Shahih
Pada periode sebelumnya, belum dipisahkan beberapa Hadis yang Mauquf dan Maqthu’dari Hadis Marfu’. Begitu pula belum dipisahkan beberapa Hadist yang dha’if dari yang shahih.
Seleksi Hadist dilakukan terhadap nilai Hadist, yakni memilih Hadist yang shahih saja untuk dibukukan.
Pada masa ini bangkit Imam Hadist, Imam Huffadz dan Amirul Mu’minin fi al-Hadist, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari. Beliau mengumpulkan hadist-hadist shahih dalam satu kitab “al-jami’al-shahih” yang diseleksi dari ratusan ribu hadist yang beliau hafalkan. Disebutkan didalam suatu riwayat bahwa beliau berkata ,” Aku hafal 100 ribu Hadist shahih, dan 200 ribu Hadist yang tidak shahih.”
Adapun Hadist yang membangkitkannya untuk menulis kitab jami’al-shahih, sebagaimana telah disebutkan Ibrahim bin Ma’qal, bahwa beliau mendengarkan al-Bukhari berkata,” Aku disisi Ishaq bin Rahawiyah , lalu sebagian kawan-kawanku berkata, andaikata engkau mengumpulkan sebuah kitab ringkas tentang Sunnah-sunnah Nabi SAW. Lalu terbetiklah di dalam hatiku keinginan untuk menuliskannya, lalu aku mengambil keputusan untuk mengumpulkan Hadist-hadist shahih di dalam kitab ini.’
Kemudian setelahnya, yaitu Imam Muslim yang mengikuti jejak langkah Imam Bukhari. Beliau menulis kitab al-jami’al-shahih dalam tempo 15 tahun.
Para Ulama merespon kedua kitab tersebut dengan sikap menerima, dan bersepakat bahwa keduannya adalah kitab paling Shahih setelah al-Qur’an al-Karim. Imam Nawawi berkata, “ Para Ulama sepakat bahwa kitab paling shahih setelah al-Qur’an al-Aziz adalah kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, sedangkan umat menerima keduannya.”
4.Kitab-kitab Hadist pada Abad II-IV Hijriyah
a. kitab-kitab Hadist pada Abad ke-2 H.
     Di antara kitab-kitab Hadist pada Abad ke-II yaitu
Al-Musnad, karya Abu Hanifah (w.150 H).
Al-Mushannaf, karya al-Auza’I (w.150 H).
Al-Mushannaf, karya Syu’bah bin Hajjaj (w. 160 H).
Al-Mushannaf, karya al-Laits bin Sa’ad (w.175 H).
Al-Jami,, karya Abdul Razzaq al-San’ani (w. 211 H).

b.kitab-kitab Hadist pada Abad ke-3 H
Di antara kitab-kitab Hadist pada Abad ke III yaitu :
Sunan Sa’id bin Manshur, karya Imam Sa’id bin Manshur (w. 227 H).
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, karya Imam Ibnu Abi Syibah (w. 235 H).
Musnad Ahmad, karya Imam Ahmad (164-241 H).
Musnad Abi Ya’la , karya Imam Abu Ya’la (w.307 H).
Sunan al-Nasa’I, karya Imam al-Nasa’I (215-303 H).
c.Kitab-kitab Hadist pada Abad ke 4 H
Di antara kitab-kitab Hadist pada Abad ke IV yaitu :
Shahih Ibni Huzaimah, karya Imam Ibnu Huzaimah (w.311 H).
Musnad Abi’Awanah, karya Imam Abu Awanah (w. 316 H).
Shahih Ibni Hibban, karya Imam Ibnu Hibban (w.354 H).

Saniyah ‘alal Arba’in An Nawawiyah.
HADIS DALAM MASA KELIMA, MASA PENTASHIHAN DAN PENYUSUNAN KAIDAH- KAIDAHNYA
Masa pembukukan hadis semata- mata (hadis dalam abad ketiga)
Ahli abad ketiga ketika mereka bangkit mengumpulkan hadis, mereka mengasingkan hadis dari fatwa-fatwa itu. Mereka bukukan hadis saja dalam buku-buku hadis. Akan tetapi satu kekurangan satu kekurangan pula yang harus di akui, ialah mereka tidak memisah- misahkan hadis. Yakni mereka mencampuradukkan hadis shahih dengan hadis hasan dan dengan hadis dla’if. Segala hadis yang mereka terima,mereka bukukan dengan tidak menerangankan keshahihannya, atau kehasanahannya, atau ke dla’ifannya. Lantaran itu tak dapatlah orang yang kurang ahli mengambil hadis-hadis yang terbuku di dalamnya.
لاتقبل الا حد ىث الر سول ص م
‘’jangan  anda terima melainkan hadis Rasul SAW.”
Maka mula-mula mengumpulkan hadis yang hanya mengenai sesuatu sebab ialah Asy Sya’by. Beliau telah  mengumpulkan hadis- hadis yang mengenai talak . Beliau adalah salah satu seorang imam yang terkemuka dalam permulaan abad kedua hijriyah. Dan mereka menyusun itu secara musnad.
Yang mula-mula menyusun secara musnad ini ialah: Abdullah ibn Musa Al ‘Abasy Al Kufy, Mussadad ibn Musarhad Al Bashry, Asad ibn Musa Al Amawy, Nu’aim ibn Hammad Al Khuza’y, Ahmad ibn Hanbal, Ishaq ibn Rahawaih,’Usman ibn Abi syaibah.
DASAR DASAR PENTASHIHAN HADIST
Untuk mentashihkan hadis dibutuhkan pengetahuan yang luas tentang tarikh Rijalil hadis,tanggal lahir dan wafat para perawi, agar dapat diketahui, apakah dia bertemu dengan orang yang di riwayatkan hadisnya ataukah tidak.
Sebagaimana dibutuhkannya pengetahuan yang mendalam tentang perawi perawi hadis sejak zaman shahaby hingga zaman Al Bukhory (umpamanya), sebagaimana nilai kebenaran dan kepercayaan perawi-perawi itu, nilai-nilai hafalan mereka, siapa yang benar dapat dipercaya ,siapa yang dusta,siapa yang lalai.
Dan diperlukan pula perbandingan antara hadis satu kota dan hadis dan hadis kota lain,begitu pula pengetahuan yang luas tentang mazhab yang di anut perawi perawi itu, apakah dia khawarij,Mu,’tazily,Murji’y,Syi’y dan lain lain
Al bukhary mempunyai dua keistimewaan, yaitu: hafalan yang sangat kuat dan jarang ada tandingannya, teristimewa dalam bidang hadis, serta keahlian dalam meneliti keadaan perawi perawi yang nampak kita lihat dalam kitab tarikhnya yang disusun untuk menerangkan keadaan perawi hadis.
Mengenai orang orang yang bukan tokoh,maka baik bukhary maupun muslim menerima riwayatnya asal saja perawi itu kepercayaan adil, tidak banyak khilaf atau keliru. Juga Al Bukhary tidak mentakhrijkan hadis hadis Ahmad selain dua hadis, satu secara ta’liq, satu lain secara nazil dengan perantaraan, padahal al Bukhary mendapati Ahmad dan bergaul dengannya,Muslim tidak mentakhrijkan dalam shahihnya barang satu hadis dari hadis  Al Bukhary, padahal muslim bergaul dengannya dan menuruti jejaknya. Dan tidak meriwayatkan dari hadis Ahmad selain dari 30 hadis. Ahmad tidak mentakhrijkan dalam musnadnya dari Malik dari Nafi’ melalui jalan Asy Syafi’y padahal sanad ini dipandang paling sah , selain dari empat hadis.
Riwayat Abu Hanifah yang sangat ketat dalam menshahihkan hadis, bukan 17 buah hadis, akan tetapi 17 buah kitab, yang masing masing dinamai musnad  Abu hanifah yang telah di takhrijkan oleh para huffadh. Masing-masing musnad itu tidak le bih kecil daripada sunan Asy Syafi’i atau musnad Asy Syafi’i yang menjadi sumber hadis Asy Syafi’y.
LANGKAH-LANGKAHYANG DIAMBIL UNTUK MEMELIHARA HADIS
Telah dijelaskan bahwa disamping para ulama membukukn hadis dan memisahkan hadis dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, atau memisahkan yang sahih dari yang dla’if, dan beliau juga menyusun kaidah-kaidah tahdits, ushul-ushulnya, syarat-syarat menerima riwayat, syarat-syarat menolaknya, syarat-syarat shahih dan dla’if, serta kaidah-kaidah yang dipegangi dalam menentukan hadis-hadis maudlu’.
Sejak dari masa sahabat hingga sempurna pembukuan As Sunnah terhadap pekerjaan para wudldla’ (pemalsu-pemalsu hadis). Maka langkah-langkah yang telah diambil para ulama dalam usaha mengeritik jalan-jalan menerima hadis sehingga dapatlah mereka melepaskan Sunnah dari tipu daya dan membersihkannya dari segala lumpur yang mengotorinya, ia ialah: mengisnadkan hadis, memeriksa benar tidaknya hadis yang diterima para ahli, mengeritik para perawi, membuat ketentuan umum untuk menentukan derajat hadis, menyusun kaidah-kaidah untuk menentukan kaidah-kaidah maudlu.
HADIS DALAM MASA KEENAM (DARI AWAL ABAD IV HINGGA TH.656 H)
(Masa tahdzib, istidrak, istikhraj, menyusun jawami, zawaid dan athraf)
Mutaqaddimin dan Mutaakhkhirin
Ulama-ulama hadis dalam abad kedua dan ketiga, digelari mutaqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang pada usaha sendiri, dan pemeriksanan sendiri, dengan menemui para penghafalnya yang tersebar disetiap pelosok dan penjuru negara arab, persia dan lain-lain. Ahli abad keempat ini dan seterusnya digelari mutaakhkhirin. Kebanyakan hadis yang mereka kumpulkna adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab mutaqaddimin itu, sedikit saja yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghafalnya.
Menurut riwayat, Ibnu Mandah adalah ulama yang terakhir mengumpulkan hadis dengan jalan lawatan. Ada diantara mereka yang menghafal 100.000, yang karena itu dinamai hafidh. Ada yang menghafal 300.000 yang mendapat nama hujah, sedangkan yang lebih dari jumlah itu digelari hakim.
Adapun Al Bukhary, Muslim, Ahmad, Sufyan Ats Tsaury dan Ishaq Ibnu Rawaih di kalangan mutaqaddimin dan Daraquthny di kalangan mutaakh-kirin digelari Amirul Mu’minin fil Hadis.
Cara menyusun kitab hadis
Kitab-kitab shahih dan sunah disusun dan dasar membagi kitab itu kepada beberapa bab, umpamanya bab thoharoh, bab wudlu’, bab sholat, dan seterusnya.
Kitab musnad, disusun menurut nama parawi pertama, parawi yang menerima dari rosul. mK segala hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar, umpamanya, diletakkan di bawah nama Abu Bakar.
Ibnu Hibban, menyusu  kitabnya dengan jalan membagi hadis dengan lima bagian:
Bagian suruhan
Bagian tegahan
Bagian khabar
Bagian ibadat
Bagian af’al (pekerjaan)
Mencari hadis dari kitab ini membutuhkan waktu yang panjang.
Ada juga yang menyusun kitabnya secara kamus, memulainya dengan hadis yang berawalan a-i-u. Kemudian yang berawalan b, demikian yang seterusnya, seperti kitab Al Jami’ush Shaghir susunan As Sayuthi.
Tokoh-tokoh hadis dalam masa keenam
Di antara tokoh-tokoh hadis dalam masa keenam ini, ialah: Ibnu Khuzaimah, Al Hakim, Ibnu Hibban, Ad Daraquthny, Ath Thabarany, Al Qasmi ibn Qathlubagha, Ibnus-Sakan, Ath Thahawy, Al Baihaqy, Isma’il ibn Ahmad Ibnul Furat, Muhammad ibn Nashr Al Humaidy, A Baghawy, Mugammad ibn Ishaqy Al Asybily, Ahmad ibn Muhammad Al Kurthuby (Ibnu Hujjah), Razin ibn Mu’awiyah Al ‘Abdary As Sarqasty, Ibnul Atsir Al Jazary, ‘Abdur Rahman Ibnul Jauzy, Al Hasan ibn Ahmad As Samarqandy, Abdul Ghany ibn Abdul Wahid Al Maqdisy, Abdul ‘Adhim ibn Abdul Qawy Al Mundziry, Ibrahim ibn Muhammad Al Maqdisy, Abi Muhammad Khalf ibn Muhammad Al Wasithy, Abu Nu’aim Ahmad ibn Abdillah Al Ashbahany, Ibnu Asakir, Syamsuddin ibn Muhammad Al Husainy.
HADIS DALAM MASA KEHADIS DALAM MASA KETUJUH (656 H- SEKARANG)
India dan Mesir memegang peranan penting dalam perkembangan hadis
Mulai dari masa Baghdad dihancurkan oleh Hulagu Khan,berpindahlah kegiatan perkembangan hadis ke mesir dan India. Dalam masa ini banyak kepala- kepala pemerintah yang berkecimpung dalam bidang ilmu hadis seperti Al Burquq
Di samping itu tidak dilupakan usaha ulama- ulama India mengembangan kitab kitab hadis. Banyak kitab kitab hadis berkembang dan perterbitkan dilakukan oleh ulama- ulama India. Yaitu kitab ulumul hadis karangan Al Hakim.
Tokoh – tokoh hadis dalam masa ini
Di antara Ulama- ulama yang terkenal dalam masa ini, ialah: Az zahaby(748 H), Ibnu Saiyidinas(734 H) Ibnu Daqiqil  ‘Ied ,Mughlathai(862 H), Al Asqalany (852 H),Ad Dimyaty(705 H),Al’ Ainy(855 H),As Sayuthi (911 H),Az Zarkasyy(794 H),Al Mizzy (742 H), Al ‘Ala-y (761 H),Ibnu Katsir (774 H), Az Zaila’y (762 H),Ibnu Rajjab (795 H), Ibnul Mullaqin (804 H), Al ‘Iraqy (805 H), Al Haitsamy (807 H), Abu Zur’ah (826 H).
Kitab- kitab yang disusun dalam abad ke -7 Hijriyah
At Targhib, susunan Al Hafidh Abdul Adhim ibn Abdil Qawy Ibn Abdullah al Mundziry (656 H)
Al Jami’ Bainash Shahihain, susunan Ahmad ibn Muhammad Al Qurtubhy, yang terkenal dengan nama Ibnu Hujjah (642 H)
Muntaqal Akbar Ahkami,susunan Majduddin Abul Barakat Abdis salam ibn Abdillah ibn Abil Qasim Al Harrany (652 H)
Al Mukhtarah, susunan Muhammad ibn Abdil Wahid Al Maqdisy (643 H)
Riyadlus Shalihin oleh Al Imam An NawawyAl Arba’in oleh An Nawawy dan telah disyaratkan oleh banyak ulama. Di antaranya Ahmad Hijazy Al Faryany dalam kitab Al Majalisus

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pertumbuhan dan perkembangan Hadits di bagi menjadi 4 periode: masa rasulullah, masa shahabat,masa tabi’in,dan masa pembukuan.

No comments:

Post a Comment