Friday, February 26, 2016

makalah kumpulan ushul fiqh

RINGKASAN
Disusun Guna Memenuhi tugas Akhir Semester
Mata Kuliah: Ushul Fiqih
Dosen Pengampu: Taufiqurrahman Kurniawan, SHI, M.Ag


Disusunoleh:
Ainun Najib                             (112165)

 


JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM_E SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
TAHUN 2013

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP USHUL FIQIH
PENGERTIAN USHUL FIQIH
kata ushul fiqih menurut syara’ adalah pengetahuan tentang berbagai kaidah dan bahasan yang menjadi sarana untuk mengambil hukum – hokum syara’ mengenai dalili manusia dari dalili yang terperinci.
TUJUAN USHUL FIQIH
Tujuan ilmu ushul fiqih adalah meletakkan kaidah-kaidah yang dipergunakan dalam menetapkan hokum setiap perbuatan atau perkataan mukallaf.
OBJEK KAJIAN USHUL FIQIH
Muhammad al Zuhali (ahli fiqih dan ushul fiqih dari syiria), menyatakan bahwa yang menjadi objek kajian ushul fiqih yang membedakannya dari kajian fiqih,antara lain adalah:
1.      Sumber hokum islam atau dalil-dalil yang digunakan dalam menggali hokum syara’.
2.       Pembahasan ijtihad.
3.      Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang digunakan dan cara menggunakannya dalam mengistibathkan hokum dari dalili-dalil.

SUMBER DAN DALIL HUKUM ISLAM
A.    Pengertian sumber dan dalil
Ada beberapa Sumber hukum yang telah  disepakati oleh umat muslim, yaitu:
·         Alqur’an
Yaitu nama kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. Yang diturunkan secara mutawatir.Dan ditulis dalam mushaf.

a.       Macam-macam hukum Al-qur’an
1)      Hukum-hukum I’tiqadiyah, yang berkaitan dengan hal-hal yang harus dipercayai orang muslim.
2)      Hukum moralitas, yang berhubungan dengan suatu hal berupa keutamaan dan menghindarkan diri dari hal yang hina.
3)      Hukum amaliyyah, yang bersangkut paut dengan  sesuatu yang timbul dari mukallaf.

·         Sunnah
Yaitu segala yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad, berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan Nabi yang berkaitan dengan hukum.

Para ulama sepakat membagi sunnah menjadi beberapa’ yaitu:

1)      Sunnah fi’liyah
Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw..
2)      Sunnah Qauliyah
Yaitu perkataan yang pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad saw.
3)      Sunnah taqririyah
Yaitu diamnya Nabi Muhammad  untuk menetapkan suatu hukum.

·         Ijma’
Yaitu kesepakatan umat Nabi Muhammad saw tentang suatu agama.

a.  Rukun dan syarat ijma’
jumhur ulama’ ushul fiqh mengemukakan bahwa rukun ijma’ itu ada lima, yaitu:

1)    yang terlibat harus semua jumhur ulama’.
2)    yang terlibat dalam pembahasan harus semua mujtahid yang lahir pada masa itu.
3)   kesepakatan itu diawali dengan pendapat-pendapat para mujtahid.
4)   hukum yang disepakati adalah hukum actual yang belum terperinci dalam Al-quran.
5)  sandaraan hukum harus Al-Qur’an dan hadits.

Adapun syarat yang harus ada pada mujtahid adalah:
1)  para mujtahid harus memenuhi persyaratan ijtihad.
2)  harus adil.
3)  berusaha menghindar dari perbuatan bid’ah.

·         Qiyas
Yaitu menyatukan suatu hukum yang tidak disebutkan hukumnya dalam nash dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya oleh nash, disebabkan kesatuan ilat yang hukum antara keduanya.




a.  rukun qiyas
rukun qiyas dibagi menjadi:
1.  ashl ( wadah hukum yang ditetapkan melalui nash atau ijma’)
2.  far’u ( kasus yang ditentukan hukumnya)
3.  illat ( motivasi hukum)
4.  hukm ashl  ( hukum yang ditentukan oleh nash atau ijma’)

b.  syarat-syarat qiyas
1.   ashl
Syarat-syarat ashl yaitu:
·         Hukum tetap
·         Berdasarkan syara’
·         Ashal itu bukan merupakan far’u dari ashl lainnya.
·         Dalil khusus.
·         Ashl itu tidak berubah setelah dilakukan qiyas.
·         Tidak keluar dari kaidah-kaidah qiyas.
2.  hukum al-ashl
Syarat-syaratnya adalah:
·         Tidak bersifat khusus.
·         Tidak keluar dari ketentuan-ketentuan qiyas.
·         Tidak ada nash yang menjelaskan hukum far’u yang akan ditentukan hukumnya.
·         Hukum al-ashl itu lebih dahulu disyariatkan dari far’u.
                        3.  far’u
                        Para ulama’ ushul fiqhmengemukakan empat syarat yang harus dipenuhi far’u:
·     Illatnya sama dengan illat ashl
·     Hukum ashl tidak berubah setelah dilakukan qiyas.
·     Hukum far’u tidak mendahului hukum ashl.
·     Tidak nash atau ijma’ yang menjelaskan hukum far’u.
4.  illat
Yaitu sesuatu yang terjadi dalam penentuan mencari alasan atau dalil oleh para mujtahid.Hal ini terjadi karena tidak didapati dalam Al-Quran, assunnah, ijma’, qiyas. Adapun macamnya ialah:


a)   Istihsan
Yaitu berpindah dari suatu hukum yang sudah di berikan kepada hukum lain yang sebandingnya karena adanya suatu sebab yang dipandang lebih kuat.

b)  Maslahah mursalah
Yaitu mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.


c) Istishab
Yaitu hukum-hukum yang sudah ada pada masa lampau tetap berlaku untuk zaman sekarang dan yang akan datang, selama tidak ada dalil lain yang mengubah hukum itu.

d)       Urf (adat kebiasaan)
Yaitu suatu yang telah menjadi kebiasaan dan diterima oleh tabiat yang baik serta telah dilakukan oleh penduduk sekitar Islam dengan ketentuan tidak bertentangan dengan nash dan syara’.

Urf terbagi menjadi dua aspek:
·         Urf qauli
Mempergunakan suatu kalimat untuk sesuatu arti yang terbatas.
·         Urf amali
Yaitu kebiasaan yang berupa amal atau pekerjaan.

e) Mazhab sahabi
Yaitu pendapat para sahabat yang telah beriman kepada Nabi Hudaibiyah, turut berperang bersama Nabi atau terkenal karena fatwanya.

f) Syariat sebelum kita (Syar’u man Qablana)
Yaitu syariat-syariat yang diberlakukan pada Nabi-Nabi terdahulu sebelum datangnya Rasulullah saw.


KEDUDUKAN AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM DAN DALALAHNYA
, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Disampaikan secara mutawatir.Ditulis dalam mushaf.Dan disampaikan kepada umat.
           
Isi pokok Al-Qur’an
·         Rukun iman
·         Rukun Islam
·         Munakahat, muamalat, jinayat dan sebagainya

Ø  Cara Al-Qur’an menetapkan hukum
·         Tidak memberatkan atau menyusahkan
·         Tidak memperbanyak beban atau tuntutan
·         Berangsur-angsur dalam mensyariatkan sesuatu

Macam-macam hukum Al-Qur’an
Hukum yang berada di Al-Qur’an terdiri dari tiga macam, yaitu:
Pertama           :Hukum-hukum I’tiqadiyyah, yang berkaitan dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh mukallaf.

Kedua              : Hukum molaritas, yang berhubungan dengan sesuatu yang harus dijadikan  perhiasan oleh mukallaf.
Ketiga              : hukum amaliyyah yang bersangkut paut dengan sesuatu yang timbul dari mukallaf.

Penjelasan Al-Qur’an terhadap hukum
Ayat-ayat Al-Quran dari segi kejelasan artinya ada dua macam,yaitu
1.      Ayat muhkam
Yaitu ayat yang jelas maknanya.
2.      Ayat mutasyabih
Kebalikan dari muhkam, yaitu ayat yang tidak pasti arti dan maknanya.

DALALAH AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM
a.       Al-Qur’an merupakan dalil Qath’I dan Zhanni
Ayat-ayat yang bersifat qathi  adalah lafal-lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami secara makna lain darinya.

Ayat-ayat yang bersifat zhanni adalah lafal-lafal yang dalam Al-Qur’annya mengandug pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwilkan.

b.      Al-Qur’an sebagai dalil kulli dan Juz’i
Bahwa kesempurnaan kandungan Al-Qur’an itu dapat dirangkum dalam tigahal:
1)      Teks-teks rinci (juz’i)
2)      Teks-teks global (kulli)
3)      Memberikan peluang kepada sumber-sumber lainnya untuk menjawab persoalan.


KEDUDUKAN AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM DAN DALALAHNYA
, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Disampaikan secara mutawatir.Ditulis dalam mushaf.Dan disampaikan kepada umat.
            kehujahan Al-Qur’an
adapun kehujahan al-quran, dalil bahwa Al-Quran adalah hujjah atas umat manusia dan hukum-hukumnya merupakan undang-undang yang wajib mereka ikuti, adalah bahwa Al-Qur’an dari sisi Allah dan disampaikan kepada mereka dari Allah swt melalui cara yang pasti. Tidak ada keraguan mengenai kebenarannya
Ø  Cara Al-Qur’an menetapkan hukum
·         Tidak memberatkan atau menyusahkan
·         Tidak memperbanyak beban atau tuntutan
·         Berangsur-angsur dalam mensyariatkan sesuatu

Macam-macam hukum Al-Qur’an
Hukum yang berada di Al-Qur’an terdiri dari tiga macam, yaitu:
Pertama           :Hukum-hukum I’tiqadiyyah, yang berkaitan dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh mukallaf.

Kedua              : Hukum molaritas, yang berhubungan dengan sesuatu yang harus dijadikan  perhiasan oleh mukallaf.
Ketiga              : hukum amaliyyah yang bersangkut paut dengan sesuatu yang timbul dari mukallaf.

Hukum-hukum amaliyyah terdiri dari dua macam, yaitu:
a.       Hukum-hukum ibadah
b.      Hukum muamalat

Penjelasan Al-Qur’an terhadap hukum
Ayat-ayat Al-Quran dari segi kejelasan artinya ada dua macam,yaitu
3.      Ayat muhkam
Yaitu ayat yang jelas maknanya.
4.      Ayat mutasyabih
Kebalikan dari muhkam, yaitu ayat yang tidak pasti arti dan maknanya.

DALALAH AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM
c.       Al-Qur’an merupakan dalil Qath’I dan Zhanni
Ayat-ayat yang bersifat qathi  adalah lafal-lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami secara makna lain darinya.

Ayat-ayat yang bersifat zhanni adalah lafal-lafal yang dalam Al-Qur’annya mengandug pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwilkan.

d.      Al-Qur’an sebagai dalil kulli dan Juz’i
Bahwa kesempurnaan kandungan Al-Qur’an itu dapat dirangkum dalam tigahal:
4)      Teks-teks rinci (juz’i)
5)      Teks-teks global (kulli)
6)      Memberikan peluang kepada sumber-sumber lainnya untuk menjawab persoalan.


DALIL DAN METODE PENGGALIAN HUKUM ISLAM
dalil merupakan suatu petunjuk yang menjadikan suatu landasan berfikir yang benar dalam memperoleh suatu petunjuk dan dalam memperoleh hokum syara’ yang bersifat praktis , baik yang kedudukannya qath’I (pasti) maupun zhanni(relative).
Al-qur’an Sebagai Sumber dan Dalil Hukum
Dalam membina hokum,Alqur’an selalu berpegang dan berpedoman pada tiga hal, yaitu:
·         Tidak memberatkan dan tidak menyusahkan umat manusia.
·         Tidak memperbanyak tuntutan.
·         Berangsur-angsur dalam menetapkan hokum,.
Sunah sebagai sumber dan dalil hukum
Fungsi sunnah jika dihubungkan kepada al-Qur’an dari segi hokum –hukum yang terkandung dalam keduanya, ulama ushul membaginya kepada tiga macam yaitu:
·         Sunnah sebagai penguat hokum yang telah ditetapkan oleh al-Qur’an.
·         Sunnah sebagai penjelas dan merinci apa yang telah di gariskan al-Qur’an.
·         Sunnah berfungsi menetapkan hokum yang belum diatur dalam al-Qur’an.
Dalil Ijtihadi sebagai Sumber dan Dalil Hukum
Dalil ijtihad ialah upaya alternatif  para ulama menemukan jawaban ketentuan hukum terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak ditemukan dalam Al-Qur’an dan sunnah.
.
PENGERTIAN DAN PEMBAGIAN HUKUM SYARA’
Pengertian hukum syara’
Secara etimologi (istilah) firman Allah ataupun sabda Nabi SAW yang menyebutkan segala perbuatan mukallaf baik itu mengandung perintah, anjuran atau larangan.
Hukum syara’ diatas dibagi menjadi dua, yakni hukum taklifi dan hukum wadh’i:
·         Hukum Taklifi
Hukum taklifi adalah aturan/syar’I yang mengandung tuntutan (untuk dikerjakan atau ditinggalkan oleh para mukallaf)atau yang mengandung pilihan antara mengerjakan atau meninggalkannya.

Hukum taklifi tersebut dibagi mejadi 5 bagian:
1.      ijab atau wajib
Yaitu segala perbuatan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala, dan apabila tidak dikerjakan  mendapatkan siksa.


2.      Nadb (sunnah) / mandub
Segala perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila tidak dikerjakan tidak mendapatkan siksa.

3.      Tahrim (haram)
Segala perbuatan yang dilarang

4.      Karahah (Makruh)
Perbuatan yang apabila ditinggalkan, orang yang meninggalkannya mendapat pahala, tetapi apabila orang yang mengerjakannya tidak mendapatkan dosa.
5.      Ibahah(mubah)/boleh

Segala perbuatan yang tidak mendapatkan pahala karena perbuatannya, dan tidak dosa karena meninggalkannya.

·         hukum wadh’i
hukum wadh’I adalah suatu hal sebagai penghalang. Jumhur ulama’ membagi hukum wadh’i menjadi :
A.    sebab
B.     syarat
C.     mani’(penghalang)
D.    sah dan batal
E.     azimah dan rukhshoh

Perbedaan Antara Hukum Taklifi dengan Hukum Wadh’i
·         dilihat dari pengertian. Hukum taklifi: hukum Allah yang berisi tentang memilih berbuat atau tidak. Hukum wadh’I : hanya menerangkan penhalang suatu hukum.
·         Hukum taklifi selalu bisa disanggupi mukallaf. Sedangkan wadh’I tidak selalu.


AL HAKIM, MAHKUM, ALAIH, MAHKUM FIH
A.    Pengertian Hukum syara’
adalah hukum yang erat hubungannya atau bertalian dengan perbuatan orang mukallaf, yang terdiri dari tuntutan (thalib-pembolehan (takhaiyir) ) dan penentuan sesuatu terhadap yang lain (wadha’)
B.     Unsur-unsur Hukum syara’
1.      Al-Hakim
Al-Hakim yaitu yang menetapkan hukum baik buruknya perbuatan, ialah Allah.
2.    Mahkum Alaih (subjek hukum)
A.    Pengertian Mahkum Alaih
adalah seseorang yang perbuatanya dikenai khitab Allah Ta’ala, yang disebutkan dengan mukallaf.mukallaf adalah orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan laranganya.


            3. Mahkum Fih/Mahkum Bih
            1. Pengertian Mahkum Fih/Mahkum Bih
            Menurut ulama’ ushul fiqh, yang dimaksud dengan mahkum fih adalah objek hukum, yaitu perbuatan yang mukallaf yang terkait dengan perintah syar’I (Allah dan Rasul-nya), baik yang bersifat tuntutan mengerjaka, tuntutan meninggalkan, memilih suatu pekerjaan dan yang bersifat syarat , sebab, halangan, azimah, rukhsah, sah, serta batal.
           
PEMAHAMAN LAFADZ NASH DAN KARAKTERISTIKNYA
1.      Pengertian NASH

Secara lughowi, ada empat makna yang sering digunakan ulama’ yaitu izalah(menghilangkan), tabdil(pergantian), tahwil(pengubahan), dan naql(pemindahan). Sedangkan ulama’ mendefinisikan nash, dengan redaksi yang sedikit berbeda, tetapi dengan pengertian yang sama.

a.       Rukun dan syarat Nash
Unsur-unsur  yang ada dalam Nash ada empat yang disebut juga dengan rukun Nash yaitu:
v  Adat nash, adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hokum yang telah ada.
v  Nasih yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. Pada hakikatnya, nasih itu berasal dari Allah, karena Dia-lah yang membuat hokum dan dia pula lah yang menghapusnya.
v  Mansukh, yaitu hokum yang dibatalkan, dihapus, atau dipindahkan.
v  Mansukh’ann, yaitu orang yang dibebani hokum.

b.Syarat-syarat Nash
      Syarat-syarat yang disepakati:
- Nashk harus terpisah dari mansukh
- Hukum yang ada pada naskh harus lebih kuat dibandingkan hokum yang ada pada naskh.
-Nashk harus berupa dalil syara’
-Adanya nasikh harus setelah mansukh
v  Mansukh syaratnya ialah:
-Tidak dibatasi oleh suatu waktu
-Harus berupa hukum syar’i, sebab yang bisa menghapus hanyalah hukum.
v  Syarat-syarat yang belum disepakati:
-Nasikh-mansukh harus satu jenis
-Adanya hukum baru( yang ada pada nasikh) sebagai pengganti hukum yang dibatalkan.
-Hukum pengganti(yang terdapat pada nasikh) harus lebih kuat dari pada hukum yang dibatalkan.


2. Karagteristik Lafadz Nash
1)      Isyarat Nash
Isyarat adalah makna  yang tidak segera dapat dipahami dari kata-katanya dan tidak dimaksudkan oleh susunan kalimatnya.
       2)   Dalalah Nash
Dalalah Nash (petunjuk nash) ialah makna yang dipahami dari jiwa nash dan rasionalnya.
3)      Iqtitdha’ Nash
Iqtitdha’ nash adalah makna yang sesuatu kalimat tidak dapat lurus kecuali dengan memperkirakan makna itu.

PENGERTIAN DALIL, DALALAH DAN PENGGUNAANYA
1.      Dalil
Yaitu sesuatu yang dijadikan sebagai dalil terhadap hukum syara’ yang berkenaan dengan perbuatan manusia yang disandarkan pada pandangan yang benar mengenainya, baik secara pasti (qath’i) atau dugaan (dzanni).
2.      Dalalah
Yaitu petunjuk yang menunjukkan kepada yang dimaksudkan atau memahami sesuatu atas sesuatu.
3.      Pembagian dilalah menurut hanafiyah
1)      Ibaratun nash
Yaitu petunjuk yang diambil dari pengertian lafal (sighat) dan dari susunan kalimat (siyaqul kalam)
2)      Isyaratun nash
Yaitu makna yang dapat dipahami bukan dari lafal dan susunan kalimat nash, tetapi dari luar nash.
3)      Dilalatun nash
Yaitu arti dan makna yang dipahami dari jiwa dan arti yang dapat dipikirkan dari nash itu.
4)      Iqtiqadatun nash
Yaitu pengertian yang diambil dari suatu lafadz yang tidak akan jelas arti kalimatnya kalau lafadz itu tidak ditakwilkn, maka dengan takwil barulah pengertian sesuai dengan kenyataan.
4.      Pembagian dilalah menurut syariyah
a)      Dilalah mantuq
Ialah seuatu yang dtunjuki lafal dan ucapan lafal itu sendiri.

Mantuq dibagi menjadi
                                                       I.            Nash
Yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin ditakwilkan.
                                                    II.            Zahir
Yaitu perkataan yang menunjukkan suatu makna bukan yang dimaksud dan menghendaki kepada penakwilan.
b)      Dilalah mafhum
Yaitu petunjuk lafal bahwa hukum dari lawan yang disebut berlawanan dengan hukum yang disebut.

Mafkhum  dibagi menjadi
a.       Mafhum muwafaqah
Yaitu petunjuk lafal yang bersamaan antara hukum yang tidak disebutkan dengan hukum yang disebutkan.

 Mafhum muwafaqah dibagi menjadi:
·         Fahwal kitab
Yaitu apabila yang dipahami lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan
·         Lahnal kitab
Yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan diucapkan.

b.      Mafhum mukhalafah
Pemahaman yang dipercayai berbeda dengan ucapan.Baik dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakan).




No comments:

Post a Comment