Friday, February 26, 2016

makalah puasa

SHIYAM (PUASA)

MAKALAH
Disusun Guna untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hadits  ll (Ahkami)
Dosen Pengampu: M. In’ami, M.Ag








di susun Oleh:
Mustagfiroh     (112173)
M. Ulil Albab  (112178)
M. Izzudin       (112181)
 


PROGRAM SARJANA/STRATA SATU (S-1)
JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM_E
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
TAHUN 2013
A.    Pendahuluan
Puasa Ramadhan adalah fardhu yang suci dan termasuk ibadah dalam agama Islam serta termasuk syiar yang amat besar. Bahkan termasuk rukun Islam yang lima.[1]
Puasa adalah menahan diri termasuk berbicara, sebagaimana hal itu tercantum di dalam firman Allah ta’ala di dalam surat maryam, “engkau melihat seseorang, maka katakanlah, “sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan yang maha pengasih,” (QS. Maryam: 26), yaitu katakanlah olehmu kepada mereka dengan isyarat. Shoum didalam firman di atas artinya menahan diri dari untuk berbicara, dan dahulu hal itu disyariatkan di dalam ajaran syariat mereka.adapun di dalam ajaran kita, sekedar diam tidaklah disyariatkan. Begitu juga tidak disyariatkan bagi orang yang bermimpi melihat Rasulullah SAW untuk diam sampai waktu tertentu.[2]
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas mengenai urgensi kitab Shiyam.
Rumusan Masalah:
1.      Apa pengertian puasa?
2.      Ada saja  macam-macam puasa?










B. 1.  Matan Hadits 1.
    َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ, إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا, فَلْيَصُمْهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Terjemah
189. Daripada Abu Hurairah (r.a), beliau berkata: Rasulullah (s.a.w) bersabda:
Janganlah kamu mendahului puasa Ramadhan dengan puasa sehari dan jangan pula dengan puasa dua hari, kecuali bagi lelaki yang biasa melakukan puasa tertentu, maka hendaklah dia melakukan puasanya.” (Muttafaq ‘alaih)

11. Kosa Kata:
الصيام " ": secara bahasa: menahan diri secara mutlak dan menurut syara’ menahan diri dari pada kedua jenis syahwat perut dan kemaluan sejak fajar yang kedua sampai dengan tenggelamnya matahari dengan disertai niat. Ibadah puasa difardhukan pada tahun kedua Hijriyah pada bukan Ramadhan..
لا تقدموا رمضان بصوم يوم ولا يومين " ": janganlah kamu mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau lebih banyak supaya amalan sunat tidak tercampur dengan amalan fardhu disamping tidak ditambahkan ke dalam Ramadhan perkara-perkara yang tidak termasuk asalnya, seperti yang biasa dikerjakan oleh ahli kitab. Selain itu bulan Ramadhan dapat dihadapi dengan penuh kegigihan dan semangat yang berkobar.
Larangan ini menunjukkan hukum haram, oleh karena itu, haram melakukan puasa dengan niat puasa Ramadhan dengan niat berjaga-jaga. Asal perkataan “تقدموا”adalah”  تتقدموا  dengan menggunakan dua huruf ta’ yang pertama menunjukkan makna mudhara’ah sedangkan yang kedua untuk mutawa’ah. Kemudian salah satu dari pada kedua-dua ta’ tersebut dibuang untuk meringankan pengucapan, hingga menjadilah “تقدموا”. Lafadz “رمضان” adalah nama bagi bulan yang mulia. Di dalam hadits ini terdapat dalil yang membolehkan mengucapkan lafadz ini untuk pengertian bulan Ramadhan, maka kedudukan riwayat itu adalah lemah. 
الا رجل كان يصوم صوما فليصمه" ": kecuali  bagi seorang lelaki yang mempunyai kebiasaan berpuasa, maka dia boleh melakukan puasa menurut kebiasaannya itu. Misalnya dia biasa melakukan puasa  al-dahr (sehari puasa sehari tidak sepanjang tahun) atau biasa melakukan Isnin dan Kamis atau puasa yang selainnya, maka dia dibolehkan melakukan puasa pada hari itu demi memelihara kebiasaannya, karena amalan yang paling disukai Allah ialah amalan yang dilakukan secara berterusan.

1.      1. Matan Hadits 2.
 َ   وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِمُسْلِمٍ: ( فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا  لَهُ  ثَلَاثِينَ ) . وَلِلْبُخَارِيِّ: ( فَأَكْمِلُوا اَلْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ ) َوَلَهُ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ )
Terjemah.
191. Dari Abdullah bin Umar RA, dia berkata, “beliau berkata: saya pernah mendengar Rasulallah SAW bersabda “jika kamu melihat anak bulan, maka berpuasalah dan apabila kamu melihatnya lagi , maka berbukalah, jika kamu terhalang oleh mendung hingga tidak melihatnya, maka perkirakanlah ia oleh kamu.” (muttafaq ‘alaih)
Menurur riwayat muslim disebutkan : “dan apabila kamu terhalang oleh awan, maka perkirakanlah tiga puluh hari.” Menurut riwayat al-Bukhari dikatakan : “maka sempurnakanlah bilangannya menjadi tiga puluh hari.” Menurut riwayat al-Bukhari juga melalui Abu Hurairah RA disebutkan sebagai berikut: “maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari”.[3]
11. Kosa Kata.
 اذا رايتموه فصوموا " " : apabila kamu melihat anak bulan Ramadhan, maka berpuasalah. Meskipun lafadz Ramadhan tidak disebutkan sebelumnya, tetapi ia masih dapat difahami melalui konteks hadits yang menunjukkan masalah itu.
واذا رايتموه فافطروا " "  : apabila kamu melihan anak bulan syawal, maka berbukalah (yakni berhentilah kamu puasa).
فان غم عليكم " " : berasal dari perkataan “غممت الشيئ “ yang bermaksud apabila engkau menutupi sesuatu. Makna yang dimaksud disini ialah apabila penglihatanmu terhalang oleh awan hingga tidak dapat melihat anak bulan.
 فاقدروله " ": berasal dari perkataan “التقدير “ yang bermaksud perkiraan oleh kamu bilangannya menjadi genap tiga puluh hari.
" ولمسلم ":menurut riwayat Muslim melalui Nafi’ dari Ibn Umar RA disebutkan bahwa:
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر رمضان فضرب بيده فقال: الشهر هكذا وهكذا وهكذا ثم عقد ابهامه في الثالثة فصوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته, فان اغمي عليكم فاقدروا له ثلاثين.
“Rasulullah SAW menyebutkan tentang bulan Ramadhan. Untuk itu, baginda memberikan isyarat dengan kedua-dua tangannya, lalu bersabda: “bulan Ramadhan ini sebegini, sebegini, dan sebegini (sedangkan dalam isyarat itu yang ketiga baginda menekukkan ibu jarinya untuk menyatakan bilangan dua puluh sembilan). Maka berpuasalah kamu karena melihat anak bulan (Ramadhan), dan berbukalah kamu karena melihatnya (anak syawal). Jika kamu terhalang oleh cuaca mendung, maka perkirakanlah untuknya tiga puluh hari”.
            Nafi’ al-Adawi, nama panggilannya adalah Abu Abdullah al-Madani, merupakan salah seorang ulama kenamaan. Dia meriwayatkan hadits dari pada Ibn Umar, Abu Lubabah, Abu Hurairah, Aisyah, dan para sahabat yang lain. Kedua-dua anaknya yang bernama Abu Bakar dan Umar telah meriwayatkan hadits daripadanya, begitu pula Ayyub dan Ibn Juraij serta Malik dan sejumlah ulama dan sejumlah ulama lain. Al-Bukhari berkata: “sanad yang paling sahih ialah Malik, dari pada Nafi’, daripada Ibn Umar”. Al-Ajali, Ibn Kharrasy dan An-Nasai berkata: Naf’ seorang yang tsiqqah”. Hammad Ibn Zaid berkata: “Nafi’ meninggal dunia pada tahun 120 Hijriah”.
 فضرب بيده " ": Baginda menggerak-gerakkan kedua-dua telapak tangannya atau memukulkan salah satunya kepada yang lain seperti nama yang dijelaskan di dalam kedua riwayat yang selainnya. Riwayat yang pertama mengatakan: “dan menepukkan kedua-dua telapak tangannya”. Sedangkan riwayat yang kedua mengatakan: “dan menelungkupkan kedua-dua telapak tangannya”.
  الشهر هكذا" ": Nabi SAW mengisyaratkan dengan membuka semua jari-jarinya yang sepuluh sebanyak tiga kali untuk menunjukkan bilangan hari-hari dalam satu bulan, tetapi pada kali yang ketiga baginda menekukkan ibu jarinya untuk mengisyaratkan kurang satu hari yang berarti jumlah seluruhnya adalah dua puluh sembilan. Apa yang dimaksudkan disini adalah satu bulan itu adakalanya berjumlah dua puluh sembilan dan tidak semua bulan berjumlah tiga puluh hari.
 فان غم عليكم " ": Jika ada hambatan untuk melihatnya karena awan atau sebab-sebab lain.
"فاقدروله ثلاثين" : jika anak bulan tidak kamu lihat sesudah dua puluh sembilan hari, maka perkirakanlah bilangannya menjadi satu bulan sempurna, jika kamu menyempurnakan bilangannya menjadi tiga puluh hari.
  وللبخاري" ":menurut lafadz yang dikemukakan oleh Al-Bukhari melalui Abdullah Ibn Umar RA disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
الشهر تسع وعشرون ليلة فلا تصوموا حتى تروه, فان غم عليكم فاكملوا العدة ثلاثين.
“ Satu bulan itu terdiri daripada dua puluh sembilan malam, maka janganlah kamu berpuasa sebelum melihat anak bulan. Jika kamu mengalami mendung, maka sempurnakanlah bilangannya menjadi tiga puluh hari”.
وله" “ juga oleh al-Bukhari.
 في حديث ابي هريرة" ": lafadznya disebutkan sebagai berikut: Muhammad Ibn Zaid telah menceritakan kepada kami: “aku pernah mendengar Abu Hurairah RA bercerita bahwa Nabi SAW atau Abu al-Qasim pernah bersabda:
صوموا لرؤيته فان غبي عليكم فاكملوا عدة شعبان ثلاثين.
“Berpuasalah kamu karena melihat anak bulan (Ramadhan), dan berbukalah kamu karena melihatnya (anak bulan Syawal). Jika kamu terhalang oleh sesuatu, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari”.
            Muhammad Ibn Ziad Al-Jumahi, nama panggilannya adalah Abu al-Harits al-Madani al-Bisri. Dia meriwayatkan hadits daripada Abu Hurairah, Aisyah, Ibn Umar, dan lain-lain. Telah diambil riwayat hadits daripadanya oleh Ibrahim Ibn Thahman, Syu’ban, dua ulama bernama Hammad dan al-Rabi’ ibn Muslim serta sejumlah ulama yang lain. Dia menilai tsiqqoh oleh Imam Ahmad, Ibn Mu’in, dan al-Nasa’i.
 "غبي" :tertutup atau terlindung.

C.     Makna Global Hadits.
Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang difardhukan berdasarkan al-Quran, sunnah dan ijma’. Allah SWT berfirman:
يايها الذين ءامنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون(البقرة: 183)
“Hai orang-orang yang beiman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”  
(Al Baqarah: 183).
            Dalil yang bersumber dari pada sunnah antara lain yaitu: hadits Umar RA di dalam dhahih al-Bukhari dan sahih Muslim bahwa: “Islam dibangun di atas lima perkara”, antara lain di dalamnya disebutkan: “ Dan puasa Ramadhan”. Seluruh umat Islam telah pun berijma’ akan kewajiban ibadah puasa ini.
Nabi SAW melarang daripada melakukan puasa sebelum Ramadhan sebagai langkah hati-hati, karena ibadah puasa itu berkaitan dengan ru;yah (melihat anak bulan). Barang siapa mendahuluinya dengan berpuasa sehari atau dua hari dengan niat berhati-hati, maka dia melakukan satu perbuatan yang menentang hukum syariat Islam. Akan tetapi dibolehkan berpuasa sebelum Ramadhan bagi orang yang mempunyai kebiasaan berpuasa, kemudian kebiasaannya itu bertetapan dengan hari tersebut.
            Puasa Ramadhan wajib dilakukan setelah melihat anak bulan petanda masuknya bulan Ramadhan. Untuk melihat anak bulan tidak perlu disyariatkan bahwa itu disaksikan oleh seluruh kaum muslimin. Apa yang penting adalah anak bulan itu benar-benar dilihat dan dapat dibuktikan. Berita seseorang yang adil sudah memadai untuk menyembut kedatangan puasa, dan dua orang yang adil untuk menyambut kedatangan syawal.
            Jika penglihatan terhalang oleh awan, baik untuk masuknya ataupun keluarnya bulan Ramadhan, maka bilangan bulan digenapkan menjadi tiga ouluh hari. Para ulama melarang daripada mengambil kira pendapat pakar astronomi untuk membuktikan anak bulan, sekalipun khusus diamalkan diri mereka sendiri.

D.    Pembahasan.
A.    1.teori
1.      Pengertian Shiyam (Puasa)
Shiyam menurut lughah, ialah صوم dan صيام yang berarti menahan diri.
Menurut syara’ ialah menahan diri dari makan minum, jima’ dan lain-lain yang dituntut syara’, di siang hari menurut cara yang disyariatkan. Atau menahan diri dari makan minum dan jima’ dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari, karena mangharap pahala dari Allah.[4]
Akan tetapi menurut pendapat yang kuat, kewajiban puasa Ramadhan merupakan kekhususan bagi Nabi Muhammad saw dan umatnya.
Puasa dibagi dua: 1. Puasa wajib yaitu puasa Ramadhan, kaffarah serta puasa Nadzar, dan 2. Puasa sunnah.[5]
Macam-macam Puasa
1.      Puasa Wajib
a.      Puasa Ramadhan.
Ramadhan menurut bahasa artinya pembakaran. Menurut istilah Ramadhan telah menjadi nama salah satu bulan dalam sistem penanggalan Hijriyah. Dengan demikian puasa Ramadhan adalah puasa yang dikerjakan karena datangnya bulan suci ramadhan.[6]
Puasa Ramadhan yang disyariatkan pada bulan Sya’ban tahun ke 2 Hijriyah, termasuk rukun Islam dan ulama telah ijma’ atas wajibnya berdasarkan dalil-dalil, al-Quran dan sunnah.[7]
Keutamaan Bulan Ramadhan
Keutamaan bulan ramadhan itu diantaranya:
1.      Orang-orang yang berpuasa dibulan Ramadhan itu karena Iman dan hanya karena perintah Allah semata-mata, dosanya yang telah lalu akan diampuni oleh-Nya.
Sebagaimana Rasulullah SAW. Bersabda:
2.      Pada bulan Ramadan itulah mula-mula diturunkan Al-Qur’an.
3.      Dalam bulan Ramadan itu terbukalah pintu-pintu surga, dan terkuncilah pintu-pintu neraka. Setan dan iblis di belenggu ketika itu.
4.      Puasa bulan Ramadan itu diistimewakan oleh Tuhan untuk-Nya sendiri dan Dia sendiri pula yang akan menentukan ganjarannya.
5.      Di dalam bulan Ramadan terdapat malam Qadar, yaitu malam yang tidak ada bandingannya.
6.      Orang-orang yang berpuasa dibulan itu, di sediakan oleh Tuhan, yaitu didalam surga tempatnya, suatu tempat istimewa, yang pintunya bernama Rayyan tak dapat dimasuki, kecuali orang yang puasa
Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya:
Dari Sahal bin Said RA. Sesungguhnya Nabi SAW, bersabda, sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pintu yang dinamakan orang Ar-Rayyan yang akan pada hari kiamat orang-orang yang puasa dan tidak seorangpun juga akan memasukinya, selain mereka, (HR. Bukhari dan Muslim)[8]
Amalan sunnah pada bulan Ramadhan
a.       Melaksanakan shalat tarawih dan shalat-shalat sunnah lainnya
b.      Memperbanyak membaca al-Quran
c.       Memperbanyak sedekah
d.      Memperbanyak i’tikaf.

b.      Kafarat puasa (Denda)
Bila seseorang tidak melaksanakan puasa ramadhan dengan alasan atau sebab tertentu maka berlaku ketentuan denda atau kifarat puasa sebagai berikut:
1.      Wajib membayar qodlo’ saja pada hari lain:
a.       Orang sakit yang meninggalkan puasanya
b.      Musafir
c.       Wanita yang sedang hamil/menyusui.
Jika wanita hamil dan wanita menyusui tidak berpuasa karena takut berbahaya bagi anaknya, maka keduanya wajib qodlo’ dan fidyah.
Untuk wanita hamil yang hampir melahirkan dan sedang menyusui, ada beberapa pendapat dalam persoalan fidyah (kifarah) yaitu:
a.       Menurut Imam hanafi, tidak mewajibkan fidyah secara mutlak.
b.      Menurut Imam maliki, hanya mewajibkan bagi wanita yang menyusui bukan yang hamil.
c.       Menurut Imam Hambali dan Imam Syafi’i, setiap wanita yang hamil dan menyusui wajib membayar fidyah, bila hanya khawatir anaknya saja, tetapi bila khawatir terhadap dirinya dan anaknya secara bersamaan, maka dia harus mengqodlo’, tanpa membayar fidyah.
d.      Menurut Imamiyah, kalau wanita hamil yang saat kelahirannya sudah dekat dan membahayakan dirinya bila berpuasa, atau membahayakan dirinya bila berpuasa, atau dia harus berbuka dan tidak boleh berpuasa, karena yang membahayakan itu diharamkan. Mereka sepakat bahwa bagi wanita yang khawatir membahayakan anaknya harus meng-qadha’ (menggantinya) dan membayar fidyah satu mud.

2.      Tidak wajib menqada’ tapi wajib fidyah (memberi makan orang miskin lebih kurang 1 mud berasnya setiap hari):
a.       Orang yang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh lagi
b.      Orang yang sudah tua yang tidak mampu lagi berpuasa.
3.      Wajib mengqada dan membayar fidyah dan masih berdosa bagi orang yang sengaja meninggalkan puasa tanpa udzur syar’i.
Cara penentuan awal bulan Ramadhan
a.       Ru’yah (melihat bulan).
Untuk menetapkan Ru’yatul Hilal (pada awal bulan Ramadhan) boleh dengan seorang saksi yang dipandangi adil (atau ahli dalam Ilmu Falak)
Menurut Imam Syafi’i, untuk Ru;yatul Hilal Ramadhan cukup satu orang saksi, dan untuk hilal berbuka lebaran harus dua saksi[9]
b.      Jika tidak melihat, maka dilakukan istikmal (menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi 30 hari).
c.       Mendengar berita tentang munculnya hilal.
d.      Adanya mutawatir (dari banyak orang) sehingga mustahil mereka sepakat berdusta.
e.       dengan cara hisab (menghitung dengan ilmu falaq) [10]


Lailatu Qodar
      Dalam menjelaskan Ramadhan
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Dari Aisyah ia berkata, "Aku bertanya, 'Ya Rasulullah jika aku mengetahui bahwa malam itu adalah lailatul qadar, apa yang harus aku ucapkan waktu itu?' Rasulullah bersabda, 'Ucapkanlah: Allaahumma innaka 'afuwwun kariim tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia, Engkau Mencintai Pemaafan, maka maafkanlah aku).
(HR. Tirmidzi, shahih menurut Al-Albani).
Patut diingat bahwa Lailatul Qodar adalah pengalaman batiniyah bukan pengalaman jasmaniyah. Jadi jangan salah anggap bahwa pada malam Qodar tersebut akan terjadi perubahan-perubahan lahiriyah terhadap alam ini, tetapi pengalaman batiniyah bagi orang yang mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.[11]
c.       Puasa Nadzar
Nadzar adalah janji akan melakukan kebaikan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah.baik dengan syarat maupun tidak dengan syarat.melakukan kebaikan yang asalnya tidak wajib, jika dinadzarkan menjadi wajib menurut hukum Islam.
Contoh nadzar dengan syarat seperti seorang mahasiswa PAI kelas E yang bernadzar akan berpuasa selama tiga hari jika ia nanti dapat SKS 24. Nadzar bersyarat ialah mewajibkan sesuatu atas dirinya tanpa ada sebab, seperti seorang yang mengucapkan: “Demi Allah saya akan berpuasa tiga hari dalam seminggu ini”. Jadi puasa nadzar dalam rangka beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
من نذر ان يطيع فليطعه (رواه البخاري)
Siapa yang bernadzar akan mentaati Allah hendaknya menepati janjinya.”
 (HR. Al Bukhari).[12].
1.      Syarat-syarat Puasa
a.       Syarat wajib puasa
a.       Islam
b.      Baligh dan berakal
c.       Mampu melakukan puasa.
b.      Syarat sah puasa
a.       Islam
b.      Berakal sehat
c.       Suci dari haidl dan nifas
d.      Bukan pada hari-hari yang diharamkan puasa.
2.      Rukun Puasa
a.       Niat.
b.      Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari.[13]
3.      Sunnah Puasa
a.       Makan sahur
عن انس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((تسحروا فان فى السحور بركة)) متفق عليه
Artinya:
Dari Annas bin malik RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “bersahurlah kalian, karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat keberkahan”
(H.R. Imam Bukhori dan Imam Muslim)
b.      Mengakhiri waktu makn sahur,
c.       Menyegerakan berbuka puasa jika telah masuk maghrib.
d.      Mengawali berbuka dengan kurma.
e.       Tidak memakan makanan yang subhat.
f.       Tidak berciuman
g.      Memakai wangi-wangian diwaktu sahur
h.      Mandi sebelum fajar
i.        Tidak mencicipi makanan.

4.      Makruh Puasa
a.       Berkata kotor, keji mencaci maki, mengumpat, bertengkar, berlebihan.
b.      Sengaja melambatkan waktu berbuka puasa setelah jelas masuk waktu maghrib dengan meyakini bahwa menyegerakan waktu berbuka adalah keutamaan.
c.       Mengunyah dan mencicipi makanan, kecuali ada kepentingan mengunyahkan anaknya.
d.      Berbekam, kecuali mendesak.
e.       Bersikat gigi sesudah tergelincirnya matahari kecuali ada keperluan mendesak.
f.       Berkumur-kumur berlebihan setelah tergelincirnya matahari.[14]
5.      Hal-hal yang membatalkan Puasa
a.       Makan dan minum
b.      Al-Hiqnah, yaitu memasukkan sesuatu kedalam rongga melalui kemaluan qubul dan dubur.
c.       Muntah dengan sengaja.
d.      Bersetubuh
e.       Keluar mani dengan sebab mubasyarah (sentuhan kulit tanpa alas), mencium dan sebagainya.
f.       Haid.
g.      Nifas.
h.      Gila.
i.        Riddah (murtad).[15]
6.      Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa.
a.       Orang yang sakit tidak kuat mengerjakan puasa.
b.      Musafir.
c.       Orang tua yang tidak mampu lagi berpuasa.
d.      Wanita yang sedang hamil/menyusui.

2.      PUASA SUNNAH.
Di samping ibadah puasa Ramadhan yang diwajibkan, Islam juga menganjurkan umatnya agar banyak-banyak melakukan puasa sunnah, sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah, menambah kebajikan dan meraih pahala. Pada dasarnya tidak ada batasan waktu untuk melakukan puasa sunnah, orang yang memilih sendiri waktu yang tepat baginya untuk berpuasa dengan keadaannya.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa puasa, baik yang wajib maupun sunnah, haram dan tidak sah dilakukan pada hari-hari tertentu, yaitu pada hari raya idul fitri dan idul Adha serta pada hari tasyriq.[16]
Puasa sunnah adalah puasa yang dianjurkan untuk dilaksanakan (puasa yang hukumnya sunnah). Artinya, jika tidak melakukannya tidak berdosa dan jika dikerjakan mendapat pahala.[17]
Macam-macam Puasa Sunnah.
a.       Puasa 6 hari bulan syawal. Rasulullah bersabda:
عن ابي ايوب قال رسولالله صلى الله عليه وسلم : من صام رمضان ثم اتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر (رواه مسلم)
Artinya:
“ Dari Abu Ayyub, Rasulullah SAW telah bersabdasiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan kemudian ia puasa 6 hari pada bulan syawal, maka seakan ia berpuasa sepanjang masa.” (HR. Muslim)
b.      Puasa hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) bagi yang tidak melakukan haji.
c.       Puasa hari ‘Asyura (tanggal 10 Muharram)
d.      Puasa pada bulan Sya’ban
e.       Puasa pada hari-hari terang bulan (tanggal 13, 14, dan 15) pada tiap bulan Qomariyah (tahun Hijriyah)
f.       Puasa senin dan kamis.
عن ابي قتادة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يتحرى صيام الاثنين والخميس (رواه الترمذى)
Artinya:
“Dari Abu Qatadah, Rasulullah SAW memilih berpuasa pada hari senin dan kamis.” (HR. At Turmudzi).[18]
Hari  yang diharamkan puasa.
a.       Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha
b.      Hari tasyrik (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah)
Hari yang dimakruhkan puasa.
a.       Hari syak, yaitu hari yang diragukan tentang adanya hilal pada awal bulan Ramadhan atau masih pada akhir bulan Sya’ban
b.      Hari jum’at karena hari ini adalah hari raya mingguan bagi umat Islam
c.       Hari sabtu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi
d.      Hari-hari pada pertengahan bulan sya’ban ke atas.[19]
RAHASIA BERPUASA
            Sebagaimana yang telah diketahui bahwa puasa itu ialah ibadah yang tersembunyi didalam jiwa, yang dilakukan guna menahan hawa nafsu dari segala keinginan. Rahasia dan hikmah berpuasa diantaranya:
·      Keadilan
Ahli hikmah mengatakan bahwa puasa itu adalah sebagai neraca keadilan dari Ilahi untuk menimbang supaya sama berat, untuk menguji sama banyak, sedikitpun tidak ada yang berlebih dan berkurag. Yang kaya tidak dapat membanggakan kemuliaannya, karene mereka itu sama-sama berada dalam satu tingkatan, dalam satu neraca yang sama berat, yaitu dalam suasana haus dan lapar.
·      Keinsafan
Dalam neraca keadilan itu, sama-sama terpancar cahaya keinsafan dari hati mereka. Yang kaya ingat kepada yang miskin, yang mulia ingat kepada yang hina, yang tinggipun ingat kepada yang rendah. Disanalah mereka sama mempertemukan jiwa kesucian mereka, mempertemukan jiwa kasih sayang, perasaan saling menghormati antara satu dan lainnya.
·      Kemampuan dan kemakmuran
Setelah ditinjau filsafat ringkas puasa itu, nyatalah betapa besarnya rahasia yang terkandung didalamnya, yaitu dapat menghubungkan jiwa dengan jiwa, menimbulkan cinta, kasih sayang, mengeratkan tali persaudaraan sesama manusia umumnya dan umat Islam khususnya. Dengan sendirinya datanglah keamanan dalam masyarakat, hilanglah segala permusuhan, habis musnahlah hasrat dan dengki. Manusia bergandengan tangan dan saling menghormati, negeripun aman.
·      Kesehatan
Sebagian dari rahasia berpuasa itu ialah menjauhkan manusia dari penyakit yang disebabkan oleh zat-zat makanan yang masuk kedalam perut.

·      Berhemat
Seseorang yang membiasakan sedikit makan dan sedikit minum dan membiasakan menahan haus dan lapar, ia belajar berhemat, mengurangi belanja dari yang biasa. Ia dapat belajar mempergunakan hartanya untuk sesuatu yang bermanfaat.
·      Menjaga amanah
Sebagaimana diketahui bahwa ibadah puasa merupakan amanah Tuhan yang dipercayakan-Nya kepada hamba-Nya yang tidak boleh disia-siakan.
·      Untuk melindungi diri dari perbuatan keji
Tujuan orang yang berpuasa semata-mata karena Allah, mengharapkan pahala darinya, sehingga ia haruslah berhenti dari segala prbuatan keji.[20]
Hikmah puasa
a.       Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT
b.      Meningkatkan iman dan takwa
c.       Menumbuhkan rasa solidaritas terhadap sesama.
d.      Melatih kesabaran
e.       Melatih kedisiplinan dan keteraturan dalam hidup
f.       Bisa merasakan rasanya orang-orang kelaparan
g.      Mengalahkan tabiat bahimiyah (binatang) dengan tabiat malakiyah (malaikat).
h.      Mengandung nilai-nilai edukasi dalam mengarahkan manusia mengikuti sifat-sifat Allah SWT dengan menahan hawa nafsu
i.        Menumbuhkan sifat kasih sayang kepada sesama, terutama kepada kaum dhuafa
j.        Membuat fikiran dan hati menjadi jernih
من جاعت بطنه عظمت فكرته و فطن قلبه
“Barang siapa lapar perutnya, besarlah fikirannya dan cerdiklah hatinya.”
k.      Menjaga kesehatan fisik bagi manusia.[21]


ll. Dimensi fiqh.
Hadits 1
1.      Dilarang berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dengan alasan sebagai langkah berjaga-jaga karena itu berarti sama dengan menentang ketetapan syariat Islam dan mencampurkan antara sunnat dan fardhu.
2.      Anjuran untuk melaksanakan amal ibadah dan amal kebaikan yang biasa dilakukan oleh seseorang secara berkesinambungan.
3.      Boleh melakukan puasa yang biasa dilakukan oleh seseorang, meskipun puasa menurut kebiasaannya itu bertepatan dengan sehari atau dua hari sebelum Ramadhan.
4.      Makruh melakukan puasa sunat dalam sehari atau dua hari sebelum puasa Ramadhan.[22]
Hadits ll
1.      Puasa bulan Ramadhan itu hukumnya wajib.
2.      Permulaan puasa adalah setelah melihat anak bulan.
3.      Disyariatkan menyempurnakan bilangan bulan menjadi tiga puluh hari apabila anak bulan tidak dapat dilihat pada hari kedua puluh sembilan.
4.      Wajib berbuka pada hari raya Idul Fitri.
5.      Tidak boleh merujuk pada pendapat pakar astrologi dan pakar ekonomi dalam menentukan anak bulan.[23]

E. Penutup
A. kesimpulan.
Shiyam menurut lughah, ialah صوم dan صيام yang berarti menahan diri.
Menurut syara’ ialah menahan diri dari makan minum, jima’ dan lain-lain yang dituntut syara’, di siang hari menurut cara yang disyariatkan. Atau mrnahan diri dari makan minum dan jima’ dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari, karena mangharap pahala dari Allah.
Puasa dibagi dua: 1. Puasa wajib yaitu puasa Ramadhan, kaffarah serta puasa Nadzar, dan 2. Puasa sunnah.
Syarat-syarat Puasa.
Syarat wajib puasa
a.       Islam
b.      Baligh dan berakal
c.       Mampu melakukan puasa.
Syarat sah puasa
a.       Islam
b.      Berakal sehat
c.       Suci dari haidl dan nifas
d.      Bukan pada hari-hari yang diharamkan puasa.
Rukun Puasa.
a.       Niat.
b.      Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Hikmah puasa
a.       Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT
b.      Meningkatkan iman dan takwa
c.       Menumbuhkan rasa solidaritas terhadap sesama.
d.      Melatih kesabaran
e.       Melatih kedisiplinan dan keteraturan dalam hidup

B.     Penutup.
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, telah memberikan taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat menyusun makalah ini.
Demikian makalah yang bisa kami susun untuk makul Hadits Ahkami, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan, baik deri segi tulisan maupun kalimat yang ada, semoga bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penyusun, oleh karena itu penyusun menanti  kritik dan saran bagi pembaca untuk melengkapi makalah ini dan menjadi lebih baik dari sebelumnya.


F. Referensi
Al-Mundziri, Al-Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al-‘Azhim. 2009. Ringkasan Shahih Muslim. PT. Mizan Pustaka:Bandung.
Ar-Rambani, Masruh bin Yahya. TT. Terjemah Al-Ghayata wa At-Taqrib. Majlis Ta’lif Al-Khothoth:Tuban.
As sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir. 2012. Syarah Umdatul Ahkam. Darus Sunnah Pres:Jakarta.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Habsi. 2000. Kuliah Ibadah. PT. Pustaka Rizki Putra:Semarang.

Aziz, Syaikh Zainuddin bin Abdul. TT. Syarah Fathul Mu’in. Nurul Huda:Surabaya.
Djamaluddin, Syinqithy dan Zoerni, Mochtar. 2008. Ringkasan Sahih Muslim. PT Mizan Pustaka:Bandung.
Junaidi, Ahmad.2010.  An Najah.  CV. Gema Nusa:Klaten.
Mas’ud, Ibnu  dan Abidin, Zainal. 2000. Fiqih Madzhab Syafi’i (buku 1 –Ibadah-). CV. Pustaka Setia:Bandung
Nasution, Lahmuddin. 1995. fiqih 1, Logos wacana ilmu dan pemikiran:

Qardawi, Yusuf. 1998.  Fiqih Puasa. Era Intermedia:Solo.
Yasin, dan Hadi, Sholikhul. 2008. Fiqih Ibadah. Diva STAIN KUDUS:Kudus.





[1] Yusuf Qardawi, Fiqih Puasa. Era intermedia,Surakarta,1998,hlm.32
[2] As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir, Syarah Umdatul Ahkam. Darus Sunnah:Jakarta,cet.1,2012,hlm.403
[3] Syinqithy Djamaluddin dan Mochtar Zoerni. Ringkasan Sahih Muslim. PT Mizan Pustaka:Bandung,cet.1.2008,hlm.325
[4] Teungku Muhammad Habsi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah. PT. Pustaka Rizki Putra:Semarang,Ed.2,cet.1,2000,hlm.201-202.
[5] Lahmuddin Nasution, fiqih 1, Logos wacana ilmu dan pemikiran:1995,hlm.183
[6] Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz, Syarah Fathul Mu’in. Nurul Huda:Surabaya,hlm.54.
[7] Lahmuddin Nasution, Op.Cit. hlm.148
[8] Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i (buku 1 –Ibadah-).CV. Pustaka Setia:Bandung:2000,hlm.609-612.
[9] Ibid, hlm.570
[10] Ahmad Junaidi, An Najah. CV. Gema Nusa:Klaten,2010 hlm.21-22.
[11] Lahmuddin Nasution, Op.Cit. hlm.288-189
[12] Ahmad Junaidi, Op.Cit. hlm.23-24
[13] KH.Masruh bin Yahya Ar-Rambani, Terjemah Al-Ghayata wa At-Taqrib. Majlis Ta’lif Al-Khothoth:Tuban,hlm.46-47
[14] Ahmad Junaidi, Op.Cit, hlm.19-20.
[15]H. Yasin dan H. Sholikhul Hadi, Fiqih Ibadah, Buku Daros,Dipa STAIN KUDUS.2008,hlm.115-118.
[16] Lahmuddin Nasution, Op.Cit. hlm.200
[17] Ahmad Junaidi, Op.Cit, hlm:23-24.
[18] H.Yasin dan H.Sholikul Hadi, Op,Cit, hlm.118-121.
[19] Ahmad Junaidi, Op.Cit, hlm.25
[20] Hlm. 615
[21] H.Yasin dan H.Sholikhul Hadi, Op.Cit. hlm.122
[22] Alawi Abbas Al-Maliki Hasan Sulaiman Al-Nuri. Syarah Ibanatul Ahkam jilid 2, Alhidayah Publication:Kuala Lumpur,2010,Hlm.362-363
[23] Alawi Abbas Almaliki Hasan Sulaiman Al-Nuri. Op.Cit. hlm.367

1 comment: