Friday, February 26, 2016

makalah pendekatan psikoanalisis dalam konseling

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pendekatan konseling merupakan teori yang mendasari sesuatu kegiatan dan praktik konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika kita mempunyai pemahaman berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, maka akan memudahkan kita dalam menentukan arah proses konseling.[1]
Dunia konseling memiliki berbagai macam pendekatan yang dapat dijadikan acuan dasar pada semua praktik konseling. Masing-masing teori tentu saja dikemukakan oleh ahli yang berbeda sehingga penerapan dari pendekatan yang digunakan juga akan terlihat berbeda.[2]
Beberapa pendekatan dalam konseling yaitu pendekatan psikoanalisis, eksistensial-humanitis, client-centered, terapi gestalt, terapi rasional-emotif, terapi realitas dan pendekatan eklektik. Dalam makalah ini, hanya akan diuraikan tentang pendekatan psikoanalisis secara lebih mendetail. Psikoanalisis sebagai teori pertama yang muncul dalam psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan berikut:
1.      Bagaimana pengertian pendekatan psikoanalisis ?
2.      Bagaimana pandangan psikoanalisis tentang kepribadian manusia?
3.      Bagaimana tujuan konseling psikoanalisis ?
4.      Bagaimana teknik konseling psikoanalisis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendekatan Psikoanalisis
Corey mengatakan bahwa psikoanalisis merupakan teori pertama yang muncul dalam psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik, kemudian disusul oleh behaviorisme dan humanitis. Psikoanalisis diciptakan oleh Sigmund Freud pada tahun 1986.
Pada kemunculannya, teori Freud ini banyak mengundang kontroversi, eksplorasi, penelitian dan dijadikan landasan berpijak bagi aliran lain yang muncul kemudian. Mulanya Freud menggunakan teknik hipnosis untuk menangani pasiennya. Tetapi teknik ini ternyata tidak dapat digunakan pada semua pasien.
Dalam perkembangannya, Freud menggunakan teknik asosiasi bebas (free association) yang kemudian menjadi dasar dari psikoanalisis. Teknik ini ditemukan ketika Freud melihat beberapa pasiennya tidak dapat dihipnotis atau tidak memberi tanggapan terhadap sugesti atau pertanyaan yang mengungkap permasalahan klien. Selanjutnya, Freud mengembangkan lagi teknik baru yang dikenal sebagai analisis mimpi.
Menurut Willis, pengertian psikoanalisis meliputi tiga aspek penting yaitu :
1.      Sebagai metode penelitian proses-proses psikis
2.      Teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis
3.      Sebagai teori kepribadian[3]
Letak keunggulan psikoanalisis dalam konseling menurut Freud adalah sangat efektif untuk menyembuhkan klien atau pasien yang histeria, cemas, obsesi neurosis. Namun demikian kasus-kasus sehari-hari dapat juga digunakan pendekatan psikoanalisis ini untuk mengatasinya.[4]
B.     Pandangan Psikoanalisis tentang Kepribadian Manusia
1.      Topografi Kepribadian
Teori topografi merupakan teori psikoanalisis yang menjelaskan tentang kepribadian manusia yang terdiri dari sub – subsistem. Bagi Freud kepribadian itu berhubungan dengan alam kesadaran (awareness). Alam kesadaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu
a)      Alam sadar (conscious/Cs), bagian yang berfungsi mengingat, menyadari dan merasakan sesuatu secara nyadar atau nyata.
b)     Alam prasadar (preconscious/Pcs), bagian kesadaran yang menyimpan ide, ingatan, dan perasaan dan berfungsi mengantarkan ide, ingatan, dan perasaan tersebut ke alam sadar jika individu berusaha mengingatnya kembali.
c)      Alam bawah sadar (unconscious/Ucs), bagian dari dunia kesadaran yang paling menentukan terbentuknya kepribadian individu. Alam bawah sadar menyimpan semua ingatan atas peristiwa-peristiwa tertentu yang telah direpresi individu. Alam bawah sadar juga menyimpan ingatan tentang keinginan yang tidak tercapai oleh individu.[5]
2.      Struktur Kepribadian
Freud beranggapan bahwa kepribadian manusia tersusun secara struktural. Dalam dunia kesadaran (awareness) individu terdapat pula subsistem struktur kepribadian yang berinteraksi secara dinamis, antara lain :
a)      Id, merupakan subsistem kepribadian yang asli, yang dimiliki individu sejak lahir. Id bersifat primitif dan bekerja pada prinsip kesenangan. Id berperan sebagai sumber libido atau tenaga hidup dan energi serta merupakan sumber dari dorongan dan keinginan dasar untuk hidup dan mati.
b)     Ego, Berbeda dengan id yang bekerja hanya untuk memuaskan kebutuhan naluriah, ego bertindak sebaliknya. Ego berperan menghadapi realitas hidup dan berasal dari kebudayaan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Prinsip kerjanya selalu bertentangan dengan id.
c)      Superego, terbentuk dari nilai-nilai yang terdapat dalam keluarga dan masyarakat yang dipelajari di sepanjang tahun-tahun pertama hidup manusia. Superego bekerja berdasarkan prinsip moral yang orientasinya bukan kesenangan tetapi pada kesempurnaan kepribadian.[6]
3.      Perkembangan Kepribadian
Secara genetis perkembangan kepribadian berkembang melalui beberapa tahap, yaitu tahap oral, anal, falik, laten dan genital. Freud mengemukakan bahwa tahapan perkembangan ini sangat penting terutama bagi pembentukan kepribadian di kemudian hari.
a)      Fase oral, terjadi sejak lahir hingga akhir tahun pertama. Pada fase ini anak berkembang berdasarkan pengalaman kenikmatan erotik pada daerah mulut. Anak yang tidak mendapat kasih saying dari ibu dan kepuasan dalam makan serta minum akan menghambat perkembangan kepribadiannya.
b)     Fase anal, terjadi mulai usia dua sampai akhir tahun ketiga. Perkembangan anak pada fase ini berpusat pada kenikmatan pada daerah anus. Selama fase ini, peran latihan buang air (toilet training) sangat penting untuk belajar disiplin dan moral.
c)      Fase falik, berkembang mulai usia empat hingga lima tahun. Pusat kenikmatan berpusat pada alat kelamin. Istilah yang kerap muncul pada fase ini adalah Oedipus complex (ketertarikan seksual pada sosok ibu) pada anak laki-laki dan electra complex (ketertarikan seksual pada sosok ayah) pada anak perempuan.
d)     Fase laten, juga disebut tahap pregenital. Periode ini terjadi antara lima atau enam tahun hingga pubertas. Pada fase ini anak hanya sedikit berminat pada seksualitas karena disebabkan kesibukan belajar, aktifitas dengan teman sebaya dan keterampilan fisik.
e)      Fase genital, terjadi pada masa pubertas (di atas 12 tahun). Perilaku umum yang tampak pada fase ini adalah kecenderungan tertarik pada lawan jenis, bersosialisasi dan berkelompok serta menjalin hubungan kerja. Semua tingkah laku yang dilakukan kerap kali pada proses menciptakan hubungan dengan orang lain.[7]
4.      Dinamika Kepribadian
a)      Insting, menjadi sumber energi psikis dalam mengarahkan tindakannya memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Freud mengelompokkan insting atas dua jenis yakni insting hidup dan insting mati. Bentuk energi dimana insting-insting hidup beroperasi disebut libido. Yang paling utama insting libido ialah insting seksual. Insting-insting hidup yang lainnya adalah lapar dan haus. [8]
b)     Kecemasan, yaitu perasaan kekhawatiran karena keinginan dan tuntunan internal tidak terpenuhi dengan sebaiknya. Freud mengemukakan ada tiga bentuk kecemasan, antara lain :
1)      Kecemasan realitas (reality anxity), takut akan bahaya yang datang dari luar. Kecemasan ini bersumber dari ego.
2)      Kecemasan neurosis (neurotic anxity), khawatir tidak mampu mengatasi atau menekan keinginan-keinginan primitifnya. Kecemasan ini bersumber dari id.
3)      Kecemasan moral (moral anxity), kecemasan akibat dari rasa bersalah dan ketakutan dihukum oleh nilai-nilai dalam hati nuraninya. Kecemasan ini bersumber dari super ego.[9]
c)      Mekanisme pertahanan ego
Cara individu menghindari kecemasan biasanya dilakukan dengan mekanisme pertahanan ego ( ego defense mechanism ). Di antara contoh bentuk mekanisme pertahanan ego antara lain :
1)      Represi, melupakan isi kesadaran yang traumatis. Contoh : seorang korban tsunami di Aceh berusaha melupakan peristiwa tersebut.
2)       Proyeksi, mengalamatkan pikiran, perasaan, motif yang tidak diterimanya kepada orang lain. Contoh : seseorang mengatakan bahwa kegagalannya dalam ujian karena teman sebangkunya yang berisik.
3)      Introyeksi, menanamkan nilai-nilai dan standar yang dimiliki orang lain ke dalam dirinya sendiri. Contoh : seorang anak senang berkelahi karena selalu melihat kedua orang tuanya berkelahi.
4)      Regresi, tindakan melangkah mundur secara tidak sadar ke fase perkembangan yang terdahulu dimana tuntutan tugas perkembangannya tidak terlalu besar. Contoh : anak berusia 10 tahun yang kembali minta digendong ketika adiknya lahir.[10]

C.    Prinsip dan Tujuan Konseling Psikoanalisis
Di dalam gerakannya, psikoanalisis mempunyai beberapa prinsip yaitu:
a.       Prinsip Konstansi artinya bahwa kehidupan psikis cenderung untuk mempertahankan kualitas ketegangan psikis pada taraf yang serendah mungkin, atau setidak-tidaknya taraf yang stabil, atau dengan kata lain bahwa kondisi psikis manusia cenderung dalam konflik yang permanen.
b.      Prinsip Kesenangan, artinya kehidupan psikis cenderung untuk menghindarkan ketidaksenangan dan sebanyak mungkin memperoleh kesenangan.
c.       Prinsip Realitas yaitu prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan keadaan nyata.[11]

Konseling psikoanalisis bertujuan:
1.      Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus tentang mekanisme penyesuaian dirinya.
2.      Membentuk kembali struktur kepribadian konseli dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tidak disadari menjadi sadar kembali,  dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, di diskusikan, di analisis dan di tafsirkan sehingga kepribadian konseli bisa direkonstruksi lagi.[12]



Cotton (1992), menyatakan bahwa peran konelor dalam terapi psikoanalisis ini adalah memberikan lingkungan (atmosfer) yang baik untuk mempermudah konseli mengeksplorasi masa lalunya dan memperkuat fungsi ego. Dengan demikian intinya terapis berusaha untuk menolong ego dengan membuatnya sadar atas konflik yang di alami dan menemukan sumber-sumber kebutuhan biologis dan nilai-nilai yang ada, sehingga ego dapat menjadi mediator keduanya yang pada akhirnya dapat membuat keputusan untuk kehidupan yang adaptif.
Selanjutnya, Cotton (1992) menyatakan bahwa dalam proses konseling terapis mempunyai dua tugas penting yaitu: terapis harus bisa menumbuhkan self-knowledge konseli dan mampu menginterpretasi hal-hal yang tdak disadari oleh konseli secara akurat. Jika dua tugas itu dapat berjalan secara efektif, maka Freud berasumsi bahwa simtom penyebab perilaku menyimpang akan dapat minimalisasi atau bahkan dihilangkan sama sekali.[13]


D.    Teknik Konseling Psikoanalisis
Teknik spesifik yang digunakan Freud dalam Psikoterapi adalah asosiasi bebas, interpretasi mimpi, analisis transference, dan analisis resistensi
1.      Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas maksudnya teknik yang memberikan kebebasan kepada klien untuk mengemukakan segenap perasaan dan pikirannya yang terlintas pada benak klien, baik yang menyenangkan maupun tidak.
Asosiasi ini untuk memudahkan konselor  terhadap dinamika psikologis yang terjadi padanya, sehingga dapat membimbing klien menyadari pengalaman-pengalaman ketidaksadarannya, dan membuat hubungan-hubungan kecemasannya saat ini dengan pengalaman masa lampau.
2.      Interpretasi Mimpi
Interpretasi mimpi merupakan teknik dimana klien mengemukakan segenap mimpinya kepada terapis, karena fungsi mimpi adalah ekspresi segenap kebutuhan, dorongan, keinginan yang tidak disadari akan direpresi dan termanifes dalam mimpi. Interpretasi mimpi maksudnya klien diajak konselor untuk menafsikan mimpi-mimpi yang tersirat dalam mimpi yang berhubungan dengan dorongan ketidaksadarannya.
3.      Analisis Tranferensi
Transferensi merupakan bentuk pengalihan segenap pengalaman masa lalunya dalam hubungannya orang-orang  berpengaruh kepada terapis di saat konseling. Dalam transferensi ini akan muncul perasaan benci, ketakutan, kecemasan dan sebagainya yang selama ini ditekan di ungkapkan kembali, dengan sasaran konselor sebagai objeknya. Dalam konteks ini konselor melakukan analisis pengalaman klien dimasa kecilnya, terutama hal-hal yang menghambat perkembangan kepribadiannya. Dengan analisis transferensi diharapkan klien dapat mengatasi problem yang dihadapi hingga saat ini.
4.      Analisis Resistensi
Resistensi merupakan sikap dan tindakan klien untuk menolak berlangsungnya terapi atau mengungkpkan hal-hal yang menimbulkan kecemasa. Perilaku ini dilakukan sebagai bentuk pertahanan diri. Dalam konseling, konselor membantu klien mengenali alasan-alasan klien melakukan resisitensi sebaiknya dimulai dari hal-hal yang sangat tampak untuk menghindari penolakan atas interpretasi konselor.
Teknik-teknik spesifik ini tidak biasa dilakukan dalam hubungan konseling, tetapi lebih banyak digunakan dalam psikoterapi dalm membantu pasien yang mengalami psikopatologis. [14]














BAB III
SIMPULAN
1.      Pengertian pendekatan Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan teori pertama yang muncul dalam psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik. Psikoanalisis diciptakan oleh Sigmund Freud pada tahun 1986.
2.      Pandangan Psikoanalisis tentang Kepribadian Manusia
a.       Topografi Kepribadian
Alam kesadaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu alam sadar, alam prasadar dan alam bawah sadar.
b.      Struktur Kepribadian
Subsistem struktur kepribadian yang berinteraksi secara dinamis, antara lain : Id, Ego, dan Superego.
c.       Perkembangan Kepribadian
Secara genetis perkembangan kepribadian berkembang melalui beberapa tahap, yaitu tahap oral, anal, falik, laten dan genital.
d.      Dinamika Kepribadian
Insting, menjadi sumber energi psikis dalam mengarahkan tindakannya memenuhi keinginan dan kebutuhannya.
Kecemasan, yaitu perasaan kekhawatiran karena keinginan dan tuntunan internal tidak terpenuhi dengan sebaiknya. Freud mengemukakan ada tiga bentuk kecemasan, antara lain : kecemasan realitas, kecemasan neurosis, dan kecemasan moral
Mekanisme pertahanan ego, contoh bentuk mekanisme pertahanan ego antara lain : represi, proyeksi, introyeksi, regresi dan sebagainya.



3.      Prinsip dan Tujuan Konseling Psikoanalisis
Di dalam gerakannya, psikoanalisis mempunyai beberapa prinsip yaitu: prinsip konstansi, prinsip kesenangan dan prinsip realitas.
Konseling psikoanalisis bertujuan: Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus tentang mekanisme penyesuaian dirinya dan membentuk kembali struktur kepribadian konseli dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tidak disadari menjadi sadar kembali.
4.      Teknik Konseling Psikoanalisis
Teknik spesifik yang digunakan Freud dalam Psikoterapi adalah asosiasi bebas, interpretasi mimpi, analisis transference, dan analisis resistensi.








DAFTAR PUSTAKA
Sofyan S.Willis. Konseling Keluaga. Alfabeta. Bandung. 2011.
Namora Lumongga Lubis. Memahami Dasar-dasar Konseling. Kencana. Jakarta.  2011.
Latipun. Psikologi Konseling. UMM Press. Malang. 2001.
Zainal Aqib. Konseling Kesehatan Mental. CV Yrama Widya. Bandung. 2013.
Hartono dan Boy Sudarmadji, Psikologi Konseling, KENCANA, Jakarta, 2012






[1] Sofyan S.Willis. konseling keluaga, alfabeta. Bandung, 2011. Hlm 92.
[2] Namora lumongga lubis, memahami dasar-dasar konseling. Kencana, Jakarta,  hlm 139
[3] Ibid, hlm.140-141
[4] Latipun, Psikologi konseling,UMM press, Malang, 2001.hlm. 60
[5] Namora lumongga lubis, hlm.146
[6] Ibid, hm.142
[7] Latipun, Op.Cit, hlm.64-66
[8] Sofyan S. Willis, Op.Cit, hlm.95
[9] Ibid, hlm.96
[10] Namora lumongga lubis, Op.Cit, hlm. 147
[11] Sofyan S.Willis, Op.Cit, hlm.92-93
[12] Zainal Aqib, Konseling Kesehatan Mental, CV Yrama Widya, Bandung, 2013, hlm 111
[13] Hartono dan Boy Sudarmadji, Psikologi Konseling, KENCANA, Jakarta, 2012, hlm 115
[14] Latipun, Op.Cit, .hlm. 74-75

1 comment:

  1. good artikel kak :)
    http://http%3A%2F%2Fblog.binadarma.ac.id%2Fakhmadkhudri%2F.wordpress.com

    ReplyDelete