Monday, March 28, 2016

makalah bully


A.    Latar Belakang Masalah
Sekarang ini berbagai macam masalah tengah melanda dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah kekerasan atau bullying baik oleh guru terhadap siswa maupun siswa dengan siswa lainnya. Bentuk kekerasan ini bukan hanya dalam bentuk fisik saja tetapi juga secara psikologis. Kekerasan dapat terjadi di mana saja, termasuk di sekolah, tempat bermain, di rumah, di jalan, dan di tempat hiburan. Bullying seolah-olah sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak di zaman sekarang ini. Maraknya aksi kekerasan atau bullying yang dilakukan oleh siswa di sekolah semakin banyak menghiasi deretan berita di halaman media cetak maupun elektronik.
Misalnya kekerasan di sekolah ibarat fenomena gunung es yang nampak ke permukaan hanya bagian kecilnya saja. Masalah itu akan terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan berkesinambungan dari akar persoalannya. Perlu dipikirkan mengenai resiko yang dihadapi anak, dan selanjutnya dapat dicarikan jalan keluar untuk memutus rantai kekerasan yang saling berkelit-berkelindan tanpa habis-habisnya. Tentunya, berbagai pihak bertanggung jawab atas kelangsungan hidup anak, karena anak-anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh negara, orang tua, guru, dan masyarakat. Diperlukan komitmen bersama dan langkah nyata untuk mecegah kekerasan (bullying) di sekolah.
B.      Rumusan Masalah
1.      Apa penyebab terjadinya bullying di sekolah?
2.      Apa dampak yang dialami korban bullying di sekolah?
3.      Bagaimana PAI mengambil peran dalam penanggulangan bullying di sekolah?
C.    Pembahasan   
1.         Penyebab Terjadinya Bullying di Sekolah
a.         Pengertian bullying
Secara harfiah,  kata bully berarti menggertak dan mengganggu orang yang lebih lemah. Istilah bullying kemudian digunakan untuk menunjuk perilaku agresif seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap orang atau sekelompok orang lain yang lebih lemah untuk menyakiti korban secara fisik maupun mental. Menurut Ken Rigby bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita, Aksi ini dilakukan secara Iangsung oleh seseorang atau kelompok yang Iebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.[1] Bullying juga bisa diartikan dengan sebuah situasi dimana terjadi sebuah penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan. Kekuatan disini tidak hanya secara fisik, tapi juga mental.[2]
Olweus mengartikan bullying sebagai suatu perilaku agresif yang diniatkan untuk menjahati atau membuat individu merasa kesusahan, terjadi berulang kali dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam suatu hubungan yang tidak terdapat keseimbangan kekuasaan atau kekuatan di dalamnya. Hergert mendefinisikan bullying dengan aggresi secara bebas atau perilaku melukai secara penuh kepada orang lain yang dilakukan secara berulang dari waktu ke waktu. 
Bullying dapat dilakukan secara fisik (menampar, menimpuk, menjegal, memalak, melempar dengan barang, dan sebagainya), verbal ( menghina, memaki, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah dan sebagainya), dan psikologis (memandang sinis, mengancam, mempermalukan, mengucilkan, mencibir, mendiamkan, dan sebagainya).[3]
Bentuk bullying  bermacam-macam. Sebenarnya di antara kasus-kasus bullying jarang yang berbentuk kekerasan fisik atau berupa kekerasan mental yang berat. Bullying lebih sering berupa gangguan yang ditujukan secara individu dalam bentuk gangguan-gangguan ringan dan komentar-komentar yang tidak berbahaya. Namun demikian, karena gangguan bersifat konstan dan tidak menunjukkan belas kasihan, maka menjadi serangan yang agresif . Faktor umum dalam semua insiden bullying adalah adanya intensi dari pengganggu untuk meremehkan dan merendahkan orang lain.
b.        Pelaku Bullying
Pelaku bullying umumnya temperamental. Mereka melakukan bullying terhadap orang lain sebagai pelampiasan kekesalan dan kekecewaannya. Ada kalanya karena mereka merasa tidak punya teman, sehingga ia menciptakan situasi bullying supaya memiliki “pengikut” dan kelompok sendiri. Bisa jadi mereka takut menjadi korban bullying, sehingga lebih dulu mengambil inisiatif sebagai pelaku bullying untuk keamanan dirinya sendiri.
Pelaku bullying kemungkinan besar juga sekadar mengulangi apa yang pernah ia lihat dan alami sendiri. Ia menganiaya anak lain karena mungkin ia sendiri dianiaya orang tuanya di rumah. Ia juga mungkin pernah ditindas dan dianiaya anak lain yang Iebih kuat darinya di masa Ialu. Aksi bullying yang paling sering terlihat dan dianggap sebagai suatu tradisi adalah ketika Masa Orientasi Siswa (MOS). Ketika MOS, umumnya kakak-kakak kelas selalu memberi pembenaran bagi sikap-sikapnya yang sudah masuk kategori sebagai pelaku bullying untuk menindas adik kelasnya yang lebih muda atau lebih lemah.[4]
c.         Faktor yang Mempengaruhi Bullying
Maraknya beberapa kasus bullying, antara Iain dipicu oleh belum adanya kesamaan persepsi antara pihak sekolah, orang tua maupun masyarakat dalam melihat pentingnya permasalahan bullying serta penanganannya. Ditambah Iagi dengan belum adanya kebijakan secara menyeluruh dari pihak pemerintah dalam rangka menanganinya. Beberapa remaja nebderita apa yang disebut dengan conduct disorders, yaitu suatu gangguan yang melibatkan adanya pola perilaku agresi, argumentatif, menindas pihak yang lebih lemh secara fisik (bully), ketidakpatuhan, iritabilitas, tindakan mengancam yang tinggi.[5]
Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying pada umumnya berada dalam situasi sebagai berikut:
1)      Sekolah dengan ciri perilaku diskriminatif di kalangan guru dan siswa
2)      Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan satpam
3)      Sekolah dengan kesenjangan besar antara siswa kaya dan miskin.
4)       Adanya kedisiplinan  yang sangat kaku atau yang terlalu lemah.
5)      Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.
Kejadian di atas mencerminkan bahwa bullying  adalah masalah penting yang dapat terjadi di setiap sekolah jika tidak terjadi hubungan sosial yang akrab oleh sekolah terhadap komunitasnya, yakni murid, staf, masyarakat sekitar, dan orang tua murid.
2.         Dampak Bullying
Dalam jangka pendek, bullying dapat menimbulkan perasaan tidak aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau menderita stress yang dapat berakhir dengan bunuh diri. Dalam jangka panjang, korban bullying dapat menderita masalah emosional dan perilaku.
Efek jangka panjang bullying bisa jadi tidak disadari baik oleh pelaku, korban, maupun guru dan orangtua. Karena dampaknya lebih bersifat psikis dan emosi yang tidak terlihat dan prosesnya sangat perlahan, berlangsung lama dan tidak langsung muncul saat itu juga. Kekerasan terhadap siswa yang dilakukan guru di sekolah berdampak pada hilangnya motivasi belajar dan kesulitan dalam memahami pelajaran, sehingga umumnya prestasi belajar mereka juga rendah. Kekerasan guru terhadap siswa juga menyebabkan siswa benci dan takut pada guru . Bullying memiliki dampak fisik dan psikhologis. Dampak fisik seperti: sakit kepala, sakit dada, luka memar, luka tergores benda tajam, dan sakit fisik lainnya. Pada beberapa kasus, dampak fisik akibatbullying mengakibatkan kematian. Sedangkan dampak psikhologis bullying antara lain: menurunnya kesejahteraan psikhologis, semakin buruknya penyesuaian sosial, mengalami emosi negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam, dan cemas. Namun korban merasa tidak berdaya menghadapinya. Tindak kekerasan di sekolah juga berdampak pada ingin pindahnya atau keluarnya seorang siswa dari sekolah dan sering tidak masuk sekolah. Selain itu juga mengakibatkan perasaan rendah diri, dan prestasi akademik terganggu.

3.      Penanggulangan Bullying Perspektif Pendidikan Islam
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah bullying: Pertama, mengubah cara mendidik dan cara memperlakukan siswa. Diakui atau tidak, perilaku siswa sebagiannya adalah representasi dari cara guru dalam mendidik dan memperlakukan mereka. Jika perilaku siswa buruk (termasuk di dalamnya tindakan bullying), maka pasti ada sesuatu yang kurang dari metode yang digunakan guru dalam mendidik dan memperlakukan mereka.
Pendidikan sebagai tempat terbentuknya ahlak peserta didik merupakan tempat terpenting dalam mencegah terjadinya praktik bullying. Dari berbagai kasus kekerasan yang banyak terjadi perlu ada penanggulangan yang beda dari biasanya yakni penanggulangan bullying perspektif pendidikan Islam. Pedidikan Islam sebagai usaha membina pribadi manusia dari aspek-aspek ruhaniyyah dan jasmani juga harus berlangsung secara bertahap olehkarena suatu kematangan yang bertitik akhir padaoptimalisasi perkembangan dan pertumbuhan dapat tercapai bilamana berlangsung proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan dan pertumbuhan.
Menerapkan budaya religius merupakan solusi konkrit dari pendidikan agama Islam yang dapat diaktualisasikan dengan mudah. Budaya religius adalah cara berfikir dan cara bertindak waga sekolah yang didasarkan atas nilai-ninlai religius. Sedangkan religius sendiri yaitu menjalankan ajaran agama secara menyeluruh (kaffah).[6] Dalam tataran nilai, budaya religius dapat diwujudkan dengan adanya rela berkorban, semangat tolong menolong (ta’awun), semangat persaudaraan, dan tradisi mulia lainya. Dengan demikian nilai-nilai ajaran agama dapat terlaksanadan dapat dijadikan suatu tradisi dalam lembaga pendidikan, dengan menjadikan agama Islam sebagai tradisidalam lembaga pendidikan, maka secara sadar seluruh warga sekolah akan mengikuti tradisi yang telah tertanam pada lembaga ersebut.[7]
Oleh karena itu untuk mewujudkan pendidikan anti kekerasan atau yang sering disebut dengan anti bullying maka dapat diberlakukan pemberdayaan nilai-nilai keberagamanyang dapat dilakukan ddenganbeberapa cara, diantaranya: kebijakan pimpinan sekolah, pembelajaran dalam kelas, kegiatan ekstrakurikuler, serta tradisi warga lembaga yang di lakukan secara kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta rligious culture dalam lingkungan lembaga pendidikan, khususnya sekolah.
D.    Simpulan
bullying sebagai suatu perilaku agresif yang diniatkan untuk menjahati atau membuat individu merasa kesusahan, terjadi berulang kali dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam suatu hubungan yang tidak terdapat keseimbangan kekuasaan atau kekuatan di dalamnya. Banyak hal yang dapat menjadikan terjadinya hal tersebut.
Bullyingdampaknya lebih bersifat psikis dan emosi yang tidak terlihat dan prosesnya sangat perlahan, berlangsung lama dan tidak langsung muncul saat itu juga. Kekerasan terhadap siswa yang dilakukan guru di sekolah berdampak pada hilangnya motivasi belajar dan kesulitan dalam memahami pelajaran, sehingga umumnya prestasi belajar mereka juga rendah.
Menerapkan budaya religius merupakan solusi konkrit dari pendidikan agama Islam yang dapat diaktualisasikan dengan mudah. Budaya religius adalah cara berfikir dan cara bertindak waga sekolah yang didasarkan atas nilai-ninlai religius. Dengan demikian warga sekolah tersebut akan selalu takut jika akan melakukan bullying, karena kadar imanya kuat.

E.     Daftar Pustaka
Retno Astuti, Ponny. Merendam Bullying . Jakarta: Grasindo
Suryatmini, NIken. Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan
Lingkungan Sekitar Anak. PT.grasindo. Jakarta.2008
Gunarso, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. BPK.Gunung Mulia.
2004
Asmaun, Sahlan. Mewujudkan budaya Religius di Sekolah, Malang:UIN
Maliki Pers. 2010
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisidan Modeernisasi Menuju
Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1996. Hlm. 17




[1][1]Ponny Retno Astuti, Merendam Bullying . Jakarta: Grasindo)  hlm.3
[2]Suryatmini, NIken. Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. PT.grasindo. Jakarta.2008. hlm. 2
[3]Ibid
[4]Ibid. Hlm. 15
[5] Gunarso, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. BPK.Gunung Mulia. 2004. Hlm. 278
[6] Asmaun, Sahlan. Mewujudkan budaya Religius di Sekolah, Malang:UIN Maliki Pers. 2010. Hlm 75
[7] Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisidan Modeernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1996. Hlm. 17

No comments:

Post a Comment