Tuesday, March 15, 2016

makalah kesetaraan gender


A.    PENDAHULUAN
            Dalam pandangan hukum Islam, segala  sesuatu diciptakan Allah dengan kodrat. Demikian halnya manusia, antara laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kodratnya masing-masing. Al-Qur’an mengakui adanya perbedaan anatomo antara laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an juga mengakui bahwa anggota masing-masing gender berfungsi dengan cara merefleksikan perbedaan yang telah dirumuskan dengan baik serta dipertahankan oleh budaya, baik dari kalangan kaum laki-laki maupun perempuan sendiri.
            Kodrat perempuan sering dijadikan alasan untuk mereduksi berbagai peran di dalam keluarga maupun masyarakat, kaum laki-laki sering dianggap lebih dominan dalam memainkan berbagai peran, sementara perempuan memperoleh peran yang terbatas di sektor domestik. Kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat pun memandang bahwa perempuan sebagai makhluk yang lemah, emosional, halus, dan pemalu sementara laki-laki makhluk yang kuat, rasional, kasar serta pemberani. Anehnya perbedaan-perbedaan ini kemudian diyakini sebagai kodrat, sudah tetap yang merupakan pemberian Tuhan. Barang siapa berusaha merubahnnya dianggap menyalahi kodrat bahkan menentang ketetapan Tuhan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Gender?
2.      Bagaimana penafsiran surat Al-Hujarat ayat 13 dan asbabul nuzul?
3.      Bagaimana penafsiran surat Al-Baqarah ayat 30?
4.      Bagaimana penafsiran surat Al-A’raf ayat 172?
5.      Bagaimana penafsiran surat An-Nisa’ ayat 124 dan penjelasannya?
6.      Bagaimana penafsiran surat An-Nahl ayat 97?





C.     PEMBAHASAN
1.                   Pengertian Gender
            Kata “Gender” berasal dari bahasa Inggris, gender berarti “jenis kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, jender di artikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.
            Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuanyang berkembang dalammasyarakat.[1]
2.      Ayat dan Terjemahan
v  QS. Al-Hujarat ayat 13

Artinya:” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
v    Penafsiran Surat Al-Hujarat ayat 13
     Ayat ini sangat berbekas di dalam benak masyarakat Arab, terutama di kalangan masyarakat tertindas, karena dengan demikian mereka mempunyai peluang yang sama dengan golongan minoritas masyarakat elit. Ayat ini memberikan semangat kepada kelompok masyarakat yang secara budaya terpinggirkan. Sementara itu, kelompok masyarakat elit ditantang utuk senantiasa mempertahankan statusnyadengan cara-cara yang wajar.
     Bentuk-bentuk penyimpangan konsep ummah menurut Fatima Mernissi antara lain munculnya kekerasan laki-laki terhadap perempuan sejak masa awal islam, yakni setelah Rasulullah meninggal. Ia mengutip riwayat yang mengatakan bahwa Khalifah Umar pernah memukul istrinya hingga terduduk di tanah.
     Perlakuan kasar dan keras terhadap kaum perempuan merupakan ciri masyarakat tribalisme atau badawah. Ini antara lain di sebabkan oleh berbagai mitos yang memojokkan perempuan senantiasa dipertahankan di dalam masyarakat. Salah satu di antara mitos tersebut ialah cerita tentang penciptaan perempuan dan keluarnya Adam dari surga ke bumi. Dalam cerita itu perempuan di ciptakan untuk melengkapi hasrat Adam dan Adam jatuh ke bumi karena godraan Hawa. Cerita seperti ini melahirkan faham misoginis.
     Jika diperhatikan garis genealogis bangsa Arab, maka jelas yang paling menentukan adalah laki-laki. Sebagaimana dalam masyarakat patriarki lainnya, perempuan tidak pernah dicantumkan sebagai nama marga (nasab), betapapun hebatnya seorang perempuan itu. Tinggi rendahnya status sosial berdasarkan garis genealogis ditentukan oleh pihak bapak. Martabat sosial seseorang diukur dari garis keturunan bapaknya. Jika seorang putri seorang tokoh kawin dengan laki-laki biasa yang jarang terjadi maka status sosial anak-anaknya mengikuti bapaknya. Untuk melestarikan status sosial berlaku  konsep kesetaraan (kafa’ah). Seorang laki-laki dari golongan mawali atau golongan budak tidak boleh kawin dengan seorang perempuan bangsawan, karena akan menurunkan derajat keturunan. Sebaliknya laki-laki bangsawan bebas mengawini semua jenis perempuan lebih dari satu.[2]
Asbabun Nuzul (Sebab-sebab turunnya Al Qur’an)
Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah, pada saat terjadinya Fathul Makkah (8 H), Rasul mengutus Bilal Bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan, ia memanjat ka’bah dan berseru kepada kaum muslimin untuk shalat jama’ah. Ahab bin Usaid ketika melihat Bilal naik keatas ka’bah berkata “segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku, sehingga tidak menyaksikan peristiwa hari ini”.
Harist bin Hisyam berkata “Muhammad menemukan orang lain ke-cuali burung gagak yang hitam ini”, kata-kata ini dimaksudkan untuk men-cemooh Bilal, karena warna kulit Bilal yang hitam. Maka datanglah malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan mereka. Sehingga turunlah ayat ini, yang melarang manusia untuk menyombongkan diri karena kedudukannya, kepangkatannya, kekayaannya, keturunan dan mencemooh orang miskin.
Diterangkan pula bahwa kemuliaan itu dihubungkan dengan ketakwaan, karena yang membedakan manusia disisi Allah hanyalah dari ketakwaan seseorang.
Adapun asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh Abu Daud tentang peristiwa yang terjadi kepada sahabat Abu Hindin (yaitu sahabat yang biasa berkidmad kepada nabi). rasulullah mengfurus Bani Bayadah untuk menikahkan Abu Hindin dengan gadis-gadis di kalangan mereka. Mereka bertanya “apakah patut kami mengawinkan gadis kami dengan budak-budak?” sehingga turun ayat ini, agar kita tidak mencemooh seseorang karena memandang kedudukannya.[3]
3.                    QS.  Al-Baqarah ayat 30

Artinya: “ Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui”.
v  Penafsiran surat Al-Baqarah ayat 30
     Substansi asal usul kejadian Adam dan Hawa tidak di bedakan secara tegas dalam Al-Qur’an. Memang ada isyarat bahwa Adam di ciptakan dari tanah kemudian dari tulang rusuk Adam diciptakan Hawa. Namun isyarat ini di peroleh hadits. Kata Hawa selama ini dipersepsikan sebagai perempuan yang menjadi  istri Adam sama sekali tidak pernah disinggung dalam Al-Qur’an. Bahkan keberadaan Adam sebagai manusia pertama dan berjenis kelamin laki-laki masih ada orang mempertanyakannya.[4]
4.      QS. Surat Al-A’raf ayat 172

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunananak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang “ Sesungguhnya kami Bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esaan Tuhan).
v  Penafsiran Surat Al-A’raf ayat 172
     Menurut Fakhr al-Razi, tidak ada seorang pun anak manusia lahir di muka bumi ini yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka di saksikan oleh para malaikat. Tidak ada seorang pun mengatakan “tidak”. Dalam Islam, tanggung jawab individual dan kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan. Sejak awal sejarah manusia dalam Islamtidak di kenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.[5]
5.       QS. Surat An-Nisa’ ayat 124

Artinya: “ Dan barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam syurga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”.
v  Penafsiran Surat An-nisa’ ayat 124
                Allah SWT menerangkan bahwa orang-orang yang beramal saleh dan membersihkan dirinya sesuai dengan kesanggupannya, memperbaiki budi pekertinya dan dapat pula memperbaiki hubungannya dengan manusia lain dalam pergaulannya dalam masyarakat dan orang yang tidak mau mengikuti tipu-daya setan baik laki-laki maupun perempuan, Allah berjanji membalas kebaikan mereka dengan balasan yang sempurna dengan menyediakan surga bagi mereka yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, dan Allah tidak akan mengurangi   pahala                amalan                       mereka walau sedikitpun. 
Ayat ini merupakan peringatan dan ajaran bagi kaum Muslimin bahwa manusia itu tidak dapat menggantungkan harapan dan cita-citanya semata-mata pada angan-angan dan khayalan belaka, tetapi hendaklah berdasarkan usaha dan perbuatan. Orang-orang yang berbangga-bangga dengan keturunan dan dengan bangsa mereka adalah orang-orang yang sesat; tidak akan mencapai apa yang dicita-citakannya. [6]
                            Ayat –ayat yang senada dengan ini, yaitu menyatakan kesetaraan laki-laki dan perempuan, antar lain Q.s Al-imran : 290, Q.s Al-Nahl : 58, Q.s Al-Fathir : 11, Q.s Fushilat : 4. Ayat-ayat ini menggunakan istilah الد كر danالاء نشي .
     Adapun kata الاء نشي berasal dari kata (anta) berarti lemas, lembek (tidak keras), halus”. Sebagaimana halnya kata الد كر, kata الاء نشي pada umumnya mengacu kepada faktor biologis. Dilihat dari segi derivasinya dalam kamus dan konteks penggunaannya dalam Al-Qur’an,  kata الاء نشي lebih kosisten dibanding kata الد كر. Derivasi yang lahir dari kata د كر di temukan beberapa macam bentuk dan arti sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. Demikian pula penggunaannya dalam Al-Qur’an , kata الاء نش yang terulang sebanyak 30 kali dalam berbagai bentuknya, tidak mempunyai makna lain selain ( jenis kelamin) perempuan.
6.      QS. Al-Nahl ayat 97

Artinya: “ Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
v  Penafsiran Surat An-Nahl ayat 97
Ayat tersebut di atas mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yng ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karier profesiona, tidak mesti di monopoli oleh salah satu jenis kelamin saja.laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama meraih prestasi optimal. Namun, dalam kenyataan masyarakat, konsep indeal ini membutuhkan tahapan yang sosialisas, karenamasih terdapat sejumlah kendala, terutama kendala budaya yang sulit di selesaikan.
     Salah satu obsesi Al-Qur’an ialah terwujudnya keadilan di dalam masyarakat. Keadilan dalam Al-Qura’an mencakup segala segi kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Karena itu Al-Qur’an tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa dan kepercayaan,maupun yang berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan, maka hasil pemahaman dan penafsiran tersebut terbuka untuk di perdebatkan.[7]

                                                          PENUTUP

     Demikianlah makalah dari saya, mohon maaf apabila ada salah, khususnya dalam masalah pengetikan, karena saya hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Dan untuk itu saya mohon atas partisipasinya untuk ikut memberi kritik yang membangun atas makalah saya. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan banyak terima kasih.

  `                                             DAFTAR PUSTAKA

Umar Nasruddin, MA, Argumen Kesetaraan Gender,Cet I, Paramadina: Jakarta, 1999


















                                 



         









[1] Dr. Umar Nasruddin,MA, Argumen Kesetaraan Gender, Cet I, Paramadina: Jakarta, 1999. hal 35
[2]Dr. Umar Nasruddin,MA, Argumen Kesetaraan Gender, Cet I, Paramadina: Jakarta, 1999. Hal 131-134
[4] Dr. Umar Nasruddin,MA, Argumen Kesetaraan Gender, Cet I, Paramadina: Jakarta, 1999. Hal 234-236
[5] Dr. Umar Nasruddin,MA, Argumen Kesetaraan Gender, Cet I, Paramadina: Jakarta, 1999. Hal 254
7. Dr. Umar Nasruddin,MA, Argumen Kesetaraan Gender, Cet I, Paramadina: Jakarta, 1999. Hal 264-265

No comments:

Post a Comment