Saturday, April 2, 2016

Makalah hakikat intelejensi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II PEMBAHASAN 1
      A.Pengertian Intelegensi 1
B. Ciri-ciri Intelegensi 2
C. Macam-macam Intelegensi 2
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Intelegensi 3
E. Pengertian Intelektual ----------------------------------------- 3
F. Tahap-tahap Perkembangan Intelektual----------- 3
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intelektual------------ 5

BAB III  PENUTUP       8
A.  Kesimpulan 8

DAFTAR PUSTAKA    9 












BAB 1
PENDAHULUAN

Intelegensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap insan. Intelegensi ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, keberhasilan, dan kesuksesan. Namun tingkat intelegensi yang dimiliki setiap orang pastilah berbeda. Ini dikarenakan bahwa intelegensi seseorang memang tergantung pada faktor-faktor yang membentuk intelegensi itu sendiri.Oleh karena itu kita perlu memahami tentang teori-teori intelegensi agar dapat meraih keberhasilan dan kesuksesan.

BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN INTELEGENSI
Secara etimologis Inteligensi berasal dari bahasa inggris “Intelegence” yang akarnya dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia” yang berarti Memahami(teori Spearman and WJP).
Kata Intelligence juga dapat diartikan mengorganisasikan, menggabungkan satu dengan yang lain .
Jadi Inteligensi adalah suatu kemampuan yang merupakan perwujudan dari daya atau potensi untuk memahami dan menyesuaikan diri dalam lingkungannya.
Pengertian intelegensi memberikan bermacam-macam arti bagi para ahli, intelegensi menurut John W Santrockadalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. (http://id.wikipedia.org/wiki/Intelegensi)
Menurut  David Wechsler, intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Alferd Binet menyatakan intelegensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keturunan, kemampuan yang diwariskan dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan intelegensi. Kemudian menurut William Stern, intelegensi merupakan kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya. Menurut dia inteligensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan keturunan. Pendapat ini diperkuat oleh seorang ahli bernama Prof. Weterink (Mahaguru di Amsterdam) yang berpendapat, belum dapat dibuktikan bahwa intelegensi dapat diperbaiki atau dilatih. David Wechsler berpendapat, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Howard Gardner mendefinisikan Inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani yang melibatkan proses berpikir secara rasional untuk menyesuaikan diri kepada situasi yang baru.

B.CIRI- CIRI INTELEGENSI
Intelegensi adalah suatu  kemampuan yang melibatkan  proses  berfikir  secara rasional (intelegensi dapat diamati secara langsung) Intelegensi tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaain diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul pada dirinya

C. MACAM- MACAM INTELEGENSI
1.      Intelegensi Terikat dan Bebas.
Intelegensi terikat adalah intelegensi suatu makhluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital yang harus segera dipuaskan. Misalnya intelegensi binatang dan anak-anak yang belum berbahasa.
Intelegensi bebas terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan intelegensinya orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau tujuan sudah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lebih tinggi dan lebih maju.
2.      Intelegensi Menciptakan (Kreatif) dan Meniru (Eksekutif).
Intelegensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu. Intelegensi keatif menghasilkan pendapat-pendapat baru seperti : kereta api, radio, listrik dan kapal terbang.
Intelegensi meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain, baik yang dibuat, diucapkan maupun yang di tulis. (Ibid,. Hal. 181)

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi
1. Pembawaan yang ditentukan oleh sifat-sifat yang dibawa sejak lahir.
2. Gizi yang diperoleh seorang anak melalui keturunan atau nasab.
3. Kematangan yang terutama ditentukan oleh umur.
4. Pembentukan, yaitu perkembangan yang diperoleh anak karena pengaruh    lingkungan

E. PENGERTIAN INTELEKTUAL
  Intelektual merupakan suatu kumpulan kemampuan sesorang untuk meperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan dan maslah-masalah yang timbul (Gunarsa, 1991).
          Adrew Crider (dalam azwar, 1996) mengatakan bahwa intelektual itu bagaikan listrik, mudah diukur tapi mustahil untuk didefenisikan. Kalimat ini banyak benarnya. Tes intelegensi sudah dibuat sejak sekitar delapan decade yang lalu, akan tetapi sejauh ini belum ada defenisi intelektua yang dapat diterima secara universal.
.    Alfred Binet (dalam irfan, 1986) mengemukakan bahwa intelegensi adalah suatu kapasitas intelektual umum yang antara lain mencakup kemampuan-kemampuan:
a.    Menalar dan menilai
b.    Menyeluruh
c.    Mencipta dan merumuskan arah berfikir spesifik
d.    Menyesuaikan fikiran pada pencapaian hasil akhir
e.    Memiliki kemampuan mengeritik diri sendiri
    Menurut spearman (dalam irfan, 1986; mangkunegara, 1993) aktifitas mental atau tingkah laku individu dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor umum dan factor khusus dengan kemampuan menalar secara abstrak.
David Wechsler (dalam Azwar, 1996) mendefenisikan intelektual sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan secara efektif.

F. TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
1. Tahap Sensori-Motoris (0-2 Tahun)
Kecenderungan-kecenderungan sensori-motoris yang sangat jelas. Segala perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan tahap tersebut. Menurut Peaget (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2011:28), “pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya”. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungan termasuk dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasi tindakan-tindakannya.
2. Tahap Praoprasional (2-7 Tahun)
Tahap ini disebut dengan tahap intuisi, sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsur perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitar.
Pada tahap ini, menurut Piaget (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2011:28), “anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan orang tuanya”. Dalam berinteraksi dengan orang lain, anak cenderung sulit untuk dapat memahami pandangan orang lain dan lebih banyak mengutamakan pandangannya sendiri. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, ia masih sulit membaca kesempatan atau kemungkinan-kemungkinan karena masih beranggapan bahwa, hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap situasi.
Pada tahap ini, anak tidak selalu ditentukan pengamatan indrawi saja, tetapi pada intuisi. Anak mampu menyimpan kata-kata serta menggunakannya, terutama yang berhubungan erat dengan kebutuhan mereka. Pada masa ini anak siap untuk belajar bahasa, membaca dan menyanyi. Ketika kita menggunakan bahasa yang benar untuk berbicara pada anak, maka akan berakibat baik pada perkembangan bahasanya. Cara belajar yang memegang peran pada tahap ini ialah intuisi. Intuisi membebaskan mereka dari berbicara semaunya tanpa menghiraukan pengalaman konkret dan paksaan dari luar. Sering kita lihat anak berbicara sendiri dengan benda-benda yang ada di sekitarnya, misalnya: pohon , kucing, boneka, dan lain-lain. Peristiwa semacam ini baik untuk melatih diri anak menggunakan kekayaan bahasanya. Tahap ini disebut sebagai collective monologue, pembicara yang egosentris dan sedikit hubungan dengan orang lain.
3. Tahap Operasional Konkret (7-11 Tahun)
Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Piaget (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2011:29) bahwa, “interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tuanya sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang”. Anak sudah dapat mengamati, menimbang, mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikiran orang lain dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih objektif.
Pada tahap ini, anak juga sudah mulai memahami hubungan fungisional karena mereka sudah menguji coba suatu permasalahan. Cara berpikir anak yang masih bersifat konkret menyebabkan mereka belum mampu menangkap yang abstrak atau melakukan abstraksi tentang sesuatu yang konkret. Di sini sering terjadi kesulitan antara orang tua dan guru. Contohnya, orang tua ingin menolong anak mengerjakan pekerjaan rumah, tetapi memakai cara yang berbeda dengan cara yang dipakai oleh guru  sehingga anak tidak setuju. Sementara seringkali anak lebih percaya terhadap apa yang dikatakan oleh gurunya ketimbang orang tuanya. Akibatnya, kedua cara tersebut baik yang diberikan oleh guru maupun orang tuanya sama-sama tidak dimengerti oleh anak.
4. Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas)
Pada tahap ini, anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan pekerjaannya yang merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya. Piaget (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2011:29) menyatakan bahwa, “interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas, menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa”. Kondisi seperti ini tidak jarang menimbulkan masalah dalam interaksinya dengan orang tua. Namun, sebenarnya secara diam-diam mereka juga masih mengharapkan perlindungan dari orang tua karena belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Jadi, paada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Karena pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengembangkan pikiran formalnya, mereka juga mulai mampu mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi. Arti simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan mereka pada sutu kegiatan, akan lebih memberikan akibat yang positif bagi perkembangan kognitifnya. Misalnya, lomba karya ilmiah, menulis puisi, menulis cerpen, dan sebagainya.

G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intelektual
1. Faktor Hereditas atau Pembawa
Faktor pembawa, di mana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Jadi, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali. Meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2. Faktor Lingkungan
a. Keluarga
Disini keluarga yaitu orang tua ialah orang pertama yang memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Contohnya, memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Memberi kesempatan atau pengalaman tersebut akan menuntut perhatian orang tua.
b. Sekolah
Merupakan lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan perkembangan anak termasuk perkembangan berpikirnya. Disini, peran guru sangat diperlukan dengan beberapa cara yaitu:
a. Menciptakan hubungan atau interaksi dengan peserta didik. Dengan adanya interaksi tersebut, secara psikologis peserta didik akan merasa aman dan nyaman, sehingga segala masalah yang dialaminya secara bebas dapat dikonsultasikan dengan guru mereka.
b. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan intelektual anak. Membawa para peserta didik ke objek-objek tertentu, seperti objek budaya dan ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan intelektual peserta didik.
c. Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berpikir peserta didik. Sebab jika peserta didik terganggu secara fisik, perkembangan akan terganggu.
d. Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan ide-idenya. Hal ini sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan intelektual peserta didik.

3. Faktor Minat dan Pembawaan yang khas
Di mana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. “Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk lebih giat dan lebih baik” (H. Djaali, 2011:74).
4. Faktor pembentukan
Di mana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang tidak disengaja, misalnya pengaruh alam di sekitarnya.
5. Faktor Kematangan
Di mana setiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh dan berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Jadi, tidak mengherankan bila anak-anak belum mampu mengerjakan soal-soal pelajaran, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuh dan fungsi jiwanya masih belum matang dan kematangan berhubungan dengan umur.
6. Faktor Kebebasan
Di sini manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.





















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pembahasan kami di atas, dapat kami simpulkan pengertian intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Intelegensi dibagi menjadi beberapa macam, yaitu intelegensi terikat, bebas, mencipta, dan meniru.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi antara lain adalah: pembawaan, kematangan, pembentukan, minat, kebebasan.   
Intelektual merupakan suatu kumpulan kemampuan sesorang untuk memperoleh ilmu  pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul
  perkembangan intelektual itu ada beberapa tahapan, yaitu periode sensori-motori, pra operasional, operasional konkret, dan operasional formal
intelektual dipengaruhi beberapa faktor, yaitu  Faktor Hereditas atau Pembawa, faktorLingkungan, Faktor Minat dan Pembawaan yang khas, Faktor pembentukan, faktor Kematangan, dan faktor Kebebasan.










DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, abu,    .ilmu jiwa umum
http://id.wikipedia.org/wiki/Intelegensi
http://id.wikipedia.org/wiki/perkembangan-Intelektual

No comments:

Post a Comment