PEMBAGIAN HADIS
MAKALAH
Disusun Guna Mememuhi Tugas
Mata Kuliah :ulumul hadis
Dosen Pengampu:Mufatihatut Taubah, M.Pd.I
Disusun Oleh :
1.
Chusaini hanifah : 112152
2.
Ainun najib : 112165
3.
Siti syarifatu z.a : 112163
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH/PAI
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah.
Suatu hadis sebagai petunjuk lain, selain Al-quran. Merupakan
sumber ajaran islam yang kedua. Akan tetapi pengambilan hadis sebagai dasar
bukanlah hal yang mudah.Mengingat banyaknya persoalan yang terdapat dalam hadis
itu sendiri.Sehingga dalan berhujjah dengan hadis tidaklah serta merta asal
mengambil hadis sebagai sumber ajaran.Adanya rentang waktu yang panjang antara
Nabi dengan masa pembukuan hadis adalah salah satu problem. Oleh karena itu
dalam menentukan dapat diterimanya suatu hadis atau tidak mencakup dari hanya
pada terpenuhinya syarat-syarat diterimanya rawi yang bersangkutan, pembagian
hadis dapat membantu kita untuk menentukan hadis mana yang kehuujahannya pantas
untuk dijadikan penguat lain suatu hukum atau tidak.pembagian hadis tersebut
berdasarkan syarat-syarat yang wajib dipenuhi suatu hadis.
Dalam penbagian hadis ini dapat menbantu kita
umat islam untuk memeilih hadis mana yang dapat membantu penguatkan hukum-hukum
Al-quran, dan mana hadis yang hanya mengada-ngada. Karena pada saat itu banya
hadis-hadis yang palsu dan bukan dari ucapan, perbuatan dan tinagkah laku dari
Nabi Muhammad SAW, yang menjadi panutan bagi seluruh umat islam.
.
B.
Rumusan masalah.
1. Bagaimana pembagian hadis ditinjau dari segi
kuantitasnya?
2. Bagaimana pembagian hadis ditinjau dari segi
kualitasnya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembagian hadis
ditinjau dari segi kuantitasnya.
maksudnya ditinjau dari segi kuantitasnya
adalah dengan menelusurijumlah perawi yang menjadi sumber adanya suatu hadis.
Para ahli mengelompokkan menjadi bagian, yakni hadis mutawatir, dan ahad.
1. Hadis Mutawatir
Definisi hadis mutawatir
a.
Menurut bahasa kata mutawatir adalah isim fail dari”tawatara”,
artinya “berturut-turut”.seperti kamu mengatakan “tawatarotul-matharu” artinya
hujan turun secara berturut-turut.
b.
Menurut istilah adalah suatu hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah
bilangan rowi yang banyak, dimana secara kebiasaan mustahil mereka sepakat
untuk berdusta terhadap hadits tersebut.
c.
Menurut Nur ad-Din ‘Atar mendefinisikan, hadis yang
diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang terhindar dari kesepakatan mereka
untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan pada
panca indra. \c\
Syarat-syarat hadis mutawatir
Hadits
mutawatir itu tidak akan terwujud kecuali harus dengan empat syarat, yaitu:
a.
Diriwayatkan oleh sejumlah bilangan rawi yang banyak,
b.
Jumlah bilangan rawi tersebut berada dalam semua tingkatannya
c.
Mustahil menurut adat kebiasaan mereka sepakat untuk berdusta
terhadap hadits tersebut
d.
Sandaran hadits mereka adalah panca indra
Hukumnya:
Hadits mutawatir itu memberikan faidah pengetahuan yang pasti,
artinya hadits tersebut benar-benar meyakinkan, manusia harus betul-betul
membenarkan secara pasti, sama halnya dengan menyaksikan sendiri suatu perkara,
maka seperti demikian itulah gambaran nilai hadits mutawatir. Karenanya semua
hadits mutawatir itu dapat diterima, dan tidak dibutuhkan lagi pembahasan
mengenai keadaan perowinya.
Macam-macamnya:
Hadits mutawatir terbagi menjadi dua
macam yaitu:muatawatir lafdzi dan mutawatir maknawy.
a.
Mutawatir lafdzi: adalah suatu hadits yang lafadz beserta maknanya
bersifat mutawatir.
b. Mutawatir
Maknawy:adalah suatu hadits yang maknanya bersifat mutawatir, bukan lafadznya. Misalnya hadis-hadis mengenai hal mengangkat
tangan pada waktu berdo’a, hadis semacam ini berjumlah sekitar seratus. Semua
hadis-hadis tersebut menerangkan hal mengangkat tangan ketika sedang berdo’a,
akan tetapi terdapat dalam beberapa kasus yang berbeda-beda, masing-masing
kasus tidak bersifat mutawatir, jadi ketentuan mutawatirnya dilihat ari segi
jumlah bilangan jalannya.
c. Mutawatir amali, yaitu sesuatu yang diketahui
dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan agama dan telah mutawatir antara ummat
islam, bahwa Nabi Muhammad SAW. mengerjakan, menyuruh, atau selain dari itu.
Dan pengertian ini sesuai dengan ta’rifijma’.
2. Hadis Ahad
Definisi Hadis Ahad
a. Menurut
bahasa:Kata “ahad” adalah bentuk jamak dari kata “ahada”, yang berarti “satu”.
Sedang arti hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang.
b. Menurut
istilah:Adalah suatu hadits yang tidak terkumpul syarat-syarat hadits mutawatir
padanya.
Hukumnya
Hadits ahad memberikan pengetahuan yang bersifat nadlary, yakni
suatu pengetahuan yang berdiri diatas teori dan dalil.
Macam-macamnya.
a. Hadits Masyhur
Definisinya:
1. menurut bahasa: kata “masyhur” adalah isim
fail dari kata “syahara” seperti dalam kata “syahartul amr” artinya “saya
mengumumkan atau menampakan suatu perkara”, disebut demkian karena Nampak
jelasnya.
2. Menurut istilah : adalah suatu hadits yang
diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih dalam tiap-tiap tingkatan sanadnya
selama tidak mencapai batas mutawatir.
Contohnya,” sesungguhnya Allah SWT. tidak
akan mencabut ilmu dengan cara mencabutnya secara langsung “ (HR.
Syaikhan).
Macam-macam hadis masyhur
1. Masyhur dikalangan ahli hadis
2. Masyhur dikalangan ulama ahli hadis,
ulama-ulama lain dan dikalangan orang umum
3. Masyhur dikalangan ahli fiqh
4. Masyhur dikalangan ahli ushul fiqh
5. Masyhur dikalangan ahli sufi
6. Masyhur dikalangan ulama-ulama Arab
b. Hadis ghoir masyhur
Pembagian hadis ghoir masyhur di bagi menjadi
dua, yaitu hadis aziz dan ghorib
1. Hadits Aziz
Definisinya
a.
menurut bahasa:adalah sifat Musyabahah dari kata
“azza-yaizzu”dengan fathah, artinya kuat atau keras (sangat). Dinamakan dengan
demikian adakalanya karena sediktnya atau jarangnya, dan adakalanya karena
kuatnya atau kerasnya sebab terdapat jalan lainnya.
b.
Menurut istilah:Hadits perawinya tidak kurang dari dua orang dalam
semua tingkatan (Thabaqat) sanad.
2. Hadits Gharib
Definisnya
a. menurut
bahasa:adalah sifat musyabahah, dengan arti sendiri, atau jauh dari teman-teman
dekatnya.
b.
Menurut istilah:Hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi
sendirian, atau satu orang perawi.
Penamaan lain bagi Hadits Gharib:
Kebanyakan ulama menggunakan nama
lain bagi Hadits Gharib yaitu “Al-Fardu”(sendirian), mengingat keduanya
merupakan sinonim, sementara sebagian ulama lain membedakannya antara keduanya,
oleh karena mereka menganggap sebagai bagian tersendiri, akan tetapi Imam
Al-Hafidz Ibnu Hajar menganggapnya secara istilahi, sekalipun begitu ia juga
mengatakan bahwa para ahli Musthalah
telah membedakan antara keduanya mengingat banyaknya pemakain dan sedikitnya,
maka “al-fardu” lebih banyak mereka gunakan untuk yang “al-fardul muthlaq”
sedang “al-gharib” lebih banyak mereka gunakan atas “al-fardun-nisbiy”.
Macam-macamnya
Hadits Gharib dilihat dari segi
tempat kesendiriannya terbagi menjadi dua macam: Gharib Mutlak dan Gharib
Nisby.
1.
Gharib Mutlak :
atau Fardu Mutlak
Definisinya : yaitu bilamana
kegharibannya terletak pada asal sanadnya, artinya hadits yang diriwayatkan oleh
seorang rawi sendirian pada asal sanadnya.
Contohnya : Hadits, “Hanyalah setiap
amal itu tergantung pada niatnya”
Hadits ini diriwayatkan oleh Umar
bin Khattab sendiri. Dan keadaan seperti ini terus beralanjut sampai pada akhir
sanadnya, dan kadang-kadang demikian itu diriwayatkan oleh sejumlah
perawi-perawi hadits.
2.
Gharib Nisby atau Fardu Nisby:
Definisinya: Hadits yang
kegharibannya berada di pertengahan sanadnya, artinya semula diriwayatkan oleh
lebih dari seorang rawi dalam asal sanadnya kemudian secara sendirian
diriwayatkan oleh satu orang rawi dari mereka para perawi tersebut.
Contohnya: Hadits Malik dari
Az-Zuhri dari Anas ra. “sesungguhnya
Nabi SAW. Masuk ke kota Mekkah
sementara diatas kepalanya alat penutup.” Hadits ini hanya diriwayatkan oleh
Malik dari Az-Zuhri.
Sebab penamaan : Dinamai macam ini
dengan “Gharib Nisby” karena kesendiriannya terjadi di dalamnya, itu
dinisbatkan kepada seorang rawi tertentu.
Diantara Macam-macam Gharib Nisby:
Terdapat beberapa macam Gharib atau
Tafarrud sesuai dengan tinjauannya,
Karena kegharibannya, karena kegharibannya tidak mutlak, dank arena hanya
dinisbatkan kepada sesuatu tertentu. Inilah inilah macam-macamnya yaitu:
1.
Hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi kepercayaan:
seperti pernyataan mereka: Tiadak ada seorang pun dari rawi kepercayaan kecuali
si Fulan.
2.
Hanya diriwayatkan oleh seorang rawi dari seorang rawi pula.
Seperti pernyataan mereka: si Fulan hanya meriwayatkan sendirian dari seorang
Fulan lainnya, sekalipun itu diriwayatkan dari arah lainnya.
3.
Hanya diriwaytkan oleh penduduk tertentu dari penduduk tertentu
pula atau dari arah lainnya; seperti perkataan mereka; hanya diriwayatkan oleh
penduduk kota Basyrah saja, atau oleh penduduk kota Madinah saja, atau oleh
penduduk kota Madinah saja, atau oleh penduduk Syam atau oleh penduduk Hijaz
saja.
Pembagian lain:
Para
ulama membagi Hadits Gharib dari segi gharibnya sanad dan hadits menjadi:
1.
Gharib Matan dan Sanad: yaitu
Hadits yang matannya hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja.
2.
Gharib isnad bukan matannya: seperti hadits yang matannya
diriwayatkan oleh sekelompok jamaah dari kalangan sahabat, seorang sahabat
hanya meriwayatkan sendiri dari sahabat lainnya[1]
Para
ulama membagi hadis ditinjau dari segi kualitasnya, menjadi dua, yaitu hadis maqbul
dan hadis mardud.
1.
Hadis Maqbul
Definisi dari hadis muqbul
a.
Hadis maqbul menurut bahasa berarti ma’khuz.(yang diambil)
Dan mushaddaq
(yang dibenarkan atau diterima).
b.
Menurut islitah yaitu: hadis yang telah sempurna padanya,
syarat-syarat penerimaan.
Syarat-syarat dari hadis maqbul yaitu, sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh rawi yang adil lagi dhabit, dan juga yang berkaitan dengan
matannya tidak syadz dan tidak ber’ilat.
Macam-macam dari hadis muqbul
1.
Hadis sahih, menurut bahasa yaitu lawan dari kata saqim (sakit).
Kata sahih juga telah menjadi kosakata bahasa indonesia dengan arti sah, benar,
sempurna, dan pasti.
Syarat- syarat dari hadis sahih
a.
Sanadnya bersambung (ittishal al-sanad)
b.
Perawinya adil
c.
Perawinya dhabit
d.
Tidak syadz
e.
Tidak ber-illat (gharir mu’allal)
Macam-macam dari hadis sahih
a.
Sahih li dzatihi, yaitu hadis yang memenuhi syarat-syarat atau sifat-sifat hadis mauqbul
secara sempurna.
b.
Shahil li ghairihi, yaitu
hadis yang tidak memenuhi secara sempurna sysarat-syarat tertinggi dari sifat
sebuah hadis mauqbul.
Kehujjahan hadis sahih, sebagian besar ulama menetapkan sutu aqidah
yaitu dengan Al-quran dan hadis sahih. Sehingga hadis sahih dapat dijadikan
jujjah untuk menetapkan suatu aqida
2.
Hadis hasan,menurut bahasa yaitu hadis yang diriwayatkan dari dua
arah (jalur), dan para perawinyatidak tertuduh dusta, tidak menggunakan syadz
yang menyalahi hadis-hadis shahih.
Syarat-syarat dari hadis hasan
a.
Sanadnya bersambung
b.
Perawinya adil
c.
Perawinya dhabit, tetapi kulitan kedhabitannya di bawah kedhabitan
perawi hdis sahih
d.
Tidak terdapat kegagalan atau syadz
e.
Tidak berillat
Macam-macam dari hadis hasan
a.
Hasan li dzatin,
yang memenuhi seluruh syarat hadis hasan.
b.
Hasan li ghairihi hadis
yang jika banyak periwayatannya, sementara para perawinya tidak diketahui
keahliannya dalam meriwayatkan hadis.
Kehujjahan hadis hasan, Jummur mengatakan bahwa kehujjahan hadis
hasan seperti hadis sahih, walaupun derajatnya tidak sama. Bahkan ada
segolongan ulama yang memesukkan hadis hasan ini ke dalam kelompok hadis sahih.
2.
Hadis Mardud
Definisi dari hadis mardud
a.
Mardud menurut bahasa yaitu “yang ditolak” atau yang tidak diterima
b.
Mardud menurut istilah yaitu hadis yang tidak memenuhi
syarat-syarat atau sebagian syarat hadis maqbul.
Macam-macam dari hadis mardud
1.
Hadis dha’if yaitu, hadis
yang tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat hadis hasan.
Sebab-sebab hadis dha’if
tertolak
a.
Adanya kecacatan pada perawinya
b.
Sanadnya tidak bersambung sanadnya
c.
Dha’if karena tiadanya syarat adil
d.
Karena tiada dhabit
e.
Dho’if karena kejanggalan
dan kecacatan
Penerimaan dan pengalaman hadis Dha’if
Berdasarkan kesepakatan para ulama hadis, tidak diperbolehkan
mengamalkannya baik dalam penetapan hukum-hukum, akidah maupun fadhail
al-a’mal.
Sementara yang lain berpendapat menolak secara mutlak, baik untuk
penetapan hukum-hukum, akidah maupun fadha’il al-a’mal, dengan alasan karena
hadis dha’if ini tidak dapat dipastikan datangnya dari Rasullah SAW.
2.
Hadis maudhu yaitu, hadis yang didasarkan kepada Rasulullah SAW.
Secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, berbuat ataupun
menetapkannya.
Latar belakang munculnya hadis
maudhu’
a.
Pertentangan politik
b.
Usaha kaum zindik
c.
Fanatik terhadap bangsa, suku, negeri, bahasa dan pimpinan
d.
Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat
e.
Perselisihan mazhab dan ilmu kalam
f.
Membangkitkan gairah beribadat, tanpa mengerti apa yang dilakukan
g.
Menjilat penguasa.[2]
PENUTUP III
A. KESIMPULAN
Pembagian hadis ditinjau dari segi
kuantitasnya yaitu, hadis mutawatir dan hadis ahad.Hadis mutawatir adalah hadis
yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil mereka
bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta. Sedangkan hadis ahad adalah hadis yang disampaikan orang seorang
atau satu orang.
Pembagian hadis ditinjau dari segi kualitasnya yaitu, hadis maqbul
dan hadis mardud.Hadis maqbul yaitu hadis yang telah sempurna padanya,
syarat-syarat penerimaan.Hadis mardud yaitu hadis yang ditolak atau yang tidak
diterima.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.Mahmud
Thahhan, 1997.Tafsir
Musthalah Hadis, Yogyakarta, Titian Ilahi
Press.
Drs. Munzier suparta.M.A,
2002.ilmu hadis, jakarta, PT raja grafindo persada.
No comments:
Post a Comment