Adapun maksud
dan tujuan tentang hubungan filsafat dan
agama ini seperti dinyatakan dalam judulnya ialah mengantar saudara kedalam
dunia filsafat agar sedikit-sedikit dipahami apakah filsafat itu, apakah maksud
dan tujuannya, apakah yang boleh diharapkan daripadanya dan kesukaran-kesukaran
manakah yang dihadapi dalam mempelajarinya.
Akan tetapi ini
barulah hanya pengantar saja, yang hanya dapat memberikan beberapa
petunjuk-petunjuk untuk mempermudah perkenalan pertama akan mata kuliah baru
ini. Lebih daripada ini tak mungkin oleh karena filsafat termasuk ilmu
pengetahuan yang hanya dapat dikuasai dengan menjalankan atau mengamalkan ilmu
itu sendiri.
Dengan makin meluas dan makin bertambahnya
pengetahuan kita maka akan terasa pulalah kebutuhan akan suatu pandangan yang
mengenai keseluruhan, yang meliputi semua lapangan, akan suatu sintesa yang
mempersatukan berbagai lapangan itu, yang memperlihatkan semuanya dalam satu
pandangan. Dengan perkataan lain akan filsafat.
Filsafat dalam
arti yang lebih luas, yaitu dalam arti mencari kebenaran itu niscaya ada,
biarpun hanya sedikit saja. Filsafat yaitu
permenungan tentang kebenaran yang sedalam-dalamnya. Pengetahuan
kita yaitu berupa pengakuan kenyataan dengan cara yang sedalam-dalamnya.
Jalan pikiran
kita pada garis-garis besarnya adalah sebagai ilmu yang tergolong dalam
kelompok universal/ umum dikemukakan beberapa catatan tentang hubungan
antara filsafat dan agama (Bab VII).
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah
yang akan di pecahkan pada makalah ini adalah “bagaimana hubungan agama dan
filsafat?”.
C.
PEMBAHASAN
Sebagaimana
dalam rumusan masalah di atas, maka dalam pembahasan ini akan di bahas hal-hal
sebagai berikut:
Jujun S
Suriasumantri mengatakan bahwa filsafat menelaah segala persoalan yang mungkin
dapat dipikirkan manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir, filsafat
memepersalahkan hal-hal pokok, terjawab suatu persoalan, filsafat mulai
merambah pertanyaan lain.[1]
sedangkan kattsoff mengemukakan bahwa filsafat ialah ilmu pengetahuan yang
dengan cahaya kodrati akal budi mencari sebab-sebab yang pertama atau azas-azas
yang tertinggi segala sesuatu dengan kata lain merupakan ilmu pengetahuan
tentang hal-hal pada sebab-sebabnya yang pertama termasuk dalam ketertiban
alam.[2]
Sidi gazalba
mengemukakan definisi “agama” adalah kepercayaan kepada allah yang
direalisasikan dalam bentuk peribadatan, sehingga membentuk taqwa berdasarkan
al-qur’an dan sunah.[3]
1.Filsafat
Adalah Ilmu Pengetahuan yang Otonom
Seperti yang
telah dikatakan, ada dua ilmu pengetahuan universal yang meliputi seluruh hidup
manusia dan yang untuk sebagian mengenai persoalan-persoalan yang sama.
Sehingga terasa haruslah ada suatu hubungan antara kedua ilmu itu.
Lagi pula
apabila orang di samping pengetahuan yang dicapai dengan akal budi manusia
sendiri menerima adanya suatu sumber pengetahuan lain lagi yang melampaui
kekuatan akal budi kita sendiri, maka timbullah pertanyaan bagaimanakah
hubungan antara yang satu dengan yang lain itu.
Pendapat-pendapat
para ahli disini pun sangat berlain-lainan:
a. Ada yang
menyatakan: filsafat
berdasarkan dan berpangkalan pada wahyu dari tuhan konsekuensinya ialah :
filsafat bukanlah suatu ilmu yang berdiri sendiri, yang otonom, tidak
berdasarkan kodrat akal budi manusia, melainkan sama sekali tergantung dari dan
ditentukan isinya oleh agama. Eksistensi filsafat menjadi: “Filsafat agama”.
Dalam eksistensinya yang demikian ini filsafat agama dapatlah dibedakan atas 2
jenis yaitu:
1. Filsafat agama
pada umumnya.
2. Filsafat
sesuatu agama tertentu.
b.
Ada pula yang mengatakan: yang ada pada kita, yaitu hanya akal budi manusia saja: agana dan
kepercayaan mereka anggap “ketinggalan zaman”, paling banter hanya “perasaan”
saja. Tokoh-tokohnya antara lain:
1.
Rene Descartes
2.
Benedictus ce Spinoza
3.
Gottfriend Wilhelm Leibnitz
c.
Menurut filsuf Bertrand Russel:
“Antara
agama dan imu pengetahuan terletak suatu daerah yang tak bertuan. Daerah ini
diserang baik oleh agama (theologi) maupun oleh ilmu pengetahuan. Daerah tak
bertuan ini adalah filsafat”.
Adapun
pendirian kami: mengakui kedua-duanya, baik peranan kepentingan filsafat maupun
peranan dan kepentingan agama. Akan tetapi kedu-duanya dibedakan. Filsafat
sebagai ilmu tidaklah berdasarkan atau berpangkalan pada wahyu Allah / agama
melainkan adalah otonom di lapangannya sendiri, merupakan suatu ilmu
tersendiri. Jadi filsafat bukan agama
dan agama bukanlah filsafat.[4]
2.Kontradiksi
Kehidupan Konkrit Manusia
Seperti telah
di uraikan bahwa kita harus membedakan empat tingkatan / ruangan pengetahuan
(level of thought), yaitu:
1.
Tingkatan ilmu pengetahuan (ilmu alam dan kebudayaan)
2.
Tingkatan ilmu-ilmu pasti
3.
Tingkatan filsafat
4.
Tingkatan agama atau theology.
Dari uraian di
atas teranglah bahwa filsafat merupakan pertolongan yang sangat penting pula pengaruhnya
terhadap seluruh sikap dan pandangan orang, karena filsafat justru hendak
memberikan dasar-dasar yang terdalam mengenai hakikat manusia dan dunia. Akan
tetapi, walaupun kita selalu akan mempertahankan pendapat bahwa filsafat adalah
usaha menerangkan segala sesuatu itu sampai kepada dasar-dasar yang terdalam
akan tetapi sering terjadi pula bahwa filsafat tidak dapat menerangkan realitas
yang kita alami.
Memang
demikianlah manusia itu, sebagai rohani ia pada hakikatnya mempunyai benih
kemerdekaan. Ia hendak merdeka, ingin lepas dari godaan kejasmaniannya, ia
ingin bebas merdeka. Akan tetapi sementara itu merupakan kemerdekaan yang
terikat yang terbelenggu dan sebabnya . . . filsafat belum pernah dapat
menerangkan kekurangan ini.
Buat filsafat
hal ini selalu akan merupakan rahasia. Bagaimanakah mungkinya bahwa manusia
yang menurut kodaratnya mengatasi dunia dan kebendaan yang seharusnya hanya mengatasi
kebendaannya sendiri, toh ingin tenggelam kedalam materi, ingin menjerumuskan
diri kedalam dunia itu, seakan-akan tidak mau mengatasi kebendaan itu. Inilah
kontradiksi hidup konkrit manusia. Dan bagaimanakah kontradiksi itu dapat
diatasi? Manakah jalan keluarnya? Di sinilah filsafat bungkem dan membisu
seribu bahasa.
Ahli pikir dan
ulama besar secara filosofis mengemukakan bahwa manusia itu adalah makhluk yang
sulit dan penuh kontradiksi, pertentangan dalam dirinya sendiri. Keperluan dan
keinginannya banyak, lebih banyak dari nafasnya, lebih lama dari hidupnya dan
lebih luas dari alam ini.
3.Filsafat
dengan Causa Prima
Dalam pada itu
filsafat sendiri dalam usahanya menunjukkan apa yang terdalam dalam
barang-barang, dalam manusia dan dunia, maka sampailah pada pengertian tentang sebab
pertama (causa prima) pada yang mutlak dan menerangkan bahwa sebab
pertama dan tujuan terakhir bukanlah
hanya “sesuatu” melainkan suatu “zat yang maha sempurna”. Jadi filsafat sendiri
menunjukkan kepada “yang mengatasi segala-galanya” dan bersama-sama dengan itu
mengakui batas-batasnya sendiri. Bahwa kita berhadapan dengan “rahasia” tentang
manusia dan dunia. Akan tetapi jika filsafat, berdasarkan logika yang sehat dan
tajam, mengatakan bahwa: “setiap orang wajib mengabdi kepada tuhan, harus hidup
sebagai hamba Allah (dan ini berlaku umum, bagi setiap orang, demikian pula
bagi mereka yang tidak beragama).
4.Filsafat dan
Eksistensi Wahyu Allah
sehubungan
dengan itu tak boleh dilalaikan pula bahwa dalam keadaan konkrit dan historis
dikatakan ada wahyu Allah. Dilihat dari sudut filsafat harus di akui mungkinnya
wahyu Allah itu. Nah, kemungkinan ini tidak boleh dilalaikan, jika filsuf
hendak mengambil pandangannya sebagai dasar dan pedoman hidup. Sebab mungkin
justru wahyu Allah inilah yang menunjukkan bagaimana kehendak tuhan yang nyata,
bagaimana caranya melaksanakan tuntutan kodrat kita (walaupun ini juga harus
diselidiki dengan kritis dan seksama).
Memang dan ini
tetap kita pertahankan bahwa filsafat memberikan petunjuk-petunjuk dan
ukuran-ukuran yang benar dan yang harus dilaksanakan (tentang hidup kesusilaan,
kebenaran, kebaikan, kehidupan bersama dan sebagainya). Akan tetapi bahwa de
facto ukuran-ukuran ini sedemikian sukar dilaksanakan, sekalipun kodrat manusia
menuntut dilaksanakannya ukuran-ukuran itu. Inilah yang menimbulkan sangkaan
bahwa filsafat merupakan jawaban yang penghabisan, bahwa pandangan hidup
seperti yang diberikan oleh filsafat itu barangkali masih harus disempurnakan
dengan pelajaran dari wahyu Allah yaitu mengenai hal-hal yang tidak dapat
dicapai atau di kemukakan oleh akal manusia sendiri (jika ada wahyu Allah itu
tentunya mengajarkan hal-hal yang tak dapat dimengerti oleh manusia dengan
berdasarkan akalnya sendiri. Sebab jika yang diwahyukan itu sudah dapat
dimengerti sendiri maka apakah gunanya wahyu Allah itu?”.
Jadi titik
terakhir yang dapat dicapai oleh filsafat ialah dengan demikian semua dorongan
yang ada pada manusia itu tak lain ialah dorongan untuk bahagia. Demikian pula
dorongan untuk mengerti yang dilaksanakan dalam filsafat, itu datangnya dari
dorongan asasi itu tetapi justru karena ia terdorong maka itu berarti bahwa ia
tidak dapat bahagia dengan dan dari dirinya sendiri. Dia haus, jadi ia
kekurangan.
Demikian juga
dalam filsafat. Dia haus akan kebenaran, akan kebahagiaan dan karena haus jadi
kekurangan! Maka dengan ini nampaklah bahwa filsafat seakan-akan
menanti-nantikan agama “tingkatkan” yang lain jadi luar lapangan khusus dari
filsafat.
5.Sikap Orang
Terhadap Ilmu Pengetahuan, Filasafat dan Agama
Persolan-persoalan
yang dihadapi oleh filsafat dan agama itu untuk sebagian adalah sama: mengenai
dasar-dasar hidup, tujuan hidup, kesusilaan, hidup sesudah hidup didunia ini,
kebahagiaan manusia, pengabdian manusia, pengabdian kepada tuhan dan
sebagainya.
Memang
kedua-duanya merupakan tuntutan dari kodrat kita dalam usahanya untuk mencapai
kebenaran dan kebahagiaan dan pengetahuan yang mendalam tentang hakikat
barang-barang, hakikat dunia dan manusia. Akan tetapi sikapnya lain. Filsafat
ingin menguasai, ia seakan-akan hendak menggenggam alam semesta dalam
pikirannya. Akan tetapi tidak hanya “ingin menguasai” belaka. Jadi boleh
dikatakan untuk di kuasai oleh kebenaran, oleh kebahagiaan. Dan sikap “ingin di
kuasai” oleh bahagia itu terlaksana dengan sempurna dalam agama. Sebab disini
manusia berhadapan dengan penciptanya, dengan sumber kebahagiaannya, dengan
tujuannya yang terakhir. Sikap ingin menguasai di sinipun masih tetap ada, akan
tetapi insyaf akan kekurangannya, maka manusia menjadi menyerah, tunduklah ia,
siap untuk mendengarkan.
Terbukalah
sumber pengetahuan baru yaitu apa yang mau dikatakan oleh orang itu tentang
dirinya sendiri, dipakainyalah ukuran-ukuran baru mengenai kebenaran dari apa
yang dikatakannya dan timbullah suatu hubungan perseorangan antar pribadi yang
satu dengan yang lain. Dengan saling percaya mempercayai dan saling menyerahkan
diri. Teranglah bahwa ini semua merupakan dan menggambarkan sikap yang lain
daripada sikap ilmu pengetahuan. Demikian pula hubungan antara seorang manusia
dengan tuhannya yang terletak pada tingkatan filsafat atau ilmu pengetahuan.
6.Sumber Ilmu
Pengetahuan dan Wahyu Allah
Sebagai sumber
lahirnya ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan ilmiah biasanya berkenaan
dengan timbulnya keheranan pada diri seseorang peneliti dalam mengamati sesuatu
keanehan atau menonjolnya sesuatu gejala yang mendorong dilakukannya
penelitian-penelitian.
Dalam hipotesis
adanya wahyu Allah maka dapatlah dikatakan bahwa ada empat sumber pengetahuan
manusia yaitu:
a. “pikiran
manusia”. Hal ini melahirkan paham rationalisme yang berpendapat bahwa sumber
satu-satunya dari pengetahuan manusia adalah rationya (akal budinya).
b. “pengalaman
manusia”. Dengan ini muncul aliran emperisme yang di pelopori oleh tokoh John
Locke. Manusia dilahirkan sebagai kertas putih/ meja putih. Pengalamanlah
yang akan memeberikan lukisan kepadanya, dunia empiri.
c. “intuisi
manusia”. Kalau pengetahuan yang diperoleh secara rational dan empiris yang
merupakan produk dari sesuatu rangkaian penalaran maka intuisi merupakan
pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses penalaran itu.
d. “wahyu Allah”
adalah pengetahuan yang disampaikan oleh allah kepada manusia lewat para nabi
yang di utusnya sejak nabi pertama sampai yang terakhir sebanyak 25 orang.
Ilmu
pengetahuan adalah sebaliknya yaitu dimulai dengan tanpa kepercayaan dengan
rasa tak percaya ilmu pengetahuan mulai mengkaji dengan riset, pengalaman dan
percobaan untuk sampai kepada kebenaran yang factual. Karena kesemuanya berasal dari satu sumber
yaitu Tuhan.[5]
Jadi dapatlah
disimpulkan sebagai berikut kita tetaplah mempertahankan peranan dan
kepentingan filsafat sebagai ilmu pengetahuan adalah otonom (berdiri sendiri)
tidak berdasarkan pada wahyu Allah (agama), akan tetapi apabila filsafat hendak
dijadikan dasar atau pedoman hidup maka terasalah pula kekurangan dari filsafat
itu, hingga kita maju selangkah lagi, meningkat satu tingkatan lagi, dengan
perkataan lain: meninggalkan lapangan filsafat dan menginjak lapangan agama.
7.Agama, Religi
dan Din
Dari segi
teknis baik agama, religi (bahasa inggris adalah religion dan bahasa belanda
adalah religie, di indonesiakan menjadi religi) maupun din (bahasa arab)
kesemuanya mempunyai pengertian yang sama.
Aktivitas dan
kepercayaan agama, religi dan din itu mencakup masalah: kepercayaan dan
kecintaan kepada dewa-dewa atau Tuhan, penerimaan atas wahyu yang supra
natural, kepercayaan kepada jiwa, kebaktian, pemisahan antara yang sacral
dengan profane pengorbanan, perasaan dosa dan menyesal serta pencarian
keselamatan.
Dalam
pengistilahan itu terdapatlah pengertian yang sama di dalam agama, religi, dan
din. Misalnya:
a)
Agama islam dengan istilah: syari’at, thariqah, shiratal mustaqim
(jalan lurus).
b)
Dalam agama nasrani, yesus berkata kepada pengikut-pengikutnya (hawariyyin):
“ikutilah jalanku”.
c)
Dalam peristilahan cina: “tao-taoisme” (confusionisme).
d)
Dalam agama jepang: “Shinto”.
e)
Dalam agama budha: “jalan kedelapan”.
8.Eksistensi
Agama
Tidak mudahlah
bagi kita untuk menentukan pengertian agama, karena agama bersifat batiniah,
subyektif, dan individualism. Kalau kita membicarakan agama akan dipengaruhi
oleh pandangan pribadi, dan juga dari pandangan agama yamg kita anut.
Randall,
mengemukakan ada dua bentuk agama yaitu:
1)
Agama di identifikasikan terhadap supernatural. Secara popular
agama di artikan sebagai kepercayaan terhadap Tuhan, yaitu suatu kehidupan yang
supernatural.
2)
Agama di identifikasikan dengan kepercayaan atau keyakinan.
Keyakinan agama mencerminkan keyakinan atau kepercayaan yang berlangsung di
luar apa yang telah kita alami pada masa yang silam dan masa yang akan datang.
Unsur-unsur
yang pokok dalam agama adalah kebaktian atau pemujaan. Kadang-kadang istilah
ini disamakan dengan perbuatan-perbuatan ritual. Sesungguhnya kedua istilah
tersebut berbeda, dimana kebaktian atau pemujaan tidak lain adalah merupakan
sikap, sedangkan ritual berarti semacam perbuatan tertentu. Sembahyang dalam
arti cara tradisional dari kata-katanya adalah merupakan kombinasi unsure-unsur
dan ritual.
Dalam agama,
sekurang-kurangnya ada empat ciri yang dapat kita kemukakan, yaitu:
1)
Adanya kepercayaan terhadap yang ghaib, kudus, maha agung, dan
pencipta alam semesta (Tuhan).
2)
Melakukan hubungan dengan hal-hal diatas, dengan berbagai cara.
Seperti misalnya dengan mengadakan upacara-upacar ritual, pemujaan, pengabdian
dan doa.
3)
Adanya suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap
penganutnya.
4)
Menurut ajaran agama islam, ajaran tersebut diturunkan oleh tuhan
tidak langsung kepada seluruh umat manusia, melainkan melalui nabi-nabi dan
rasulnya. Maka menurut ajaran islam adanya rasul dan kitab suci merupakan cirri
khas daripada agama.
Pengalaman
agama bukanlah suatu pengalaman yang bersifat teoritis, melainkan meupakan
penghayatan yang mendalam tentang manusia dengan Tuhannya, serta pengalaman
semua yang telah di gariskan oleh agama tersebut.
9.Manfaat Agama
Bagi Manusia
Terlepas
daripada bentuk atau tipe agama, apakah agama wahyu ataupun agama hasil
pemikiran manusia, kenyataannya manusia didunia ini akan menjadi penganut atau
pengikutnya yang setia. Manusia menjadi penganut yang setia terhadap suatu
agama, karena menurut kepercayaannya telah memberikan sesuatu yang sangat
berharga bagi kehidupannya, yang tidak mungkin dapat di uji dengan pengalaman
maupun akal seperti halnya menguji kebenaran ilmu dan filsafat, karena agama
lebih banyak menyangkut perasaan dan kenyakinan.
Agama wahyu
akan memiliki kesempurnaan yang mutlak, karena nilai keagamaan yang tekandung
di dalamnya, berasal dari tuhan. Tuhan telah mewahyukan bahwa akal manusia terbatas, sehingga akal manusia membutuhkan
bimbingan yang tinggi, untuk menunjukkan kepada jalan yang membawanya
kebahagiaan, dan kesempurnaan hidup yang abadi, tidak hanya kehidupan di dunia
saja, melainkan kehidupan di akhirat juga.
Nilai-nilai
keagamaan tidak hanya menunjukkan hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa,
melainkan menunjukkan juga hubungan dengan sesama manusia. Nilai-nilai keagamaan menunjukkan
bahwa tidak dikatakan sempurnanya penghayatan serta keimanan seseorang di
hadapan yang maha kuasa, sebelum manusia mencintai sesamanya seperti dia
mencintai terhadap dirinya sendiri. Jadi nilai keagamaan yang di dasarkan atas cinta
terhadap Yang Maha Kuasa, akan menghubungkan jiwa serta perasaan pemeluknya
dimanapun mereka berada di jagad raya ini.
Agama dapat
menjadi petunjuk, pegangan, serta pedoman hidup bagi manusia dalam menempuh
hidupnya dengan harapan penuh keamanan, kedamaian, kesejahteraan. Manakala
manusia menghadapi masalah yang rumit dan berat, maka timbullah kesadarannya,
bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak berdaya untuk mengatasinya, dan
timbulnya kepercayaan dan keyakinan, bahwa yang dapat menolong dan memenangkan
hidupnya hanyalah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Agung, Pencipta seru sekalian
alam.
10.Pembagian
Agama
Apabila kita
menelaah buku-buku kepustakaan, baik terbitan di barat maupun di timur pada
umumnya membagi atau mengklarifikasikan agama di seluruh dunia atas dua jenis
sebagai berikut:
a)
Agama wahyu
Agama
wahyu disebut juga “agama samawi”, Karena diturunkan oleh allah dari
samawi(langit) dengan perantara malaikat jibril yang membawa wahyu allah kepada
para nabi dan rasul allah untuk selanjutnya disampaikan kepada umat manusia
sesuai dengan pertugasannya (risalah) para nabi dan rasul allah itu
masing-masing. Jadi “agama wahyu” tercipta karena wahyu allah. Oleh karena itu
“agama wahyu” disebut juga:
-
Agama samawi
-
Agama langit
-
Agama profetis
-
Din _as_samawi
-
Revealed religion.
adapun yang tergolong dalam kelompok “agama wahyu” itu adalah
1)
Agama islam dengan kitab
sucinya “Al-qur’an”
2)
Agama Kristen (Nasrani) dengan kitab sucinya “Injil”
3)
Agama yahudi dengan kitab sucinya “Taurat”
b)
Agama Non-Wahyu
Agama
non wahyu disebut juga “agama kebudayaan”, karena lahir dalam kebudayaan
manusia itu. Secara historis agama “non-wahyu” pada awalnya di ciptakan oleh
filsuf-filsuf masyarakat sebagai ahli pikir dan pemimpin dari masyarakat itu
atau oleh penganjur-penganjur atau penyiar-penyiar dari masyarakat itu. Oleh
karena itu agama “non-wahyu” itu adalah bagian daripada kebudayaan, bagian dari
filsafat atau hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya dari masyarakat itu.
Agama
“non-wahyu” di sebut juga:
-
Agama budaya
-
Agama bumi
-
Agama filsafat
-
Agama ra’yu
-
Din-at-thabi’i
-
Din-al-ardhi
-
Natural religion
-
Non-revealed religion
Adapun yang tergolong ke dalam kelompok agama “non wahyu” ini
adalah
·
Hinduisme
·
Jainisme
·
Sikhisme
·
Zoroasterianisme
·
Confusianisme
11. Ciri-Ciri
Agama
Cirri-ciri umum
daripada semua agama itu adalah sebagai berikut:
a.
Agama merupakan suatu system kenyakinan terhadap eksistensi suatu
yang absolute(mutlak) diluar diri manusia.
b.
Agama merupakan satu system ritual atau peribadatan dari manusia
kepada sesuatu yang diberi predikat yang mutlak.
c.
Agama merupakan satu system nilai yang menjadi pola hubungan
manusiawi antara sesama manusia dan pola hubungan dengan ciptaan yang lainnya dari yang mutlak itu yang seirama
system ritual tersebut.
Sedangkan ciri-ciri
khususnya yaitu dari masing-masing kelompok agama tersebut yang akan kita uraikan sebagai berikut:
ciri-ciri agama
wahyu
·
Mengakui eksistensi wahyu allah an-sich sebagai kebenaran yang
mutlak dari allah
·
Eksistensi malaikat pada umumnya dan malaikat jibril khususnya
memegang peranan tertentu dari allah.
·
Eksistensi nabi dan atau rasul juga memegang peranan tertentu dari
allah.
·
Penyampaian wahyu allah itu kepada para nabi dan atau rasul itu
dengan pasti dapat di tentukan waktu kelahirannya.
·
Dan lain-lain
Ciri-ciri agama
non-wahyu
·
Tidak mengakui eksistensi wahyu allah an-sich kebenaran yang mutlak
dari allah
·
Tidak mengenal eksistensi malaikat pada umumnya dan malaikat jibril
khususnya dengan pertugasannya dari allah di langit
·
Tidak mengenal eksistensi nabi dan rasul allah dengan segala tugas
peranannya (risalahnya) dari allah
·
Tidak dapat ditentukan kapan waktu kelahirannya yang tepat.
·
Dan lain-lain.
12.Perbandingan
Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Agama
Kita telah
mengadakan perenungan tentang pengertian yang sedalam-dalamnya dari tiga buah
sumber atau wadah kebenaran yaitu ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama.
Adapun titik
persamaannya adalah:
1)
Ketiganya baik ilmu pengetahuan, filsafat maupun agama merupakan
sumber wadah kebenaran (obyektivitas) atau bentuk pengetahuan.
2)
Dalam pencarian kebenaran (obyektifitas) itu ketiga bentuk
pengatahuan itu masing-masing mempunyai metode, system dan mengolah obyeknya
selengkapnya sampai habis-habisan.
3)
Ilmu pengetahuan bertujuan mencari kebenaran tentang manusia, alam,
dan eksistensi tuhan /allah.
Agama
bertujuan untuk kebahagiaan umat manusia dunia akhirat dengan menunjukkan
kebenaran asasi dan mutlak itu, baik mengenai manusia, alam, maupun tuhan/allah
itu sendiri.
Adapun titik
perbedaannya adalah:
1)
Sumber kebenaran pengetahuan dan filsafat adalah sama, keduanya
dari manusia itu sendiri dalam arti pikiran pengalaman dan intuisinya. Sumber
kebenaran agama adalah dari allah di langit.
2)
Sifat kebenaran ilmu
pengetahuan adalah positif dan relative. Sedangkan sifat kebenaran filsafat
adalah spekulatif. Dan sifat kebenaran agama adalah absolute (mutlak).
3)
Tujuan ilmu pengatahuan itu hanyalah bersifat teoritis, demi ilmu
pengetahuan dan umumnya pengalaman untuk tujuan kenikmatan jasmani manusia. Dan
tujuan filsafat ialah kecintaan kepada pengetahuan yang bijaksana dengan hasil
kedamaian dan kepuasan jiwa yn sedalam-dalamnya. Sedangkan tujuan agama adalah
kedamaian, keharmonisan, kebahagiaan, keselamatan, keselarasan, keridhaan
(keselamatan dalam islam).[6]
D.
KESIMPULAN
Setelah kita
menelaah semua di atas maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan yakni di setiap
titik perbedaan memiliki suatu titik persamaan yang saling berhubungan erat
satu sama lain begitu juga dengan agama dan filsafat. Mereka memiliki perbedaan
pada structural dan fungsional. Namun, obyek kajiannya sama yaitu mengenai
Eksistensi Tuhan.
FUDNOT
1.Jujun S
Suriamantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar
Harapan, 1995.h.25
2.Sidi Gazalba,
Ilmu Filsafat dan Islam Tentang Manusia dan Agama, Jakarta: Bulan
Bintang, 1978.h.107
3.Kattsoff Louis, Pengantar Filsafat, terjemahan
dari Element of Philosophy, oleh Soejono Soemargono, Ygyakarta: Tiara Wacana,
1992.h.67
4.Bertrand Russel,
The Problem of Philosophy, Oxford University Press, Toronto, 1959, h.158
5.M.Djunaidi
Ghony, Hakikat Ilmu Pengetahuan, Usaha Nasional, Surabaya, 1982.h.162
6.Burhanuddin
Salam, Pengantar Filsafat, PT. Bumi Aksara, Jakarta, Juli 2005, h.156-185
[1] .Jujun S Suriamantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar
Populer, Jakarta: Sinar Harapan, 1995.h.25
[2] .Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat dan Islam Tentang Manusia dan
Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1978.h.107
[3] .Kattsoff Louis, Pengantar
Filsafat, terjemahan dari Element of Philosophy, oleh Soejono Soemargono,
Ygyakarta: Tiara Wacana, 1992.h.67
No comments:
Post a Comment