BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan
yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang
akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun
institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun
institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang
beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya
manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.
Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup
dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan
kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah
berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis.
Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja
untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri,
perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap
sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan
secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai
keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik
yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan
menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang
bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma
pendidikan Barat yang sekular.[1]
|
Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan
seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang
bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin
adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang tinggi, namun
dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan
berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih
dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan
visi dan misi pendidikan yang pragmatis. Sebenarnya, agama Islam memiliki
tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem
pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik yang memiliki
paradigma yang pragmatis.
Dalam makalah ini penulis berusaha menggali dan
mendeskripsikan tujuan pendidikan dalam Islam secara induktif dengan melihat
dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, juga
memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secara umum dalam
pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan dalam Islam dapat
diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian. Dalam
menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an diperlukan ilmu yang luas. Maka
dalam makalah ini akan di coba menguraikan tafsir tentang ayat-ayat yang
berhubungan dengan tujuan pendidikan yaitu Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56.
B.
Tujuan Pembuatan Makalah
1.
Agar mahasiswa tahu tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tujuan
pendidikan.
2.
Agar para mahasiswa dapat memahami bahwa Al-Qur’an
secara konfrehensif membahas tentang tujuan pendidikan.
3.
Agar mahasiswa dapat memahami tentang urgensi
pendidikan ditinjau dari ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan.
4.
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami realitas
tujuan pendidikan saat ini dengan tujuan pendidikan yang tergambar dalam
Qur’an.
|
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kandungan Al-Qur’an Surat al-Dzariyat [51] ayat 56
1.
Teks Ayat dan Terjemah
وما خلقت الجنْ و الانس الا ليعبدون
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”
2.
Pengertian Global
Ayat di atas menggunakan bentuk persona pertama (Aku).
Ini bukan saja bertujuan menekankan pesan yang di kandungnya tetapi juga untuk
mengisyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah tidak melibatkan malaikat atau
sebab-sebab lainnya. Di sini penekanannya adalah beribadah kepada-Nya
semata-mata, maka redaksi yang digunakan berbentuk tunggal dan tertuju kepada-Nya
semata-mata tanpa memberi kesan adanya keterlibatan selain Allah SWT.[2]
Didahulukannya penyebutan kata al-jin (jin)
dari kata al-ins (manusia) karena jin lebih dahulu diciptakan Allah dari
pada manusia.Kaitannya dengan tujuan pendidikan itu sendiri dapat kita pahami
sebagai berikut:Pertama, kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam
hati setiap insan. Tidak ada dalam wujud ini kecuali satu Tuhan dan selain-Nya
adalah hamba-hamba-Nya.Kedua, Mengarah kepada Allah dengan setiap gerak pada
nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup. Semuanya
mengarah hanya kepada Allah secara tulus. Dengan demikian, terlaksanalah makna
ibadah.[3]
3.
Penjelasan Ayat
|
Ayat ini dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita
bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada
Allah SWT. Dalam gerak langkah dan hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan
untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut
Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di
dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid. Sehingga
dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik,
harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.
Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan
beribadah. Ibadah bukan sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu
bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa
keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi.
Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang
memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dan tidak terbatas. Ibadah dalam
pandangan ilmu Fiqh ada dua yaitu ibadah mahdloh dan ibadah ghoiru mahdloh. Ibadah
mahdloh adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau
waktunya seperti halnya sholat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghoiru
mahdloh adalah sebaliknya, kurang lebihnya yaitu segala bentuk aktivitas
manusia yang diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.[4]
Segala aktivitas pendidikan, belajar-mengajar dan
sebagainya adalah termasuk dalam kategori ibadah. Hal ini sesuai
dengan sabda Nabi SAW :
طلب العلم فريضة
على كل مسلم و مسلمة (رواه ابن عبد البر)
“Menuntut ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap
orang-orang Islam laki-laki dan perempuan” (H.R Ibn
Abdulbari)
من خرج فى طلب
العلم فهو فى سبيل الله حتى يرجع (رواه الترمذى)
|
“Barangsiapa yang pergi untuk menuntut
ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama
Allah) hingga ia sampai pulang kembali”. (H.R. Turmudzi)
Pendidikan sebagai upaya perbaikan yang meliputi
keseluruhan hidup individu termasuk akal, hati dan rohani, jasmani, akhlak, dan
tingkah laku. Melalui pendidikan, setiap potensi yang di anugerahkan oleh Allah
SWT dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi sebagai
khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan suatu proses yang sangat
penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasannya, namun juga untuk
membawa peserta didik pada tingkat manusiawi dan peradaban, terutama pada zaman
modern dengan berbagai kompleksitas yang ada.
Dalam penciptaaannya, manusia diciptakan oleh Allah
SWT dengan dengan dua fungsi, yaitu fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan
fungsi manusia sebagai makhluk Allah yang memiliki kewajiban untuk
menyembah-Nya. Kedua fungsi tersebut juga dijelaskan oleh Allah SWT dalam
firman-Nya berikut,
قال اني جاعل في الارض خليفة
“...Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi." Ketika Allah menjadikan manusia
sebagai khalifah di muka bumi dan dengannya Allah SWT mengamanahkan bumi
beserta isi kehidupannya kepada manusia, maka manusia merupakan wakil yang
memiliki tugas sebagai pemimpin dibumi Allah.[5]
Al-Ghozali melukiskan tujuan pendidikan
sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,
yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan
jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai
dengan sifat-sifat utama dan takwa.[6]
|
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada
umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk
beribadah kepada Allah SWT”. Kalau dalam sistem pendidikan nasional,
pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus lebih
dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk
mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha
mengembangkan manusia menjadi imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa (waj’alna
li al-muttaqina imaama).
Untuk memahami profil imam/pemimpin bagi orang yang
bertaqwa, maka kita perlu mengkaji makna takwa itu sendiri. Inti dari makna
takwa ada dua macam yaitu; itba’ syariatillah (mengikuti ajaran Allah
yang tertuang dalam al-Qur’an dan Hadits) dan sekaligus itiba’ sunnatullah
(mengikuti aturan-aturan Allah, yang berlalu di alam ini), Orang yang itiba’
sunnatullah adalah orang-orang yang memiliki keluasan ilmu dan kematangan
profesionalisme sesuai dengan bidang keahliannya. Imam bagi orang-orang yang
bertaqwa, artinya disamping dia sebagai orang yang memiki profil sebagai itba’
syaria’tillah sekaligus itba’ sunnatillah, juga mampu menjadi pemimpin,
penggerak, pendorong, inovator dan teladan bagi orang-orang yang bertaqwa.
C. Tujuan Pendidikan Melalui Pendekatan
Religi
Pendekatan
religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan
bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan
dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk
menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan.
Sementara
itu, Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang tujuan umum pendidikan Islam yaitu
muslim yang sempurna dengan ciri-ciri :
1)
memiliki jasmani yang sehat, kuat dan
berketerampilan;
2)
|
memiliki
kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat dan
tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis; memiliki dan
mengembangkan sains; memiliki dan mengembangkan filsafat dan
3)
memiliki hati yang takwa kepada Allah
SWT, dengan sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya
dan hati memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib.[7]
Dalam
teori pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan
substansi pendidikan lainnya, seperti tentang sosok guru yang islami, proses
pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya.[8]
Mengingat
kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk menghasilkan teori
pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan
menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan
holistik dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang terintegrasi dan
memliki hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu dengan yang
lainnya. Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan multidisipliner.
|
BAB III
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Dari
deskripsi singkat di atas, dapat dipahami bahwa al-Qur’an telah memberikan
rambu-rambu yang jelas kepada kita tentang konsep pendidikan yang
komperehensif. Yaitu pendidikan yang tidak hanya berorientasi untuk kepentingan
hidup di dunia saja, akan tetapi juga berorientasi untuk keberhasilan hidup di
akhirat kelak. Karena kehidupan dunia ini adalah jembatan untuk menuju
kehidupan sebenarnya, yaitu kehidupan di akhirat.
Manusia
sebagai insan kamil dilengkapi dua piranti penting untuk
memperoleh pengetahuan, yaitu akal dan hati. Yang dengan dua piranti ini
manusia mampu memahami “bacaan” yang ada di sekitarnya. Fenomena maupun nomena
yang mampu untuk ditelaahnya. Karena hanya manusia makhluk yang diberi kelebihan
ini.
Pengetahuan
yang telah didapat manusia sudah seyogyanya diorientasikan untuk kepentingan
seluruh umat manusia. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat
bagi manusia seluruhnya. Namun, tidak boleh dilupakan bahwa manusia juga hidup berdampingan
dengan lingkungan, sehingga tidak bisa serta merta kemajuan pengetahuan
pengetahuan dan teknologi malah menghancurkan dan merusak keseimbangan alam.
Karena sudah menjadi tugas manusia untuk melestarikan alam ini sebagai
pengejawantahan kekhalifahan manusia sekaligus bentuk ta’abbudnya
kepada Allah swt.
B. SARAN
Ayat-ayat yang telah dijelaskan diatas mengemukakan
tentang tujuan pendidikan yang membentuk masyarakat yang diidam-idamkan, yaitu
mempunyai pemimpin dan anggota-anggota yang bertakwa, melaksanakan shalat,
menunaikan zakat, menegakkan nilai-nilai ma’ruf (perkembangan positif) dalam
masyarakat dan mencegah perbuatan yang munkar.
|
Untuk itu hendaklah kita benahi pendidikan kita yang
telah terpedaya dengan system yang dibuat oleh dunia barat. Dari sekarang
hendaklah kita pada umumnya dan pendidik pada khususnya merubah tujuan
pendidikan kita, yaitu untuk “mendapatkan ridho Allah S.W.T. dan menjadi hamba
Allah yang patuh terhadap perintah-Nya”. apabila tujuan kita berlandaskan
dengan ini, maka dunia akan terjamin keselamatannya, dan manusia akan mempunyai
moral yang berakhlak mulia. Sehingga dapat kita capai tujuan akhir dari
pendidikan seperti yang dikatakan oleh Muhammad Athiyah al- Abrasyi, yaitu:
Terbinanya akhlak manusia. Manusia benar-benar siap untuk hidup didunia dan
diakhirat. Ilmu dapat benar-benar dikuasai dengan moral manusia yang mantap dan
manusia benar-benar terampil bekerja di dalam masyarakat.
Wallahu A’lam Bisshawab ...
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam.
Bandung: Rosda Karya
Ali Saifullah.HA. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan:
Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi ( Mesir:
Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974)Al-Ikhlash, Sulaiman Al-Asyqor, dar
An-Nafais.
Departemen agama, al-Qur’an dan Tafsirnya ( Jakarta: Proyek
pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1990).
Hasan Langgulung, 1986. Manusia dan Pendidikan; Suatu
Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2001)
|
_______________,
Tafsir al-Qur-an al-Karim ( Bandung: : Pustaka Hidayah, 1997)
[1] Ali Saifullah.HA. 1983. Antara
Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional. Hlm. 78.
[2] Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah;
Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2001). Hlm.
207.
[3] Ibid.,
hlm. 209.
[4] Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir
al-Maragi ( Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974)Al-Ikhlash,
Sulaiman Al-Asyqor, dar An-Nafais. Hlm. 167.
[6] Hasan Langgulung, 1986. Manusia dan
Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka
Al-Husna. Hlm. 176.
No comments:
Post a Comment