A.
Latar Belakang
Masalah
Islam adalah agama
dakwah yaitu agama yang harus disiapkan, disebar luaskan dan dikembangkan oleh
penganutnya dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun. Demikian pula halnya
dengan apa yang dilakukan para pedagang muslim yang juga berperan sebagai dai,
dengan berbagai metode yang digunakan berusaha mengembangkan sayap Islam
seluas-luasnya sampai penjuru Nusantara. Semenjak Islam masuk ke Indonesia
hingga Indonesia merdeka penganutnya semakin bertambah. Sehingga menjadikan
Indonesia sebagai negara nomor satu di dunia yang penduduknya ummat Islam.
Bagaimana Islam masuk, makalah sederhana ini akan mencoba membahas
tentang masuknya Islam ke Nusantara. Proses Islamisasi sampel kerajaan Islam dalam
sejarah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah masuknya Islam ke Indonesia ?
2.
Bagaimana
proses islamisasi penyebaran Islam di Indonesia ?
3.
Bagaimana
Sampel Kerajaan Islam Nusantara Dan Capaiannya ?
C.
Pembahsan
1.
Masuknya Islam
ke Indonesia
Sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia
melalui dakwah yang damai dan bukan dengan ketajaman mata pedang.[1]
Akan tetapi sejauh menyangkut kedatangan Islam di indenesia terdapat diskusi
dan perdebatan panjang di antara para ahli, mengenai tiga masalah pokok, tempat
asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.[2]
Berbagai teori dan pembahasan yang berusaha
menjawab ketiga masalah pokok ini jelas belum tuntas, tidak hanya kurangnya
data yang dapat mendukung suatu teori tertentu, tetapi juga karena sifat sepihak
dari berbagai teori yang ada. Terdapat kecenderungan kuat, suatu teori tertentu
menekankan hanya aspek-aspek khusus dari ketiga masalah pokok, sementara
mengabaikan aspek-aspek lainnya.[3]
Dan juga disebabkan oleh subjektivitas penulis.[4]
Islam menyebar di India dan semenanjugn Arab
hingga ke Malaya dan masuk ke Indonesia. Pada beberapa daerah, Islam disebarkan
melalui penaklukkan, akan tetapi di Asia Tenggara Islam disebarkan oleh para
pedagang dan aktivitas sufi.[5]
Dalam berbagai literatur yang ada, banyak pendapat yang dikemukakan oleh para
ahli mengenai tiga persoalan diatas, namun disini hanya akan dikemukakan
beberapa masalah saja.
Seorang penulis berkebangsaan Barat, Thomas W.
Arnold menjelaskan bahwa telah dibawa ke Nusantara oleh pedagang-pedagang Arab
sehak abad pertama hijriah, lama sebelum adanya catatan sejarah. Pernyataan ini
diperkuat dengan adanya perdagangan yang luas oleh orang-orang Arab dengan
dunia timur sejak masa awal Islam.[6]
Di dalam Tarikh China, pada tahun 674 M,
terdapat catatan tentang seorang pemimpin Arab yang mengepalai rombongan
orang-orang Arab dan menetap di pantai barat Sumatera. Kemudian berdasarkan
kesamaan mazhab yang dianut oleh mereka (pedagang dan muhballigh) anut, yaitu
mazhab Syafi’i. Pada masa itu mazhab Syafi’I merupakan mazhab yang dominan di
pantai Corromandel dan Malabor ketika Ibnu Batutah mengunjungi wilayah tersebut
pada abad ke-14.[7]
Dalam pernyataan diatas, Arnold mengatakan bahwa Arabia bukan satu-satunya
tempat asal Islam dibawa, tapi juga dari Corromander dan Malabar.
Versi lain yang dipaparkan oleh Azra yang
mengutip beberapa pendapat dan teori sarjana, kebanyakan sarjana Belanda yang
berpegang pada teori yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara berasal
dari anak Benua India bukan Persia atau Arab. Sarjana pertama yang mengemukakan
teori ini adalah Pijnappel, seorang pakar dari Leiden. Dia mengaitkan asal
muasal Islam di Nusantara dengan dengan wilayah Gujarat dan Malabar. Menurut
dia, adalah orang-orang yang bermazhab Syafi’I yang bermigrasi dan menetap di
wilayah India tersebut yang kemudian membawa Islam ke Nusantara.[8]
Teori ini dikembangkan oleh Snoujk Hurgronje
Moquetta, seorang sarjana belanda lainnya,
berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bawha tempat asal Islam di
Nusantara adalah Cambay, Gujarat. Dia berargument bahwa tipe nisan yang
terdapat baik di Pasai maupun Gresik memperlihatkan tipe yang sama dengan yang
terdapat di Cambay, India.[9]
Teori-teori diatas kelihatan berbeda, namun
mempunyai beberapa persamaan, yaitu Islam dibawa oleh pedagang Arab dan
sama-sama menganut mazhab Syafi’i. Perbedaannya ialah, Arnold mengatakan bahwa
pedagang itu ada yang langsung dari Arabia dan ada yang berasal dari
Corromander dan Malabar, sementara pendapat yang dikutip Azra menjelaskan bahwa
para pedagang ini berasal dari anak benua India.
Selain dari itu, seminar yang dilaksanakan di
Medan pada tahun 1963, tahun 1978 di Banda Aceh, dan tanggal 30 september 1980
di Rantau Kuala Simpang tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia menyimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad I H
langsung dari tanah Arab melalui Aceh.[10]
Kemudian daerah yang pertama kali didatangi Islam ialah pesisir Sumatera. Para
muballigh itu selain sebagai penyiar agama juga merupakan pedagang. Dan
penyiaran Islam di Indonesia dilakukan secara damai.[11]
Beberapa teori lain, sebgaimana yang dihimpun
oleh Muhammad Hasan al-Idrus menjelaskan dua teori yang berbeda yang bertolak
belakang. Teori pertama diwakili oleh sarjanawan Eropa yang menjelaskan bahwa
Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-13 M, ketika
Marcopolo singgah di Utara pulau Sumatera pada tahun 1292 M.[12]
Teori kedua, adlah teori yang dikemukakan oleh
beberapa sarjana Arab dan Muslim, antara lain Muhammad Dhiya’ Syahab dan
Abdullah bin Nuh yang menulis kitab al-Islam fi Indonesia, serta Syarif Alwi
bin Thahir al-Haddad seorang mufti kesultanan Johor Malaysia dalam kitabnya
yang berjudul al-Madkhal ila Tarikh al-Islam fis Syarqi al-Aqsha, keduanya
menolak teori yang dikemukakan oleh para sarjanawan Barat yang mengatakan bahwa
Islam masuk ke Asia Tenggara khusunya ke Malaysia dan Indonesia pada abad ke-13
M. mereka meyakini bahwa Islam masuk pada abad ke-7 H, karena kerajaan Islam
baru ada di Sumatera pada sekitar akhir abad ke-5 dan ke-6 H. Hal ini mereka
pertegas dengan mengemukakan beberapa bukti, antara lain tentang sejarah
kehidupan seorang penyebar agama Islam di Jawa yakni Seikh Muhammad Ainul Yaqin
(Sunan Giri) bin Maulana Uluwwul Islam Makhdum lahir pada tahun 1355 tahun
Jawa. Sedangkan ayahnya masuk ke Jawa setelah masuknya Sayrif al-Husein raja
Carmen pada tahun 1316 tahun Jawa. Setelah itu masuk Raden Rahmat, seorang
penyebar agama Islam di Jawa Timur pada tahun 1316 tahun Jawa.[13]
Satu lagi teori yang dikutip oleh Azra adalah
bahwa Islam telah masuik ke Indonesia sejak abad ke-13 H melalui kegigihan para
kaum sufi yang mengembara dan melakukan penyiaran Islam secara ataraktiv,
khusunya dengan menekankan kesesuaian Islam dan komunitas daripada perubahan
dalam praktek kepercayaan lokal. Mereka juga mengawini putri para penguasa pada
masa itu untuk mempermudah pengembangan Islam. Faktor pendukung lainnya adalah
tasawwuf yang memang telaha da sebagai sebuah kategori dalam literatur sejarah
Melayu khususnya di Nusantara pada waktu itu.[14]
Teori versi Indonesia menjelaskan bahwa Islam
masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedangan dari Persia, Arab dan India
melalui pelabuhan penting seperti pelabuhan Lamuri di Aceh, Barus dan Palembang
di Sumatera sekitar abad I H/7 M.[15]
Dari beberapa teori diatas dapat diketahui
bahwa, sesungguhnya ada perbedaan dikalangan sejarawan dalam melihat kapan dan
dari mana Islam masuk ke Nusantara untuk pertama kalinya. Namun
perbedaan-perbedaan tersebut tidak sampai mengkaburkan tentang ada dan
berkembangnya agama Islam di Nusantara ini, sebagai salah satu wilayah yang
mayoritas penduduknya adalah muslim.
2.
Proses
Islamisasi
Islam disebarkan dengan cara damai bukan dengan
kekerasan apalagi dengan pedang. Islam masuk seirama dengan budaya setempat,
Islam tidak melakukan perubahan secara radikal dan sporadis, bahkan Islam
dijadikan stabilisator aoabila stuasi politik sedang mengalami ketidak-stabilan
karena perebutan kekuasaan antara beberapa kalangan.[16]
Badri Yatim mengutip pendapat Candarsasmita yang mengatakan bahwa penyeberan
Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai melalu enam cara berikut:[17]
1)
Perdagangan.
Pada tahap awal, jalur perdagangan adalah
satu-satunya jalan yang paling memungkinkan , karena lalu-lintas perdagangan
memang telah ramai sejak abad ke-7 sampai abad ke-16 M. Jalur ini sangat
menguntungkan karena para raja-raja juga terlibat dalam aktivitas perdagangan
ini, bahkan mereka merupakan pemilik kapal dan saham. Selanjutnya jalur ini
menjadi lebih penting dan strategis karena sebagaian dari mereka adalah
penguasa, sehingga proses Islamisasi lebih mudah terlaksana.
2)
Perkawninan.
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim
mempunyai status yang lebih baik dibandingkan dengan mayoritas penduduk
pribumi, sehingga penduduk pribumi dan khususnya para putri raja tertarik untuk
menjadi istri para saudagar. Sebelum mereka menikah, biasanya putri ini
diIslamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, dengan otomatis
tentu saja lingkungan dan penduduk muslimpun semakin luas hingga mereka bisa membentuk
pemukiman, hingga pada gilirannya terbentuklah kerajaan-kerajaan Islam. Jalur
ini menguntungkan karena dengan keterlibatan kalangan istana dan keturunannya
akan mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang dilakukan oleh Raden
Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manil, Sunan Gunung Jati dengan putri
Kawungten, Brawijaya dengan puteri Campa yang menurunkan Raden Fatah (raja
pertama kerajaan Demak).
3)
Tasawwuf.
Pengajar-pengajar tasawwuf atau para sufi
mengajarkan ajaran agama bercampur dengan kebudayaan yang telah masyarakat
kenal sebelumnya. Para muballigh ini juga mahir dalam ilmu kebathinan dan
pengobatan. Dengan cara dan jalur ini, Islam menyeber dengan cara yang
menyentuh dan memberi kesan damai. Diantara mereka ini adalah Hamzah Fansyuri
di Aceh, Sekh Lemang Abang dan Sunan Panggung di Jawa.
4)
Pendidikan.
Penyebaran agama Islam juga dilakukan melalu
jalur pendidikan, yakni pesantren meskipun dalam arti yang lebih sederhana. Di
pesantren atau pondok, para kyiai dan guru mengajar dan menyebarkan ajaran
Islam. Santri-santri yang telah menamatkan kajiannya akan keluar dan wajib
menyebarkan ajaran Islam. Conth pesantren ini adalah seperti pesantren yang
didirikan oleh Sunan Ampel di Ampel, dan Sunan Giri di Giri.
5)
Kesenian.
Penyebaran dakwah melalui kesenian maksudnya
adalah menyampaikan dakwah ajaran Islam melalui kesenian yang telah ada dan
dikenal dekat oleh masyarakat setempat. Di Jawa, media utamanya adalah wayang,
dalam hal ini Sunan Kalijaga adalah salah satu sunan yang ahli memainkan
wayang, setiap kali penonton ingin menyaksikan pertunjukannya, beliau meminta
mereka untuk mengucapkan kalimat syahadat, namun beliau tidak mengatakan bahwa
itu merupakan ucapan bagi orang yang akan masuk agama Islam. Selanjutnya dalam
setiap lakon yang dimainkan, seperti kisah Mahabrata dan yang lainnya, maka
beliau akan menyelipkan nama tokoh Islam. Tanpa disadari, kepada para penonton
telah diperkenalkan beberapa ajaran Islam. Cara ini ternyata sangat efektif,
karena para penonton tidak merasa terpaksa untuk mengikuti dakwah dan ajaran
yang disebarkan melalui media wayang.
6)
Politik dan
Kekuasaan.
Di kepulauan Maluku dan Sulawesi Selatan,
kebanyakan para penduduk masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam
terlebih dahulu, sehingga peran dan partisipasi raja sangat membantu proses
Islamisasi di daerah tersebut. Di bagian Timur Indonesia baik di daerah
Sumatera dan Jawa banyak kerajaan-kerajaan Islam yang demi kepentingan
politiknya memerangi kerajaan non-Islam. Ke-enam jalur yang dipergunakan oleh
para pembawa ajaran Islam seolah-olah terlihat menumpang di sela-sela institusi
yang telah dikenal oleh masyarakat setempat, baik melalui kesenian dan
kebudayaan masyarakat.
Di sisi lain,
ternyata media dan jalur ini mempunyai kelemahan, yakni sulitnya masyarakat
untuk membedakan antara ajaran Islam dengan cerita pewayangan ataupun dongeng
yang diberikan. Akan tetapi pada saat itu, inilah cara yang paling mungkin dan
paling efektif, karena memang akan sangat sulit untuk memperkenalkan agama
Islam sebagai agama baru kepada masyarakat yang telah mempunyai keyakinan
keberagamaan lain, apalagi keyakinan mereka itu adalah hal yang sudah sangat
melembaga dan bersifat turun-temurun. Adapaun beberapa faktor yang mendorong
perkembangan masyarakat Islam adalah antara lain sebagai berikut:
1.
hubungan baik
antara para saudagar pembawa ajaran Islam dengan pemerintah atau penguasa
setempat.
2.
saudagar-saudagar
itu tidak mencampuri urusan politik.
3.
saudagar-saudagar
muslim itu lebih dahulu mempraktekkan ajaran agamanya pada dirinya dalam
berinteraksi dengan masyarakat.
4.
tidak ada
paksaan dalam dakwah.
5.
beberapa
keistimewaan ajaran Islam dibandingkan ajaran Hindu dan Budha dan agama lainnya
yang dianut oleh masyarakat setempat.[18]
Faktor-faktor
tersebut menarik kegemaran penduduk setempat untuk menganut agama Islam dengan
suka hati, disamping para saudagar yang datan ke-gugusan pulau-pulau Nusantara
tidak membawa serta istri mereka atau memang mereka belum mempunyai istri. Hal
ini kemudian mendorong mereka untuk menikahi wanita-wanita penduduk pribumi, dan
tentu saja isteri-isteri mereka ini akan masuk Islam, dengan begitu, serta
keturunan mereka akan memperbanyak kaum muslim di daerah tersebut.
Pendapat lain
yang hampir serupa mengemukakan bahwa setidaknya ada tiga determinasi yang
mempercepat proses penyebaran agama Islam di Indonesia yaitu :
1.
Pertama adalah
karena ajaran Islam itu mengajarkan tauhid, hal ini ternyata merupakan ajaran
baru yang secara diametral bertentangan dengan hubungan kemasyarakatan saat itu
yaitu sistem kasta yang merupakan ajaran Hindu. Selain itu, Islam juga
mengajarkan egalitarian (keadilan), kesamaan serta prinsip rasionalitas. Islam
tidak pernah memerintahkan sesuatu yang diluar jangkauan para penganutnya.
2.
Kedua adalah
fleksibilitas ajaran agama Islam itu sendiri, dengan kata lain bahwa ajaran
agama itu merupakan kodifikasi kebenaran-kebenaran universal. Misalnya ada
sesuatu yang telah berkembang pada masyarakat, maka Islam tidak akan merubahnya
secara spontan. Tetapi manakala hal itu bertentangan dengan ajaran Islam, maka
disinilah dilakukan proses Islamisasi.
3.
Ketiga adalah
bahwa pada akhirnya Islam itu digunakan untuk melawan ekspansi luar atas
mereka.[19]
3.
Sampel Kerajaan
Islam Nusantara Dan Capaiannya.
Kehadiran apra pedagang muslim, mereka bergaul
dan menikah pada akhirnya memunculkan komunitas dan perkampungan muslim pada
saat itu. Salah satu faktor yang mempererat hubungan sebuah komunitas dengan
komunitas lain pada saat itu adalah kesamaan agama yang dianut. Bentuk nyata
lanjutan dari hubungan itu adalah aktivitas dakwah yang mereka lakukan bersama.
Seperti yang dilakuka oleh Fadhilah Khan yang datang dari Pasai ke Demak untuk
memperluas kekuasaan hingga ke Sunda Kelapa. Kondisi ini tentu saja akan melahirkan
sebuah masyarakat baru.
Dalam bidang politik saat itu, agama Islam
dijadikan sebagai tameng untuk memperkuat diri dari kerajaan-kerajaan
non-Islam, khusunya yang mengacam bidang ekonomi dan politik. Kondisi-kondisi
inilah yang kemudian mendorong terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam di
Nusantara.[20]
Beberapa kerajaan Islam di Nusantarapun
berdiri, seperti berikut:
1.
Samudera Pasai.
Di Sumatera berdiri kerajaan Samudera Pasai
yaitu kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan ini diperkirakan berdiri
pada awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi
di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi oleh para pedagang-pedangan
muslim sejak abad ke-7 hingga seterusnya.[21]
Kerajaan Samudera Pasai berkembang dengan armada lautnya yang besar untuk
ukuran saat itu, yang memang diperlukan untuk mengawasi perdagangan di dalam
wilayahnya. Pengawasan perdagangan itu merupakan sendi-sendi kerajaan, karena
dari bidang inilah kerajaan mendapatkan dana yang besar.
Perdangan yang menjadi basis hubungan antara
Malaka, China dan India saat itu telah menjadikan kerajaan Samudera Pasai
menjadi sebuah kerajaan yang terkenal dan berpengaruh di Asia Tenggara terutama
pada abad ke-14 dan 15 M. Dengan kondisi ini pula kerajaan Samudera Pasai bisa
mengembangkan ajaran agama Islam ke wilayah-wilayah lainnya di Nusantara. Pada
abad ke-14 M, kerajaan inipun menjadi pusat studi agama Islam.[22]
2.
Kerajaan Aceh
Darussalam.
Kerajaan ini terletak di daerah yang sekarang
dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Kurang diketahui kapan sebanarnya
kerajaan ini berdiri. Anas Mahmud berpendapat bahwa kerajaan Aceh berdiri pada
abad ke-15 M setelah runtuhnya Lamori oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M),
beliaulah yang membangun kota Banda Aceh Darussalam.[23]
Menurut Anas, pada masa pemerintahan Muzaffar
Syah, kerajaan Aceh Darusslam mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan,
karena saudagar-saudagar muslim yang berbasis di Malaka memindahkan pusat
aktivitas mereka ke Aceh setelah Malaka dikuasai oleh Portugis pada tahun 1511
M.
Puncak kejayaan kerajaan Aceh terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608-1637 M). Pada masa pemerintahannya,
kerajaan Aceh menguasai seluruh pesisir Timur dan Barat di Sumatera.
Kerajaan Aceh kemudian diperintah oleh Iskandar
Tsani yang menggantikan Iskandar Muda. Pada beberapa tahun pemerintahannya,
kerajaan Aceh mengalami perkembangan dalam bidang agama. Kematian raja Aceh
Darussalam ini kemudian diikuti oleh beberapa bencana, sehingga menjelang abad
ke-18 M, kesultanan Aceh tidak mempunyai pengaruh yang signifikan.[24]
3.
Kerajaan-Kerajaan
Lainnya.
Sementara di pulau jawa dikenal beberapa
kerajaan yang berdiri seperti kerajaan Demak, Kesultanan Pajang, Mataram,
Cirebon dan Banten. Sementara di Kalimantan berdiri kerajaan Banjar, Kutai di
Kalimantan Timur dab sebagainya.[25]
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama
di pulau Jawa. Rajanya pertamanya adalah Raden Fatah. Dalam menjalakan
pemerintahannya, Raden Fatah dibantu oleh beberapa ulama dan wali-wali. Pada
masa pemerintahan sultan Demak yang ke-tiga yaitu Sultan Trenggono, Islam mulai
dikembangkan ke seluruh pulau Jawa. Setelah Sultan Trenggono mati terbunuh, ia
digantikan oleh adiknya Sunan Prawoto yang kemudian dibunuh oleh Aria
Panangsang. Dengan begitu berakhirlah kerajaan Demak yang kemudian digantikan
kerajaan Pajang dibawah pemerintahan Jaka Tingkir yang berhasil membunuh Aria
Panangsang.[26]
D.
Kesimpulan
Ada beberapa perbedaan pendapat diantara para
sarjanawan tentang waktu dan tempat pertamakalinya Islam masuk ke Nusantara.
Akan tetapi mayoritas mereka setuju bahwa yang membawa ajaran Islam ke
Nusantara pada pertama kalinya adalah para pedagang, meskipun mereka tidak
mempunyai pandangan yang sama tentang asal para pedagang tersebut.
Agama Islam di Nusantara disebarkan dengan
berbagai cara. Beberapa jalur utama penyebaran agama Islam dilakukan dengan
menumpangi wadah-wadah yang telah dikenal oleh masyarakat setempat pada
masyarakat tersebut. Beberapa media dakwah yang merupakan kategori kesenian
ternyata memmpunyai kelemahan dimana para masyarakat sulit untuk membedakan
ajaran Islam dengan dongen ataupun materi pertunjukan semata. Hal inilah yang
kemudian membuat beberapa ajaran Islam bercampur aduk dengan adat di beberapa wilayah
khusunya di pulau Jawa. Agama Islam masuk melalui sistem dakwah yang
damai dan dengan pendekatan budaya serta sistem kemasyarakat yang telah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, Sejarah Ummat Islam
Indonesia. Jakarta: MUI, 1991.
Ambary, Hasan Mu’arif, Menemukan Peradaban
Jejak Arkeologis dan Historis Islam di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 2001.
Arnold, Thomas W., The Preaching Of Islam,
terj. Jakarta: Penerbit Widiya, 1981.
Aydrus, Muhammad Hasan, Penyebaran Islam di
Asia Tenggra, terj. Jakarta: Lentera: Lentera Bastarima, 1996.
Azra, Azyumardi, Renessaince Islam di Asia
Tenggara. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999.
Candasasmita, Uka, Sejarah Nasional
Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Efendi, Fakhri Ali dan Bachtiar, Merambah
Jalan Baru Islam Rekonstruksi Islam Indonesia Masa Orde Baru. Bandung:
Mizan, 1986
Hasjmy, A, Sejarah Masuk Dan Berkembangnya
Islam Di Indonesia. Bandung: al-Ma’arif, 1993.
Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Ummat Islam,
ter. Kieraha. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Riflefs, MC, History of Modern Indonesia.
London: McMillan Education.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: Rajawali Press, 2000.
[1] Azyumardi Azra, Renessaince Islam
di Asia Tenggara (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999) hal. 75-76.
[2] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama
Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Bandung: Mizan,
1998) hal. 24.
[4] Muhammad Hasan al-Aydrus, Penyebaran
Islam di Asia Tenggra, terj. (Jakarta: Lentera: Lentera Bastarima, 1996) hal.
42.
[5] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial
Ummat Islam, ter. Kieraha (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000) h. 717.
[7] Ibid.
[9] Hasan Mu’arif Ambary, Menemukan
Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam di Indonesia (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 2001) hal. 10.
[10] A. Hasjmy, Sejarah Masuk Dan
Berkembangnya Islam Di Indonesia (Bandung: al-Ma’arif, 1993) hal. 48-57.
[13] Ibid.
hal. 42-43. kemudian bandingkan dengan pendapat MC. Riflefs dalam bukunya A
History of Modern Indonesia (London: McMillan Education) hal. 3
[19] Fakhri Ali dan Bachtiar Efendi, Merambah
Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Islam Indonesia Masa Orde Baru (Bandung:
Mizan, 1986) hal. 32.
[23] Anas Mahmud, Naik Turunnya
Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur Pulau Sumatera, dalam A. Hasjmy,
Sejarah, hal. 286.
No comments:
Post a Comment