A. PENDAHULUAN
Tanggung jawab pendidikan Islam
tidak terlepas dari 3 komponen: pertama adalah keluarga sebagai pendidik
pertama dan utama pada anak. Orang tua memiliki andil yang besar dalam mendidik
anak. Ditangan orang tua lah anak akan menjadi seseorang yang baik atau buruk.
Tetapi karena keterbatasan orang tua, orang tua tidak dapat mendidik anaknya
sendiri.Melainkan menyekolahkan anaknya untuk dapat mendapatkan pendidikan
formal.Oleh karena itu, ke-dua pendidik (guru) mendapat limpahan tanggung jawab
dari orang tua anak didik.Tetapi, tanggung jawab guru hanya sebatas disekolah
saja. Di luar dari jam sekolah, limpahan tugas dan tanggung jawab bukan lagi
milik guru.
Setelah keluar dari jam sekolah,
maka limpahan tanggung jawab beralih kepada ke-tiga masyarakat. Yang di
dalamnya termasuk adanya anggota masyarakat, tokoh masyarakat maupun agama.Tugas
dan tanggung jawab masyarakat adalah sebagai pengontrol tingkah laku anak untuk
diamati oleh setiap anggota masyarakat.
Tantangan pendidikan agama Islam
yang begitu kompleks yang dapat dikelompokkan dalam 2 macam, yaitu Tantangan
Internal yaitu menyangkut sisi pendidikan agama sebagai program pendidikan,
baik dari segi orientasi pendidikan agama Islam.Tantangan Eksternal berupa
berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada scientific
critizism.[1]
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pendahuluan di atas,
dapat mengambil permasalahan sebagai berikut yaitu:
1. Siapakah
yang bertanggung jawab dalam pendidikan Islam?
2. Apa
sajakah tantangan pendidikan dalam Islam itu?
3. Bagaimana
cara mengatasi tantangan pendidikan dalam Islam?
C. PEMBAHASAN
A. Tanggung Jawab Pendidikan Dalam Islam
Tanggung jawab pendidikan
diselenggarakan dengan kewajiban mendidik.Secara umum mendidik ialah membantu
anak didik didalam perkembangan dari daya-dayanya dan didalam penetapan
nilai-nilai.Bantuan atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara
pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan
rumah tangga, sekolah, maupun masyarakat.[2]
Tanggung jawab pendidikan
dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban melaksananakan pendidikan.Karena itu,
tanggung jawab pendidikan dalam Islam adalah kewajiban melaksanakan pendidikan
menurut pandangan Islam.Menurut pendapat Team penyusun Buku Ilmu Pendidikan
Islam, kewajiban melaksanakan pendidikan itu direalisasikan dalam wujud
memberikan bimbingan baik pasif maupun aktif.Dikatakan pemberian pendidikan
pasif adalah si pendidik tidak mendahului “Masa Peka” akan tetapi menunggu
dengan seksama dan sabar, sedangkan aktif terletak di dalam:
a. Pengembangan daya-daya yang sedang
mengalami masa pekanya.
b. Pemberian pengetahuan dan kecakapan yang
penting untuk masa depan si anak.
c. Membangkitkan motif-motif yang dapat
menggerakkan si anak untuk berbuat sesuai dengan tujuan hidupnya.[3]
Dalam GBHN tahun 1988 (Tap MPR No.
II/MPR/1988), tentang pendidikan dikemukakan antara lain sbb:“Pendidikan
merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam keluarga,
sekolah, dan masyarakat.Karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah”.[4]
Sebelum memasuki siapa yang bertanggung
jawab dalam lembaga pendidikan Islam, lebih baik kita melihat pendapat para
ahli dalam merumuskan penanggung jawab penyelenggara pendidikan pada umumnya.SeorangahlifilsafatantropologidanfenomenologibernamaLangeveld,
menyatakanbahwa yang bertanggungjawabataspenyelenggaraanpendidikanadalah:
1. Lembaga
keluarga yang mempunyaiwewenangbersifatkodrati.
2. Lembaga
negara yang mempunyaiwewenangberdasarkanundang-undang.
3. Lembaga gereja yang mempunyai wewenang
berasal dari Tuhan.
Sebaliknya,
Ki Hajar Dewantara (RM. Soewardi Soerjaningrat)
memfokuskanpenyelenggaralembagapendidikan dengan “Tricentra” yang
merupakantempatpergaulananakdidikdansebagaipusatpendidikan yang
amatpentingbaginya. Tricentraituialah:
1) Alam keluarga yang membentuk lembaga
pendidikan keluarga.
2) Alam perguruan yang membentuk lembaga
pendidikan sekolah.
3) Alam pemuda yang membentuk lembaga
pendidikan masyarakat.[5]
Menurut Sidi Gazalba,lembaga yang
berkewajiban melaksanakan pendidikanIslam adalah:
1. Rumah tangga, yaitu pendidikan primer
untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah
orang tua, sanak kerabat, family, saudara-saudara, teman sepermainan dan
kenalan pergaulan.
2. Sekolah, yaitu pendidikan sekunder yang
mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah
tersebut. Pendidiknya adalah guru yang profesional.
3. Kesatuan social, yaitu pendidikan tertier
yang merupakan pendidikan yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidikannya
adalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana masyarakat setempat.[6]
Memperhatikan penjelasan tersebut,
maka dalam uraian ini akan dikemukakan secara berturut-turut tanggung jawab
pendidikan orang tua, sekolah dan masyarakat.
a. Tanggung jawab Orang Tua
Orang tua merupakan pendidik utama
dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula
menerima pendidikan.Dengan demikian bentuk pertama dalam pendidikan terdapat
dalam kehidupan keluarga.
Pada umumnya pendidikan dalam rumah
tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari
pengetahuan mendidik, melainkan secara kodrati suasana dan strukturnya memberikankemungkinan
alami membangun situasi pendidikan.Situasi
pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh
mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.
Hal ini menunjukkan ciri-ciri dari
watak rasa tanggung jawab setiap orang tua atas kehidupan anak-anak mereka
untuk masa kini dan mendatang.Bahkan
para orang tua umumnya merasa bertanggung jawab atas segalanya dari
kelangsungan hidup anak-anak mereka.Karenanya tidaklah diragukan bahwa tanggung
jawab pendidikan secara mendasar terpikul kepada orang tua.Apakah tanggung jawab
pendidikan itu diakuinya secara sadar
atau tidak, diterima dengan sepenuh hatinya atau tidak, hal itu adalah
merupakan “fitrah” yang telah dikodratkan Allah SWT kepada setiap orang tua.
Mereka tidak bisa mengelakkan tanggung jawab itu karena telah merupakan amanah
dari Allah SWT yang dibebankan kepada mereka.[7]
Orang tua memiliki tanggung jawab
yang sangat besar terselenggaranya pendidikan.Bahkan di tangan orang tualah
pendidikan anak ini dapat terselenggara. Allah berfirman:
يَآأَيُّهَا الَّذيْنَ اَمَنُوْا قُوْآ أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا <التحريم :
٦>
“ Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dari api neraka”. (At-Tahrim: 6)
Dari ayat
tersebut diambil kesimpulan bahwa orang tua berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan untuk anaknya.Dengan demikian,
orang tua memikul beban tanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak.
Ia tidak dapat melepaskan begitu saja beban ini kepada orang lain, dengan jalan
menyerahkan tugas ini kepada sekolah atau pemimpin-pemimpin masyarakat. Sekolah
dan pemimpin masyarakat hanya menerima limpahan tugas dari orang tua saja,
tetapi di luar dari limpahan tersebut orang tua masih memiliki tanggung jawab
yang besar bagi pendidikan anaknya.[8]
Tanggung
jawab pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya harus
dilaksanakan dalam rangka:
1.
Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk
yang paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan
alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
2.
Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmianiah
maupun rohaniah, dari berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan
kehidupan dari tujaun hidup yang sesuai dengan falsafah hidup dan agama yang
dianutnya.
3.
Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak
memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi
mungkin yang dapat dicapainya.
4.
Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat sesuai
dengan pandangan dan tujuan hidup manusia.[9]
b.
Tanggung Jawab Sekolah
Yang
dimaksud sekolah disini adalah lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan
pengajar secara formal.Karena itu, istilah sekolah di sini temasuk di dalamnya
madrasah.Sekolah didirikan bukan atas dasar hubungan darah antara guru dan
siswa, tetapi berdasarkan hubungan yang bersifat formal (kedinasan).Karena itu,
siswa mengikuti pendidikan di sekolah bukan atas dasar dorongan yang bersifat
kodrati, melainkan atas dasar dorongan kebutuhan dan tuntutan kemajuan
zaman.Hubungan guru dengan murid bersifat formal, karena itu tidak seakrab
hubungan di dalam kehidupan keluarga karena dalam lingkungan terakhir ini
hubungannya bersifat kodrati.
Tugas dan
tanggung jawab sekolah terhadap pendidikan ini terbatas pada wewenang yang
diberikan orang tua.Demikian juga terbatas selama anak mengikuti pendidikan di
sekolah.Karena diluar dari pada ini bukan lagi wewenang sekolah.[10]
Guru adalah pendidik profesional,
karenanya secara implisit ia telah meelakan dirinya menerima dan memikul
sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua. Untuk
menjadi nseorang guru yang dapat mempengaruhi anak didik kearah nkebahagiaan
dunia akhirat sesungguhnya tidaklah ringa, artinyta ada syarat-syarat yang
harus dipenuhi.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا مِنْكُمْ
وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ <المجادلة: ١١>
“…Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orag-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (Al-Mujadalah: 11)
Syarat-Syarat
Sebagai Guru:
1.
Takwa
kepada Allah.
2.
Berilmu
sebagai.
3.
Sehat
jasmani.
c.
Tanggung Jawab Masyarakat
Masyarakat
turut serta dalam memikul tanggung jawab pendidikan.Masyarakat dapat diartikan
sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara,
kebudayaan dan agama setiap masyarakat.Masyarakat memiliki pengaruh besar
terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang
ada di dalamnya.Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah
keluarga dan sekolah.pendidikan ini telah dimulai sejak anak-anak, berlangsung
beberapa jam dalam satu hari selepas dari pendidikan keluarga dan sekolah.[12]
Oleh sebab
itu, setiap individu hendaknya peduli terhadap kebaikan kesatuannya, setiap
anggota masyarakat bertanggung jawab atas kebaikan yang lainnya. Dengan kata
lain, setiap anggota masyarakat bertanggung jawab atas pendidikan yang lainnya,
tidak bisa memikulkan tanggung jawab hanya kepada orang tua dan guru. Apabila
melihat suatu kemunkaran, hendaknya dia mencegahnya sesuai dengan kemampuannya.[13]
Di dalam
kehidupan masyarakat modern semua kepentingan masyarakat, yang berlaku umum
diatur dan diselenggrakan pelayanannya oleh pemerintah.Pemerintah bertindak
sebagai wakil rakyat untuk mempertahankan kebutuhan dan kelanjutan kehidupan
bermasyarakat itu.Demikianlah juga halnya dengan yang menyangkut persoalan
sekitar sekolah.pemerintah mengatur segla sesuatu yang berhubungan dan yang
menyangkut kepentingan bangsa dan rakyat, berkenaan denagn sekolah. hal ini
berarti, bahwa menjadi tugas pemerintah untuk menjamin kelanjutan kehidupan
bangsa melalui pendidikan yang diberikan sekolah.Di Indonesia pendidikan Islam
ditangani oleh Departemen Agama Republik Indonesia. Di Departemen Agama
Pendidikan Islam diurusi oleh Direktorat
Pembinaan Perguruan Agama Islam.
Penyelenggara
dan pembinaan pendidikan pada Perguruan Agama Islam didasarkan kepada Keputusan
Menteri Agama No. 6 tahun 1979 tentang Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Agama sebagai pelaksanaan Keputusan Presiden No. 30 tahun 1978, di
dalam pasal 195 disebutkan bahwa fungsi Direktorat Pembinaan Agama Islam antar
lain:
1.
Mempersiapkan perumusan kebijaksanaan teknis di bidang
pembinaan pendidikan pada perguruan agama Islam.
2.
Melaksanakan pembinaan pendidikan pada Perguruan Agama
Islam yang meliputi kurikulum, tenaga guru dan sarana pendidikan.
3.
Melakukan evaluasi atas pelaksanaan pendidikan pada Pergutuan
Agama Islam.
4.
Melakukan pengendalian teknis atas pelaksanaan
pendidikan pada Perguruan Agama Islam.
5.
Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan bagi
penyusunan rencana evaluasi, peningkatan dan penyempurnaan pembinaan pada
Perguruan Agama Islam.[14]
Kelembagaan Pendidikan Islam
a.
Keluarga
Orang tua
merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Dikatakan pendidik
pertama karena di tempat inilah anak mendapatkan pendidikan pertama kalinya
sebelum ia menerima pendidikan yang lainnya. Dikatkan pendidik utama karena
pendidikan dari tempat ini mempunyai pengaruh yang dalam bagi kehidupan anak di
kelak kemudian hari.Karena peranannya demikian penting itu maka orang tua harus
benar-benar menyadarinya sehingga mereka dapat memerankan sebagaimana mestinya.[15]
b.
Masjid dan Musholla
Menurut
bahasa masjid berarti tempat sujud. Menurut istilah berarti tempat umat Islam
menunaikan ibadah shalat, dzikir kepada Allah
SWT. Sedangkan musholla menurut bahasa berarti tempat shalat.Menurut
istilah berarti tempat umat Islam melakukan shalat.
Baik masjid
maupun musholla keduanya berubah fungsi yaitu semula sebagai tempat melakukan
shalat dan dzikir kepada Allah SWT kemudian menjadi tempat untuk melaksanakan
pendidikan. H. Zaenal Abidin Achmad menyitir pendapat Ustadz Ali Al-Qadhi yang
menyatakan bahwa masjid adalah lembaga atau wadah pendidikan yang kedua sesudah
rumah tangga. Ustadz Ali Al-Qadhi menggambarkan bahwa masjid adalah tempat
berkumpul kaum muslimin tanpa perbedaan anatara masing-masing mereka.Di sanalah
dipraktekkan ukhuwah Islamiyah yang sedalam-dalamnya, baik di dalam mengerjakan
sembahyang dengan berjama’ah ataupun di dalam menerima pelajaran dari pada
guru-guru Islam.
Pendidikan
dalam Islam rapat sekali hubungannya dengan masjid. Kaum Muslimin telah
memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah
dan sebagai lembaga pendidikan dan pengetahuan Islam dan pendidikan keagamaan
di mana dipelajari kadah-kaidah Islam, hokum-hukum agama dll. Pendidikan di
sini merupakan kelanjutan dari pendidikan agama yang diselenggarakan di rumah
tangga.Umumya yang diajarkan adalah pengajaran membaca Al-Qur’an, praktek
beribadah, bahasa Arab tingkat dasar dll.[16]
c.
Sekolah
Sekolah
adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga.Semakin besar
anak, semakin banyak kebutuhannya.Karena keterbatasannya, orang tua tidak mampu
memenuhi kebutuhan anak tersebut.Oleh karena itu, orang tua menyerahkan
sebagian tanggung jawabnya kepada sekolah.sekolah merupakan lembaga pendidikan
yang melaksanakan pembinaan, pendidikan dan pengajaran dengan sengaja, teratur,
dan terencana. Pendidikan di sekolah bersifat sistematis, berjenjang, dan
dibagi dalam waktu-waktu tertentu, yang berlangsung dari taman kanak-kanak
sampai perguruan tinggi.[17]
d.
Pondok Pesantren
Pondok
pesantren dibagi atas dua tipe:
1.
Pondok pesantren yang mempertahankan system pendidikan
alam bentuk aslinya. Pondok pesantren tipe ini tidak memiliki tingkat sebaimana
yang kita kenal di sekolah (madrasah). Kelas atau kelompok yang ada yaitu
penggolongan kepada ilmu yang dipelajari: kelompok pengajian tafsir, kelompok
pengajian fiqih, kelompok penhajian nahwu, kelompok penhajian shorof dll.
2.
Pondok pesantren yang menyesuaikan dengan tuntutan
zaman dan perkembangan kemajuan di
lapangan pendidikan. Pondok pesantren ini menyeenggarakan system madrasah dalam
mendidik santri-santrinya di samping penhajian kitab sebaimana yang dilakukan
oleh pondok pesantren tipe pertama. Namun demikian, pondok pesantren tipe
pertama dan tipe kedua masih memegangi adanya ciri-ciri khusus pondok pesantren
yaitu:
a.
Ada kyai yang mengajar dan mendidik.
b.
Ada santri yag belajar dari kyai.
c.
Ada masjid.
d.
Ada pondok/asrama tempat para santri bertempat
tinggal.
Menurut
Mastuhu, ada 8 prinsip yang menggambarkankira-kira 8 ciri utama tujuan
pendidikan pesantren:
1.
Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran Isam.
2.
Memiliki kebebasan yang terpimpin.
3.
Berkemampuan mengatur diri sendiri.
4.
Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi.
5.
Menghormati orang tua dan guru.
6.
Cinta kepada ilmu.
7.
Mandiri.
8.
Kesederhanaan.[18]
Abdul
Rahman Wahid, orang yang dianggap cukup mengetahui ihwal pesantren, melaporkan
teori Geertz. Menurutnya kyai berperan sebagai penyaring arus informasi yang
masuk ke lingkungan kaum santri, menularkan apa yang dianggap berguna dan
membuang apa yang dianggap merusak. Teori ini menerapkan kyai sebagai filter
nilai.[19]
Prinsip-Prinsip Lembaga
Pendidikan Islam
1.
Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang
menjerumuskan manusia pada api neraka. (At-Tahrim: 6).
2.
Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba
Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di
akhirat, sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan bertakwa yang
senantiasa memanjatkan do’a sehari-harinya. (Al-Baqarah: 201; Al-Qashash: 77).
3.
Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan
sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama yang lain
saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan diri pada Khaliknya.
(Al-Mujadilah: 11).
4.
Prinsip amar ma’ruf nahi munkar dan membebaskan
manusia dari belenggu-belenggu kenistaan. (Ali Imran: 104,110).
5.
Prinsip pengembangan daya piker, daya nalar, daya rasa
sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya
cipta, rasa dan karsanya.[20]
B. Tantangan
Pendidikan dalam Islam
Pendidikan
Islam dewasa ini menghadapi banyak tantangan yang berusaha mengancam
keberadaannya.Tantangan tersebut merupakan bagian dari sekian banyak tantangan
global yang memerangi kebudayaan Islam dan kadang-kadang tampak dalam kedok
politik, pendudukan militer dan perang kebudayaan. Hal ini tertulis dalam
Al-Qur’an surat Al-Shaf ayat 6 yang artiya: ”Mereka ingin hendak memadamkan
cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka dan Allah tetap
menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” Berikut ini adalah
uraian lebih lanjut mengenai tantangan pendidikan Islam.
a. Kebudayaan
Islam berhadapan dengan kebudayaan Barat abad ke-20.
b. Tantangan
bersifat intern.
c. Kebudayaan.
d. Sistem
kebudayaan Islam di sebagian.
e. Kurikulum
univeritas di sebagian dunia Islam masih mengabaikan kebudayaan Islam
f. Berkenaan
dengan pendidikan wanita muslimah.
Berdasarkan
berbagai macam tantangan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa
diperlukan ekstra kesadaran akan ancaman bahaya serta perencanaan yang baik
untuk memperluas disiplin keislaman ke berbagai bidang dan mengembangkan metode
pendidikan Islam agar mampu menghadapi berbagai tantangan zaman modern. Selain
itu juga diperlukan kerjasama dari berbagai komponen kaum muslimin, baik
individu maupun kelompok, bangsa dan masyarakat, serta Negara dan pemerintah
dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.[21]
C. Solusi
dalam Menghadapi Tantangan Pendidikan Islam
1)Pendidikan Islam harus berwatak dinamis.
1)Pendidikan Islam harus berwatak dinamis.
2) Membangun
filsafat pendidikan Islam bagi lembaga-lembaga pendidikan di semua jalur dan
jenjang.
3) Perlu
perhatian terhadap profesi pendidikan dan usaha praktis untuk menyeragamkan
asas-asas kurikulum berdasarkan Islam di Negara-negara muslim.
4) Usaha
terus menerus untuk memberantas buta huruf secara tuntas di dunia muslim.
Langkah-langkah
yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
a.Kewajiban
belajar bagi setiap muslim.
b.Umat
perlu menghidupkan kembali risalah masjid sebagai pusat ilmu dan belajar.
c.Pengembangan
lembaga-lembaga pendidikan umum ke berbagai kelompok masyarakat.
5) Sekolah
harus memperhatikan integritas perkembangan individu dengan mendidiknya agar
beriman, berilmu, beramal, berakhlak, suka melakukan pengabdian sosial dan
cinta kepada tanah airnya.
6) Memotivasi
terselenggaranya universitas Islam di semua Negara muslim.
7) Memperhatikan
pendidikan para pemudi muslimah yang sesuai dengan.
8) Memperhatikan
pendidikan profesional dan teknis di semua bidang.
9) Meningkatkan
perhatian terhadap bahasa Arab.
10) Memerangi
tipu daya para penjajah dan orientalis yang mengacaukan kultur, aqidah dan
warisan Islam.
Adapun
hal-hal yang harus diantisipasi dalam perkembangan ilmu pendidikan Islam antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan
dan peningkatan kualitatas kelembagaan, agar fungsi dan peranannya tercapai.
Pendidikan Islam harus memiliki kelembagaan yang representatif dan kualitatif.
b. Persaingan
antar lembaga, hal ini merupakan realitas objektif yang tidak bisa dihindari.
c. Kemandirian,
adalah salah satu indikator sebuah lembaga pendidikan Islam yang harus memiliki
kualitas yang mampu menghadapi persaingan, dan harus memiliki kemandirian.[22]
D. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa:
1) Tanggung
jawab dalam pendidikan Islam yang pertama adalah orang tua. Yang kedua adalah
guru, pada lingkungan sekolah. Yang ketiga adalah tokoh agama dalam lingkungan
masyarakat. Ke tiga komponen tersebut harus saling berkesinambungan. Karena keterbatasan
orang tua tidak bisa mendidik anaknya sendirian tanpa bantuan dan dukungan dari
guru (sekolah) dan tokoh agama (masyarakat).
2) Tantangan pendidikan Islam:
a. Kebudayaan
Islam berhadapan dengan kebudayaan Barat abad ke-20.
b. Tantangan
bersifat intern.
c. Kebudayaan.
d. Sistem
kebudayaan Islam di sebagian.
e. Kurikulum
univeritas di sebagian dunia Islam masih mengabaikan kebudayaan Islam
f. Berkenaan
dengan pendidikan wanita muslimah.
3) Solusi
a. Kewajiban
belajar bagi setiap muslim.
b. Umat
perlu menghidupkan kembali risalah masjid sebagai pusat ilmu dan belajar.
c. Pengembangan
lembaga-lembaga pendidikan umum ke berbagai kelompok masyarakat.
d. Usaha
terus menerus untuk memberantas buta huruf secara tuntas di dunia muslim
e. Sekolah
harus memperhatikan integritas perkembangan individu dengan mendidiknya agar
beriman, berilmu, beramal, berakhlak, suka melakukan pengabdian sosial dan
cinta kepada tanah airnya.
f. Memotivasi
terselenggaranya universitas Islam di semua Negara muslim.
g. Memperhatikan
pendidikan para pemudi muslimah yang sesuai dengan.
h. Memperhatikan
pendidikan profesional dan teknis di semua bidang.
i.
Meningkatkan perhatian terhadap
bahasa Arab.
j.
Memerangi tipu daya para penjajah
dan orientalis yang mengacaukan kultur, aqidah dan warisan Islam.
E. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami
buat.Apabila ada kritik dan saran yang bersifat mambangun sangat kami harapkan
demi perbaikan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua yang
membacanya.
F. DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, Suti’ah dan
Nur Ali “Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah cet. 1” PT. Remaja Rosdakarya: Bandung Maret 2001
Dr. Zakiah Daradjat dkk, “Ilmu
Pendidikan Islam cet. 8”, PT. Bumi Aksara: Jakarta Agustus 2009
Dr. Hj. Nur Uhbiyati,M.Pd., “Dasar-Dasar
Ilmu Pendidikan Islam cet. 1”, PT. Pustaka Rizki Putra: Semarang, Maret
2013
Dr. Abdul Mujib, M.Ag dan Dr. Jusuf
Mudzakkir, M.Si.,“Ilmu Pendidikan Islam cet. 1”, Kencana Prenada Media:
Jakarta Juli 2006
Drs. Bukhari Umar, M.Ag.,“Ilmu
Pendidikan Islam cet. 1”, Amzah: Jakarta 2010
Dra. Hj. Nur Uhbiyati dan Drs. H. Abu
Ahmadi., “Ilmu Pendidikan Islam 1”, CV. Pustaka Setia: Bandung Januari
1997
Hery Noer Aly, “Ilmu Pendidikan Islam
cet.1”, PT. Logos Wacana Ilmu: Jakarta Februari 1999
Ahmad Tafsir, “Ilmu Pendidikan Dalam
Perspektif Islam cet. 1”, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung 1992
Hery Noer Aly dan Munzier, “Watak
Pendidikan Islam cet.2”, Friska Agung Insani: Jakarta Utara 2003
G. PERTANYAAN
Penanya:
1. Nurun Nafi’ah (112164)
Bagaimana
tanggung jawab tantangan pendidikan dalam proses pelaksanaannya?
2. Fatkhul Hidayah (112162)
Bagaimana peran
dan tantangan orang tua dalam pendidikan anak?
3. Chusaini Khanifah (112152)
Bagaimana contoh nyata tantangan dalam pendidikan
Islam?
Bagaimana agar
pesantren salaf mengikuti (era globalisasi) sesuai dengan kebutuhan zaman?
Jawab!
1. Tanggung jawab dan tantangan pendidikan adalah
dalam proses pelaksanaannya adalah seorang guru hanya mempunyai tanggung jwab
saat di sekolah saja. Keluar dari sekolah sudah bukan lagi tanggung jawab sekolah.
Seorang guru mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik murid. Tugas
yang berat seorang guru adalah mendewaskan murid, membuat seorang yang belum
tahu menjadi tahu dan menjadikan seseorang yang belum baik menjadi baik.
2.
Peran orang tua adalah sebagai pendidik guru bagi
anak-anaknya karena dia harus merawat , mengajari , dan memberikan bekal ilmu
untuk anak-anaknya agar kelak bisa meraih cita-cita yang diharapkan. Tantangan yang dihadapi salah satumya modernisasi zaman modern yang
sekarang berubah menjadi instans dan marak nya dunia internet , pergaulan
bebas, dan sebagainya. Dimana orang tua harus mampu memberikan arahan dan
waspada agar anak-anaknya tak terpengaruh
ke hal-hal yang tidak diinginkan.
3. 1. Pendidikan
Indonesia saat ini gagal membaca, sesungguhnya apa kebutuhan peserta didik
dimasa depan akibatnya kemampuan yang dididik disekolah tidak tepat guna
2. Kemiskinan terjadi biasanya
akibatnya dari berbagai factor yang sudah tersistematis seharusnya orang2
miskin ini dapat mengakses pendidikan agar mereka dapat meningkatkan kualitas
hidup mereka. Namun ternyata sekolah yang ada belum dapat memberikan akses
terhadap orang miskin
4. Harus adanya dukungan dan kesadaran dari
pengurus pesantren, pemimpin dari pondok pesantren (kyai-nya), para pengajar
dan juga santri. Pengurus pondok harus ada kesadaran melihat realita dan
kebutuhan zaman setelah para santri terjun langsung dalam masyarakat. Bekal
ilmu salaf (diniyah) saja tidak cukup dalam bermasyarakat. Harus ada bekal ilmu
teknologi (duniyah). Agar antara diniyah dan duniyah ini berjalan seimbang.
Dalam dunia
pesantren di ajarkan seperti bercocok tanam, peternakan, syukur-syukur
computer, baki lamaran dll yang tujuannya mereka nanti sudah mendapat bekal
untuk hidup di dalam masyarakat dengan tak hanya dalam ilmu agama tetapi juga
keahlian.Seperti pada pondok pesantren Kajen pimpinan alm. Kyai Sahal Mahfudz.
Dalam pondok pesantren ini, para santri tak hanya diajarkan tentang kitab
kuning tetapi juga mereka diajarkan tentang computer dan juga baki
lamaran.Pelajaran tentang computer dan baki lamaran ini diajarkan secara
bergantian kepada santri, tetapi juga diberi batas-batas tertentu. Jadi,
pelajaran keahlian ini tidak secara mutlak diberikan dengan seluas-luasnya
melebihi pelajaran salaf melainkan terdapat batas-batas tertentu karena
pendidikan salaf yang lebih ditekankan di sini kepada santri.
[1]Muhaimin, Suti’ah dan
Nur Ali “Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah cet. 1” PT. Remaja Rosdakarya: Bandung Maret 2001 hal. 92
[2] Zakiah Daradjat dkk, “Ilmu
Pendidikan Islam cet. 8”, PT. Bumi Aksara: Jakarta Agustus 2009 hal. 34
[3] Team Penyusun Buku
Teks, Ilmu Pendidikan Islam”, Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN,
Dirjen Bimbaga Islam, hal. 33
[4] Nur Uhbiyati, “Dasar-Dasar
Ilmu Pendidikan Islam cet. 1”, PT. Pustaka Rizki Putra: Semarang, Maret
2013 hal. 239
[5] Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakkir, “Ilmu Pendidikan Islam cet. 1”, Kencana Prenada Media:
Jakarta Juli 2006 hal. 224
[6] Bukhari Umar, “Ilmu
Pendidikan Islam cet. 1”, Amzah: Jakarta 2010 hal. 150
[7]Zakiah Daradjat dkk,
Op cit., hal. 35-36
[8] Nur Uhbiyati dan Abu
Ahmadi, “Ilmu Pendidikan Islam 1”, CV. Pustaka Setia: Bandung Januari
1997 hal. 246
[9]Zakiah Daradjat, Op
Cit., hal. 38
[10]Nur Uhbiyati, Op
Cit., hal. 241-242
[11]Zakiah Daradjat, Op
Cit., hal. 39-42
[12] Bukhari Umar, Op
Cit., hal 152
[13] Hery Noer Aly, “Ilmu Pendidikan Islam cet.1”, PT. Logos
Wacana Ilmu: Jakarta Februari 1999 hal.109
[14]Nur Uhbiyati dan Abu
Ahmadi, Op Cit., hal. 249-250
[15]Nur Uhbiyati, Op
Cit., hal. 221
[17]Bukhari Umar, Op
Cit., hal. 151-152
[18] Ahmad Tafsir, “Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam cet. 1”, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung
1992 hal. 201-202
[20] Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakkir, Op Cit., hal.223-224
[21] Hery Noer Aly dan
Munzier, “Watak Pendidikan Islam cet.2”, Friska Agung Insani: Jakarta
Utara 2003 hal. 227-233
No comments:
Post a Comment