BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pembahasan mengenai guru selalu menarik, karena ia adalah kunci
pendidikan. Artinya jika guru sukses, maka kemungkinan besar murid-muridnya
akan sukses. Guru adalah figur inspirator dan motivator murid dalam mengukir
masa depannya. Jika guru mampu menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi anak
didiknya, maka hal itu akan menjadi kekuatan anak didik dalam mengejar
cita-citanya di masa depan.[1]
Terlepas dari hal itu, guru juga memiliki berbagai problematika
atau masalah. Masalah guru senantiasa mendapat perhatian, baik oleh pemerintah
maupun oleh masyarakat pada umumnya dan oleh ahli pendidikan khususnya.
Pemerintah memandang bahwa seorang guru merupakan media yang sangat penting
artinya dalam kerangka pembinaan dan pengembangan bangsa. Guru mengemban
tugas-tugas sosio kultural yang berfungsi mempersiapkan generasi muda, sesuai
dengan cita-cita bangsa. Demikian pula masalah guru di negara kita dapat
dikatakan mendapat titik sentral dalam dunia pensdidikan, baik pendidikan
formal maupun pendidikan non formal. Dalam GBHN, masalah guru mendapat prioritas
dalam perencanaan sehubungan dengan persoalan-persoalan mutu dan relevansi
dengan perluasan belajar.
Menurut Beeby dalam bukunya Oemar hamalik, masalah guru adalah
masalah yang penting. Penting oleh sebab mutu guru turut mmenentukan mutu
pendidikan. Sedangkan mutu pendidikan akan menentukan mutu generasi muda,
sebagai calon warga negara dan warga masyarakat. Masalah mutu guru sangat
bergantung kepada sistem pendidikan guru. Sebagaimana halnya mutu pendidikan
pada umumnya, maka mutu pendidikan guru harus ditinjau dari dua kriteria pokok,
yakni kriteria produk jug kriteria proses.[2]
Produk pendidikan guru ditentukan oleh tujuan pendidikan guru yang
hendak dicapai, baik tujuan intrinsik maupun tujuan ekstrinsik. Tujuan
intrinsik merupakan tujuan-tujuan yang didasarkan pada sistem nilai dan
kultural masyarakat. Di negara kita, falsafah pancasila dan UUD 1945 yang
dituangkan da;am GBHN, dimana pendidikan guru merupakan bagian integral di
dalamnya. Sedangkan tujuan ekstrinsik, mempersoalkan tujuan pendidikan, apakah
sesuai dengan tuntutan lapangan kerja dan masyarakat. Secara spesifik, apakah
pendidikan guru telah relevan dengan tuntutan kerja di sekolah tempat ia
bertugas.
Kriteria melihat proses pendidikan guru dari sudut penyelenggaraan
pendidikan, antara lain mermperbincangkan masalah kurikulum, alat, media, dan
peranan guru yang bertugas dalam lembaga pendidikan guru. Tentu saja kurikulum
dan berbagai komponen lainnya yang menunjang proses pendidikan guru, semuanya
dibina dan direncanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai. Jadi, jelas
antara kriteria produk dan kriteria proses harus sejalan.[3]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian problematika guru?
2.
Bagaimana guru dan tantangan globalisasi?
3.
Apa saja problematika guru secara umum?
4.
Bagaimana solusi untuk
menyelesaikan problematika tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Problematika Guru
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu
"problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang
menimbulkan masalah, permasalahan, situasi yang dapat didefinisi sebagai suatu
kesulitan yang perlu dipecahkan, diatasi atau disesuaikan.[4]
Jadi, problema adalah berbagai persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam
proses pembelajaran, baik yang datang dari individu guru (faktor eksternal)
maupun dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah (faktor intern).
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan
ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah
orang yang melaksanakan pendidikan di
tempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal, tetapi bisa
juga di masjid, di surau/mushalla, dirumah, dan sebagainya.[5] Guru
merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.
Sedangkan yang dimaksud dengan guru agama adalah "orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak
didik dengan memberikan pertolongan terhadap mereka dalam perkembangan jasmani
dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan,
mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba atau khalifah Allah
maupun sebagai makhluk sosial serta makhluk individu yang mandiri".[6]
Jadi problematika guru adalah persoalan-persoalan sulit yang
dihadapi dalam proses pembelajaran oleh guru yang bertugas untuk mendidik dan
mengajar anak didik hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun rohani
dalam pendidikan agama islam.
2.
Guru dan Tantangan Globalisasi
Globalisasi telah mengubah
cara hidup manusia sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan sebagai warga
bangsa. Tidak seorang pun yang dapat menghindari dari arus globalisasi. Setiap
individu dihadapkan pada dua pilihan, yakni di menempatkan dirinya dan berperan
sebagai pemain dalam arus perubahan globalisasi, atau dia menjadi korban dan
terseret derasnya arus globalisasi. Arus globalisasi juga masuk dalam wilayah
pendidikan dan berbagai implikasi dan dampaknya, baik positif maupun negatif.
Dalam konteks ini tugas dan peranan guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan sangat
berperan.
Tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin berat, seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen utama
dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat.
Melalui sentuhan guru di dekolah diharapkan mampu menghasilkan peserta
didik yang memiliki kompetensi tinggi
dan siap menghadapi tantangan hidup
dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi. Sekarang dan ke depan, sekolah (pendidikan)
harus menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan
(akademis) maupun secara sikap mental. Oleh karena itu, dibutuhkan sekolah yang
unggul yang memiliki ciri-ciri:
1. Kepala sekolah
yang dinamis dan komunikatif dengan
kemerdekaan memimpin menuju visi keunggulan masa pendidikan.
2. Memilki visi,
misi, dan strategi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dengan jelas.
3. Guru-guru yang
kompeten dan berjiwa kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas
profesionalnya secara inovatif.
4. Siswa-siswa
yang sibuk, bergairah, dan bekerja keras dalam mewujudkan perilaku
pembelajaran.
5. Masyarakat dan
orang tua yang berperan serta dalam menunjang pendidikan.
Beberap tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dengan mengedepankan profesionalisme adalah sebagai
berikut:
1. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar. Dengan kondisi
ini guru harus bisa menyesuaikan diri dengan responsif, arif, dan bijaksana. Responsif
artinya guru harus bisa menguasai dengan baik produk iptek, terutama yang
berkaitan dengan dunia pendidikan, seperti pembelajaran dengan menggunakan
multimedia. Tanpa penguasaan iptek yang baik, maka guru akan tertinggal dan
menjadi korban iptek serta menjadi guru yang “isoku iki”.
2. Krisis moral
yang melanda bangsa negara Indonesia. Akibat pengaruh iptek dan globalisasi
telah terjadi pergesaran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Nilai-nilai tradisional yang sangat menjunjung tinggi moralitas kini sudah
bergeser seiring dengan pengaruh iptek dan globalisasi. Pengaruh hibura cetak
maupun elektronik yang menjurus pada hal-hal pornografi telah menjadikan remaja
tergoda dengan kehidupan yang menjurus
pergaulan bebas dan materealisme. Mereka sebenarnya hanya menjadi korban
dari globalisasi yang selalu menuntut kepraktisan, kesenangan belaka (hedonisme)
dan budaya instant. Salah satu survei yang dilakukan sebuah lembaga di
Yogyakarta menunjukan angka mengkhawatirkan, yaitu sekitar 10% siswa tingkat
SMP di kota itu pernah berhubungan badan. Tentu saja hasil survei tersebut
mengejutkan kita semua, mengingat rata-rata usia siswa SMP 12-15 tahun, suatu
usia yang masih belum waktunya untuk melakukan suatu hubungan seperti layaknya
suami istri. Disamping itu, kita mengenal bahwa Yogyakarta merupakan kota
pelajar. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa arus globalisasi, terutama yang
bersifat negatif, bila tidak hati-hati akan menghancurkan generasi muda dengan
perilaku-perilaku menyimpang.
3. Krisis sosial,
seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dam kemiskinan yang terjadi
dalam masyarakat. Akibat perkembangan industri dan kapitalisme maka muncul
masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Tidak semua lapisan
masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia industri dan kapitalisme. Mereka
yang lemah secar pendidikan, akses, dan ekonomi akan menjadi korban ganasnya
industrialisasi dan kapitalisme. Ini merupakan tantangan guru untuk merespons
realitas ini, terutama dalam dunia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga
pendidkan yang formal dan sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat harus
mampu menghasilkan peserta didik yang
siap hidup dalam kondisi dan situasi bagaimanapun.
4. Krisi identitas
sebagai bangsa dan negara Indonesia. Sebagai bangsa dan negara di tengah
bangsa-bangsa di dunia membutuhkan identitas kebangsaan ( nasionalisme ) yang
tinggi dari warga negara Indonesia. Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk
tetep eksisnya bangsa dan negara
Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara akan mendorong jiwa
berkorban untuk bangsa dan negara sehingga akan berbuat yang terbaik untuk
bangsa dan negara. Dewasa ini ada kecenderungan menipisnya jiwa nasionalisme di
kalangan generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti
kurang apresiasinya generasi muda pada
kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan gay hidup remaja yang lebih ke
barat-baratan, dan beberao indikator lainnya. Melihat realitas diatas guru
sebagai penjaga nilai-nilai nasionalisme harus mampu memberikan kesadaran kepada generasi muda akan
pentingnya jiwa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. Adanya
perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun Dunia. Kondisi di
atas membutuhkan kesiapan yang matang terutama dari segi kualitas sumber daya manusia. Dibutuhkan SDM yang
andal dan unggul yag bersaing dengan bangsa-bangsa lain di Dunia. dunia
pendidikan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam menciptakan
SDM yang di gambarkan seperti diatas. Oleh
karen itu di butuhkan guru yang
visioner, kompeten, dan berkedikasi tinggi sehingga mampu membekali peserta
didik dengan sejumlah kompetens yang
diperlukan dalam kehidupan di
tengah-tengah masyarakat yang sedang dan terus berubah.[7]
3.
Problematika Guru secara Umum
Ada beragam problem yang dihadapi oleh guru, yang secara umum dapat
diuraikan sebagai berikut:[8]
1)
Rendahnya penguasaan IPTEK
Memasuki era
persaingan global sekarang ini, penguasaan IPTEK menyebabkan rendahnya kualitas
nilai SDM. Hal ini merupakan ancaman sekaligus tantangan yang nyata bagi guru
khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya dalam menjaga eksistensi guru
dimasa depan.
2)
Rendahnya kesejahteraan guru
Hal lain yang
juga merupakan problem yang harus dihadapi oleh guru adalah rendahnya gaji guru
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara memadai. Seringkali
orientasi kerja guru dituntut hanya semata-mata mengabdikan dirinya untuk
kepentingan profesi dan mengabaikan kebutuhan dasar tersebut. Akibatnya
kesejahteraan guru rendah dan timbulah keinginan memperbaiki kesejahteraan itu.
Dalam keadaan seperti ini, tenaga dan pikiran guru akan lebih tersita untuk
memenuhi kebutuhannya dari pada tuntutan profesinya.
3)
Kurangnya minat guru dalam meningkatkan kualitas keilmuannya dengan
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam hal ini
seharusnya semua pihak memberi kelonggaran dan dukungan sepenuhnya supaya guru
mendapatkan kesempatan seluas-luasnya.
4)
Rendahnya minat baca.
Dengan cara
menyadari tentang pentingnya pengembangan wawasan keilmuan dan pengetahuan
serta kemajuan dalam dunia pendidikan sehingga guru bisa memiliki tingkat
intelektual yang matang.
5)
Guru seharusnya menyadari bahwa tugasnya yang utama adalah mengajar
dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi kegiatan belajar pada peserta didik.
Berbagai kasus
menunjukkan bahwa diantara para guru banyak yang merasa dirinya sudah dapat
mengajar dengan baik, meskipun tidak dapat menunjukkan alasan yang mendasari
asumsi itu. Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan
kreatifitas sehingga banyak guru yang suka mengambil jalan pintas dalam
pembelajaran baik dalam perencanaan pelaksanaan maupun dalam evaluasi
pembelajaran.
6)
Aspek psikologi menunjukkan pada kenyataan bahwa peserta didik yang
belajar pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda satu dengan
lainnya sehingga menuntut materi yang berbeda pula.
7)
Tidak semua guru memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik
dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi
kesulitan belajar. Dalam hal ini, guru dituntut memahami berbagai model
pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing peserta didik secara optimal.
8)
Dalam kaitannya dengan perencanaan, guru dituntut untuk membuat
persiapan mengajar yang efektif dan efisien. Namun dalam kenyataannya dalam
berbagai alasan, banyak guru mengambil jalan pintas dengan tidak membuat
persiapan ketika melakukan pembelajaran, sehingga guru mengajar tanpa
persiapan.
9)
Sering terjadi persiapan pembelajaran (Mall Educative). Banyak guru
yang memberikan hukuman kepada peserta didik tidak sesuai dengan jenis
kesalahan. Dalam pada itu seringkali guru memberikan tugas yang harus dikerjakan peserta didik diluar kelas
(pekerjaan rumah) namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan siswa dan
mengabaikannya tanpa memberi komentar, kritik, dan saran untuk kemajuan peserta
didik. Seharusnya guru menerapkan kedisiplinan secara tepat waktu dan tepat
sasaran.
10)
Guru sering mengabaikan perbedaan individu peserta didik.
Sebagaimana diketahui bahwa peserta didik memiliki perbedaan individual yang sangat mendasar yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi yang sangat variatif dan sering
memperlihatkan sejumlah perilaku tampak aneh. Setiap peserta didik memiliki
perbedaan yang unik, memiliki kekuatan,
kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga,
latar belakang sosial ekonomi dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda
dalam aktivitas, inteligensi, dan daya kompetensinya.
Dalam hal ini tidak sesuai dengan apa yang harus menjadi hak dan
kewajiban seorang guru, bahwa hak seorang guru adalah:[9]
1)
Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan social.
2)
Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan
prestasi kerja.
3)
Memperoleh perlindungan dalam melaksanaan tugas dan hak atas
kekayaan intelektual.
4)
Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.
5)
Memperoleh dan memanfaatjkan sarana dan prasarana pembelajaran
untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan.
6)
Memiliki kebebasan dalam penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan dan/sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan,
kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
7)
Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan
tugas.
8)
Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi.
9)
Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan
pendidikan.
10)
Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan
kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
11)
Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
4.
Solusi untuk menyelesaikan problematika guru
Untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan kerjasama
dari kita semua untuk dapat saling membantu agar guru mampu meneliti,
mendapatkan income tambahan dari keprofesionalannya, dan menyulut guru untuk
kreatif dalam mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila itu semua dapat
terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun akan meningkat.[10]
Semoga guru-guru dapat mengatasi sendiri problematika yang
dihadapinya. Jangan menyerah dan pasrah dengan keadaan yang ada. Justru gurulah
yang harus menjadi motivator dan inspirator bagi lingkungannya. Dan untuk
mengantisipasinya perlulah seorang guru memiliki profil yang mampu menampilkan
sosok kualitas personal, sosial dalam menjalankan tugasnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Problematika guru adalah persoalan-persoalan sulit yang dihadapi
dalam proses pembelajaran oleh guru yang bertugas untuk mendidik dan mengajar
anak didik hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun rohani dalam
pendidikan agama islam.
2.
Guru dan tantangan globalisasi telah mengubah cara hidup manusia sebagai individu,
sebagai warga masyarakat dan sebagai warga bangsa. Tidak seorang pun yang dapat
menghindari dari arus globalisasi. Setiap individu dihadapkan pada dua pilihan,
yakni di menempatkan dirinya dan berperan sebagai pemain dalam arus perubahan
globalisasi, atau dia menjadi korban dan terseret derasnya arus globalisasi.
Arus globalisasi juga masuk dalam wilayah pendidikan dan berbagai implikasi dan
dampaknya, baik positif maupun negatif. Dalam konteks ini tugas dan peranan
guru sebagai ujung tombak dunia
pendidikan sangat berperan.
3.
Problematika guru secara umum yaitu :
1.
Rendahnya penguasaan IPTEK
2.
Rendahnya kesejahteraan guru
3.
Kurangnya minat guru dalam meningkatkan kualitas keilmuannya dengan
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
4.
Rendahnya minat baca.
5.
Guru seharusnya menyadari bahwa tugasnya yang utama adalah mengajar
dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi kegiatan belajar pada peserta
didik.
6.
Aspek psikologi
7.
Tidak semua guru memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik
dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi
kesulitan belajar
8.
Dalam kaitannya dengan perencanaan, guru dituntut untuk membuat
persiapan mengajar yang efektif dan efisien
9.
Sering terjadi persiapan pembelajaran
10.
Guru sering mengabaikan perbedaan individu peserta didik
4.
Solusi Untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan
kerjasama dari kita semua untuk dapat saling membantu agar guru mampu meneliti,
mendapatkan income tambahan dari keprofesionalannya, dan menyulut guru untuk
kreatif dalam mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila itu semua dapat
terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, Profesi Keguruan, Malang: IKIP Malang, 1995.
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan
Inovatif, Jogjakarta: DIVA Press,
2010.
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011.
M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama
Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Jakarta: Rosda, 2003.
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Sistem,
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004.
Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Karya Utama
Surabaya, 2002.
Undang-undang Republik Indonesia No14, Tahun 2005 Diakses dari;
http://www.slideshare.net/srijadi/uu-no-14-2005-guru-dan-dosen.
[1] Jamal
Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, Jogjakarta: DIVA Press, 2010, hlm. 17
[2]
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2004, hlm. 18
[3] Ibid,
hlm. 19
[4]
Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Karya Utama Surabaya,
2002, hlm. 499
[5] M.
Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2003, hlm. 122
[6] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Jakarta: Rosda, 2003,
hlm. 163
[7] Kunandar,
Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011, hlm.
36-40
[8] Baharuddin, Profesi Keguruan, Malang: IKIP Malang, 1995,
hlm. 156
[9]
Undang-undang Republik Indonesia No14, Tahun 2005 Diakses
dari;http://www.slideshare.net/srijadi/uu-no-14-2005-guru-dan-dosen.pada
tanggal 29 0ktober 2011 pukul 23.11
[10] M.
Ali Hasan dan Mukti Ali, Op. Cit, hlm. 255
Terima kasih buat update artikelnya tentang:
ReplyDeleteKESEJAHTERAAN GURU
Simak Juga :
TELAT SEKOLAH KENA DENDA JUTAAN RUPIAH
Berita Dunia Islam Santun Terpercaya
Kabar Guru Indonesia
Blog IQROZEN