SHIYAM (PUASA)
MAKALAH
Disusun Guna untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hadits ll (Ahkami)
Dosen Pengampu: M. In’ami, M.Ag
di susun Oleh:
Mustagfiroh (112173)
M. Ulil Albab (112178)
M. Izzudin (112181)
PROGRAM SARJANA/STRATA SATU (S-1)
JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM_E
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
TAHUN 2013
A.
Pendahuluan
Puasa Ramadhan adalah fardhu yang suci dan termasuk ibadah dalam
agama Islam serta termasuk syiar yang amat besar. Bahkan termasuk rukun Islam
yang lima.[1]
Puasa adalah menahan diri termasuk berbicara, sebagaimana hal itu
tercantum di dalam firman Allah ta’ala di dalam surat maryam, “engkau melihat
seseorang, maka katakanlah, “sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk
Tuhan yang maha pengasih,” (QS. Maryam: 26), yaitu katakanlah olehmu kepada
mereka dengan isyarat. Shoum didalam firman di atas artinya menahan diri dari
untuk berbicara, dan dahulu hal itu disyariatkan di dalam ajaran syariat
mereka.adapun di dalam ajaran kita, sekedar diam tidaklah disyariatkan. Begitu
juga tidak disyariatkan bagi orang yang bermimpi melihat Rasulullah SAW untuk
diam sampai waktu tertentu.[2]
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas mengenai urgensi
kitab Shiyam.
Rumusan Masalah:
1.
Apa
pengertian puasa?
2.
Ada
saja macam-macam puasa?
B. 1. Matan Hadits 1.
َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي
الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تَقَدَّمُوا
رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ, إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ
صَوْمًا, فَلْيَصُمْهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Terjemah
189. Daripada
Abu Hurairah (r.a), beliau berkata: Rasulullah (s.a.w) bersabda:
“Janganlah kamu mendahului puasa
Ramadhan dengan puasa sehari dan jangan pula dengan puasa dua hari, kecuali
bagi lelaki yang biasa melakukan puasa tertentu, maka hendaklah dia melakukan
puasanya.” (Muttafaq ‘alaih)
11. Kosa Kata:
الصيام " ": secara bahasa:
menahan diri secara mutlak dan menurut syara’ menahan diri dari pada kedua
jenis syahwat perut dan kemaluan sejak fajar yang kedua sampai dengan
tenggelamnya matahari dengan disertai niat. Ibadah puasa difardhukan pada tahun
kedua Hijriyah pada bukan Ramadhan..
لا تقدموا رمضان بصوم يوم ولا يومين " ": janganlah
kamu mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau lebih banyak supaya amalan
sunat tidak tercampur dengan amalan fardhu disamping tidak ditambahkan ke dalam
Ramadhan perkara-perkara yang tidak termasuk asalnya, seperti yang biasa
dikerjakan oleh ahli kitab. Selain itu bulan Ramadhan dapat dihadapi dengan
penuh kegigihan dan semangat yang berkobar.
Larangan
ini menunjukkan hukum haram, oleh karena itu, haram melakukan puasa dengan niat
puasa Ramadhan dengan niat berjaga-jaga. Asal perkataan “تقدموا”adalah” تتقدموا” dengan menggunakan dua huruf ta’ yang
pertama menunjukkan makna mudhara’ah sedangkan yang kedua untuk mutawa’ah.
Kemudian salah satu dari pada kedua-dua ta’ tersebut dibuang untuk
meringankan pengucapan, hingga menjadilah “تقدموا”. Lafadz “رمضان” adalah nama bagi bulan yang mulia. Di
dalam hadits ini terdapat dalil yang membolehkan mengucapkan lafadz ini untuk
pengertian bulan Ramadhan, maka kedudukan riwayat itu adalah lemah.
الا رجل كان يصوم صوما فليصمه" ": kecuali bagi seorang lelaki yang
mempunyai kebiasaan berpuasa, maka dia boleh melakukan puasa menurut
kebiasaannya itu. Misalnya dia biasa melakukan puasa al-dahr (sehari puasa sehari tidak
sepanjang tahun) atau biasa melakukan Isnin dan Kamis atau puasa yang selainnya,
maka dia dibolehkan melakukan puasa pada hari itu demi memelihara kebiasaannya,
karena amalan yang paling disukai Allah ialah amalan yang dilakukan secara
berterusan.
1.
1. Matan Hadits 2.
َ وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ
رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا,
وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِمُسْلِمٍ: ( فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ
فَاقْدُرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ ) . وَلِلْبُخَارِيِّ: ( فَأَكْمِلُوا
اَلْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ ) َوَلَهُ فِي حَدِيثِ أَبِي
هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ )
Terjemah.
191. Dari Abdullah bin Umar RA, dia berkata,
“beliau berkata: saya pernah mendengar Rasulallah SAW bersabda “jika kamu
melihat anak bulan, maka berpuasalah dan apabila kamu melihatnya lagi , maka
berbukalah, jika kamu terhalang oleh mendung hingga tidak melihatnya, maka
perkirakanlah ia oleh kamu.” (muttafaq ‘alaih)
Menurur riwayat muslim disebutkan : “dan apabila kamu
terhalang oleh awan, maka perkirakanlah tiga puluh hari.” Menurut
riwayat al-Bukhari dikatakan : “maka sempurnakanlah bilangannya menjadi tiga
puluh hari.” Menurut riwayat al-Bukhari juga melalui Abu Hurairah RA
disebutkan sebagai berikut: “maka sempurnakanlah bilangan bulan
Sya’ban menjadi tiga puluh hari”.[3]
11. Kosa Kata.
اذا
رايتموه فصوموا " " : apabila kamu melihat anak bulan Ramadhan, maka berpuasalah. Meskipun
lafadz Ramadhan tidak disebutkan sebelumnya, tetapi ia masih dapat difahami
melalui konteks hadits yang menunjukkan masalah itu.
واذا رايتموه فافطروا " " : apabila
kamu melihan anak bulan syawal, maka berbukalah (yakni berhentilah kamu puasa).
فان غم عليكم " " : berasal dari perkataan “غممت الشيئ “ yang bermaksud apabila engkau menutupi
sesuatu. Makna yang dimaksud disini ialah apabila penglihatanmu terhalang oleh
awan hingga tidak dapat melihat anak bulan.
فاقدروله
" ": berasal dari perkataan “التقدير “ yang
bermaksud perkiraan oleh kamu bilangannya menjadi genap tiga puluh hari.
" ولمسلم
":menurut riwayat Muslim melalui Nafi’ dari Ibn
Umar RA disebutkan bahwa:
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر رمضان فضرب بيده فقال: الشهر
هكذا وهكذا وهكذا ثم عقد ابهامه في الثالثة فصوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته, فان
اغمي عليكم فاقدروا له ثلاثين.
“Rasulullah
SAW menyebutkan tentang bulan Ramadhan. Untuk itu, baginda memberikan isyarat
dengan kedua-dua tangannya, lalu bersabda: “bulan Ramadhan ini sebegini,
sebegini, dan sebegini (sedangkan dalam isyarat itu yang ketiga baginda
menekukkan ibu jarinya untuk menyatakan bilangan dua puluh sembilan). Maka
berpuasalah kamu karena melihat anak bulan (Ramadhan), dan berbukalah kamu
karena melihatnya (anak syawal). Jika kamu terhalang oleh cuaca mendung, maka
perkirakanlah untuknya tiga puluh hari”.
Nafi’ al-Adawi, nama panggilannya
adalah Abu Abdullah al-Madani, merupakan salah seorang ulama kenamaan. Dia
meriwayatkan hadits dari pada Ibn Umar, Abu Lubabah, Abu Hurairah, Aisyah, dan
para sahabat yang lain. Kedua-dua anaknya yang bernama Abu Bakar dan Umar telah
meriwayatkan hadits daripadanya, begitu pula Ayyub dan Ibn Juraij serta Malik
dan sejumlah ulama dan sejumlah ulama lain. Al-Bukhari berkata: “sanad yang
paling sahih ialah Malik, dari pada Nafi’, daripada Ibn Umar”. Al-Ajali, Ibn
Kharrasy dan An-Nasai berkata: Naf’ seorang yang tsiqqah”. Hammad Ibn Zaid
berkata: “Nafi’ meninggal dunia pada tahun 120 Hijriah”.
فضرب بيده " ": Baginda menggerak-gerakkan kedua-dua telapak tangannya atau
memukulkan salah satunya kepada yang lain seperti nama yang dijelaskan di dalam
kedua riwayat yang selainnya. Riwayat yang pertama mengatakan: “dan menepukkan
kedua-dua telapak tangannya”. Sedangkan riwayat yang kedua mengatakan: “dan
menelungkupkan kedua-dua telapak tangannya”.
الشهر
هكذا" ": Nabi SAW mengisyaratkan dengan membuka semua
jari-jarinya yang sepuluh sebanyak tiga kali untuk menunjukkan bilangan
hari-hari dalam satu bulan, tetapi pada kali yang ketiga baginda menekukkan ibu
jarinya untuk mengisyaratkan kurang satu hari yang berarti jumlah seluruhnya
adalah dua puluh sembilan. Apa yang dimaksudkan disini adalah satu bulan itu
adakalanya berjumlah dua puluh sembilan dan tidak semua bulan berjumlah tiga
puluh hari.
فان غم عليكم " ": Jika ada hambatan untuk melihatnya karena awan atau
sebab-sebab lain.
"فاقدروله ثلاثين"
: jika anak bulan tidak kamu lihat sesudah dua puluh sembilan hari,
maka perkirakanlah bilangannya menjadi satu bulan sempurna, jika kamu
menyempurnakan bilangannya menjadi tiga puluh hari.
وللبخاري" ":menurut lafadz yang dikemukakan oleh Al-Bukhari melalui
Abdullah Ibn Umar RA disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
الشهر تسع وعشرون ليلة فلا تصوموا حتى تروه, فان غم عليكم فاكملوا
العدة ثلاثين.
“
Satu bulan itu terdiri daripada dua puluh sembilan malam, maka janganlah kamu
berpuasa sebelum melihat anak bulan. Jika kamu mengalami mendung, maka
sempurnakanlah bilangannya menjadi tiga puluh hari”.
وله" “ juga oleh al-Bukhari.
في حديث ابي هريرة" ": lafadznya disebutkan sebagai berikut: Muhammad Ibn Zaid telah
menceritakan kepada kami: “aku pernah mendengar Abu Hurairah RA bercerita bahwa
Nabi SAW atau Abu al-Qasim pernah bersabda:
صوموا لرؤيته فان غبي عليكم فاكملوا عدة شعبان ثلاثين.
“Berpuasalah
kamu karena melihat anak bulan (Ramadhan), dan berbukalah kamu karena
melihatnya (anak bulan Syawal). Jika kamu terhalang oleh sesuatu, maka
sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari”.
Muhammad Ibn Ziad Al-Jumahi, nama panggilannya
adalah Abu al-Harits al-Madani al-Bisri. Dia meriwayatkan hadits daripada Abu
Hurairah, Aisyah, Ibn Umar, dan lain-lain. Telah diambil riwayat hadits
daripadanya oleh Ibrahim Ibn Thahman, Syu’ban, dua ulama bernama Hammad dan
al-Rabi’ ibn Muslim serta sejumlah ulama yang lain. Dia menilai tsiqqoh oleh
Imam Ahmad, Ibn Mu’in, dan al-Nasa’i.
"غبي" :tertutup atau terlindung.
C.
Makna Global Hadits.
Puasa
merupakan salah satu rukun Islam yang difardhukan berdasarkan al-Quran, sunnah
dan ijma’. Allah SWT berfirman:
يايها الذين ءامنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم
لعلكم تتقون(البقرة: 183)
“Hai orang-orang yang beiman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa”
(Al Baqarah: 183).
Dalil yang bersumber dari pada
sunnah antara lain yaitu: hadits Umar RA di dalam dhahih al-Bukhari dan sahih
Muslim bahwa: “Islam dibangun di atas lima perkara”, antara lain di dalamnya
disebutkan: “ Dan puasa Ramadhan”. Seluruh umat Islam telah pun berijma’ akan
kewajiban ibadah puasa ini.
Nabi
SAW melarang daripada melakukan puasa sebelum Ramadhan sebagai langkah
hati-hati, karena ibadah puasa itu berkaitan dengan ru;yah (melihat anak
bulan). Barang siapa mendahuluinya dengan berpuasa sehari atau dua hari dengan
niat berhati-hati, maka dia melakukan satu perbuatan yang menentang hukum
syariat Islam. Akan tetapi dibolehkan berpuasa sebelum Ramadhan bagi orang yang
mempunyai kebiasaan berpuasa, kemudian kebiasaannya itu bertetapan dengan hari
tersebut.
Puasa Ramadhan wajib dilakukan
setelah melihat anak bulan petanda masuknya bulan Ramadhan. Untuk melihat anak
bulan tidak perlu disyariatkan bahwa itu disaksikan oleh seluruh kaum muslimin.
Apa yang penting adalah anak bulan itu benar-benar dilihat dan dapat
dibuktikan. Berita seseorang yang adil sudah memadai untuk menyembut kedatangan
puasa, dan dua orang yang adil untuk menyambut kedatangan syawal.
Jika penglihatan terhalang oleh
awan, baik untuk masuknya ataupun keluarnya bulan Ramadhan, maka bilangan bulan
digenapkan menjadi tiga ouluh hari. Para ulama melarang daripada mengambil kira
pendapat pakar astronomi untuk membuktikan anak bulan, sekalipun khusus
diamalkan diri mereka sendiri.
D.
Pembahasan.
A.
1.teori
1.
Pengertian Shiyam (Puasa)
Shiyam menurut lughah, ialah صوم dan صيام yang berarti menahan
diri.
Menurut syara’ ialah menahan diri dari makan minum, jima’ dan
lain-lain yang dituntut syara’, di siang hari menurut cara yang disyariatkan.
Atau menahan diri dari makan minum dan jima’ dari terbit fajar sampai
terbenamnya matahari, karena mangharap pahala dari Allah.[4]
Akan tetapi menurut pendapat yang kuat, kewajiban puasa Ramadhan
merupakan kekhususan bagi Nabi Muhammad saw dan umatnya.
Puasa dibagi dua: 1. Puasa wajib yaitu puasa Ramadhan, kaffarah
serta puasa Nadzar, dan 2. Puasa sunnah.[5]
Macam-macam
Puasa
1.
Puasa Wajib
a.
Puasa Ramadhan.
Ramadhan menurut bahasa artinya pembakaran. Menurut istilah
Ramadhan telah menjadi nama salah satu bulan dalam sistem penanggalan Hijriyah.
Dengan demikian puasa Ramadhan adalah puasa yang dikerjakan karena datangnya
bulan suci ramadhan.[6]
Puasa Ramadhan yang disyariatkan pada bulan Sya’ban tahun ke 2
Hijriyah, termasuk rukun Islam dan ulama telah ijma’ atas wajibnya berdasarkan
dalil-dalil, al-Quran dan sunnah.[7]
Keutamaan Bulan Ramadhan
Keutamaan bulan ramadhan itu diantaranya:
1.
Orang-orang
yang berpuasa dibulan Ramadhan itu karena Iman dan hanya karena perintah Allah
semata-mata, dosanya yang telah lalu akan diampuni oleh-Nya.
Sebagaimana Rasulullah SAW. Bersabda:
2.
Pada
bulan Ramadan itulah mula-mula diturunkan Al-Qur’an.
3.
Dalam
bulan Ramadan itu terbukalah pintu-pintu surga, dan terkuncilah pintu-pintu
neraka. Setan dan iblis di belenggu ketika itu.
4.
Puasa
bulan Ramadan itu diistimewakan oleh Tuhan untuk-Nya sendiri dan Dia sendiri
pula yang akan menentukan ganjarannya.
5.
Di
dalam bulan Ramadan terdapat malam Qadar, yaitu malam yang tidak ada
bandingannya.
6.
Orang-orang
yang berpuasa dibulan itu, di sediakan oleh Tuhan, yaitu didalam surga
tempatnya, suatu tempat istimewa, yang pintunya bernama Rayyan tak dapat
dimasuki, kecuali orang yang puasa
Rasulullah
SAW. Bersabda yang artinya:
Dari
Sahal bin Said RA. Sesungguhnya Nabi SAW, bersabda, sesungguhnya di dalam surga
ada sebuah pintu yang dinamakan orang Ar-Rayyan yang akan pada hari kiamat
orang-orang yang puasa dan tidak seorangpun juga akan memasukinya, selain
mereka, (HR. Bukhari dan Muslim)[8]
Amalan
sunnah pada bulan Ramadhan
a.
Melaksanakan
shalat tarawih dan shalat-shalat sunnah lainnya
b.
Memperbanyak
membaca al-Quran
c.
Memperbanyak
sedekah
d.
Memperbanyak
i’tikaf.
b.
Kafarat puasa (Denda)
Bila seseorang tidak melaksanakan puasa ramadhan dengan alasan atau
sebab tertentu maka berlaku ketentuan denda atau kifarat puasa sebagai berikut:
1.
Wajib
membayar qodlo’ saja pada hari lain:
a.
Orang
sakit yang meninggalkan puasanya
b.
Musafir
c.
Wanita
yang sedang hamil/menyusui.
Jika wanita hamil dan wanita menyusui tidak berpuasa karena takut
berbahaya bagi anaknya, maka keduanya wajib qodlo’ dan fidyah.
Untuk
wanita hamil yang hampir melahirkan dan sedang menyusui, ada beberapa pendapat
dalam persoalan fidyah (kifarah) yaitu:
a.
Menurut
Imam hanafi, tidak mewajibkan fidyah secara mutlak.
b.
Menurut
Imam maliki, hanya mewajibkan bagi wanita yang menyusui bukan yang hamil.
c.
Menurut
Imam Hambali dan Imam Syafi’i, setiap wanita yang hamil dan menyusui wajib
membayar fidyah, bila hanya khawatir anaknya saja, tetapi bila khawatir
terhadap dirinya dan anaknya secara bersamaan, maka dia harus mengqodlo’, tanpa
membayar fidyah.
d.
Menurut
Imamiyah, kalau wanita hamil yang saat kelahirannya sudah dekat dan
membahayakan dirinya bila berpuasa, atau membahayakan dirinya bila berpuasa,
atau dia harus berbuka dan tidak boleh berpuasa, karena yang membahayakan itu
diharamkan. Mereka sepakat bahwa bagi wanita yang khawatir membahayakan anaknya
harus meng-qadha’ (menggantinya) dan membayar fidyah satu mud.
2.
Tidak
wajib menqada’ tapi wajib fidyah (memberi makan orang miskin lebih kurang 1 mud
berasnya setiap hari):
a.
Orang
yang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh lagi
b.
Orang
yang sudah tua yang tidak mampu lagi berpuasa.
3.
Wajib
mengqada dan membayar fidyah dan masih berdosa bagi orang yang sengaja
meninggalkan puasa tanpa udzur syar’i.
Cara penentuan awal bulan Ramadhan
a.
Ru’yah
(melihat bulan).
Untuk
menetapkan Ru’yatul Hilal (pada awal bulan Ramadhan) boleh dengan seorang saksi
yang dipandangi adil (atau ahli dalam Ilmu Falak)
Menurut Imam
Syafi’i, untuk Ru;yatul Hilal Ramadhan cukup satu orang saksi, dan untuk hilal
berbuka lebaran harus dua saksi[9]
b.
Jika
tidak melihat, maka dilakukan istikmal (menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi 30
hari).
c.
Mendengar
berita tentang munculnya hilal.
d.
Adanya
mutawatir (dari banyak orang) sehingga mustahil mereka sepakat berdusta.
e.
dengan
cara hisab (menghitung dengan ilmu falaq) [10]
Lailatu
Qodar
Dalam menjelaskan Ramadhan
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا
أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ
الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Dari Aisyah ia berkata, "Aku bertanya, 'Ya Rasulullah jika aku mengetahui bahwa malam itu adalah lailatul qadar, apa yang harus aku ucapkan waktu itu?' Rasulullah bersabda, 'Ucapkanlah: Allaahumma innaka 'afuwwun kariim tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia, Engkau Mencintai Pemaafan, maka maafkanlah aku).
(HR. Tirmidzi, shahih menurut Al-Albani).
Patut diingat bahwa Lailatul Qodar adalah pengalaman batiniyah
bukan pengalaman jasmaniyah. Jadi jangan salah anggap bahwa pada malam Qodar
tersebut akan terjadi perubahan-perubahan lahiriyah terhadap alam ini, tetapi
pengalaman batiniyah bagi orang yang mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.[11]
c.
Puasa Nadzar
Nadzar adalah janji akan melakukan kebaikan dengan niat untuk
mendekatkan diri kepada Allah.baik dengan syarat maupun tidak dengan
syarat.melakukan kebaikan yang asalnya tidak wajib, jika dinadzarkan menjadi
wajib menurut hukum Islam.
Contoh
nadzar dengan syarat seperti seorang mahasiswa PAI kelas E yang bernadzar akan
berpuasa selama tiga hari jika ia nanti dapat SKS 24. Nadzar bersyarat ialah
mewajibkan sesuatu atas dirinya tanpa ada sebab, seperti seorang yang
mengucapkan: “Demi Allah saya akan berpuasa tiga hari dalam seminggu ini”. Jadi
puasa nadzar dalam rangka beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
من نذر ان يطيع فليطعه (رواه البخاري)
Siapa yang bernadzar akan mentaati Allah hendaknya menepati
janjinya.”
1.
Syarat-syarat Puasa
a.
Syarat
wajib puasa
a.
Islam
b.
Baligh
dan berakal
c.
Mampu
melakukan puasa.
b.
Syarat
sah puasa
a.
Islam
b.
Berakal
sehat
c.
Suci
dari haidl dan nifas
d.
Bukan
pada hari-hari yang diharamkan puasa.
2.
Rukun Puasa
a.
Niat.
b.
Meninggalkan
sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari.[13]
3.
Sunnah Puasa
a.
Makan
sahur
عن
انس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((تسحروا فان فى
السحور بركة)) متفق عليه
Artinya:
Dari Annas bin
malik RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “bersahurlah kalian, karena
sesungguhnya pada sahur itu terdapat keberkahan”
(H.R. Imam
Bukhori dan Imam Muslim)
b.
Mengakhiri
waktu makn sahur,
c.
Menyegerakan
berbuka puasa jika telah masuk maghrib.
d.
Mengawali
berbuka dengan kurma.
e.
Tidak
memakan makanan yang subhat.
f.
Tidak
berciuman
g.
Memakai
wangi-wangian diwaktu sahur
h.
Mandi
sebelum fajar
i.
Tidak
mencicipi makanan.
4.
Makruh Puasa
a.
Berkata
kotor, keji mencaci maki, mengumpat, bertengkar, berlebihan.
b.
Sengaja
melambatkan waktu berbuka puasa setelah jelas masuk waktu maghrib dengan
meyakini bahwa menyegerakan waktu berbuka adalah keutamaan.
c.
Mengunyah
dan mencicipi makanan, kecuali ada kepentingan mengunyahkan anaknya.
d.
Berbekam,
kecuali mendesak.
e.
Bersikat
gigi sesudah tergelincirnya matahari kecuali ada keperluan mendesak.
f.
Berkumur-kumur
berlebihan setelah tergelincirnya matahari.[14]
5.
Hal-hal yang membatalkan Puasa
a.
Makan
dan minum
b.
Al-Hiqnah,
yaitu memasukkan sesuatu kedalam rongga melalui kemaluan qubul dan dubur.
c.
Muntah
dengan sengaja.
d.
Bersetubuh
e.
Keluar
mani dengan sebab mubasyarah (sentuhan kulit tanpa alas), mencium dan
sebagainya.
f.
Haid.
g.
Nifas.
h.
Gila.
i.
Riddah
(murtad).[15]
6.
Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa.
a.
Orang
yang sakit tidak kuat mengerjakan puasa.
b.
Musafir.
c.
Orang
tua yang tidak mampu lagi berpuasa.
d.
Wanita
yang sedang hamil/menyusui.
2.
PUASA SUNNAH.
Di samping ibadah puasa Ramadhan yang diwajibkan, Islam juga
menganjurkan umatnya agar banyak-banyak melakukan puasa sunnah, sebagai upaya mendekatkan
diri kepada Allah, menambah kebajikan dan meraih pahala. Pada dasarnya tidak
ada batasan waktu untuk melakukan puasa sunnah, orang yang memilih sendiri
waktu yang tepat baginya untuk berpuasa dengan keadaannya.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa puasa, baik yang wajib maupun
sunnah, haram dan tidak sah dilakukan pada hari-hari tertentu, yaitu pada hari
raya idul fitri dan idul Adha serta pada hari tasyriq.[16]
Puasa sunnah adalah puasa yang dianjurkan untuk dilaksanakan (puasa
yang hukumnya sunnah). Artinya, jika tidak melakukannya tidak berdosa dan jika
dikerjakan mendapat pahala.[17]
Macam-macam
Puasa Sunnah.
a.
Puasa
6 hari bulan syawal. Rasulullah bersabda:
عن ابي ايوب قال رسولالله صلى الله عليه وسلم : من صام رمضان ثم اتبعه
ستا من شوال كان كصيام الدهر (رواه مسلم)
Artinya:
“ Dari Abu Ayyub, Rasulullah SAW telah bersabdasiapa yang berpuasa
pada bulan Ramadhan kemudian ia puasa 6 hari pada bulan syawal, maka seakan ia
berpuasa sepanjang masa.” (HR. Muslim)
b.
Puasa
hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) bagi yang tidak melakukan haji.
c.
Puasa
hari ‘Asyura (tanggal 10 Muharram)
d.
Puasa
pada bulan Sya’ban
e.
Puasa
pada hari-hari terang bulan (tanggal 13, 14, dan 15) pada tiap bulan Qomariyah
(tahun Hijriyah)
f.
Puasa
senin dan kamis.
عن ابي قتادة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يتحرى صيام الاثنين
والخميس (رواه الترمذى)
Artinya:
“Dari Abu Qatadah, Rasulullah SAW memilih berpuasa pada hari senin
dan kamis.” (HR. At
Turmudzi).[18]
Hari yang diharamkan puasa.
a.
Hari
raya Idul Fitri dan Idul Adha
b.
Hari
tasyrik (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah)
Hari
yang dimakruhkan puasa.
a.
Hari
syak, yaitu hari yang diragukan tentang adanya hilal pada awal bulan Ramadhan
atau masih pada akhir bulan Sya’ban
b.
Hari
jum’at karena hari ini adalah hari raya mingguan bagi umat Islam
c.
Hari
sabtu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi
d.
Hari-hari
pada pertengahan bulan sya’ban ke atas.[19]
RAHASIA BERPUASA
Sebagaimana yang
telah diketahui bahwa puasa itu ialah ibadah yang tersembunyi didalam jiwa,
yang dilakukan guna menahan hawa nafsu dari segala keinginan. Rahasia dan
hikmah berpuasa diantaranya:
· Keadilan
Ahli hikmah mengatakan bahwa puasa itu adalah sebagai neraca
keadilan dari Ilahi untuk menimbang supaya sama berat, untuk menguji sama
banyak, sedikitpun tidak ada yang berlebih dan berkurag. Yang kaya tidak dapat
membanggakan kemuliaannya, karene mereka itu sama-sama berada dalam satu
tingkatan, dalam satu neraca yang sama berat, yaitu dalam suasana haus dan
lapar.
· Keinsafan
Dalam neraca keadilan itu, sama-sama terpancar cahaya keinsafan
dari hati mereka. Yang kaya ingat kepada yang miskin, yang mulia ingat kepada
yang hina, yang tinggipun ingat kepada yang rendah. Disanalah mereka sama
mempertemukan jiwa kesucian mereka, mempertemukan jiwa kasih sayang, perasaan saling
menghormati antara satu dan lainnya.
· Kemampuan dan kemakmuran
Setelah ditinjau filsafat ringkas puasa itu, nyatalah betapa
besarnya rahasia yang terkandung didalamnya, yaitu dapat menghubungkan jiwa
dengan jiwa, menimbulkan cinta, kasih sayang, mengeratkan tali persaudaraan
sesama manusia umumnya dan umat Islam khususnya. Dengan sendirinya datanglah
keamanan dalam masyarakat, hilanglah segala permusuhan, habis musnahlah hasrat
dan dengki. Manusia bergandengan tangan dan saling menghormati, negeripun aman.
· Kesehatan
Sebagian dari rahasia berpuasa itu ialah menjauhkan manusia dari
penyakit yang disebabkan oleh zat-zat makanan yang masuk kedalam perut.
· Berhemat
Seseorang yang membiasakan sedikit makan dan sedikit minum dan
membiasakan menahan haus dan lapar, ia belajar berhemat, mengurangi belanja
dari yang biasa. Ia dapat belajar mempergunakan hartanya untuk sesuatu yang
bermanfaat.
· Menjaga amanah
Sebagaimana diketahui bahwa ibadah puasa merupakan amanah Tuhan
yang dipercayakan-Nya kepada hamba-Nya yang tidak boleh disia-siakan.
· Untuk melindungi diri dari perbuatan keji
Tujuan orang yang berpuasa semata-mata karena Allah, mengharapkan
pahala darinya, sehingga ia haruslah berhenti dari segala prbuatan keji.[20]
Hikmah
puasa
a.
Sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT
b.
Meningkatkan
iman dan takwa
c.
Menumbuhkan
rasa solidaritas terhadap sesama.
d.
Melatih
kesabaran
e.
Melatih
kedisiplinan dan keteraturan dalam hidup
f.
Bisa
merasakan rasanya orang-orang kelaparan
g.
Mengalahkan
tabiat bahimiyah (binatang) dengan tabiat malakiyah (malaikat).
h.
Mengandung
nilai-nilai edukasi dalam mengarahkan manusia mengikuti sifat-sifat Allah SWT
dengan menahan hawa nafsu
i.
Menumbuhkan
sifat kasih sayang kepada sesama, terutama kepada kaum dhuafa
j.
Membuat
fikiran dan hati menjadi jernih
من
جاعت بطنه عظمت فكرته و فطن قلبه
“Barang siapa lapar perutnya, besarlah
fikirannya dan cerdiklah hatinya.”
k.
Menjaga
kesehatan fisik bagi manusia.[21]
ll. Dimensi fiqh.
Hadits
1
1.
Dilarang
berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dengan alasan sebagai langkah berjaga-jaga
karena itu berarti sama dengan menentang ketetapan syariat Islam dan
mencampurkan antara sunnat dan fardhu.
2.
Anjuran
untuk melaksanakan amal ibadah dan amal kebaikan yang biasa dilakukan oleh
seseorang secara berkesinambungan.
3.
Boleh
melakukan puasa yang biasa dilakukan oleh seseorang, meskipun puasa menurut
kebiasaannya itu bertepatan dengan sehari atau dua hari sebelum Ramadhan.
4.
Makruh
melakukan puasa sunat dalam sehari atau dua hari sebelum puasa Ramadhan.[22]
Hadits
ll
1.
Puasa
bulan Ramadhan itu hukumnya wajib.
2.
Permulaan
puasa adalah setelah melihat anak bulan.
3.
Disyariatkan
menyempurnakan bilangan bulan menjadi tiga puluh hari apabila anak bulan tidak
dapat dilihat pada hari kedua puluh sembilan.
4.
Wajib
berbuka pada hari raya Idul Fitri.
5.
Tidak
boleh merujuk pada pendapat pakar astrologi dan pakar ekonomi dalam menentukan
anak bulan.[23]
E. Penutup
A. kesimpulan.
Shiyam menurut lughah, ialah صوم dan صيام yang berarti menahan
diri.
Menurut syara’ ialah menahan diri dari makan minum, jima’ dan
lain-lain yang dituntut syara’, di siang hari menurut cara yang disyariatkan.
Atau mrnahan diri dari makan minum dan jima’ dari terbit fajar sampai
terbenamnya matahari, karena mangharap pahala dari Allah.
Puasa dibagi dua: 1. Puasa wajib yaitu puasa Ramadhan, kaffarah
serta puasa Nadzar, dan 2. Puasa sunnah.
Syarat-syarat
Puasa.
Syarat
wajib puasa
a.
Islam
b.
Baligh
dan berakal
c.
Mampu
melakukan puasa.
Syarat
sah puasa
a.
Islam
b.
Berakal
sehat
c.
Suci
dari haidl dan nifas
d.
Bukan
pada hari-hari yang diharamkan puasa.
Rukun
Puasa.
a.
Niat.
b.
Meninggalkan
sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Hikmah
puasa
a.
Sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT
b.
Meningkatkan
iman dan takwa
c.
Menumbuhkan
rasa solidaritas terhadap sesama.
d.
Melatih
kesabaran
e.
Melatih
kedisiplinan dan keteraturan dalam hidup
B.
Penutup.
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, telah memberikan
taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat menyusun makalah ini.
Demikian makalah yang bisa kami susun untuk makul Hadits Ahkami, kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan, baik deri segi
tulisan maupun kalimat yang ada, semoga bermanfaat bagi pembaca dan terutama
bagi penyusun, oleh karena itu penyusun menanti
kritik dan saran bagi pembaca untuk melengkapi makalah ini dan menjadi
lebih baik dari sebelumnya.
F. Referensi
Al-Mundziri,
Al-Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al-‘Azhim. 2009. Ringkasan Shahih Muslim. PT.
Mizan Pustaka:Bandung.
Ar-Rambani,
Masruh bin Yahya. TT. Terjemah Al-Ghayata wa At-Taqrib. Majlis Ta’lif Al-Khothoth:Tuban.
As
sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir. 2012. Syarah Umdatul Ahkam. Darus
Sunnah Pres:Jakarta.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Habsi. 2000. Kuliah Ibadah. PT.
Pustaka Rizki Putra:Semarang.
Aziz,
Syaikh Zainuddin bin Abdul. TT. Syarah Fathul Mu’in. Nurul Huda:Surabaya.
Djamaluddin,
Syinqithy dan Zoerni, Mochtar. 2008. Ringkasan Sahih Muslim. PT Mizan
Pustaka:Bandung.
Junaidi,
Ahmad.2010. An Najah. CV. Gema Nusa:Klaten.
Mas’ud,
Ibnu dan Abidin, Zainal. 2000. Fiqih
Madzhab Syafi’i (buku 1 –Ibadah-). CV. Pustaka Setia:Bandung
Nasution, Lahmuddin. 1995. fiqih 1, Logos wacana ilmu dan
pemikiran:
Qardawi,
Yusuf. 1998. Fiqih Puasa. Era
Intermedia:Solo.
Yasin,
dan Hadi, Sholikhul. 2008. Fiqih Ibadah. Diva STAIN KUDUS:Kudus.
[1] Yusuf
Qardawi, Fiqih Puasa. Era intermedia,Surakarta,1998,hlm.32
[2]
As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir, Syarah Umdatul Ahkam. Darus Sunnah:Jakarta,cet.1,2012,hlm.403
[3]
Syinqithy Djamaluddin dan Mochtar Zoerni. Ringkasan Sahih Muslim. PT
Mizan Pustaka:Bandung,cet.1.2008,hlm.325
[4] Teungku
Muhammad Habsi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah. PT. Pustaka Rizki
Putra:Semarang,Ed.2,cet.1,2000,hlm.201-202.
[5] Lahmuddin
Nasution, fiqih 1, Logos wacana ilmu dan pemikiran:1995,hlm.183
[6] Syaikh
Zainuddin bin Abdul Aziz, Syarah Fathul Mu’in. Nurul
Huda:Surabaya,hlm.54.
[7]
Lahmuddin Nasution, Op.Cit. hlm.148
[8] Ibnu
Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i (buku 1 –Ibadah-).CV.
Pustaka Setia:Bandung:2000,hlm.609-612.
[9] Ibid,
hlm.570
[10] Ahmad
Junaidi, An Najah. CV. Gema Nusa:Klaten,2010 hlm.21-22.
[11]
Lahmuddin Nasution, Op.Cit. hlm.288-189
[12] Ahmad
Junaidi, Op.Cit. hlm.23-24
[13]
KH.Masruh bin Yahya Ar-Rambani, Terjemah Al-Ghayata wa At-Taqrib. Majlis
Ta’lif Al-Khothoth:Tuban,hlm.46-47
[14] Ahmad
Junaidi, Op.Cit, hlm.19-20.
[15]H. Yasin
dan H. Sholikhul Hadi, Fiqih Ibadah, Buku Daros,Dipa STAIN
KUDUS.2008,hlm.115-118.
[16]
Lahmuddin Nasution, Op.Cit. hlm.200
[17] Ahmad
Junaidi, Op.Cit, hlm:23-24.
[18] H.Yasin
dan H.Sholikul Hadi, Op,Cit, hlm.118-121.
[19] Ahmad
Junaidi, Op.Cit, hlm.25
[20] Hlm.
615
[21] H.Yasin
dan H.Sholikhul Hadi, Op.Cit. hlm.122
[22] Alawi
Abbas Al-Maliki Hasan Sulaiman Al-Nuri. Syarah Ibanatul Ahkam jilid 2,
Alhidayah Publication:Kuala Lumpur,2010,Hlm.362-363
[23] Alawi
Abbas Almaliki Hasan Sulaiman Al-Nuri. Op.Cit. hlm.367
iya, sama-sama :)
ReplyDelete