Saturday, February 27, 2016

makalah pendidikan targhib dan tarhib

BAB 1
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang Masalah
Seperti diketahui dalam menjalani kehidupannya manusia sebagai subyek telah ditetapkan oleh Allah SWT. mengelola bumi beserta isinya. Untuk memenuhi  misi tersebut  manusia tidak mungkin  tanpa ilmu pengetahuan. Proses belajar sesuatu yang harus dijalankan, baik melalui orang terdekat (non-formal) atau lewat lembaga resmi secara berjenjang (formal) Dalam proses belajar itulah kemudian tercipta perubahan moral yang bersipat lebih baik.
 Dalam kehidupan moderen seperti sekarang ini, produk pendidikan sering kali diukur dari perubahan kemajuan material dalam bentuk meningkatnya pemuasan kebutuhan manusia (jasmani). Ilmu pengetahuan dan kepandaiannya  dikembangkan menjadi instrumen kekuasaan untuk memperdayai orang lain, dan memperoleh kekayaan dari jalur yang menrugikan orang lain. Tentu saja hal ini tidak kita inginkan apalagi terjadi dalam lingkungan pendidikan islam.
Ketidakberhasilan tertanamnya nilai-nilai rohaniah terhadap peserta didik dewasa ini, menurut Qomari Anwar sangat terkait dengan dua faktor penting. Kedua faktor tersebut adalah  mentalitas pendidik dan metode pendidikan.[1] terkait dengan hal terakhir yang disebutkan, menurut al- Nahlawi , dalam al Qur’an dan as-Sunnah sebenarnya terdapat berbagai metode pendidikan yang bisa menyentuh perasaan dan membangkitkan semangat keagamaan. satu diantara metode –metode tersebut adalah metode targhib dan tarhib.



B.       Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka kita dapat mengambil beberapa rumusan masalah, antara lain sebagai berikut:
1.         Bagaimana Pengertian Metode Pendidikan Dalam Islam dan Macam-macamnya?
2.         Apakah yang Dimaksud dengan Metode Tarhib dan Taghrib?
3.         Bagaimanakah Posisi dan Keutamaan/ Manfaat metode Tarhib dan Taghrib?








BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian Metode Pendidikan Dalam Islam dan Macam-macamnya.
Sebelum lebih jauh kita membahas mengenai pengertian metode pendidikan Islam, maka kita harus mengetahui pengertian dari setiap kata tersebut. Maka dengan ini penulis menguraikan menjadi dua kata, yaitu kata metode dan kata pendidikan Islam.
Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang artinya adalah melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu jalan atau cara yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[2] Adapun istilah metodologi berasal dari kata metoda dan logi. Logi berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti akal atau ilmu. Jadi metodologi artinya ilmu tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[3]
Dalam bahasa Arab kata metode diungkapkan dalam berbagai kata. Terkadang digunakan kata atthariqah, manhaj, dan alwashilah. Thariqah berarti jalan, ,manhaj berarti sistem, dan washilah berarti perantara atau mediator. Dengan demikian kata yang paling dekat dengan metode adalah kata thariqah. Karena sebagaimana dijelaskan pada awal pargraf secara bahasa metode adalah suatu jalan untuk mencapai suatu tujuan.
Dengan pendekatan kebahasaan tersebut nampak bahwa metode lebih menunjukkan kepada jalan, dalam arti jalan yang bersifat non fisik. Yaitu jalan dalam bentuk ide-ide yang mengacu pada cara menghantarkan seseorang untuk mencapai pada tujuan yang ditentukan.
Secara terminologi atau istilah metode bisa membawa pada pengertian yang bermacam-macam, yaitu ada kognitifnya seperti tentang fakta-fakta sejarah, syarat-syarat sah shalat, ada juga aspek afektifnya seperti penghayatan pada nilai-nilai dan akhlak, dan ada juga aspek psikomotorik seperti praktek shalat, haji dan sebagainya.
Sedangkan pendidikan Islam dalam arti sempit, adalah bimbingan yang dilakukan seseorang yang kmudian disebut pendidik., terhadap orang lain yang kemudian disebut peserta didik. Terlepas dari apa dan siapa yang membimbing, yang pasti pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia dari berbagai aspek dan dimesnsinya, agar ia berkembang secara maksimal.
Zuhairini, dkk. (1992:149) merumuskan bahwa pendidikan adalah  suatu aktivitas untuk mengembanngkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Pendidikan bukan hanya bersifat formal saja, tetapi mencakup juga yang non formal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, pendidikan adalah suatu aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadi rohani (pikir, rasa, karsa, dan budi nurani).
Dengan demikian metode tersebut memiliki posisi penting dalam mencapai tujuan. Metode adalah cara yang paling cepat dan tepat dalam memperoleh tujuan yang diinginkan. Jika metode dapat dikuasi maka akan memudahkan jalan dalam mencapai tujuan dalam pendidikan Islam.

Macam-Macam Metode Pendidikan Islam
 Menurut al-Nahlawi, pendidikan Islam bagi anak-anak maupun orang dewasa dapat diterapkan dengan beberapa metode sebagai berikut.
1.      Metode dialog (hiwar)
2.      Metode kisah Qur’ani dan Nabawi
3.      Metode pemberian perumpamaan (amtsal)
4.      Metode keteladanan yang baik (uswah hasanah)
5.      Metode pembiasaan
6.      Metode perenungan fenomena alam atau peristiwa sejarah (i’tibar) untuk memperoleh pelajaran (‘ibrah).
7.      Metode nasehat (mau’izah)
8.      Metode pemberian ganjaran dan hukuman (targhib dan tarhib).


1.      Metode dialog ( hiwar )
Metode Hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi, adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan sengaja diarahkan kepada suatu tujuan yang dikehendaki oleh pendidik.
Jenis-jenis hiwar ini ada 5 macam, yaitu:(1) Hiwar Khitabi, merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dengan hamba-Nya. (2) Hiwar Washfi, yaitu dialog antara Tuhan dengan malaikat atau dengan makhluk gaib lainnya. Seperti dalam surat Ash-Shaffat ayat 27-28 [19] Allah SWT berdialog dengan malaikat tentang orang-orang zalim. (3) Hiwar Qishashi terdapat dalam al-Qur'an, yang baik bentuk maupun rangkaian ceritanya sangat jelas, merupakan bagian dari Uslub kisah dalam Al-Qur'an. Seperti Syuaib dan kaumnya yang terdapat dalam Surat Hud ayat 84-85. (4) Hiwar Jadali adalah hiwar yang bertujuan untuk memantapkan hujjah atau alasan baik dalam rangka menegakkan kebenaran maupun menolak kebatilan. Contohnya dalam al-Qur'an terdapat dalam Surat An-Najm ayat 1-5. (5) Hiwar Nabawi adalah hiwar yang digunakan oleh Nabi dalam mendidik sahabat-sahabatnya.[4]

2.      Metode Qishas
Dalam pendidikan Islam, kisah sebagai metode pendidikan sangat penting karena beberapa alasan:
a.   Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti alur kisah peristiwanya dan merenungkan maknanya. Makna ini selanjutnya akan memberikan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
b.   Kisah Qurani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam konteks menyeluruh, maka pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau merasakan kisah itu, seakan-akan dia sendiri sebagai tokohnya. Diantara kelebihan kisah Qurani dan Nabawi ialah bahwa kisah ini bukan saja sangat mengesankan tetapi juga indah dan tidak mengotori pikiran pembaca atau pendengarnya. Sebagai contoh, kita dapat merenungkan kisah Yusuf.

3.      Metode Perumpamaan (amtsal)
Sering kali Tuhan memberikan pelajaran kepada manusia melalui perumpamaan-perumpamaan sebagaimana tersurat dalam al-Ankabut ayat 41 dimana Allah mengumpamakan tuhan selain Allah sebagai sarang laba-laba. Maksudnya, bahwa tuhan selain Allah itu merupakan sesembahan yang sangat rapuh (palsu). Contoh lain perumpamaan sebagai metode untuk mendidik manusia supaya jadi insan yang dermawan adalah sebagaimana termaktub dalam al-Baqarah ayat 261.

4.      Metode keteladanan (uswah)
Maksudnya adalah suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak agar ditiru dan dilaksanakan.
 Teladan dari pendidik merupakan faktor yang besar pengaruhnya  dalam pendidikan anak. Hal itu dapat membentuk seorang anak menjadi manusia yang saleh dan bergaul dengan orang-orang yang saleh, begitu pula sebaliknya.
Al-Qur’an menegaskan pentingnya contoh teladan dan pergaulan yang baik dalam usaha membentuk kepribadian anak, yaitu dengan mempelajari tindak-tanduk Rasulullah, dan menjadikannya contoh utama, Allah berfirman:

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagmui, yaitu orang-orang yan mengharapkan rahmat Allah dan keselamat di hari kiamat, dan dia banyak menyebut nama Allah.” (QS 33:21).
Seorang ulama memberi pesan kepada pendidik dalam mengajar anak dengan perkataannya:
Hendaklah yang pertama-tama kamu lakukan dalam mendidik anak adalah perbaiki dulu dirimu sendiri, karena sesungguhnya mata anak-anak itu hanya tertuju padamu. Maka apa yang menurut mereka adalah yang kamu perbuat, dan yang jelek menurut mereka adalah apa yang kamu tinggalkan.
Dalam kehidupan keluarga yang menjadi suri teladan bagi anak adalah orangtuanya. Mereka menganggap orangtuanya sebagai tokoh yang perlu mereka tiru dalam kehidupannya. Sementara di sekolah yang menjadi teladan adalah para guru mereka, karena tepatlah anwar jadi menghimbau para pendidik untuk memberi contoh yang baik kepada anak dengan ungkapannya:
Anak-anak itu lebih banyak mengambil pelajaran melalui ikut-ikutan dan meniru perbuatan (gurunya), dibandingkan melalui nasihat dan petunjuk lisan.
Dalam praktik pendidikan dan pembelajaran, metode ini dilaksanakan dalam dua cara, yaitu cara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Secara langsung maksudnya bahwa pendidik itu sendiri harus benar-benar menjadikan dirinya sebagai contoh teladan yang baik terhadap anak. Sedangkan secara tidak langsung dimaksudkan melalui cerita dan riwayat para nabi, kisah-kisah orang besar, pahlawan dan syuhada. Melalui kisah dan riwayat ini diharapkan anak akan menjadikan tokoh ini sebagai uswatun hasanah.

5.      Metode Pembiasaan
Maksudnya adalah suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak agar ditiru dan dilaksanakan.
 Teladan dari pendidik merupakan faktor yang besar pengaruhnya  dalam pendidikan anak. Hal itu dapat membentuk seorang anak menjadi manusia yang saleh dan bergaul dengan orang-orang yang saleh, begitu pula sebaliknya.
Al-Qur’an menegaskan pentingnya contoh teladan dan pergaulan yang baik dalam usaha membentuk kepribadian anak, yaitu dengan mempelajari tindak-tanduk Rasulullah, dan menjadikannya contoh utama, Allah berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagmui, yaitu orang-orang yan mengharapkan rahmat Allah dan keselamat di hari kiamat, dan dia banyak menyebut nama Allah.” (QS 33:21).
Seorang ulama memberi pesan kepada pendidik dalam mengajar anak dengan perkataannya:
Hendaklah yang pertama-tama kamu lakukan dalam mendidik anak adalah perbaiki dulu dirimu sendiri, karena sesungguhnya mata anak-anak itu hanya tertuju padamu. Maka apa yang menurut mereka adalah yang kamu perbuat, dan yang jelek menurut mereka adalah apa yang kamu tinggalkan.
Dalam kehidupan keluarga yang menjadi suri teladan bagi anak adalah orangtuanya. Mereka menganggap orangtuanya sebagai tokoh yang perlu mereka tiru dalam kehidupannya. Sementara di sekolah yang menjadi teladan adalah para guru mereka, karena tepatlah anwar jadi menghimbau para pendidik untuk memberi contoh yang baik kepada anak dengan ungkapannya:
Anak-anak itu lebih banyak mengambil pelajaran melalui ikut-ikutan dan meniru perbuatan (gurunya), dibandingkan melalui nasihat dan petunjuk lisan.
Dalam praktik pendidikan dan pembelajaran, metode ini dilaksanakan dalam dua cara, yaitu cara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Secara langsung maksudnya bahwa pendidik itu sendiri harus benar-benar menjadikan dirinya sebagai contoh teladan yang baik terhadap anak. Sedangkan secara tidak langsung dimaksudkan melalui cerita dan riwayat para nabi, kisah-kisah orang besar, pahlawan dan syuhada. Melalui kisah dan riwayat ini diharapkan anak akan menjadikan tokoh ini sebagai uswatun hasanah.

Menurut an-Nahlawi, ‘ibrah [pelajaran] – yang diperoleh lewat perenungan [i’tibar] atas fenomena alam atau peristiwa sejarah – merupakan suatu kondisi psikis yang mengantarkan manusia kepada intisari dari sesuatu yang disaksikan, didengar, dan dihadapi dengan menggunakan pemahaman nalar yang menyebabkan hati mengakuinya.

6.      Metode perenungan fenomena alam atau peristiwa sejarah (i’tibar) untuk memperoleh pelajaran (‘ibrah).
Metode pendidikan sejarah (i’tibar) ialah pendidik mengajar anak untuk merenungkan dan memikirkan kejadian-kejadian yang ada melalui kisah-kisah dan peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Tahammul dan tafaqur melalui kisah-kisah itu dapat dicapai oleh setiap orang yang memiliki pikiran cerdas. Dengan kata lain, orang yang cerdas pikirannya cerdas tentu akan bisa mengambil hikmah atau pelajaran yang terkandung dibalik kisah-kisak itu.
          Al-Qur’an datang dengan membawa cerita-cerita kependidikan yang sangat berguna untuk pembinaan akhlak dan ruhani mausia. Ia diungkapkan dengan susunan kata dan bahasa yang indah. Lebih dari itu, ia mengandung arti yang sangat dalam. Allah berfirman:
          Kami menceritakan kepadamu kisah-kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-quran ini kepadamu. (QS 12:3).
          Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pengajaran bagi orang-orang yang berakal. (QS 12:111).
          Diantara contah-contoh kisah dalam al-quran adalah kisah dua orang anak adam, yaitu Qabil dan Habil yang terdapat dalam surat al-maidah. Kisah tersebut menggambarkan sifat hasut dan dengki yang dipunyai Qabil terhadap saudaranya Habil. Di samping itu juga rasa kdih sayag atau toleransi yang diliki Habi. Kisah in diakhiri dengan gambaran betapa rendah dan hinanya orag ang memiliki sifat hasud sehingga ia  benar benar malu kepada burung gagak. Firman Allah:
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra adam menurut yang sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan korban, maka di terima salah seorang dari mereka qabil berkata, “aku pasti membunuhmu.”habil berkata, sesungguhnya allah hanya menerima korban dari orang-orang yang bertaqwa.” (QS 5:7).
7.      Metode Nasehat (mau’izah)
Mau’izhah berasal dari wu’azha -ya’izhu yang berarti mengingatkan apa yang dapat melembutkan kalbu berupa pahala dan siksa sehingga ia mendapatkan nasehat. Allah berfirman:

‘…itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian kepada Allah dan Hari Kemudian…  “ (QS 2:232).
Al-wa’zhu adalah pemberian nasihat dan peringatan akan kebaikan da kebenaran dengan cara menyentuh kalbu dan menggugah untuk mengamalkannya. Dalam Al-Qur’an ayat-ayat yang mengandung al wa’uzhu mempunyai banyak bentuk dan arti, diantaranya adalah:
1). Nasihat
Secara bahasa nashaha mengandung pengertian yang kepada keterlepasan dari segala kotoran dan tipuan. Rajulun nashihul jaibi adalah laki-laki yang tidak menipu, atau an-nashih adalah madu murni. Kata an-nashhu terdapat dalam firman-Nya:
“Dan tidaklah bermanfaat bagi kalian nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kalian sekiranya Allah hendak menyesatkan kalian… “(QS 11:34).
Ayat ini menunjukkan persyaratan memberi nasihat adalah amanah (terpercaya) dalam arti menyampaikan kebenaran syariat dan berbagai peristiwa tentang berita gaib seperti yang tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an tanpa penyimpangan dan perubahan.

B.       Pengertian Targhib dan Tarhib
Secara bahasa (etimologi) kata targhib dalam bahasa Arab dari kata raggaba yang berarti membujuk menjadikan suka. Sedangkan kata tarhib berasal dari kata rahhaba yang mempunyai arti menakuti, dan mengintimidasi.
Pengertian targhib secara istilah (terminologi), Abdurrahman An-Nahlawi menjelaskan, pengertian targhib sebagai suatu janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan kelezatan dan kenikmatan namun penundaan itu bersifat pasti baik dan murni serta dilakukan melalui amal saleh, atau dari kelezatan yang membahayakan (pekerjaan buruk).
Pengertian tarhib secara istilah adalah ancaman atau intimidasi melalui hukuman yang disebabkan oleh terlaksananya sebuah dosa, kesalahan, atau perbuatan yang telah dilarang Allah.
Dari pengertian etimologi dan terminologi di atas ada beberapa hal yang dapat digaris bawahi yang merupakan hal pokok dalam targhib dan tarhib, yaitu :

  1. Janji dan ancaman
  2. Perbuatan atau tindakan
  3. Akibat atau hasil yang akan di terima.
Melihat pengertian targhib dan tarhib, maka targhib dan tarhib dapat dikaitkan dengan pendidikan sebagai sebuah metode. Dalam pendidikan metode targhib merupakan suatu cara yang dilakukan oleh pendidik dalam memberikan motivasi untuk melakukan dan mencintai kebaikan dan rayuan untuk melakukan amal saleh dan memberikan urgensi kebaikan itu sendiri. Sehingga anak didik melakukan dengan ikhlas dengan harapan akan memperoleh imbalan atau pahala dari Allah swt.
Substansi dari metode targhib yaitu memotivasi diri untuk melakukan kebaikan. Baik memotivasi diri itu tumbuh karena faktor-faktor ekstrinsik atau pengaruh-pengaruh dari luar, maupun faktor instrinsik atau faktor-faktor dari dalam diri sendiri peserta didik.[5]
Keinginan-keinginan yang ada pada benak peserta didik, seperti cita-cita menjadi dokter, seorang pendidik, dan tokoh masyarakat mempunyai sugesti yang sangat kuat bagi peserta didik untuk mewujudkan cita-citanya.
Demikian pula dengan gambaran-gambaran yang diberikan oleh pendidik tentang kesuksesan seorang yang pintar dan giat belajar, atau pengalaman kehidupan di sekitar lingkungan peserta didik baik pengalaman yang baik dan buruk, akan turut serta pula memberikan sugesti pada ukuran motivasi yang dimiliki jiwa seorang peserta didik.
Sedangkan metode tarhib diartikan suatu cara yang digunakan dalam pendidikan sebagai bentuk penyampaian hukuman atau ancaman kekerasan terhadap anak didik yang bandel yang tidak mampu lagi dengan berbagai metode lain yang sifatnya lebih lunak. Dengan adanya metode ini anak didik diharapkan akan jera dan meninggalkan hal-hal yang negatif karena merasa takut akan ancaman dan hukuman ynag akan diterimanya baik dari orang tua, guru maupun ancaman dari Allah kelak di hari akhirat.[6]
Ada batasan-batasan yang membolehkan metode tarhib dapat digunakan oleh pendidik. selain untuk tujuan menumbuhkan motivasi pada peserta didik, penggunaan metode ini juga dibatasi jika metode-metode lain yang lebih lunak sudah tidak lagi memungkinkan untuk digunakan. Penggunaan metode tarhib ini bahkan sebisa mungkin diminimalisir. Ancaman-ancaman yang diberikan pada peserta didik bagaimanapun memberikan dampak psikologi yang kurang baik.
C.     Posisi  Targhib dan Tarhib
  1. Targhib
Penghargaan atau hadiah dalam pendidikananak akan memberikan motivasi untuk terus meningkatkan atau paling tidak memperahankan prestsi yang  telah dicapainya, di lain pihalk temannya yang melihat akan ikut termotifasi untuk memperoleh yang sama.Sedangkan sangsi atau hukuman sangat berperan penting dalam pendidikan anak sebab pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk anak kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati.
Secara psikiologis dalam diri manusia ada potensi kecendrungan berbuat kebaikan dan keburukan (al fujur wa taqwa). Oleh karena itu pendidikan Islam berupaya mengembangkan manusia dalam berbagai  cara guna melakukan kebaikan dengan berbekal keimanan. Namun sebaliknya pendidikan Islam berupaya semaksimal mungkin menjauhkan manusia dari perbuatan buruk  dengan berbagai aspeknya. Jadi tabiat ini perpaduan antara kebaikan dan keburukan , sehingga tabiat baik harus dikembangkan dengan cara memberikan imbalan, penguatan dan dorongan. Sementara tabiat buruk  perlu dicegah dan dibatasi ruang geraknya.
Seorang anak yang pandai dan selalu menunjukkan hasil pekerjaan yang baik tidak perlu selalu mendapatkan hadiah (reward) sebab dikhawatirkan hal itu bias berubah menjadi upah dan itu sudah tidak mendidik lagi. Di sinilah dituntut kebijaksanaan seorang guru sehingga pemberian hadiah ini sesuai dengan tujuannya yaitu memberikan motivasi . Dalam hal tertentu, bisa jadi yang mendapatkan hadiah  itu adalah seluruh siswa, bukan hanya yang berprestasi saja[7]
Mengingat itu, Ngalim Purwanto membagi  jenis ganjaran seperti sebagai berikut adalah:
1.         Guru mengangguk-angguk  tanda senang dan membenarkan sesuatu jawaban yang diberikan oleh seorang anak.
2.         Guru memberi kata-kata yang mengembirakan ( pujian )
3.         Dengan memberikan pekerjaan yang lain, misalnya engkau akan segera saya beri soal yang lebih sukar karena soal sebelumnya bisa kau selesaikan dengan sangat baik
4.         Ganjaran yang ditujukan kepada seluruh siswa, misalnya dengan mengajak bertepuk tangan untuk seluruh siswa atas peningkatan prestasi rata-rata kelas tersebut
5.         Ganjaran berbentuk ganda, misalnya pensil, buku tulis, coklat dll.Tapi dalam hali ini guru harus sangat berhati-hati dan bijaksana sebab dengan benda-benda tersebut hadiah bisa berubah menjadi upah.[8]
2.      Tarhib
Hukuman (Punishment) dalam pendidikan mempunyai porsi penting, pendidikan yang terlalu bebas dan ringan  akan membentuk anak didik yang tidak disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Namun begitu sangsi yang baik adalah tidak serta merta dilakukan, apalagi ada rasa dendam. Sangsi dapat dilakukan dengan bertahap, misalnya dimualai dengan teguran, kemudian diasingkan dan seterusnya dengan catatan tidak menyakiti dan tetap bersipat  mendidik.
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu membagi hukuman menjadi dua yakni ;
1.         Hukuman yang dilarang, seperti memukul wajah, kekeraan yang berlebihan, perkataan buruk, memkl ketika marah, menendang dengan kaki dan sangat marah.
2. Hukuman yang mendidik dan bermenpaat, seperti memberikan nasihat dan pengarahan, mengerutkan muka, membentak, menghentikan kenakalannya, menyindir, mendiamkan, teguran,duduk dengan menempelkan lutut keperut, hukuman dari ayah, menggantungkan tongkat, dan pukulan ringan.[9]

Terkadang memang menunda hukuman akan lebih besar dampaknya dari pada menghukum yang dilakukan secara spontanitas .Penundaan akan membuat seorang  akan berbuat yang sama atau mengulangi kesalahan lain  lantaran belum adanya hukuman  yang dirasakan akibat kesalahan yang pernah dibuatnya. Sebaiknya tindakan ini jangan dilakukan terus menerus. Bila kita telah berusaha semaksimal mungkin  dalam mendidik dengan cara lain ternyata belum juga menurut, maka alternatif terakhir adalah hukman fisik (pukulan ) tetapi masih tetap pada tujuan semula yakni bertujuan mendidik.
Abdullah Nasih Ulwan menyebutkan persyaratan memberikan hukuman pukulan antara lain :
1.         Pendidik tidak terburu-buru
2.         Pendidik tidak memukul ketika dalam keadaan sangat marah
3.         Menghindari anggota badanyang peka seperti kepala,muka,dada dan perut.
4.         Tidak terlalu keras dan menyakti
5.         Tidak memukul anak sebelum ia berusia 10 tahun
6.         Jika kesalah anak adalah untuk petama kalinya, hendaknya diberi kesempatan untk bertobat, minta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan itu
7.         Pendidik menggunakan tangannya sendiri
8.         Jika anak sudah menginjak usia dewasa dan dengan 10 kali pukulan tidak juga jera maka boleh ia menambah dan mengulanginya sehingga anak menjadi lebih baik.

Namun begitu, diperbolehkannya menghukum bukan berarti pendidik dapat melakukan hukuman sekehendak hatinya, terlebih pada hukuman fisik,ada anggota bagian badan tertentu yang perlu dihindari . Jadi Cuma bagian anggota tertentu saja yang dapat dilakukan ketika melakukan hukuman fisik, misalnya pada bagian muka atau mata yang berakibat cacat anak sehingga menjadi minder.Jangan pula memukul kepala, karena berbahaya untuk perkembagan otak dan syaraf yang berakibat pada gangguan kejiawaan dan mental.Oleh karena itu apabila hukuman terpaksa akan dilakukan maka pendidik hendaknya memilih hukuman yang palinmg ringan akibatnya. Jika hukuman badan yang dijatuhkan maka pendidik memilih anggota badan lain yang lebih aman dan kebal terhadap pukulan seperti pantat dan kaki.
Dalam bukunya Armai Arief mengomentari tentang pemberian hukuman ada lima hal yang harus diperhatilan oleh si pendidik antara lain :
1.        Tetap dalam jalinan cinta, kasih dan saying
2.        Didasarkan  kepada  alasan keharusan
3.        Menimbulkan kesan di hati anak
4.        Menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik
5.        Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.

        Keutamaan Targhib dan Tarhib
Targhib dan Tarhib dalam khasanah pendidikan Islam , menurut Al Nahlawi seorang tokoh pendidikan Islam dalam komentarnya menyatakan bahwa berbeda dari metode ganjaran dan hukuman dalam pendidikan barat. Perbedaan yang palimg mendasar adalah targhib dan tarhib berdasarkan ajaran Allah SWT. yang sudah pasti kebenarannya, sedangkan ganjaran dan hukuman berdasarkan pertimbangan duniawi yang terkadang tidak lepas dari ambisi pribadi.
Targhib dan tarhib dalam pendidikan islam sangat urgen diberlakukan  ada beberapa alasan diantaranya adalah: 
1.    Bersifat transenden yang mampu mempengaruhi peserta didik secara fitri. Semua ayat yang mengandung targhib dan tarhib ini mempunyai isyarat kepada keimanan kepada Allah SWT. dan hari akhir
2.    Disertai dengan gambaran yang indah tentang kenikmatan  surga atau dahsyatnya neraka
3.    Menggugah serta mendidik perasaan Rabbaniyyah, seperti khauf, khusu,raja’ dan perasaan cinta kepada Allah SWT.
4.    Kesimbangan antara kesan dan perasaan berharap akan ampunan dan rahmat Allah

Dapat di mengerti bahwa  metode targhib dan tarhib tersebut  pada dasarnya berusaha membangkitkan kesadaran akan keterkaian dan hubungan diri manusia dengan Allah SWT. Dengan demikian metode ini sangat cocok untuk dikembangkan  untuk membentuk anak didik yang sesuai dengan tujuan pendidikan islam diantaranya membentuk kepribadian yang utuh lahir dan bathin.

    Tinjauan Al Qur’an dan Hadist

Seperti kita pahami bersama bahwa penggunaan metode dalam pendidikan Islam disesuaikan dengan tingkat kecerdasan, kultur, kepekaan dan pembawaan anak.Diantara mereka ada yang cukup dengan isyarat.Ada yang hanya jera apabila dengan pandangan cemberut dan marah, tetapi ada juga yang tidak mempan dengan cara-cara tersebut, sehingga mereka harus merasakan hukuman terlebih dahulu.[10]
Jadi baik hukuman atau rangsangan kepada anak didik harusdilakukan dengan sangat hati- hati dan penuh kecermatan dari seorang pendidik. Hal ini dilandasi oleh betapa Islam begitu santun dalam mendidik umatnya baik yang terdapat dalam yang kita temui dalam Al Qur’an atau Hadist .diantaranya
1. Bentuk Targhib (Rangsangan)
    a. Kepada mereka yang yang selalu berbuat kebajikan terutama yang menafkahkan/sodaqoh hartanya

االذين ينفقون في السراء والضراء والكظمين الغيظ والعا فينن عن النا س والله يحب المحسنين


Artinya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik dalam waktu luang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahny dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah mencintai orang-oang yang berbuat kebaikan.

b.  Dijanjikan  kepada mereka yang bertaqwa dengan balasan tidak terduga
وومن يتق الله يجعل له مخرجا
Artinya : “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah , niscaya akan menjadikan baginya jalan keluar”
ويرزقه من حيث لايحتسب
“Dan akan member rezki dari arah yang tidak disangka-sangka”

ومن يتق الله فهو حسبه
“Dan barang siapa yang bertawaqal  kepada Allah , niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya ….”
  
2. Bentuk Targhib (Ancaman)
a. Mereka yang tidak disukai Allah dalam hidupnya

يا ايها الذين آمنوا لاتحرموا طيبت ما احل الله لكم ولاتعتدوا ان االله لايحب المعتدين  


Artinya : “ Hai orang-orang ang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagimu, dan janganlah  kamu malampawi batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai terhadap orang melampaui batas.”

b. Mendapat hukuman langsung

والسا رق والسا ر قة فا قطعوا ايد يهما جزاء بما كسبا نكلا من الله والله عزيز حكيم                       

Artinya : “Laki-laki dan perempuan yang melakukan pencurian ,potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan.”


Prinsip dasar metode ini adalah dalam Al-Qur'an (Q.S. Al-Bayyinah 7-8)
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akanmasuk) ke neraka jahannam mereka kekal didalamnya dan mereka adalah seburuk-buruk makhluk.Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah syurga 'Adan yang mengalir dibawahnya sungai dan mereka kekal didalamnya selama-lamanya….”
(Q.S. Al-Bayyinah : 7-8)
Artinya:
“Barang siapa yang berbuat baik meskipun sebesar atom baginya balasannya, dan barang siapa berbuat jelek sebesar atom pun, baginya balasannya pula.”
(Q.S. Al-Zalzalah {99}: 7 – 8)
Artinya:
“Siapa beramal saleh maka baginya pahalanya, dan siapa berbuat jahat, baginya siksa.”
(Q.S. Fushilat {41}: 46)(M. Arifin, 1996:78)
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akherat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Tarhib demikian juga, akan tetapi tekanannya ialah Targhib agar melakukan kebaikan sedangkan Tarhib agar menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan, kesengsaraan.
Targhib dan Tarhib dalam pendidikan Islam berbeda dengan metode ganjaran dan hukuman dalam pendidikan Barat. Perbedaan utamanya ialah Targhib dan Tarhib berdasarkan ajaran Allah, sedangkan ganjaran dan hukuman berdasarkan duniawi. Implikasi dari perbedaan itu antara lain :
·         Targhib dan Tarhib lebih teguh karena akarnya berada di langit, sedangkan teori hukuman dan ganjaran hanya berdasarkan sesuatu yang duniawi.
·         Targhib dan Tarhib itu mengandung aspek iman, sedangkan metode hukuman dan ganjaran tidak Secara operasional.
·         Targhib dan Tarhib lebih mudah dilaksanakan daripada metode hukuman dan ganjaran, karena Targhib dan Tarhib sudah ada dalam al-Quran dan hadist nabi, sedangkan hukuman dan ganjaran dalam metode Barat harus ditemukan sendiri oleh guru.
·         Targhib dan Tarhib bersifat universal, dapat digunakan kepada siapa saja, hukuman  dan ganjaran tidak.
Melihat pengertian targhib dan tarhib, maka targhib dan tarhib dapat dikaitkan dengan pendidikan sebagai sebuah metode. Dalam pendidikan metode targhib merupakan suatu cara yang dilakukan oleh pendidik dalam memberikan motivasi untuk melakukan dan mencintai kebaikan dan rayuan untuk melakukan amal saleh dan memberikan urgensi kebaikan itu sendiri. Sehingga anak didik melakukan dengan ikhlas dengan harapan akan memperoleh imbalan atau pahala dari Allah swt.
Substansi dari metode targhib yaitu memotivasi diri untuk melakukan kebaikan. Baik memotivasi diri itu tumbuh karena faktor-faktor ekstrinsik atau pengaruh-pengaruh dari luar, maupun faktor instrinsik atau faktor-faktor dari dalam diri sendiri peserta didik.
Sedangkan metode tarhib diartikan suatu cara yang digunakan dalam pendidikan sebagai bentuk penyampaian hukuman atau ancaman kekerasan terhadap anak didik yang bandel yang tidak mampu lagi dengan berbagai metode lain yang sifatnya lebih lunak. Dengan adanya metode ini anak didik diharapkan akan jera dan meninggalkan hal-hal yang negatif karena merasa takut akan ancaman dan hukuman ynag akan diterimanya baik dari orang tua, guru maupun ancaman dari Allah kelak di hari akhirat.
Ada batasan-batasan yang membolehkan metode tarhib dapat digunakan oleh pendidik. selain untuk tujuan menumbuhkan motivasi pada peserta didik, penggunaan metode ini juga dibatasi jika metode-metode lain yang lebih lunak sudah tidak lagi memungkinkan untuk digunakan. Penggunaan metode tarhib ini bahkan sebisa mungkin diminimalisir. Ancaman-ancaman yang diberikan pada peserta didik bagaimanapun memberikan dampak psikologi yang kurang baik.[11]
.       Kelebihan dan Kekurangan Metode Targhib dan Tarhib
Seperti halnya metode-metode pembelajaran yang lain, metode targhib dan tarhib pun mempunyai kekurangan-kekurangan di samping adanya kelebihan-kelebihan yang dimiliki metode tersebut.
Ada beberapa kelebihan yang paling berkenaan dengan metode targhib dan tarhib ini antara lain :
a.    Targhib dan tarhib bertumpu pada pemberian kepuasan dan argumentasi.
b.    Targhib dan tarhib disertai gambaran keindahan surga yang menakjubkan atau pembebasan azab neraka.
c.    Targhib dan tarhib islami bertumpu pada pengobatan emosi dan pembinaan efeksi ketuhanan.
d.    Targhib dan tarhib bertumpu pada pengontrolan emosi dan keseimbangan antara keduanya
Adapun kelemahan utama dari metode targhib dan tarhib ini antara lain adalah bahwa kedua metode tersebut bersifat abstrak. Terkadang anak didik kita cenderung berfikir pada ranah yang nyata atau konkret.

Pertanyaan dari auddiens
1.      Berikan Contoh dari targhib dan tarhib.?
Jawab: ketika seorang anak didik memperoleh perestasi guru memberi penghargaan karena penghargaan atau reward itu akan menjadi penyemangat dan motivasi bagi anak tersebut, tetapi sebaliknya jika si anak tersebut melakukan suatu kesalahan guru akan memberikan hukuman dengan tujuan mengarahkan ke hal yang baik dan memberi efek jera akan kesalahan yang dilakukannya.
2.      Sebutkan Kelebihan dan kelemahan dari targhib dan tarhib.?
·         Kelebihan        : - sebagai penyemangat dan pemberi motivasi dan penghargan bagi yang berprestasi.
·         Kelemahan      : jika terlalu sering diberi reward adan jarang di beri hukuman maka anak tersebut akan menjadi manja dan sombong, dia merasa paling bener.
      
3.      Bagaimana Posisi targhib dan tarhib menurut kurikulum 2013.?
Jawab : kurikulum 2013 mengarah pada pembentukan karakter sehingga targhib dan tarhib sebagai pengontrol tindakan dan pengarahan mana yang benar akan mendapat reward dan sedangkan tindakan yng salah akan mendapat hukuman.. J


BAB III
PENUTUP

    Islam sebagai agama wahyu yang diturunkan Allah SWT melalui para Rasulnya  sudah pasti memberikan yang terbaik kepada mahluknya dalam menata kehidupan dunia yang serba singkat ini, baik dunia terlebih akhirat yang merupakan akhir dari perjalanan manusia.
Kesuksesan yang diperoleh di dua tempat tersebut sangat dipengaruhi oleh kwalitas keilmuan yang dimiliki manusia. Sementara kwalitas ilmu itu sangat didasari oleh bagaimana cara ilmu itu di dapat, salah satunya methode.
Methode Tarhib dan Targhib yang telah di uraikan diatas ternyata sangat berpengaruh atau berdampak positif terhadap perkembangan dan kwalitas proses belajar yang dilakukan seorang pendidik. Seorang siswa bukan saja matang dalam kwalitas keilmuan yang diperoleh, tetapi mentalnya  terus ditempa sehingga terbentuk ahlak yang baik sebagai seorang ilmuan dimasa mendatang. Oleh karena itu methode Tarhib dan Targhib yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadis telah lama diimplementasikan Rasulallah SAW  yang di teruskan oleh para Sehabat sampai sekarang oleh para tokoh pendidikan Islam sangat perlu sekali dipertahankan dan dijadikan salah acuan pokok dalam metode peroses belajar.
Sudah saatnya para pendidik Muslim lebih memperdalami methode Tarhib dan Targhib, jangan terlalu tertarik dengan metode barat yang lebih mengutamakan keberhasilan aspek kognitif atau kepandaian saja. Kita memerlukan generasi yang kuat keintelektualannya dan kokoh pula Iman atau rohaninya.    


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Jamaludin Miri, Jakarta,Pustaka Amani,1994 hal.325

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyaakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).

Abdurahman An Nahlawi, prinsip-prinsip dan Metoda pendidikan Islam  dalam keluarga, sekolah dan di masyarakat, ( bandung : cv. DIPONEGORO, 1996 ), hal. 36
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997)


M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis , Bandung, 1994, hal. 170

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), cet-Kedua, hal.  99

Qomari,anwar, Pendidikan sebagai karakter budaya bangsa, jakarta, uhamka press, 2003, cet. ke I hal.42












[1] Qomari,anwar, Pendidikan sebagai karakter budaya bangsa, jakarta, uhamka press, 2003, cet. ke I hal.42

[2] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), cet-Kedua, hal.  99
[3] Ibid, hal. 101
[5] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997)
[6] Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyaakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
[7] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis , Bandung, 1994, hal. 170

[8] Ibid, hal.171
[9] Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Seruan Kepada Pendidik dan Orang tua, Abu Hanan dan Ummu Dzakiyyah (terjemah ) Solom, 2005, hal. 167

[10] Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Jamaludin Miri, Jakarta,Pustaka Amani,1994 hal.325
[11] Abdurahman An Nahlawi, prinsip-prinsip dan Metoda pendidikan Islam  dalam keluarga, sekolah dan di masyarakat, ( bandung : cv. DIPONEGORO, 1996 ), hal. 36

No comments:

Post a Comment