RINGKASAN
Disusun Guna Memenuhi tugas Akhir Semester
Mata Kuliah: Ushul Fiqih
Dosen Pengampu: Taufiqurrahman Kurniawan, SHI,
M.Ag
Disusunoleh:
JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM_E SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
TAHUN 2013
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP USHUL FIQIH
PENGERTIAN
USHUL FIQIH
kata ushul fiqih menurut syara’ adalah pengetahuan tentang berbagai kaidah dan bahasan yang menjadi sarana untuk mengambil hukum – hokum syara’ mengenai dalili manusia dari dalili yang terperinci.
kata ushul fiqih menurut syara’ adalah pengetahuan tentang berbagai kaidah dan bahasan yang menjadi sarana untuk mengambil hukum – hokum syara’ mengenai dalili manusia dari dalili yang terperinci.
TUJUAN
USHUL FIQIH
Tujuan
ilmu ushul fiqih adalah meletakkan kaidah-kaidah yang dipergunakan dalam
menetapkan hokum setiap perbuatan atau perkataan mukallaf.
OBJEK
KAJIAN USHUL FIQIH
Muhammad
al Zuhali (ahli fiqih dan ushul fiqih dari syiria), menyatakan bahwa yang
menjadi objek kajian ushul fiqih yang membedakannya dari kajian fiqih,antara
lain adalah:
1.
Sumber hokum islam atau dalil-dalil yang digunakan dalam menggali
hokum syara’.
2.
Pembahasan ijtihad.
3.
Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang digunakan dan cara
menggunakannya dalam mengistibathkan hokum dari dalili-dalil.
SUMBER DAN DALIL HUKUM ISLAM
A.
Pengertian sumber dan dalil
Ada
beberapa Sumber hukum yang telah
disepakati oleh umat muslim, yaitu:
·
Alqur’an
Yaitu nama kitab suci yang
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. Yang diturunkan secara mutawatir.Dan
ditulis dalam mushaf.
a.
Macam-macam hukum Al-qur’an
1)
Hukum-hukum I’tiqadiyah, yang berkaitan dengan hal-hal yang harus
dipercayai orang muslim.
2)
Hukum moralitas, yang berhubungan dengan suatu hal berupa keutamaan
dan menghindarkan diri dari hal yang hina.
3)
Hukum amaliyyah, yang bersangkut paut dengan sesuatu yang timbul dari mukallaf.
·
Sunnah
Yaitu segala yang diriwayatkan oleh
Nabi Muhammad, berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan Nabi yang berkaitan
dengan hukum.
Para ulama sepakat membagi sunnah
menjadi beberapa’ yaitu:
1)
Sunnah fi’liyah
Yaitu
perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw..
2)
Sunnah Qauliyah
Yaitu
perkataan yang pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad saw.
3)
Sunnah taqririyah
Yaitu
diamnya Nabi Muhammad untuk menetapkan
suatu hukum.
·
Ijma’
Yaitu kesepakatan umat Nabi Muhammad saw tentang suatu agama.
a. Rukun dan syarat ijma’
jumhur ulama’ ushul fiqh mengemukakan bahwa rukun ijma’ itu ada
lima, yaitu:
1) yang terlibat harus
semua jumhur ulama’.
2) yang terlibat dalam
pembahasan harus semua mujtahid yang lahir pada masa itu.
3) kesepakatan itu diawali
dengan pendapat-pendapat para mujtahid.
4) hukum yang disepakati
adalah hukum actual yang belum terperinci dalam Al-quran.
5) sandaraan hukum harus
Al-Qur’an dan hadits.
Adapun syarat yang harus ada pada mujtahid adalah:
1) para mujtahid harus
memenuhi persyaratan ijtihad.
2) harus adil.
3) berusaha menghindar dari
perbuatan bid’ah.
·
Qiyas
Yaitu
menyatukan suatu hukum yang tidak disebutkan hukumnya dalam nash dengan sesuatu
yang disebutkan hukumnya oleh nash, disebabkan kesatuan ilat yang hukum antara
keduanya.
a. rukun qiyas
rukun
qiyas dibagi menjadi:
1. ashl ( wadah hukum yang ditetapkan
melalui nash atau ijma’)
2. far’u ( kasus yang ditentukan
hukumnya)
3. illat ( motivasi hukum)
4. hukm ashl ( hukum yang ditentukan oleh nash atau ijma’)
b. syarat-syarat qiyas
1. ashl
Syarat-syarat
ashl yaitu:
·
Hukum tetap
·
Berdasarkan syara’
·
Ashal itu bukan merupakan far’u dari ashl lainnya.
·
Dalil khusus.
·
Ashl itu tidak berubah setelah dilakukan qiyas.
·
Tidak keluar dari kaidah-kaidah qiyas.
2. hukum al-ashl
Syarat-syaratnya
adalah:
·
Tidak bersifat khusus.
·
Tidak keluar dari ketentuan-ketentuan qiyas.
·
Tidak ada nash yang menjelaskan hukum far’u yang akan ditentukan
hukumnya.
·
Hukum al-ashl itu lebih dahulu disyariatkan dari far’u.
3. far’u
Para
ulama’ ushul fiqhmengemukakan empat syarat yang harus dipenuhi far’u:
· Illatnya sama dengan illat ashl
· Hukum ashl tidak berubah setelah dilakukan
qiyas.
· Hukum far’u tidak mendahului hukum ashl.
· Tidak nash atau ijma’ yang menjelaskan
hukum far’u.
4. illat
Yaitu sesuatu yang terjadi dalam penentuan mencari alasan atau
dalil oleh para mujtahid.Hal ini terjadi karena tidak didapati dalam Al-Quran,
assunnah, ijma’, qiyas. Adapun macamnya ialah:
a)
Istihsan
Yaitu
berpindah dari suatu hukum yang sudah di berikan kepada hukum lain yang
sebandingnya karena adanya suatu sebab yang dipandang lebih kuat.
b) Maslahah mursalah
Yaitu
mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan
syara’.
c)
Istishab
Yaitu
hukum-hukum yang sudah ada pada masa lampau tetap berlaku untuk zaman sekarang
dan yang akan datang, selama tidak ada dalil lain yang mengubah hukum itu.
d)
Urf (adat kebiasaan)
Yaitu
suatu yang telah menjadi kebiasaan dan diterima oleh tabiat yang baik serta
telah dilakukan oleh penduduk sekitar Islam dengan ketentuan tidak bertentangan
dengan nash dan syara’.
Urf
terbagi menjadi dua aspek:
·
Urf qauli
Mempergunakan
suatu kalimat untuk sesuatu arti yang terbatas.
·
Urf amali
Yaitu
kebiasaan yang berupa amal atau pekerjaan.
e)
Mazhab sahabi
Yaitu
pendapat para sahabat yang telah beriman kepada Nabi Hudaibiyah, turut
berperang bersama Nabi atau terkenal karena fatwanya.
f)
Syariat sebelum kita (Syar’u man Qablana)
Yaitu
syariat-syariat yang diberlakukan pada Nabi-Nabi terdahulu sebelum datangnya
Rasulullah saw.
KEDUDUKAN AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM DAN DALALAHNYA
, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Disampaikan secara mutawatir.Ditulis dalam mushaf.Dan disampaikan kepada umat.
Isi pokok
Al-Qur’an
·
Rukun iman
·
Rukun Islam
·
Munakahat, muamalat, jinayat dan sebagainya
Ø Cara Al-Qur’an
menetapkan hukum
·
Tidak memberatkan atau menyusahkan
·
Tidak memperbanyak beban atau tuntutan
·
Berangsur-angsur dalam mensyariatkan sesuatu
Macam-macam
hukum Al-Qur’an
Hukum
yang berada di Al-Qur’an terdiri dari tiga macam, yaitu:
Pertama :Hukum-hukum I’tiqadiyyah, yang
berkaitan dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh mukallaf.
Kedua : Hukum molaritas, yang
berhubungan dengan sesuatu yang harus dijadikan
perhiasan oleh mukallaf.
Ketiga : hukum amaliyyah yang bersangkut
paut dengan sesuatu yang timbul dari mukallaf.
Penjelasan Al-Qur’an terhadap hukum
Ayat-ayat Al-Quran dari segi
kejelasan artinya ada dua macam,yaitu
1.
Ayat muhkam
Yaitu ayat yang jelas maknanya.
2.
Ayat mutasyabih
Kebalikan dari muhkam, yaitu ayat
yang tidak pasti arti dan maknanya.
DALALAH
AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM
a.
Al-Qur’an merupakan dalil Qath’I dan Zhanni
Ayat-ayat
yang bersifat qathi adalah
lafal-lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami secara
makna lain darinya.
Ayat-ayat
yang bersifat zhanni adalah lafal-lafal yang dalam Al-Qur’annya mengandug
pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwilkan.
b.
Al-Qur’an sebagai dalil kulli dan Juz’i
Bahwa
kesempurnaan kandungan Al-Qur’an itu dapat dirangkum dalam tigahal:
1)
Teks-teks rinci (juz’i)
2)
Teks-teks global (kulli)
3)
Memberikan peluang kepada sumber-sumber lainnya untuk menjawab
persoalan.
KEDUDUKAN AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM DAN DALALAHNYA
, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Disampaikan secara mutawatir.Ditulis dalam mushaf.Dan disampaikan kepada umat.
kehujahan Al-Qur’an
adapun
kehujahan al-quran, dalil bahwa Al-Quran adalah hujjah atas umat manusia dan
hukum-hukumnya merupakan undang-undang yang wajib mereka ikuti, adalah bahwa
Al-Qur’an dari sisi Allah dan disampaikan kepada mereka dari Allah swt melalui
cara yang pasti. Tidak ada keraguan mengenai kebenarannya
Ø Cara Al-Qur’an
menetapkan hukum
·
Tidak memberatkan atau menyusahkan
·
Tidak memperbanyak beban atau tuntutan
·
Berangsur-angsur dalam mensyariatkan sesuatu
Macam-macam
hukum Al-Qur’an
Hukum
yang berada di Al-Qur’an terdiri dari tiga macam, yaitu:
Pertama :Hukum-hukum I’tiqadiyyah, yang
berkaitan dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh mukallaf.
Kedua : Hukum molaritas, yang
berhubungan dengan sesuatu yang harus dijadikan
perhiasan oleh mukallaf.
Ketiga : hukum amaliyyah yang bersangkut
paut dengan sesuatu yang timbul dari mukallaf.
Hukum-hukum
amaliyyah terdiri dari dua macam, yaitu:
a.
Hukum-hukum ibadah
b.
Hukum muamalat
Penjelasan Al-Qur’an terhadap hukum
Ayat-ayat Al-Quran dari segi
kejelasan artinya ada dua macam,yaitu
3.
Ayat muhkam
Yaitu ayat yang jelas maknanya.
4.
Ayat mutasyabih
Kebalikan dari muhkam, yaitu ayat
yang tidak pasti arti dan maknanya.
DALALAH
AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM
c.
Al-Qur’an merupakan dalil Qath’I dan Zhanni
Ayat-ayat
yang bersifat qathi adalah lafal-lafal
yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami secara makna lain
darinya.
Ayat-ayat
yang bersifat zhanni adalah lafal-lafal yang dalam Al-Qur’annya mengandug
pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwilkan.
d.
Al-Qur’an sebagai dalil kulli dan Juz’i
Bahwa
kesempurnaan kandungan Al-Qur’an itu dapat dirangkum dalam tigahal:
4)
Teks-teks rinci (juz’i)
5)
Teks-teks global (kulli)
6)
Memberikan peluang kepada sumber-sumber lainnya untuk menjawab
persoalan.
DALIL DAN METODE PENGGALIAN HUKUM ISLAM
dalil
merupakan suatu petunjuk yang menjadikan suatu landasan berfikir yang benar
dalam memperoleh suatu petunjuk dan dalam memperoleh hokum syara’ yang bersifat
praktis , baik yang kedudukannya qath’I (pasti) maupun zhanni(relative).
Al-qur’an
Sebagai Sumber dan Dalil Hukum
Dalam
membina hokum,Alqur’an selalu berpegang dan berpedoman pada tiga hal, yaitu:
·
Tidak memberatkan dan tidak menyusahkan umat manusia.
·
Tidak memperbanyak tuntutan.
·
Berangsur-angsur dalam menetapkan hokum,.
Sunah
sebagai sumber dan dalil hukum
Fungsi
sunnah jika dihubungkan kepada al-Qur’an dari segi hokum –hukum yang terkandung
dalam keduanya, ulama ushul membaginya kepada tiga macam yaitu:
·
Sunnah sebagai penguat hokum yang telah ditetapkan oleh al-Qur’an.
·
Sunnah sebagai penjelas dan merinci apa yang telah di gariskan
al-Qur’an.
·
Sunnah berfungsi menetapkan hokum yang belum diatur dalam
al-Qur’an.
Dalil
Ijtihadi sebagai Sumber dan Dalil Hukum
Dalil
ijtihad ialah upaya alternatif para
ulama menemukan jawaban ketentuan hukum terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak
ditemukan dalam Al-Qur’an dan sunnah.
.
PENGERTIAN DAN PEMBAGIAN HUKUM SYARA’
Pengertian
hukum syara’
Secara
etimologi (istilah) firman Allah ataupun sabda Nabi SAW yang menyebutkan segala
perbuatan mukallaf baik itu mengandung perintah, anjuran atau larangan.
Hukum syara’
diatas dibagi menjadi dua, yakni hukum taklifi dan hukum wadh’i:
·
Hukum Taklifi
Hukum taklifi adalah aturan/syar’I yang mengandung tuntutan (untuk
dikerjakan atau ditinggalkan oleh para mukallaf)atau yang mengandung pilihan
antara mengerjakan atau meninggalkannya.
Hukum
taklifi tersebut dibagi mejadi 5 bagian:
1.
ijab atau wajib
Yaitu segala perbuatan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala,
dan apabila tidak dikerjakan mendapatkan
siksa.
2.
Nadb (sunnah) / mandub
Segala
perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila tidak dikerjakan
tidak mendapatkan siksa.
3.
Tahrim (haram)
Segala
perbuatan yang dilarang
4.
Karahah (Makruh)
Perbuatan
yang apabila ditinggalkan, orang yang meninggalkannya mendapat pahala, tetapi
apabila orang yang mengerjakannya tidak mendapatkan dosa.
5.
Ibahah(mubah)/boleh
Segala
perbuatan yang tidak mendapatkan pahala karena perbuatannya, dan tidak dosa
karena meninggalkannya.
·
hukum wadh’i
hukum wadh’I adalah suatu hal
sebagai penghalang. Jumhur ulama’ membagi hukum wadh’i menjadi :
A.
sebab
B.
syarat
C.
mani’(penghalang)
D.
sah dan batal
E.
azimah dan rukhshoh
Perbedaan Antara Hukum Taklifi
dengan Hukum Wadh’i
·
dilihat dari pengertian. Hukum taklifi: hukum Allah yang berisi
tentang memilih berbuat atau tidak. Hukum wadh’I : hanya menerangkan penhalang
suatu hukum.
·
Hukum taklifi selalu bisa disanggupi mukallaf. Sedangkan wadh’I
tidak selalu.
AL HAKIM, MAHKUM, ALAIH, MAHKUM FIH
A.
Pengertian Hukum syara’
adalah
hukum yang erat hubungannya atau bertalian dengan perbuatan orang mukallaf,
yang terdiri dari tuntutan (thalib-pembolehan (takhaiyir) ) dan penentuan
sesuatu terhadap yang lain (wadha’)
B.
Unsur-unsur Hukum syara’
1.
Al-Hakim
Al-Hakim yaitu yang menetapkan hukum baik buruknya perbuatan, ialah
Allah.
2. Mahkum Alaih (subjek
hukum)
A.
Pengertian Mahkum Alaih
adalah seseorang yang perbuatanya
dikenai khitab Allah Ta’ala, yang disebutkan dengan mukallaf.mukallaf adalah
orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan
perintah Allah maupun dengan laranganya.
3. Mahkum Fih/Mahkum Bih
1. Pengertian Mahkum Fih/Mahkum Bih
Menurut ulama’ ushul fiqh, yang
dimaksud dengan mahkum fih adalah objek hukum, yaitu perbuatan yang mukallaf
yang terkait dengan perintah syar’I (Allah dan Rasul-nya), baik yang bersifat
tuntutan mengerjaka, tuntutan meninggalkan, memilih suatu pekerjaan dan yang
bersifat syarat , sebab, halangan, azimah, rukhsah, sah, serta batal.
PEMAHAMAN LAFADZ NASH DAN KARAKTERISTIKNYA
1.
Pengertian NASH
Secara
lughowi, ada empat makna yang sering digunakan ulama’ yaitu
izalah(menghilangkan), tabdil(pergantian), tahwil(pengubahan), dan
naql(pemindahan). Sedangkan ulama’ mendefinisikan nash, dengan redaksi yang
sedikit berbeda, tetapi dengan pengertian yang sama.
a.
Rukun dan syarat Nash
Unsur-unsur yang ada dalam Nash ada empat yang disebut
juga dengan rukun Nash yaitu:
v Adat nash,
adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hokum yang telah ada.
v Nasih yaitu
dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. Pada hakikatnya, nasih itu
berasal dari Allah, karena Dia-lah yang membuat hokum dan dia pula lah yang
menghapusnya.
v Mansukh, yaitu
hokum yang dibatalkan, dihapus, atau dipindahkan.
v Mansukh’ann,
yaitu orang yang dibebani hokum.
b.Syarat-syarat Nash
Syarat-syarat yang
disepakati:
- Nashk harus terpisah dari mansukh
- Hukum yang ada pada naskh harus
lebih kuat dibandingkan hokum yang ada pada naskh.
-Nashk harus berupa dalil syara’
-Adanya nasikh harus setelah mansukh
v Mansukh
syaratnya ialah:
-Tidak dibatasi oleh suatu waktu
-Harus berupa hukum syar’i, sebab
yang bisa menghapus hanyalah hukum.
v Syarat-syarat
yang belum disepakati:
-Nasikh-mansukh harus satu jenis
-Adanya hukum baru( yang ada pada
nasikh) sebagai pengganti hukum yang dibatalkan.
-Hukum pengganti(yang terdapat pada
nasikh) harus lebih kuat dari pada hukum yang dibatalkan.
2.
Karagteristik Lafadz Nash
1)
Isyarat Nash
Isyarat adalah makna yang
tidak segera dapat dipahami dari kata-katanya dan tidak dimaksudkan oleh
susunan kalimatnya.
2)
Dalalah Nash
Dalalah Nash (petunjuk nash) ialah makna yang dipahami dari jiwa
nash dan rasionalnya.
3)
Iqtitdha’ Nash
Iqtitdha’ nash adalah makna yang
sesuatu kalimat tidak dapat lurus kecuali dengan memperkirakan makna itu.
PENGERTIAN DALIL, DALALAH DAN PENGGUNAANYA
1.
Dalil
Yaitu
sesuatu yang dijadikan sebagai dalil terhadap hukum syara’ yang berkenaan
dengan perbuatan manusia yang disandarkan pada pandangan yang benar
mengenainya, baik secara pasti (qath’i) atau dugaan (dzanni).
2.
Dalalah
Yaitu
petunjuk yang menunjukkan kepada yang dimaksudkan atau memahami sesuatu atas
sesuatu.
3.
Pembagian dilalah menurut hanafiyah
1)
Ibaratun nash
Yaitu petunjuk yang diambil dari
pengertian lafal (sighat) dan dari susunan kalimat (siyaqul kalam)
2)
Isyaratun nash
Yaitu makna yang dapat dipahami
bukan dari lafal dan susunan kalimat nash, tetapi dari luar nash.
3)
Dilalatun nash
Yaitu arti dan makna yang dipahami dari
jiwa dan arti yang dapat dipikirkan dari nash itu.
4)
Iqtiqadatun nash
Yaitu pengertian yang diambil dari
suatu lafadz yang tidak akan jelas arti kalimatnya kalau lafadz itu tidak
ditakwilkn, maka dengan takwil barulah pengertian sesuai dengan kenyataan.
4.
Pembagian dilalah menurut syariyah
a)
Dilalah mantuq
Ialah seuatu yang dtunjuki lafal dan
ucapan lafal itu sendiri.
Mantuq dibagi menjadi
I.
Nash
Yaitu suatu perkataan yang jelas dan
tidak mungkin ditakwilkan.
II.
Zahir
Yaitu perkataan yang menunjukkan
suatu makna bukan yang dimaksud dan menghendaki kepada penakwilan.
b)
Dilalah mafhum
Yaitu petunjuk lafal bahwa hukum
dari lawan yang disebut berlawanan dengan hukum yang disebut.
Mafkhum dibagi menjadi
a.
Mafhum muwafaqah
Yaitu petunjuk lafal yang bersamaan
antara hukum yang tidak disebutkan dengan hukum yang disebutkan.
Mafhum muwafaqah dibagi menjadi:
·
Fahwal kitab
Yaitu apabila yang dipahami lebih
utama hukumnya daripada yang diucapkan
·
Lahnal kitab
Yaitu apabila yang tidak diucapkan
sama hukumnya dengan diucapkan.
b.
Mafhum mukhalafah
Pemahaman yang dipercayai berbeda
dengan ucapan.Baik dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakan).
No comments:
Post a Comment