BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti diketahui dalam menjalani kehidupannya manusia
sebagai subyek telah ditetapkan oleh Allah SWT. mengelola bumi beserta isinya.
Untuk memenuhi misi tersebut manusia tidak mungkin tanpa ilmu
pengetahuan. Proses belajar sesuatu yang harus dijalankan, baik melalui orang
terdekat (non-formal) atau lewat lembaga resmi secara berjenjang (formal) Dalam
proses belajar itulah kemudian tercipta perubahan moral yang bersipat lebih
baik.
Dalam kehidupan
moderen seperti sekarang ini, produk pendidikan sering kali diukur dari
perubahan kemajuan material dalam bentuk meningkatnya pemuasan kebutuhan
manusia (jasmani). Ilmu pengetahuan dan kepandaiannya dikembangkan
menjadi instrumen kekuasaan untuk memperdayai orang lain, dan memperoleh
kekayaan dari jalur yang menrugikan orang lain. Tentu saja hal ini tidak kita
inginkan apalagi terjadi dalam lingkungan pendidikan islam.
Ketidakberhasilan tertanamnya nilai-nilai rohaniah
terhadap peserta didik dewasa ini, menurut Qomari Anwar sangat terkait
dengan dua faktor penting. Kedua faktor tersebut adalah mentalitas
pendidik dan metode pendidikan.[1] terkait dengan hal
terakhir yang disebutkan, menurut al- Nahlawi , dalam al Qur’an dan as-Sunnah
sebenarnya terdapat berbagai metode pendidikan yang bisa menyentuh perasaan dan
membangkitkan semangat keagamaan. satu diantara metode –metode tersebut adalah metode
targhib dan tarhib.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka kita dapat mengambil
beberapa rumusan masalah, antara lain sebagai berikut:
1.
Bagaimana Pengertian
Metode Pendidikan Dalam Islam dan Macam-macamnya?
2.
Apakah yang Dimaksud
dengan Metode Tarhib dan Taghrib?
3.
Bagaimanakah Posisi dan
Keutamaan/ Manfaat metode Tarhib dan Taghrib?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Pendidikan Dalam Islam dan
Macam-macamnya.
Sebelum lebih jauh kita membahas
mengenai pengertian metode pendidikan Islam, maka kita harus mengetahui pengertian dari setiap kata tersebut. Maka dengan ini
penulis menguraikan menjadi dua kata, yaitu kata metode dan kata pendidikan
Islam.
Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang
artinya adalah melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dapat
disimpulkan bahwa metode adalah suatu jalan atau cara yang dilalui untuk
mencapai suatu tujuan.[2] Adapun istilah metodologi berasal dari kata metoda dan logi. Logi berasal
dari bahasa Yunani yang memiliki arti akal atau ilmu. Jadi metodologi artinya
ilmu tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[3]
Dalam bahasa Arab kata metode diungkapkan dalam
berbagai kata. Terkadang digunakan kata atthariqah, manhaj, dan alwashilah.
Thariqah berarti jalan, ,manhaj berarti sistem, dan washilah berarti perantara
atau mediator. Dengan demikian kata yang paling dekat dengan metode adalah kata
thariqah. Karena sebagaimana dijelaskan pada awal pargraf secara bahasa metode
adalah suatu jalan untuk mencapai suatu tujuan.
Dengan pendekatan kebahasaan tersebut nampak bahwa
metode lebih menunjukkan kepada jalan, dalam arti jalan yang bersifat non
fisik. Yaitu jalan dalam bentuk ide-ide yang mengacu pada cara menghantarkan
seseorang untuk mencapai pada tujuan yang ditentukan.
Secara terminologi atau istilah metode bisa membawa
pada pengertian yang bermacam-macam, yaitu ada kognitifnya seperti tentang
fakta-fakta sejarah, syarat-syarat sah shalat, ada juga aspek afektifnya
seperti penghayatan pada nilai-nilai dan akhlak, dan ada juga aspek
psikomotorik seperti praktek shalat, haji dan sebagainya.
Sedangkan pendidikan Islam dalam arti sempit, adalah
bimbingan yang dilakukan seseorang yang kmudian disebut pendidik., terhadap
orang lain yang kemudian disebut peserta didik. Terlepas dari apa dan siapa
yang membimbing, yang pasti pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia
dari berbagai aspek dan dimesnsinya, agar ia berkembang secara maksimal.
Zuhairini, dkk. (1992:149) merumuskan bahwa pendidikan
adalah suatu aktivitas untuk mengembanngkan seluruh aspek kepribadian
manusia yang berjalan seumur hidup. Pendidikan bukan hanya bersifat formal
saja, tetapi mencakup juga yang non formal. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa, pendidikan adalah suatu aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan
kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadi rohani (pikir,
rasa, karsa, dan budi nurani).
Dengan demikian metode tersebut memiliki posisi
penting dalam mencapai tujuan. Metode adalah cara yang paling cepat dan tepat
dalam memperoleh tujuan yang diinginkan. Jika metode dapat dikuasi maka akan
memudahkan jalan dalam mencapai tujuan dalam pendidikan
Islam.
Macam-Macam
Metode Pendidikan Islam
Menurut
al-Nahlawi, pendidikan Islam bagi anak-anak maupun orang dewasa dapat
diterapkan dengan beberapa metode sebagai berikut.
1.
Metode
dialog (hiwar)
2.
Metode
kisah Qur’ani dan Nabawi
3.
Metode
pemberian perumpamaan (amtsal)
4.
Metode
keteladanan yang baik (uswah hasanah)
5.
Metode
pembiasaan
6.
Metode
perenungan fenomena alam atau peristiwa sejarah (i’tibar) untuk
memperoleh pelajaran (‘ibrah).
7.
Metode
nasehat (mau’izah)
8.
Metode
pemberian ganjaran dan hukuman (targhib dan tarhib).
1.
Metode dialog ( hiwar )
Metode Hiwar (percakapan) Qur’ani
dan Nabawi, adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih
mengenai suatu topik, dan sengaja diarahkan kepada suatu tujuan yang
dikehendaki oleh pendidik.
Jenis-jenis hiwar ini ada 5 macam,
yaitu:(1) Hiwar Khitabi, merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan
dengan hamba-Nya. (2) Hiwar Washfi, yaitu dialog antara Tuhan dengan malaikat
atau dengan makhluk gaib lainnya. Seperti dalam surat Ash-Shaffat ayat 27-28
[19] Allah SWT berdialog dengan malaikat tentang orang-orang zalim. (3) Hiwar
Qishashi terdapat dalam al-Qur'an, yang baik bentuk maupun rangkaian ceritanya
sangat jelas, merupakan bagian dari Uslub kisah dalam Al-Qur'an. Seperti Syuaib
dan kaumnya yang terdapat dalam Surat Hud ayat 84-85. (4) Hiwar Jadali adalah
hiwar yang bertujuan untuk memantapkan hujjah atau alasan baik dalam rangka
menegakkan kebenaran maupun menolak kebatilan. Contohnya dalam al-Qur'an
terdapat dalam Surat An-Najm ayat 1-5. (5) Hiwar Nabawi adalah hiwar yang
digunakan oleh Nabi dalam mendidik sahabat-sahabatnya.[4]
2.
Metode Qishas
Dalam pendidikan Islam, kisah
sebagai metode pendidikan sangat penting karena beberapa alasan:
a. Kisah
selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti alur
kisah peristiwanya dan merenungkan maknanya. Makna ini selanjutnya akan
memberikan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
b. Kisah
Qurani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah menampilkan tokoh
dalam konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam konteks
menyeluruh, maka pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau merasakan
kisah itu, seakan-akan dia sendiri sebagai tokohnya. Diantara kelebihan kisah
Qurani dan Nabawi ialah bahwa kisah ini bukan saja sangat mengesankan tetapi
juga indah dan tidak mengotori pikiran pembaca atau pendengarnya. Sebagai
contoh, kita dapat merenungkan kisah Yusuf.
3.
Metode Perumpamaan (amtsal)
Sering kali Tuhan memberikan
pelajaran kepada manusia melalui perumpamaan-perumpamaan sebagaimana tersurat
dalam al-Ankabut ayat 41 dimana Allah mengumpamakan tuhan selain Allah sebagai
sarang laba-laba. Maksudnya, bahwa tuhan selain Allah itu merupakan sesembahan
yang sangat rapuh (palsu). Contoh lain perumpamaan sebagai metode untuk
mendidik manusia supaya jadi insan yang dermawan adalah sebagaimana termaktub
dalam al-Baqarah ayat 261.
4.
Metode keteladanan (uswah)
Maksudnya adalah suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara
pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak agar
ditiru dan dilaksanakan.
Teladan dari pendidik
merupakan faktor yang besar pengaruhnya dalam pendidikan anak. Hal itu
dapat membentuk seorang anak menjadi manusia yang saleh dan bergaul dengan
orang-orang yang saleh, begitu pula sebaliknya.
Al-Qur’an
menegaskan pentingnya contoh teladan dan pergaulan yang baik dalam usaha
membentuk kepribadian anak, yaitu dengan mempelajari tindak-tanduk Rasulullah,
dan menjadikannya contoh utama, Allah berfirman:
“Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagmui, yaitu
orang-orang yan mengharapkan rahmat Allah dan keselamat di hari kiamat, dan dia
banyak menyebut nama Allah.” (QS 33:21).
Seorang
ulama memberi pesan kepada pendidik dalam mengajar anak dengan perkataannya:
Hendaklah
yang pertama-tama kamu lakukan dalam mendidik anak adalah perbaiki dulu dirimu
sendiri, karena sesungguhnya mata anak-anak itu hanya tertuju padamu. Maka apa
yang menurut mereka adalah yang kamu perbuat, dan yang jelek menurut mereka
adalah apa yang kamu tinggalkan.
Dalam
kehidupan keluarga yang menjadi suri teladan bagi anak adalah orangtuanya.
Mereka menganggap orangtuanya sebagai tokoh yang perlu mereka tiru dalam
kehidupannya. Sementara di sekolah yang menjadi teladan adalah para guru
mereka, karena tepatlah anwar jadi menghimbau para pendidik untuk memberi
contoh yang baik kepada anak dengan ungkapannya:
Anak-anak itu lebih banyak mengambil pelajaran
melalui ikut-ikutan dan meniru perbuatan (gurunya), dibandingkan melalui
nasihat dan petunjuk lisan.
Dalam praktik pendidikan dan pembelajaran,
metode ini dilaksanakan dalam dua cara, yaitu cara langsung (direct) dan tidak
langsung (indirect). Secara langsung maksudnya bahwa pendidik itu sendiri harus
benar-benar menjadikan dirinya sebagai contoh teladan yang baik terhadap anak.
Sedangkan secara tidak langsung dimaksudkan melalui cerita dan riwayat para
nabi, kisah-kisah orang besar, pahlawan dan syuhada. Melalui kisah dan riwayat
ini diharapkan anak akan menjadikan tokoh ini sebagai uswatun hasanah.
5.
Metode Pembiasaan
Maksudnya adalah suatu
metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan
yang baik kepada anak agar ditiru dan dilaksanakan.
Teladan dari pendidik merupakan
faktor yang besar pengaruhnya dalam pendidikan anak. Hal itu dapat
membentuk seorang anak menjadi manusia yang saleh dan bergaul dengan
orang-orang yang saleh, begitu pula sebaliknya.
Al-Qur’an menegaskan pentingnya contoh teladan
dan pergaulan yang baik dalam usaha membentuk kepribadian anak, yaitu dengan
mempelajari tindak-tanduk Rasulullah, dan menjadikannya contoh utama, Allah
berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagmui, yaitu orang-orang yan mengharapkan rahmat
Allah dan keselamat di hari kiamat, dan dia banyak menyebut nama Allah.” (QS
33:21).
Seorang ulama memberi pesan kepada pendidik dalam mengajar anak
dengan perkataannya:
Hendaklah yang pertama-tama kamu lakukan dalam
mendidik anak adalah perbaiki dulu dirimu sendiri, karena sesungguhnya mata
anak-anak itu hanya tertuju padamu. Maka apa yang menurut mereka adalah yang
kamu perbuat, dan yang jelek menurut mereka adalah apa yang kamu tinggalkan.
Dalam kehidupan keluarga yang menjadi suri teladan bagi anak adalah
orangtuanya. Mereka menganggap orangtuanya sebagai tokoh yang perlu mereka tiru
dalam kehidupannya. Sementara di sekolah yang menjadi teladan adalah para guru
mereka, karena tepatlah anwar jadi menghimbau para pendidik untuk memberi
contoh yang baik kepada anak dengan ungkapannya:
Anak-anak itu lebih banyak mengambil pelajaran
melalui ikut-ikutan dan meniru perbuatan (gurunya), dibandingkan melalui
nasihat dan petunjuk lisan.
Dalam praktik pendidikan dan pembelajaran, metode ini dilaksanakan
dalam dua cara, yaitu cara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Secara
langsung maksudnya bahwa pendidik itu sendiri harus benar-benar menjadikan
dirinya sebagai contoh teladan yang baik terhadap anak. Sedangkan secara tidak
langsung dimaksudkan melalui cerita dan riwayat para nabi, kisah-kisah orang
besar, pahlawan dan syuhada. Melalui kisah dan riwayat ini diharapkan anak akan
menjadikan tokoh ini sebagai uswatun hasanah.
Menurut an-Nahlawi, ‘ibrah
[pelajaran] – yang diperoleh lewat perenungan [i’tibar] atas
fenomena alam atau peristiwa sejarah – merupakan suatu kondisi psikis yang
mengantarkan manusia kepada intisari dari sesuatu yang disaksikan, didengar,
dan dihadapi dengan menggunakan pemahaman nalar yang menyebabkan hati
mengakuinya.
6.
Metode perenungan fenomena alam atau peristiwa sejarah (i’tibar) untuk memperoleh pelajaran (‘ibrah).
Metode pendidikan sejarah (i’tibar) ialah pendidik mengajar
anak untuk merenungkan dan memikirkan kejadian-kejadian yang ada melalui
kisah-kisah dan peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Tahammul dan tafaqur melalui kisah-kisah itu dapat
dicapai oleh setiap orang yang memiliki pikiran cerdas. Dengan kata lain, orang
yang cerdas pikirannya cerdas tentu akan bisa mengambil hikmah atau pelajaran
yang terkandung dibalik kisah-kisak itu.
Al-Qur’an datang dengan membawa cerita-cerita kependidikan yang sangat berguna
untuk pembinaan akhlak dan ruhani mausia. Ia diungkapkan dengan susunan kata dan
bahasa yang indah. Lebih dari itu, ia mengandung arti yang sangat dalam. Allah
berfirman:
Kami menceritakan kepadamu kisah-kisah yang paling baik dengan mewahyukan
al-quran ini kepadamu. (QS 12:3).
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
berakal. (QS 12:111).
Diantara
contah-contoh kisah dalam al-quran adalah kisah dua orang anak adam, yaitu Qabil dan Habil yang terdapat dalam surat al-maidah. Kisah tersebut
menggambarkan sifat hasut dan dengki yang dipunyai Qabil terhadap saudaranya
Habil. Di samping itu juga rasa kdih sayag atau toleransi yang diliki Habi.
Kisah in diakhiri dengan gambaran betapa rendah dan hinanya orag ang memiliki
sifat hasud sehingga ia benar benar malu kepada burung gagak. Firman
Allah:
Ceritakanlah
kepada mereka kisah kedua putra adam menurut yang sebenarnya. Ketika keduanya
mempersembahkan korban, maka di terima salah seorang dari mereka qabil berkata,
“aku pasti membunuhmu.”habil berkata, sesungguhnya allah hanya menerima korban
dari orang-orang yang bertaqwa.” (QS 5:7).
7.
Metode Nasehat (mau’izah)
Mau’izhah berasal dari wu’azha
-ya’izhu yang berarti mengingatkan apa yang dapat melembutkan kalbu berupa
pahala dan siksa sehingga ia mendapatkan nasehat. Allah berfirman:
‘…itulah
yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian kepada Allah
dan Hari Kemudian… “ (QS 2:232).
Al-wa’zhu
adalah pemberian nasihat dan peringatan akan kebaikan da kebenaran dengan cara
menyentuh kalbu dan menggugah untuk mengamalkannya. Dalam Al-Qur’an ayat-ayat
yang mengandung al wa’uzhu mempunyai banyak bentuk dan arti, diantaranya
adalah:
1). Nasihat
Secara
bahasa nashaha mengandung pengertian yang kepada keterlepasan dari segala
kotoran dan tipuan. Rajulun nashihul jaibi adalah laki-laki yang tidak menipu,
atau an-nashih adalah madu murni. Kata an-nashhu terdapat dalam firman-Nya:
“Dan
tidaklah bermanfaat bagi kalian nasihatku jika aku hendak memberi nasihat
kepada kalian sekiranya Allah hendak menyesatkan kalian… “(QS 11:34).
Ayat ini
menunjukkan persyaratan memberi nasihat adalah amanah (terpercaya) dalam arti
menyampaikan kebenaran syariat dan berbagai peristiwa tentang berita gaib
seperti yang tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an tanpa penyimpangan dan
perubahan.
B. Pengertian Targhib dan Tarhib
Secara bahasa
(etimologi) kata targhib dalam bahasa Arab dari kata raggaba yang berarti
membujuk menjadikan suka. Sedangkan kata tarhib berasal dari kata rahhaba
yang mempunyai arti menakuti, dan mengintimidasi.
Pengertian targhib
secara istilah (terminologi), Abdurrahman An-Nahlawi menjelaskan, pengertian
targhib sebagai suatu janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk menunda
kemaslahatan kelezatan dan kenikmatan namun penundaan itu bersifat pasti baik
dan murni serta dilakukan melalui amal saleh, atau dari kelezatan yang
membahayakan (pekerjaan buruk).
Pengertian tarhib
secara istilah adalah ancaman atau intimidasi melalui hukuman yang disebabkan
oleh terlaksananya sebuah dosa, kesalahan, atau perbuatan yang telah dilarang
Allah.
Dari pengertian
etimologi dan terminologi di atas ada beberapa hal yang dapat digaris bawahi
yang merupakan hal pokok dalam targhib dan tarhib, yaitu :
- Janji dan ancaman
- Perbuatan atau tindakan
- Akibat atau hasil yang akan di terima.
Melihat pengertian
targhib dan tarhib, maka targhib dan tarhib dapat dikaitkan dengan pendidikan
sebagai sebuah metode. Dalam pendidikan
metode targhib merupakan suatu cara yang dilakukan oleh pendidik dalam
memberikan motivasi untuk melakukan dan mencintai kebaikan dan rayuan untuk
melakukan amal saleh dan memberikan urgensi kebaikan itu sendiri. Sehingga anak
didik melakukan dengan ikhlas dengan harapan akan memperoleh imbalan atau
pahala dari Allah swt.
Substansi dari metode
targhib yaitu memotivasi diri untuk melakukan kebaikan. Baik memotivasi diri
itu tumbuh karena faktor-faktor ekstrinsik atau pengaruh-pengaruh dari luar,
maupun faktor instrinsik atau faktor-faktor dari dalam diri sendiri peserta
didik.[5]
Keinginan-keinginan
yang ada pada benak peserta didik, seperti cita-cita menjadi dokter, seorang
pendidik, dan tokoh masyarakat mempunyai sugesti yang sangat kuat bagi peserta
didik untuk mewujudkan cita-citanya.
Demikian pula dengan
gambaran-gambaran yang diberikan oleh pendidik tentang kesuksesan seorang yang
pintar dan giat belajar, atau pengalaman kehidupan di sekitar lingkungan
peserta didik baik pengalaman yang baik dan buruk, akan turut serta pula memberikan
sugesti pada ukuran motivasi yang dimiliki jiwa seorang peserta didik.
Sedangkan metode tarhib
diartikan suatu cara yang digunakan dalam pendidikan sebagai bentuk penyampaian
hukuman atau ancaman kekerasan terhadap anak didik yang bandel yang tidak mampu
lagi dengan berbagai metode lain yang sifatnya lebih lunak. Dengan adanya
metode ini anak didik diharapkan akan jera dan meninggalkan hal-hal yang
negatif karena merasa takut akan ancaman dan hukuman ynag akan diterimanya baik
dari orang tua, guru maupun ancaman dari Allah kelak di hari akhirat.[6]
Ada batasan-batasan
yang membolehkan metode tarhib dapat digunakan oleh pendidik. selain untuk
tujuan menumbuhkan motivasi pada peserta didik, penggunaan metode ini juga
dibatasi jika metode-metode lain yang lebih lunak sudah tidak lagi memungkinkan
untuk digunakan. Penggunaan metode tarhib ini bahkan sebisa mungkin
diminimalisir. Ancaman-ancaman yang diberikan pada peserta didik bagaimanapun
memberikan dampak psikologi yang kurang baik.
C. Posisi Targhib dan Tarhib
- Targhib
Penghargaan atau hadiah
dalam pendidikananak akan memberikan motivasi untuk terus meningkatkan atau
paling tidak memperahankan prestsi yang telah dicapainya, di lain pihalk
temannya yang melihat akan ikut termotifasi untuk memperoleh yang
sama.Sedangkan sangsi atau hukuman sangat berperan penting dalam pendidikan
anak sebab pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk anak kurang disiplin
dan tidak mempunyai keteguhan hati.
Secara psikiologis
dalam diri manusia ada potensi kecendrungan berbuat kebaikan dan keburukan (al
fujur wa taqwa). Oleh karena itu pendidikan Islam berupaya mengembangkan
manusia dalam berbagai cara guna melakukan kebaikan dengan berbekal
keimanan. Namun sebaliknya pendidikan Islam berupaya semaksimal mungkin
menjauhkan manusia dari perbuatan buruk dengan berbagai aspeknya. Jadi
tabiat ini perpaduan antara kebaikan dan keburukan , sehingga tabiat baik harus
dikembangkan dengan cara memberikan imbalan, penguatan dan dorongan. Sementara
tabiat buruk perlu dicegah dan dibatasi ruang geraknya.
Seorang anak yang
pandai dan selalu menunjukkan hasil pekerjaan yang baik tidak perlu selalu
mendapatkan hadiah (reward) sebab dikhawatirkan hal itu bias berubah
menjadi upah dan itu sudah tidak mendidik lagi. Di sinilah dituntut
kebijaksanaan seorang guru sehingga pemberian hadiah ini sesuai dengan
tujuannya yaitu memberikan motivasi . Dalam hal tertentu, bisa jadi yang
mendapatkan hadiah itu adalah seluruh siswa, bukan hanya yang berprestasi
saja[7]
Mengingat itu, Ngalim
Purwanto membagi jenis ganjaran seperti sebagai berikut adalah:
1.
Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan sesuatu jawaban yang
diberikan oleh seorang anak.
2.
Guru memberi kata-kata yang mengembirakan ( pujian )
3.
Dengan memberikan pekerjaan yang lain, misalnya engkau akan segera saya beri
soal yang lebih sukar karena soal sebelumnya bisa kau selesaikan dengan sangat
baik
4.
Ganjaran yang ditujukan kepada seluruh siswa, misalnya dengan mengajak bertepuk
tangan untuk seluruh siswa atas peningkatan prestasi rata-rata kelas tersebut
5.
Ganjaran berbentuk ganda, misalnya pensil, buku tulis, coklat dll.Tapi dalam
hali ini guru harus sangat berhati-hati dan bijaksana sebab dengan benda-benda
tersebut hadiah bisa berubah menjadi upah.[8]
2. Tarhib
Hukuman (Punishment)
dalam pendidikan mempunyai porsi penting, pendidikan yang terlalu bebas dan
ringan akan membentuk anak didik yang tidak disiplin dan tidak mempunyai
keteguhan hati. Namun begitu sangsi yang baik adalah tidak serta merta
dilakukan, apalagi ada rasa dendam. Sangsi dapat dilakukan dengan bertahap,
misalnya dimualai dengan teguran, kemudian diasingkan dan seterusnya dengan
catatan tidak menyakiti dan tetap bersipat mendidik.
Syaikh Muhammad bin
Jamil Zainu membagi hukuman menjadi dua yakni ;
1.
Hukuman yang dilarang, seperti memukul wajah, kekeraan yang berlebihan,
perkataan buruk, memkl ketika marah, menendang dengan kaki dan sangat marah.
2. Hukuman yang
mendidik dan bermenpaat, seperti memberikan nasihat dan pengarahan, mengerutkan
muka, membentak, menghentikan kenakalannya, menyindir, mendiamkan,
teguran,duduk dengan menempelkan lutut keperut, hukuman dari ayah,
menggantungkan tongkat, dan pukulan ringan.[9]
Terkadang memang
menunda hukuman akan lebih besar dampaknya dari pada menghukum yang dilakukan
secara spontanitas .Penundaan akan membuat seorang akan berbuat yang sama
atau mengulangi kesalahan lain lantaran belum adanya hukuman yang
dirasakan akibat kesalahan yang pernah dibuatnya. Sebaiknya tindakan ini jangan
dilakukan terus menerus. Bila kita telah berusaha semaksimal mungkin
dalam mendidik dengan cara lain ternyata belum juga menurut, maka alternatif
terakhir adalah hukman fisik (pukulan ) tetapi masih tetap pada tujuan semula
yakni bertujuan mendidik.
Abdullah Nasih Ulwan
menyebutkan persyaratan memberikan hukuman pukulan antara lain :
1.
Pendidik tidak terburu-buru
2.
Pendidik tidak memukul ketika dalam keadaan sangat marah
3.
Menghindari anggota badanyang peka seperti kepala,muka,dada dan perut.
4.
Tidak terlalu keras dan menyakti
5.
Tidak memukul anak sebelum ia berusia 10 tahun
6.
Jika kesalah anak adalah untuk petama kalinya, hendaknya diberi kesempatan untk
bertobat, minta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan itu
7.
Pendidik menggunakan tangannya sendiri
8.
Jika anak sudah menginjak usia dewasa dan dengan 10 kali pukulan tidak juga
jera maka boleh ia menambah dan mengulanginya sehingga anak menjadi lebih baik.
Namun begitu,
diperbolehkannya menghukum bukan berarti pendidik dapat melakukan hukuman
sekehendak hatinya, terlebih pada hukuman fisik,ada anggota bagian badan
tertentu yang perlu dihindari . Jadi Cuma bagian anggota tertentu saja yang
dapat dilakukan ketika melakukan hukuman fisik, misalnya pada bagian muka atau
mata yang berakibat cacat anak sehingga menjadi minder.Jangan pula memukul
kepala, karena berbahaya untuk perkembagan otak dan syaraf yang berakibat pada
gangguan kejiawaan dan mental.Oleh karena itu apabila hukuman terpaksa akan
dilakukan maka pendidik hendaknya memilih hukuman yang palinmg ringan
akibatnya. Jika hukuman badan yang dijatuhkan maka pendidik memilih anggota
badan lain yang lebih aman dan kebal terhadap pukulan seperti pantat dan kaki.
Dalam bukunya Armai
Arief mengomentari tentang pemberian hukuman ada lima hal yang harus
diperhatilan oleh si pendidik antara lain :
1.
Tetap dalam jalinan cinta, kasih dan saying
2.
Didasarkan kepada alasan keharusan
3.
Menimbulkan kesan di hati anak
4.
Menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik
5.
Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.
Keutamaan Targhib dan
Tarhib
Targhib dan Tarhib
dalam khasanah pendidikan Islam , menurut Al Nahlawi seorang tokoh pendidikan
Islam dalam komentarnya menyatakan bahwa berbeda dari metode ganjaran dan
hukuman dalam pendidikan barat. Perbedaan yang palimg mendasar adalah targhib
dan tarhib berdasarkan ajaran Allah SWT. yang sudah pasti kebenarannya,
sedangkan ganjaran dan hukuman berdasarkan pertimbangan duniawi yang terkadang
tidak lepas dari ambisi pribadi.
Targhib dan tarhib
dalam pendidikan islam sangat urgen diberlakukan ada beberapa alasan
diantaranya adalah:
1.
Bersifat transenden yang mampu mempengaruhi peserta didik secara fitri. Semua
ayat yang mengandung targhib dan tarhib ini mempunyai isyarat kepada
keimanan kepada Allah SWT. dan hari akhir
2.
Disertai dengan gambaran yang indah tentang kenikmatan surga atau
dahsyatnya neraka
3.
Menggugah serta mendidik perasaan Rabbaniyyah, seperti khauf, khusu,raja’ dan
perasaan cinta kepada Allah SWT.
4.
Kesimbangan antara kesan dan perasaan berharap akan ampunan dan rahmat Allah
Dapat di mengerti
bahwa metode targhib dan tarhib tersebut pada dasarnya berusaha
membangkitkan kesadaran akan keterkaian dan hubungan diri manusia dengan Allah
SWT. Dengan demikian metode ini sangat cocok untuk dikembangkan untuk
membentuk anak didik yang sesuai dengan tujuan pendidikan islam diantaranya
membentuk kepribadian yang utuh lahir dan bathin.
Tinjauan Al Qur’an dan Hadist
Seperti kita pahami
bersama bahwa penggunaan metode dalam pendidikan Islam disesuaikan dengan
tingkat kecerdasan, kultur, kepekaan dan pembawaan anak.Diantara mereka ada
yang cukup dengan isyarat.Ada yang hanya jera apabila dengan pandangan cemberut
dan marah, tetapi ada juga yang tidak mempan dengan cara-cara tersebut,
sehingga mereka harus merasakan hukuman terlebih dahulu.[10]
Jadi baik hukuman atau
rangsangan kepada anak didik harusdilakukan dengan sangat hati- hati dan penuh
kecermatan dari seorang pendidik. Hal ini dilandasi oleh betapa Islam begitu
santun dalam mendidik umatnya baik yang terdapat dalam yang kita temui dalam Al
Qur’an atau Hadist .diantaranya
1. Bentuk Targhib
(Rangsangan)
a. Kepada mereka yang yang selalu berbuat
kebajikan terutama yang menafkahkan/sodaqoh hartanya
االذين ينفقون في السراء والضراء والكظمين الغيظ والعا فينن عن النا س والله
يحب المحسنين
Artinya: Orang-orang
yang menafkahkan hartanya, baik dalam waktu luang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahny dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah
mencintai orang-oang yang berbuat kebaikan.
b.
Dijanjikan kepada mereka yang bertaqwa dengan balasan tidak terduga
وومن يتق
الله يجعل له مخرجا
Artinya : “Barang
siapa yang bertaqwa kepada Allah , niscaya akan menjadikan baginya jalan keluar”
ويرزقه من
حيث لايحتسب
“Dan
akan member rezki dari arah yang tidak disangka-sangka”
ومن يتق الله
فهو حسبه
“Dan
barang siapa yang bertawaqal kepada Allah , niscaya Allah akan
mencukupkan keperluannya ….”
2. Bentuk Targhib
(Ancaman)
a. Mereka yang tidak disukai Allah dalam hidupnya
يا ايها
الذين آمنوا لاتحرموا طيبت ما احل الله لكم ولاتعتدوا ان االله لايحب المعتدين
Artinya : “ Hai
orang-orang ang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagimu, dan janganlah kamu malampawi batas. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai terhadap orang melampaui batas.”
b. Mendapat hukuman langsung
والسا رق والسا ر قة فا قطعوا ايد يهما جزاء بما كسبا نكلا من الله والله عزيز
حكيم
Artinya : “Laki-laki
dan perempuan yang melakukan pencurian ,potonglah tangan keduanya sebagai
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan.”
Prinsip dasar metode ini adalah dalam Al-Qur'an (Q.S. Al-Bayyinah
7-8)
Artinya :
“Sesungguhnya
orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akanmasuk) ke neraka jahannam mereka kekal didalamnya dan mereka adalah
seburuk-buruk makhluk.Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal shaleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan
mereka di sisi Tuhan mereka adalah syurga 'Adan yang mengalir dibawahnya
sungai dan mereka kekal didalamnya selama-lamanya….”
(Q.S. Al-Bayyinah : 7-8)
Artinya:
“Barang siapa yang
berbuat baik meskipun sebesar atom baginya balasannya, dan barang siapa berbuat jelek sebesar atom pun, baginya balasannya pula.”
(Q.S. Al-Zalzalah {99}: 7 – 8)
Artinya:
“Siapa beramal
saleh maka baginya pahalanya, dan siapa berbuat jahat, baginya siksa.”
(Q.S. Fushilat {41}: 46)(M. Arifin, 1996:78)
Targhib ialah janji terhadap
kesenangan, kenikmatan akherat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman
karena dosa yang dilakukan. Targhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah.
Tarhib demikian juga, akan tetapi tekanannya ialah Targhib agar melakukan
kebaikan sedangkan Tarhib agar menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan atas
fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan,
keselamatan, dan tidak menginginkan, kesengsaraan.
Targhib dan Tarhib dalam pendidikan
Islam berbeda dengan metode ganjaran dan hukuman dalam pendidikan Barat.
Perbedaan utamanya ialah Targhib dan Tarhib berdasarkan ajaran Allah, sedangkan
ganjaran dan hukuman berdasarkan duniawi. Implikasi dari perbedaan itu antara
lain :
·
Targhib
dan Tarhib lebih teguh karena akarnya berada di langit, sedangkan teori hukuman
dan ganjaran hanya berdasarkan sesuatu yang duniawi.
·
Targhib
dan Tarhib itu mengandung aspek iman, sedangkan metode hukuman dan ganjaran
tidak Secara operasional.
·
Targhib
dan Tarhib lebih mudah dilaksanakan daripada metode hukuman dan ganjaran,
karena Targhib dan Tarhib sudah ada dalam al-Quran dan hadist nabi, sedangkan
hukuman dan ganjaran dalam metode Barat harus ditemukan sendiri oleh guru.
·
Targhib
dan Tarhib bersifat universal, dapat digunakan kepada siapa saja, hukuman
dan ganjaran tidak.
Melihat pengertian targhib dan tarhib, maka targhib dan tarhib
dapat dikaitkan dengan pendidikan sebagai sebuah metode. Dalam pendidikan metode targhib merupakan suatu cara yang
dilakukan oleh pendidik dalam memberikan motivasi untuk melakukan dan mencintai
kebaikan dan rayuan untuk melakukan amal saleh dan memberikan urgensi kebaikan
itu sendiri. Sehingga anak didik melakukan dengan ikhlas dengan harapan akan
memperoleh imbalan atau pahala dari Allah swt.
Substansi dari metode targhib yaitu memotivasi diri untuk melakukan
kebaikan. Baik memotivasi diri itu tumbuh karena faktor-faktor ekstrinsik atau
pengaruh-pengaruh dari luar, maupun faktor instrinsik atau faktor-faktor dari
dalam diri sendiri peserta didik.
Sedangkan metode tarhib diartikan suatu cara yang digunakan dalam
pendidikan sebagai bentuk penyampaian hukuman atau ancaman kekerasan terhadap
anak didik yang bandel yang tidak mampu lagi dengan berbagai metode lain yang
sifatnya lebih lunak. Dengan adanya metode ini anak didik diharapkan akan jera
dan meninggalkan hal-hal yang negatif karena merasa takut akan ancaman dan
hukuman ynag akan diterimanya baik dari orang tua, guru maupun ancaman dari
Allah kelak di hari akhirat.
Ada batasan-batasan yang membolehkan metode tarhib dapat digunakan
oleh pendidik. selain untuk tujuan menumbuhkan motivasi pada peserta didik,
penggunaan metode ini juga dibatasi jika metode-metode lain yang lebih lunak
sudah tidak lagi memungkinkan untuk digunakan. Penggunaan metode tarhib ini
bahkan sebisa mungkin diminimalisir. Ancaman-ancaman yang diberikan pada
peserta didik bagaimanapun memberikan dampak psikologi yang kurang baik.[11]
.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Targhib dan Tarhib
Seperti halnya metode-metode pembelajaran yang lain, metode targhib
dan tarhib pun mempunyai kekurangan-kekurangan di samping adanya kelebihan-kelebihan
yang dimiliki metode tersebut.
Ada beberapa kelebihan yang paling berkenaan dengan metode targhib
dan tarhib ini antara lain :
a. Targhib dan tarhib
bertumpu pada pemberian kepuasan dan argumentasi.
b. Targhib dan tarhib
disertai gambaran keindahan surga yang menakjubkan atau pembebasan azab neraka.
c. Targhib dan tarhib islami
bertumpu pada pengobatan emosi dan pembinaan efeksi ketuhanan.
d. Targhib dan tarhib
bertumpu pada pengontrolan emosi dan keseimbangan antara keduanya
Adapun
kelemahan utama dari metode targhib dan tarhib ini antara lain adalah bahwa
kedua metode tersebut bersifat abstrak. Terkadang anak didik kita
cenderung berfikir pada ranah yang nyata atau konkret.
Pertanyaan
dari auddiens
1.
Berikan
Contoh dari targhib dan tarhib.?
Jawab: ketika
seorang anak didik memperoleh perestasi guru memberi penghargaan karena
penghargaan atau reward itu akan menjadi penyemangat dan motivasi bagi anak
tersebut, tetapi sebaliknya jika si anak tersebut melakukan suatu kesalahan
guru akan memberikan hukuman dengan tujuan mengarahkan ke hal yang baik dan
memberi efek jera akan kesalahan yang dilakukannya.
2.
Sebutkan
Kelebihan dan kelemahan dari targhib dan tarhib.?
·
Kelebihan
: - sebagai penyemangat dan pemberi
motivasi dan penghargan bagi yang berprestasi.
·
Kelemahan : jika terlalu sering diberi reward adan
jarang di beri hukuman maka anak tersebut akan menjadi manja dan sombong, dia
merasa paling bener.
3.
Bagaimana
Posisi targhib dan tarhib menurut kurikulum 2013.?
Jawab :
kurikulum 2013 mengarah pada pembentukan karakter sehingga targhib dan tarhib
sebagai pengontrol tindakan dan pengarahan mana yang benar akan mendapat reward
dan sedangkan tindakan yng salah akan mendapat hukuman.. J
BAB III
PENUTUP
Islam sebagai agama wahyu yang diturunkan Allah SWT melalui para Rasulnya
sudah pasti memberikan yang terbaik kepada mahluknya dalam menata kehidupan
dunia yang serba singkat ini, baik dunia terlebih akhirat yang merupakan akhir
dari perjalanan manusia.
Kesuksesan yang
diperoleh di dua tempat tersebut sangat dipengaruhi oleh kwalitas keilmuan yang
dimiliki manusia. Sementara kwalitas ilmu itu sangat didasari oleh bagaimana
cara ilmu itu di dapat, salah satunya methode.
Methode Tarhib
dan Targhib yang telah di uraikan diatas ternyata sangat berpengaruh atau
berdampak positif terhadap perkembangan dan kwalitas proses belajar yang
dilakukan seorang pendidik. Seorang siswa bukan saja matang dalam kwalitas
keilmuan yang diperoleh, tetapi mentalnya terus ditempa sehingga
terbentuk ahlak yang baik sebagai seorang ilmuan dimasa mendatang. Oleh karena
itu methode Tarhib dan Targhib yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadis telah
lama diimplementasikan Rasulallah SAW yang di teruskan oleh para Sehabat
sampai sekarang oleh para tokoh pendidikan Islam sangat perlu sekali
dipertahankan dan dijadikan salah acuan pokok dalam metode peroses belajar.
Sudah saatnya
para pendidik Muslim lebih memperdalami methode Tarhib dan Targhib, jangan
terlalu tertarik dengan metode barat yang lebih mengutamakan keberhasilan aspek
kognitif atau kepandaian saja. Kita memerlukan generasi yang kuat
keintelektualannya dan kokoh pula Iman atau rohaninya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Jamaludin Miri, Jakarta,Pustaka
Amani,1994 hal.325
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyaakat,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
Abdurahman
An Nahlawi, prinsip-prinsip dan Metoda pendidikan Islam dalam keluarga, sekolah dan di masyarakat, (
bandung : cv. DIPONEGORO, 1996 ), hal. 36
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1997)
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis , Bandung,
1994, hal. 170
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka
Setia, 1999), cet-Kedua, hal. 99
Qomari,anwar, Pendidikan sebagai karakter budaya bangsa, jakarta,
uhamka press, 2003, cet. ke I hal.42
[1]
Qomari,anwar, Pendidikan sebagai
karakter budaya bangsa, jakarta, uhamka press, 2003, cet. ke I
hal.42
[2] Nur
Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999),
cet-Kedua, hal. 99
[3] Ibid,
hal. 101
[5] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1997)
[6] Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah
Sekolah dan Masyaakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
[7]
M. Ngalim Purwanto, Ilmu
Pendidikan Teoritis dan Praktis , Bandung, 1994, hal. 170
[8] Ibid,
hal.171
[9]
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu,
Seruan Kepada Pendidik dan Orang tua, Abu Hanan dan Ummu Dzakiyyah
(terjemah ) Solom, 2005, hal. 167
[10] Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam,
Jamaludin Miri, Jakarta,Pustaka Amani,1994 hal.325
[11] Abdurahman An Nahlawi, prinsip-prinsip dan Metoda pendidikan
Islam dalam keluarga, sekolah dan di
masyarakat, ( bandung : cv. DIPONEGORO, 1996 ), hal. 36
[1]
Qomari,anwar, Pendidikan sebagai
karakter budaya bangsa, jakarta, uhamka press, 2003, cet. ke I
hal.42
[2] Nur
Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999),
cet-Kedua, hal. 99
[3] Ibid,
hal. 101
[5] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1997)
[6] Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah
Sekolah dan Masyaakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
[7]
M. Ngalim Purwanto, Ilmu
Pendidikan Teoritis dan Praktis , Bandung, 1994, hal. 170
[8] Ibid,
hal.171
[9]
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu,
Seruan Kepada Pendidik dan Orang tua, Abu Hanan dan Ummu Dzakiyyah
(terjemah ) Solom, 2005, hal. 167
[10] Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam,
Jamaludin Miri, Jakarta,Pustaka Amani,1994 hal.325
[11] Abdurahman An Nahlawi, prinsip-prinsip dan Metoda pendidikan
Islam dalam keluarga, sekolah dan di
masyarakat, ( bandung : cv. DIPONEGORO, 1996 ), hal. 36
No comments:
Post a Comment