A.
PENDAHULUAN
Ilmu ushul fiqh sebenarnya merupan ilmu
yang tdak bisa diabaikan oleh seorang Mujtahid dalam upayanya member penjelsan
mengenai nash-nash syariat ialam dan dalam menggali hukum islam yng tidak
terdapat nash padanya. Ia juga merupakan ilmu yang diperlukan bagi seorang
Hakim (Qadhi) dalam usaha memahami materi secara sepurna.
Kaidah-kaidah pokok bahasa juga dibahas
dalam ilmu ushul fiqh. Dalam bagian ini tampaknya ketelitian untuk para pengaji
untuk memahami nash-nash, dan ketelitian bahasa arab dalam dalalahnya kpada
beberapa makna yang dikandungnnya.
Dengan adananya kemampuan ini para ualam
syariat dapat menggali hukum-hukum syariat islam dari beberapa nashnya yng
meskipun mempunyai makna yang ganda. Dan dapat menghilangkan
kesulitan-kesulitan tersebut dalam rangka menjelaskan tenteng hukum-hukum
syariat islam, walaupun mempuanyai arti yang ganda atau bahkan lebih banyak.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian lafadz musytarak ?
2. Bagaimana sebab timbulnya lafadz
musytarak ?
3. Bagaimana hukum lafadz musytarak dan
dalalahnya?
C. PEMBAHASAN
A. Pengertian dari Al-Musytarak
Al-Musytarak adalah sebuah lafadz yang mempunyai
arti banyak dengan kegunaan yang banyak pula. Seperti lafadz (السنة
)
(tahun) yang bisa berarti tahun hijriah atau miladiyah. Lafadz ( اليد ) (tangan) yang bisa berarti tangan kanan
dan juga bisa berarti tangan kiri.
Al-musytarak juga bisa berarti suatu lafadz yang
mempunyai dua arti atau lebih dengan kegunaan yang banyak yang dapat
menunjukkan arti ini atau arti itu. Seperti lafadz (
العين ) yang bisa berarti mata, sumber mata air,
dan reserse (mata-mata).
Musytarak adalah suatu lafadz yang mempunyai dua
arti yang sebenarnya dan arti-arti tersebut berbeda-beda. Apabila arti yang
sebenarnya hanya satu dan yang lain majaz, maka tidak tidak dikatakan
musytarak. Umumnya ulama ushul, menepatkan lafadz musytarak ini pada kelompok al-khash, dan al-‘am yaitu dilihat dari segi penetapan lafadz
bagi suatu makna.
Adapun yang dimaksud dengan lafadz musytarak sebagai
mana dijelaskan oleh Abu Zahra adalah ;
Musytarak ialah
suatu lafadz yang menunjukan kepada pengertian ganda atau lebih dengan
penggunaan berbeda.
Lafadz disebut musytarak disyaratkan dua hal yaitu :
terdapat beberapa penerapan suatau lafadz dab juga terdapat pengertian dari
lafadz diterapkan dua kali atau lebih untuk dua pengertian atau lebih.
Istirak atau persekutuan makna terjadi dengan
banyaknya makna yang ditetapkan pada lafadz dengan penetaapan yang beragam,
sedangkan keumuman terjadi dengan dalalah lafadz terhadap liputan seluruh
sataun-satuan yang mengenainya tanpa suatau pembatasan, sementara krkhususan
terjadi dengan dalalah lafadzterhadap suatu atau sejumlah satuan yang terbatas
yang mengenainya tanpa keseluruhan
Jadi, lafadz musytarak dapat diartikan lafadz yang
diletakan untuk dua makna atau lebih dengan peletakan nag bermacam-macam, diman
lafadz itu menunjukan makna yang ditetapkan secara bergantian, artinya lafadz
itu menunjukan makna ini atau makna itu. Sebagaimana lafadz ain ditetapkan menurut bahasa untuk
pandangan, untuk mata air yang bersumber, dan mata-mata. Lafadz al-quru ditetapkan dalsm bahasa, untuk
pengertian suci dan haidh.
Ketika kita menjumpai suatu lafdz dalam Al-Quran dan
ditemukan pemaknaan yang berbeda dari referensi satu dengan referensi yang lain
maka lafadz tersebut teramsuk lafadz musytarak. Untuk memilih makna lafadz yang
lebih sesuai dengan lafadz yang lebih
sesuai dengan lafadz tersebut maka jalan yang lebih utamaadalah mengambil
pemaknaansecara syar’I bukan lugowi, yang akan diuraikan lebih mendalam.[1]
B. Sebab-sebab Timbulnya Lafadz Musytarak
Sebab-sebab adanya lafadz musytarak dalam bahsa
banyak sekali, diantaranya yang terpenting ialah perbedaan kabialh dalam
mempergunakan lafadz untuk menunjukan kepada beberapa makna. Sebagian kabilah
memutlakan lafadz yad pada seluruh
hasta sebagian kabilah yang lai memutlakan lafadz yad pada pada lengan dan
telapak tangan. Dan sebagian kabilah yang lain memutlakannya pad atelapak
tangan secara khusus. Selanjutnya para ulama mengutip bahasa menetapkan
bahwasanya tangan dalam bahasa arab adalah lafadz musytarakantara pengertian
yang tiga tersebut. Dimana sebabnya lagi ialah penetapan suatu lafadz itu
diperguanakan tidak pada pebnetapannya secara majas
Apapun yang menjadi sebab persekutuan makna dalam
lafadz menurut bahasa, maka sesungguhnya lafadz yang musytarak antara dua makna
atau lebih tidaklah sedikit didalam bahasa, dan terdapat dalam nash-nash
syar’iyyah, baik ayat-ayat Al-Quran maupun hadits Rasulullah.
Timbulnya lafadz musytarak :
a) Perbedaan beberap suku di dalam
lafadz-lafadz untuk menunjukkan beberapa arti. Suku bangsa arab terdiri dari
dua golongan yaitu golongan Adnan dan golongan Qathan. Masing-masing golongan
ini terdiri dari suku yang bermacam-macam dan dusun yang terpencar-pencar yang
berbeda-beda tempat dan lingkungannya. Kadang-kadang suatu suku membikin nama
untuk suatu pengertian. Kemudian suku lain menggunakan nama tersebut untuk
sesuatu pengertian lainnya yang tidak dimaksud oleh suku pertama. Kadang-kadang
antara kedua pengertian itu tidak ada sangkut pautnya. Tatkala bahasa Arab
diambil orang lain dan dibukukan kedua pengertian itu diambil begitu saja tanpa
memperhatikan hubungannya dengan suku yang membikinnya semula.[2]
Misalnya
sebagian suku mengartikan ( اليد )
dengan keeseluruhan hasta (tangan), yang lain mengartikan ( اليد ) dengan lengan tangan atau tapak tangan.
Dan yang lain lagi mengartikan dengan tapak tangan saja. Maka para ahli bahasa
menetapkan bahwa ( اليد )
menurut bahasa Arab adalah lafadz yang mempunyai tiga arti yaitu lafadz yang
digunakan untuk arti secara hakikat, kemudian digunakan untuk arti lain secara
majaz.[3]
b) Antara kedua pengertian terdapat arti
dasar yang sama. Karenannya, satu lafal bisa digunakan untuk kedua pengertian
tersebut. Inilah yang disebut isytirak ma’ani (persekutuan batin ).
Kadang-kadang lantas orang melupakan arti yang dapat mengumpulkan kedua
pengertian tersebut, dan disangkanya hanya isytirak lafzi (persekutuan) lafal
saja. Sebagaimana lafal qur’un yang artinya semula ialah waktu tertentu.
Karennya malaria disebut qur’un, karena
mempunyai waktu yang tertentu. Orang perempuan dikatakan mempunyai qur’un sebab
ia mempunyai datang bulan yang tertentu dan waktu suci yang tertentu.
Arti
dasar yang menghubungkan berbagai-bagai pengertian qur’un ialah waktu yang
tertentu (isytirak ma’nawi). Tetapi arti
yang menghuungkan arti ini kemudian dilupakan, sehingga tidak dikenal
hubungannya suci dan datang bulan dan dinamaknnya isytirak lafzi.
c) mula-mula sesuatu lafal digunakan untuk
sesuatu arti, kemudian berpindah kepada arti yang lain dengan jalan majaz,
karena adannya ‘alaqah (hubungannya). Alaqah ini dilupakan dan kemudian hilang
maka disangka kata tersebut digunakan untuk kedua arti yang sebenarnya (haqiqi)
tanpa mengetahui adannya alaqah tersebut.
C. Hukum Lafadz Musytarak dan Dalalahnya
Maksud dari pada syari’at ialah
agar kita beramal menurut ketentuan arti lafal-lafal yang datang daripadanya.
Lafal Musytarak tidak dapat menunjukkan salah satu artinya yang tertentu. (dari
arti-arti lafal musytarak) selama tidak ada hal-hal (qarinah) yang
menjelaskannya. Apabila ada lafal
musytarak tanpa penjelasan, padahal yang dikehendaki oleh salah satu artinya
maka dengan sendirinya lafal musytarak tersebut ditinggalkan. Sebab tidak
mungkin kita bisa beramal sesuai dengan petunjuknya (lafal musytarak) selama
kita tidak mengetahui maksud sebenarnya. Berhubung dengan itu, tiap-tiap lafal
musytarak yang datang dari syari’at tentu disertai qarinah, baik qawliah
(perkataan) atau haliyah (keadaan/suasana).
Contoh:
وَالْمُطَلٌقَاتُ يَتَرَبَّصُنَ بِاَنْفُسِهِيْنَ
ثَلَاثَةُ قُرُؤٍ ) البقرة : 228(
(Al
Baqarah228)
Artinya: Isteri-isteri yang diceraikan, hendaklah
berdiam diri (beribadah) tiga kali suci.
Lafal Qur’un mempunyai dua arti, yaitu datang bulan
(haid) dan suci. Mana yang dikehendaki ayat tersebut dari kedua arti ini. Yang
dikehendaki ialah datang bulan menurut satu pendapat. Keterangannya adalah sebagai berikut:
Sebagaimana yang telah diterangkan diatas, bahwa
arti qur’un semula ialah waktu yang tertentu. Waktu yang tertentu hanya
terdapat dalam hal-hal yang bergiliran, yang datang kepada keadaan yang asal
(pokok). Maka yang bergiliran disini tidak hanya lain hanya datang bulan, sebab
suci adalah keadaan yang asal. Dapat pula ditambahkan keterangannya:
a. Maksud ‘Iddah ialah untuk
mengetahui tentang tidak adannya kandungan. Tidak adannya kandungan hanya dapat
diketahui dengan adannya datang bulan.
b. Qur’an tidak bisa menyebutkan hal-hal
yang kurang baik di dengar.
Dari contoh di atas
kita mengetahui bahwa yang dimaksud lafal Musytarak di sini hanya satu arti
saja. Qarinah di sini ialah haliyyah (keadaan).[4]
Contoh lain :
Kata yad
(tangan) dalam firman Allah SWT:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا
اَيْدِيَهُمْ ) المعدة : 38(
Artinya:
“laki-laki yang mencuri dan wanita yang
mencuri, potonglah tangan keduannya “ (QS Al-Maidah: 38)
Kata tersebut adalah musytarak antara dzira’ (dari ujung jari hingga ujung bahu),
antara telapak tangan dan lengan (dari ujung jari sampai dengan siku) dan
antara tangan kiri dan kanan. Jumhur mujtahid beristidlal dengan sunnah
amaliyyah untuk menentukan yang dimaksud dengan tangan ayat itu, yakni dari
ujung jari sampai dengan dua pergelangan pda tangan kanan.
Tidaklah sah menghendaki suatu lafadz
musytarak dengan dua makna atau lebih secara sekaligus, sekiranya hukum yang
ada dalam satu waktu, karena sebenarnya suatau lafadz tidaklah dikehandaki oleh
syar’I kecuali pada satu makna saja dari beberapa maknanya, penetapannya untuk
beberapa makna hanyalah dalam rangka pertukaran makna, artinya bahwa lafadz itu
adakalanya menunjukan arti itu.
Demikian pula halnya dalam nash
perundang-undangan hukum positif, apabila lafadz musytarak di dalamnya antara
sejumlah makna kebiasaan, dan pembuat undang-undang tidak menjelaskan makna
yang dikehendaaki dari lafad itu, maka wajib dilakukan ijtihatuntuk menenukan
maknanya. Tidaklah sah memaksudkan lebih dari satu makna pada lafadz musytarak
yang terdapat dalam nash, karena lafadz musytarak tidaklah ditetapkan kecuali
untuk satu makna saja, akan tetapi satu makna itu berkisar antara dua makna
atau lebih.
Jika
lafadz musytarak yang ada dalam nash syara’ itu musytarak antara makna
kebahasaan dan makna terminologis syar’i, maka wajib dimaksudkan sebagai
maknanya yang bersifat terminologis syar’i. kata shalat misalnya ditetapkan menurut
bahasa untuk pengertian do’a, dan ia ditetapkan menurut syara’ untuk ibadah
tertentu. Maka dalam firman Allah SWT :
Artinya
: “ dirikanlah shalat”
Yang dimaksud dari lafadz itu adalah
maknanya yang bersifat syar’i, yaitu ibadah tertentu. Bukan makna kebahasaanya,
yaitu do’a. kata Thalaq ditetapakan menurut bahasa untuk melepaskan ikatan
saja,dan menurut syara’ ia diletakkan untuk pelepasan ikatan pernikahan yang
shahih.
Maka
yang dikehendaki adalah makna secara syar’i bukan makna secara bahasanya saja.
Demikianlah lafadz mustarak antara makna lughowi dan
makna secara syar’i apabila dalam nash syar’i, maka maksud syar’i dari lafadz
itu adalah makna yang ditetapkan-Nya untuknya. Sebab ketika lafadz tersebut
telah diindahkan dari pengertaian kebahasaanya kepada pengertian khusus yang
dipergunakannya, maka lafadz itu dalam bahsa syar’i tertentu dalalahnya atas
pengertian yang ditetapakan syar’i kepadanya , demikian pula dalam nash
perundang-undangan hokum positif,
apabila lafadz yang ada dalam
nash mempunyai dua makna yaitu makan
dalam bahasa dan makan dalam terminologi perundang-undangan, maka wajilah yang
dikehendaki adalah pengertian yang bersifat perundang-undangan, bukan
kebahasaan, karena sebab yang telah kami jelaskan.
Apabila lafadz musytarak dalam nash syar’i adalah
musytarak antara sejumlah mskna kebahasaan, mska wajib dilakukan ijtihat untuk
menentukan makna yang dikehendaki darpadanya, karena syar’i tidaklah
menghendaki pada suatu lafadz kecuali salah satu makna saja. Dan seorang
mujtahid berkewajiban untuk mengambil penunjuk dengan berbagai qarinah dan
tanda-tanda serta dalil-dalil untuk menetukan maksudnya itu.
Hal-hal
diatas dilakukan untuk tidak menimbulkan kebingungan pada masyarakat awam jika
menjumpai lafadz mustarak. Tidaklah sah menghendaki suatu lafadz musytarak
dengan dua makna atau lebih secara sekaligus, sekiranya hukum yang ada dalam
satu waktu karena sebenarnya suatu lafadz tidaklah dikehendaki oleh syar’i
kecuali padasatu makna saja dari beberapa maknanya. Penetapannya untuk beberapa
makna hanyalah dalam rangka pertukatan makna, artinya bahwa lafadz itu
adakalanya menunjukan arti itu. Adapun penunjukannya terhadap arti ini dan arti
itub sekaligus dalam satu waktu.[5]
D. KESIMPULAN
Al-Musytarak
adalah sebuah lafadz yang mempunyai arti banyak dengan kegunaan yang banyak
pula. Seperti lafadz (السنة ) (tahun) yang bisa
berarti tahun hijriah atau miladiyah. Lafadz (
اليد ) (tangan) yang bisa berarti tangan kanan
dan juga bisa berarti tangan kiri.
Timbulnya
lafadz musytarak dikarenakan Perbedaan beberap suku di dalam lafadz-lafadz
untuk menunjukkan beberapa arti. Suku bangsa arab terdiri dari dua golongan
yaitu golongan Adnan dan golongan Qathan. Dan antara kedua pengertian terdapat arti dasar
yang sama. mula-mula sesuatu lafal digunakan untuk sesuatu arti, kemudian
berpindah kepada arti yang lain dengan jalan majaz,
Lafal
Musytarak tidak dapat menunjukkan salah satu artinya yang tertentu. (dari
arti-arti lafal musytarak) selama tidak ada hal-hal (qarinah) yang
menjelaskannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Karim, Syasi’i. Fiqih
Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia. 1997.
Wahab Khallah, Abdul. Ilmu
Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama. 1994.
Wahab Khallaf, Abdul.
Kaidah-kaidah Hukum islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo. 1996.
HASIL
DISKUSI
(Ushul
Fiqh kelompok dua lafadz musytarak dan dalalahnya)
1. Nidaul ummah (112158)
Pertanyaan
: bagaimana dalalahnya lafadz musytarak ?
Jawaban
:
musytarak adalah sebuah lafadz yang memiliki
makna dua atau lebih dengan kegunaan yang
banyak yang dapat menunjukkan arti ini atau arti itu. Dan dalalahnya
lafadz musytarak itu ialah lafadz tersebut, lafadz dari musytark tersebut yang
memiliki makna lebih dari satu tergantung dari kondisi lafadz tersebut.
Misalnya: lafadz العين yang bisa berarti mata,
sumber mata air, dan reserse (mata-mata ). Jadi lafadz musytarak itu ialah
lafadz tersebut yang memiliki makna satu atau lebih tersebut tergantung dari
kondisi dan situasi lafadz tersebut. Maka lafadz yang miliki makna lebih dari
satu tersebut bisa dikatakan sebagai lafadz musytarak.
2. Himmatu ulyani (112169)
Pertanyaan
: jelaskan kembali lafadz musytarak dan dalalahnya ?
Jawaban
:
lafadz Musytarak
adalah sebuah lafadz yang mempunyai arti banyak dengan kegunaan yang banyak
pula. Seperti lafadz (السنة ) (tahun) yang bisa
berarti tahun hijriah atau miladiyah. Lafadz (
اليد ) (tangan) yang bisa berarti tangan kanan
dan juga bisa berarti tangan kiri dan lafadz musytarak itu terletak sesuai
kondisi dari lafadz tersebut.
3. Aris Ubaidilah (112155)
Pertanyaan
: bagaimana tujuan mengetahui lafadz musytarak dan dalalahnya ?
Jawaban
:
Untuk membedakan lafadz yang satu dan
lafadz yang lainnya, dan untuk menempatkan lafadz tersebut pada tempatnya dan
sesuai kondisi lafadz tersebut. Agar penempatan ayat tersebut bisa sesuai dengan
apa yang dimaksudkan.
[1] Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah
Hukum islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo. 1996. Hal:292-293
[2] Syafi’I Karim. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka
Setia. 1997. Hal: 196
[3] Abdul Wahab Khallaf. Op
Cit. hal: 293
[4] Syafi’I Karim. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka
Setia. Hal: 197-198
[5] Abdul Wahhab Khallaf.
Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama. 1994. Hal: 275
No comments:
Post a Comment