A. PENDAHULUAN
Dalam pandangan hukum
Islam, segala sesuatu diciptakan Allah
dengan kodrat. Demikian halnya manusia, antara laki-laki dan perempuan sebagai
individu dan jenis kelamin memiliki kodratnya masing-masing. Al-Qur’an mengakui
adanya perbedaan anatomo antara laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an juga
mengakui bahwa anggota masing-masing gender berfungsi dengan cara
merefleksikan perbedaan yang telah dirumuskan dengan baik serta dipertahankan
oleh budaya, baik dari kalangan kaum laki-laki maupun perempuan sendiri.
Kodrat perempuan sering
dijadikan alasan untuk mereduksi berbagai peran di dalam keluarga maupun
masyarakat, kaum laki-laki sering dianggap lebih dominan dalam memainkan
berbagai peran, sementara perempuan memperoleh peran yang terbatas di sektor
domestik. Kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat pun memandang bahwa
perempuan sebagai makhluk yang lemah, emosional, halus, dan pemalu sementara
laki-laki makhluk yang kuat, rasional, kasar serta pemberani. Anehnya
perbedaan-perbedaan ini kemudian diyakini sebagai kodrat, sudah tetap yang
merupakan pemberian Tuhan. Barang siapa berusaha merubahnnya dianggap menyalahi
kodrat bahkan menentang ketetapan Tuhan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Gender?
2. Bagaimana penafsiran surat Al-Hujarat ayat 13
dan asbabul nuzul?
3. Bagaimana penafsiran surat Al-Baqarah ayat 30?
4. Bagaimana penafsiran surat Al-A’raf ayat 172?
5. Bagaimana penafsiran surat An-Nisa’ ayat 124
dan penjelasannya?
6. Bagaimana penafsiran surat An-Nahl ayat 97?
C. PEMBAHASAN
1.
Pengertian Gender
Kata “Gender”
berasal dari bahasa Inggris, gender berarti “jenis kelamin”. Dalam Webster’s
New World Dictionary, jender di artikan sebagai perbedaan yang tampak
antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.
Di dalam Women’s Studies
Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang
berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuanyang berkembang
dalammasyarakat.[1]
2. Ayat dan Terjemahan
v QS. Al-Hujarat ayat 13
Artinya:” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
v
Penafsiran Surat Al-Hujarat ayat 13
Ayat ini sangat berbekas di dalam
benak masyarakat Arab, terutama di kalangan masyarakat tertindas, karena dengan
demikian mereka mempunyai peluang yang sama dengan golongan minoritas
masyarakat elit. Ayat ini memberikan semangat kepada kelompok masyarakat yang
secara budaya terpinggirkan. Sementara itu, kelompok masyarakat elit ditantang
utuk senantiasa mempertahankan statusnyadengan cara-cara yang wajar.
Bentuk-bentuk penyimpangan konsep
ummah menurut Fatima Mernissi antara lain munculnya kekerasan laki-laki
terhadap perempuan sejak masa awal islam, yakni setelah Rasulullah meninggal.
Ia mengutip riwayat yang mengatakan bahwa Khalifah Umar pernah memukul istrinya
hingga terduduk di tanah.
Perlakuan kasar dan keras
terhadap kaum perempuan merupakan ciri masyarakat tribalisme atau badawah.
Ini antara lain di sebabkan oleh berbagai mitos yang memojokkan perempuan
senantiasa dipertahankan di dalam masyarakat. Salah satu di antara mitos
tersebut ialah cerita tentang penciptaan perempuan dan keluarnya Adam dari
surga ke bumi. Dalam cerita itu perempuan di ciptakan untuk melengkapi hasrat
Adam dan Adam jatuh ke bumi karena godraan Hawa. Cerita seperti ini melahirkan
faham misoginis.
Jika diperhatikan garis
genealogis bangsa Arab, maka jelas yang paling menentukan adalah laki-laki.
Sebagaimana dalam masyarakat patriarki lainnya, perempuan tidak pernah
dicantumkan sebagai nama marga (nasab), betapapun hebatnya seorang perempuan
itu. Tinggi rendahnya status sosial berdasarkan garis genealogis ditentukan
oleh pihak bapak. Martabat sosial seseorang diukur dari garis keturunan
bapaknya. Jika seorang putri seorang tokoh kawin dengan laki-laki biasa yang
jarang terjadi maka status sosial anak-anaknya mengikuti bapaknya. Untuk
melestarikan status sosial berlaku
konsep kesetaraan (kafa’ah). Seorang laki-laki dari golongan mawali atau
golongan budak tidak boleh kawin dengan seorang perempuan bangsawan, karena
akan menurunkan derajat keturunan. Sebaliknya laki-laki bangsawan bebas
mengawini semua jenis perempuan lebih dari satu.[2]
Asbabun
Nuzul (Sebab-sebab turunnya Al Qur’an)
Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah,
pada saat terjadinya Fathul Makkah (8 H), Rasul mengutus Bilal Bin Rabbah untuk
mengumandangkan adzan, ia memanjat ka’bah dan berseru kepada kaum muslimin
untuk shalat jama’ah. Ahab bin Usaid ketika melihat Bilal naik keatas ka’bah
berkata “segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku, sehingga tidak
menyaksikan peristiwa hari ini”.
Harist bin Hisyam
berkata “Muhammad menemukan orang lain ke-cuali burung gagak yang hitam ini”,
kata-kata ini dimaksudkan untuk men-cemooh Bilal, karena warna kulit Bilal yang
hitam. Maka datanglah malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah tentang
apa yang dilakukan mereka. Sehingga turunlah ayat ini, yang melarang manusia
untuk menyombongkan diri karena kedudukannya, kepangkatannya, kekayaannya,
keturunan dan mencemooh orang miskin.
Diterangkan pula bahwa
kemuliaan itu dihubungkan dengan ketakwaan, karena yang membedakan manusia
disisi Allah hanyalah dari ketakwaan seseorang.
Adapun asbabun nuzul yang
diriwayatkan oleh Abu Daud tentang peristiwa yang terjadi kepada sahabat Abu
Hindin (yaitu sahabat yang biasa berkidmad kepada nabi). rasulullah mengfurus
Bani Bayadah untuk menikahkan Abu Hindin dengan gadis-gadis di kalangan mereka.
Mereka bertanya “apakah patut kami mengawinkan gadis kami dengan budak-budak?”
sehingga turun ayat ini, agar kita tidak mencemooh seseorang karena memandang
kedudukannya.[3]
3.
QS. Al-Baqarah
ayat 30
Artinya: “ Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui”.
v Penafsiran surat Al-Baqarah ayat 30
Substansi asal usul kejadian Adam
dan Hawa tidak di bedakan secara tegas dalam Al-Qur’an. Memang ada isyarat bahwa
Adam di ciptakan dari tanah kemudian dari tulang rusuk Adam diciptakan Hawa.
Namun isyarat ini di peroleh hadits. Kata Hawa selama ini dipersepsikan sebagai
perempuan yang menjadi istri Adam sama
sekali tidak pernah disinggung dalam Al-Qur’an. Bahkan keberadaan Adam sebagai
manusia pertama dan berjenis kelamin laki-laki masih ada orang
mempertanyakannya.[4]
4. QS. Surat Al-A’raf ayat 172
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunananak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami
lakukan yang “ Sesungguhnya kami Bani Adam adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (ke-Esaan Tuhan).
v Penafsiran Surat Al-A’raf ayat 172
Menurut Fakhr al-Razi, tidak ada
seorang pun anak manusia lahir di muka bumi ini yang tidak berikrar akan
keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka di saksikan oleh para malaikat. Tidak ada
seorang pun mengatakan “tidak”. Dalam Islam, tanggung jawab individual dan
kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan. Sejak awal
sejarah manusia dalam Islamtidak di kenal adanya diskriminasi jenis kelamin.
Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.[5]
5. QS.
Surat An-Nisa’ ayat 124
Artinya: “ Dan barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam
syurga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”.
v Penafsiran Surat An-nisa’ ayat 124
Allah
SWT menerangkan bahwa orang-orang yang beramal saleh dan membersihkan dirinya
sesuai dengan kesanggupannya, memperbaiki budi pekertinya dan dapat pula
memperbaiki hubungannya dengan manusia lain dalam pergaulannya dalam masyarakat
dan orang yang tidak mau mengikuti tipu-daya setan baik laki-laki maupun
perempuan, Allah berjanji membalas kebaikan mereka dengan balasan yang sempurna
dengan menyediakan surga bagi mereka yang mengalir sungai-sungai di bawahnya,
dan Allah tidak akan mengurangi
pahala amalan mereka walau sedikitpun.
Ayat ini merupakan peringatan dan ajaran bagi kaum Muslimin bahwa manusia itu tidak dapat menggantungkan harapan dan cita-citanya semata-mata pada angan-angan dan khayalan belaka, tetapi hendaklah berdasarkan usaha dan perbuatan. Orang-orang yang berbangga-bangga dengan keturunan dan dengan bangsa mereka adalah orang-orang yang sesat; tidak akan mencapai apa yang dicita-citakannya. [6]
Ayat ini merupakan peringatan dan ajaran bagi kaum Muslimin bahwa manusia itu tidak dapat menggantungkan harapan dan cita-citanya semata-mata pada angan-angan dan khayalan belaka, tetapi hendaklah berdasarkan usaha dan perbuatan. Orang-orang yang berbangga-bangga dengan keturunan dan dengan bangsa mereka adalah orang-orang yang sesat; tidak akan mencapai apa yang dicita-citakannya. [6]
Ayat –ayat yang senada dengan ini, yaitu
menyatakan kesetaraan laki-laki dan perempuan, antar lain Q.s Al-imran : 290,
Q.s Al-Nahl : 58, Q.s Al-Fathir : 11, Q.s Fushilat : 4. Ayat-ayat ini
menggunakan istilah الد كر danالاء نشي .
Adapun kata الاء نشي berasal dari
kata (anta) berarti lemas, lembek (tidak keras), halus”. Sebagaimana
halnya kata الد كر, kata الاء نشي pada umumnya mengacu kepada faktor biologis. Dilihat dari segi
derivasinya dalam kamus dan konteks penggunaannya dalam Al-Qur’an, kata الاء نشي lebih kosisten dibanding kata الد كر.
Derivasi yang lahir dari kata د كر di temukan beberapa macam bentuk dan arti
sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. Demikian pula penggunaannya dalam
Al-Qur’an , kata الاء نش yang terulang sebanyak 30 kali dalam berbagai bentuknya, tidak
mempunyai makna lain selain ( jenis kelamin) perempuan.
6. QS. Al-Nahl ayat 97
Artinya: “ Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
v Penafsiran Surat An-Nahl ayat 97
Ayat tersebut di atas mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yng ideal dan
memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual
maupun urusan karier profesiona, tidak mesti di monopoli oleh salah satu jenis
kelamin saja.laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama meraih
prestasi optimal. Namun, dalam kenyataan masyarakat, konsep indeal ini
membutuhkan tahapan yang sosialisas, karenamasih terdapat sejumlah kendala,
terutama kendala budaya yang sulit di selesaikan.
Salah satu obsesi Al-Qur’an ialah
terwujudnya keadilan di dalam masyarakat. Keadilan dalam Al-Qura’an mencakup
segala segi kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat. Karena itu Al-Qur’an tidak mentolerir segala bentuk penindasan,
baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa dan
kepercayaan,maupun yang berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat suatu hasil
pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai
luhur kemanusiaan, maka hasil pemahaman dan penafsiran tersebut terbuka untuk
di perdebatkan.[7]
PENUTUP
Demikianlah makalah dari saya, mohon maaf
apabila ada salah, khususnya dalam masalah pengetikan, karena saya hanya
manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Dan untuk itu saya mohon atas
partisipasinya untuk ikut memberi kritik yang membangun atas makalah saya.
Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan banyak terima kasih.
` DAFTAR
PUSTAKA
Umar Nasruddin, MA,
Argumen Kesetaraan Gender,Cet I, Paramadina: Jakarta, 1999
No comments:
Post a Comment