Thursday, March 10, 2016

makalah faktor yang mempengaruhi perkembangan


A.    PENDAHULUAN
Sudah beberapa abad lalu para ilmuwan dan para pemikir memperhatikan seluk-beluk kehidupan anak, khususnya dari sudut perkembangannya, untuk mempengaruhi berbagai proses perkembangan, mencapai kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup yang didambakan. Anak harus tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang matang, yang sanggup dan mampu mengurus dirinya sendiri dan tidak selalu bergantung pada orang lain, atau bahkan menimbulkan salah bagi keluarga, kelompok, atau masyarakat.[1]
Seluk beluk kehidupan anak, khususnya dari sudut perkembangan bahwa setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa hereditas tertentu, ini berarti bahwa karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan dari pihak orang tuanya. Individu yang dilahirkan tidak hanya membawa hereditas melainkan setelah individu ada di bumi untuk perkembangannya dipengaruhi oleh lingkungan, maka dari itu dimakalah ini kami ingin membahas faktor-faktot yang mempengaruhi perkembangan untuk dijadikan bekal bagi kita semua.
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pendahuluan di atas, dapat mengambil permasalahan sebagai berikut yaitu bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ?


C.    PEMBAHASAN
Setiap indivu yang dilahirkan didunia memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dibawah ini faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan :
1.      Aliran Nativisme atau Aliran Pembawaan / Atrhur Schopenhauer (1788-1860)
Nativisme merupakan kata dasar dari bahasa latin, natus yang artinya lahir atau natives yang mempunyai arti kelahiran, pembawaan. Nativisme (nativism) merupakan sebuah doktrin yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini bernama Atrhur Schopenhauer (1788-1860), seorang  filosof Jerman. Aliran filsafat nativisme  konon dijuluki sebagai aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan “kacamata hitam”. Karena para ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh pembawannya.
Aliran nativisme mengemukakan bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat dan pembawaan, baik karena berasal dari keturunan orang tuanya, nenek moyangnya maupun karena memang ditakdirkan demikian. Manakala pembawaannya itu baik, baik pula anak itu kelak. Begitu pula pada masa kedewasaannya. Oleh karena itu, menurut aliran ini, pendidikan tidak dapat diubah dan senantiasa berkembang dengan sendirinya. Pendidikan, pengalaman atau segala pengaruh dari luar dianggap tak berdaya mengubah kekuatan-kekuatan yang dibawa sejak lahir atau pembawaan, dengan kata lain yakni tidak berpengaruh apa-apa.[2]
Factor pembawaan atau warisan gen yang diperoleh dari orang tua, melalui pewarisan gen diperoleh melalui pembuahan. Mengenai jenis kelamin dari hasil pembuahan, sangat bergantungg pada perpaduan antara kromosom. Para pria ada pasangan kromosom “xy” sedangkan pada wanita hanya memiliki pasangan romosom “xx”. Apabila dalam pembuahan terjadi pasangan xy (x dari wanita dan y dari laki-laki) maka anak yang akan lahir laki-laki, sedangkan apabila xx maka yang lahir adalah wanita.
Adapun yang diturunkan orang tua kepada anknya adalah strukturnya bukan tingkah laku yang diperoleh sebagaimana hasil belajar atau pengalaman. Penurunan sifat-sifat ini mengikuti  prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Reproduksi, erarti penurunan sifat-sifatnya hanya berlangsung melalui sel benih.
b.      Konfoormitas (keseragaman), proses penurunan sifat akan mengikuti pola jenis (spesies) generasi sebelumnya, misalnya m manusia akan meurunkan sifat-sifat manusia kepada anak-anaknya.
c.       Variasi, karena jumlah gen-gen di dalam setiap kromosom sanagt banyak, maka kombinasi gen-gen pada setiap pembuahan akan mempunyai yang banyak pula. Dengan demikiann untuk setiap proses penurunan sifat akan terjadi penurunan yang beraneka (bervariasi). Anatara kaka dan adik mungkin berlainan sifatnya.
d.      Regresi filial, yaitu penurunan sifat cenderung kea rah rata-rata.
Perlu diketahui, bahwa factor pembawaan yang diperoleh dari orang tua tidak hanya aspek fisik saja yang diwariskan seperti warna rambut, warna kulit, postur tubuh dan sebagainya, tetapi aspek psikologis juga diwariskan e anak misalnya emosi, intelegensi, motivasi, dan sebagainya.[3]
1.      Aliran Empirisme atau Aliran Lingkungan / John Locke (1632-1704)
Aliran empirisme merupakan kebalikan dari aliran nativisme. Para ahli yang mengikuti aliran empirisme berpendapat bahwa perkembangan individu itu sepenuhnya ditentukan oleh factor lingkungan/pendidikan, sedangkan faktor dasar/pembawaan tidak berpengaruh sama sekali. Aliran ini menjadikan factor lingkungan dalam menentukan perkembangan seorang individu.[4]
 Aliran empirisme mengemukakan bahwa anak yang baru lahir laksana kertas kosong (blank slate/black table) yang putih bersih atau semacam tabula rasa (tabula=meja, rasa=lilin), yaitu meja yang bertutup lapisan lilin. Kertas putih bersih dapat ditulis dengan tinta warna apa pun, dan warna tulisannya akan sama dengan warna tinta tersebut. Begitu halnya dengan meja berlilin, dapat dicat dengan warna-warni, sebelum ditempelkan. Anak diumpamakan bagaikan kertas putih yang bersih, sedangkan warna warna tinta, diumpamkan sebagai lingkungan (pendidikan) yang akan memberi pengaruh padanya, sudah pasti tidak mungkin tidak, pendidikan dapat memegang peranan penting dalam perkembangan anak, sedangkan bakat pembawaan bisa ditutup dengan serapat-rapatnya oleh pendidikan itu.
Teori tabula rasa ini diperkenalkan oleh John Locke untuk mengungkapkan pentingnya pengaruh pengalaman dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak. Ketika dilahirkan, seorang anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan yang berasal dari lingkungan. Orang tua menjadi tokoh penting yang mengatur rangsangan-rangsangan dalam mengisi “secarik kertas” yang bersih ini. Ini disebut juga dengan sosiologisme, karena sepenuhnya mementingkan atau menekan pengaruh dari luar.[5]
Lingkungan secara garis besarnya dapat dibedakan:
a.       Lingkungan fisik, yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya keadaan tanah, keadaan musim dan sebagaianya. Lingkungan alam yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada individu.
b.      Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan masyarakat ini adaanya interaksi individu atu dengan individu lain.
Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata tidak hanya berjalan searah, dalam arti hanya lingkungan saja yang mepunyai pengaruh terhadap individu. Hubungan antara individu dengan lingkungannya terdapat hubungan yang saling timbal balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi individu, tetapi sebalaiknya  individu juga dapat mempengaruhi lingkungan. [6]
A.    Lingkungan Keluarga
Udardja Adiwikarta (1988:66-67) dan Sigelmn & Shaffer (1995: 390-391) berpendapat bahwa “ keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia atau suatu sistem sosial yang terpancang (terbentuk) dalam sistem sosial yang lebih besar
a.       Peranan dan Fungsi keluarga
Secara pikologis keluarga berfungsi sebagai:
1)      Memberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya.
2)      Sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupaun psikis.
3)      Sumber kasih sayang dan penerimaan.
4)      Model pola perilakunyang tepat baginanak untuk belajar menjdi anggta masyarakat yang baik.
5)      Pemberi bimbingan bagi pengembanagan perilaku yang secara sosial dianggap tepat.
6)      Membantu anak dalam memecahkan masalah  yang dihadapinya.
7)      Memberi bimbingan dalam belajar
8)      Stimul,ator bagi pengebangan kemampuan anak  untuk mencapai pretasi, baik disekolah maupun di masyarakat.
9)      Pembimbing dalam mengembngkan aspirasi.
10)  Sumber persahabatan  bagi anak.
Sedangkan dari sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga sebagai berikut:
1)      Fungsi biologis
Keluarga member kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya, meliputi kebutuhan (sandang, pangan, papan, hubungan seksual suami-istri, dan reproduksi/pengembangan keturunan).
2)      Fungsi ekonomis
Keluarga (ayah) mempunyai kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya (istri dan anak).
3)      Fungsi pendidikan (edukatif)
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak.
4)      Fungsi sosialisasi
Keluarga berfungsi sebagai miniature masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya.
5)      Fungsi perlindungan (protektif)
Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidak nyamanan (fisik-psikologis) para anggotanya.
6)      Fungsi rekreatif
Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan, dan penuh semangat dari anggotanya.
7)      Fungsi agama (religious)
Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. [7]

B.     Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.
Mengenai peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak. Hurlock (1986:322) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor  penentu bagi perkembangan kepribadian anak., baik cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Ada beberapa alasan, mengapa sekolah memainkan peranan yang berarti bagi perkembangan kepribadian anak, yaitu: para siswa harus hadir di sekolah, sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini, anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah, dan sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses. Sekolah yang efektif juga harus didukung oleh kualitas para guru, baik menyangkut karakteristik pribadi maupun kompetensinya. Karakteristik pribadi dan kompetensi guru ini sangat berpengaruh terhadap kualitas perubahan kelas.[8]
C.    Kelompok Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai yang cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya. Peranannya itu semakin penting, terutama pada saat terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat. Aspek kepribadian remaja yang berkembang secara menonjol dalam pengalamannya bergaul dengan teman sebaya, adalah:
a.       Social Cognition: kemampuan untuk memikirkan tentang pikiran, perasaan dan tingkah laku dirinya dan orang lain. Kemampuannya memahami orang lain, memungkinkan remaja untuk lebih mampu menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan teman sebayanya.
b.      Konformitas: motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam, dengan nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau budaya teman sebayanya.
Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Hans Sobald, bahwa teman sebaya lebih memberikan pengaruh dalam memiliki: cara berpakaian, hobi, perkumpulan (club), dan kegiatan sosial lainnya. Peranan kelompok teman sebaya bagi remaja adalah memberikan kesempatan untuk belajar tentang:(1) bagaimana berinteraksi dengan orang lain,(2) mengontrol tingkah laku sosial, (3) mengembangkan keterampilan dan minat,(4) saling bertukar perasaan dan masalah.
Pengaruh kelompok teman sebaya terhadap remaja itu ternyata berkaitan dengan iklim keluarga remaja itu sendiri. Remaja yang memiliki hubungan yang baik dengan orangtuanya (iklim keluarga sehat) cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif teman sebayanya, dibandingkan dengan remaja yang hubungan dengan orangtuanya kurang baik. Judith Brook dan koleganya menemukan, bahwa hubungan orangtua dan remaja yang sehat dapat melindungi remaja tersebut dari pengaruh teman sebaya yang tidak sehat (Sigelman & Shaffer, 1995:380).
Uraian diatas, menunjukkan bahwa kelompok teman sebaya itu mempunyai kontribusi yang sangat positif terhadap perkembangan kepribadian remaja. Namun di sisi lain, tidak sedikit remaja yang berperilaku menyimpang, karena pengaruh teman sebayanya.[9]
2.      Aliran Konvergensi atau Aliran Penyesuaian / Louis William Stern (1871)
Aliran ini merupakan perpaduan antara aliran nativime dan empirisme, yang keduanya dipandang sangat berat sebelah. Aliran ini menggabungkan arti hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai pengaruh dalam perkembangan manusia.  Tokoh aliran ini Louis William Stern (1871), seorang filosof sekaligus psikolog Jerman. Dalam menetapkan factor yang mempengaruhi perkembangan manusia, tidak hanya berpegang pada pembawaan saja, tetapi berpegang pada kedua factor yang sama pentingnya. Factor pembawaan tidak berarti apa-apa tanpa factor pengalaman. Demikian pula sebaliknya, factor pengalaman tanpa factor pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia yang sesuai dengan harapan.
Di Indonesia sendiri, teori konvergensi inilah yang dapat diterima dan dijadikan pedoman seperti yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara: “Tentang hubungan antara dasar dan keadaan ini menurut ilmu pendidikan ditetapkan adanya “konvergensi” yang berarti bahwa kedua-duaya saling mempengaruhi, sehingga garis dasar keadaan itu selalu tarik-menarik dan akhirnya satu”.
Factor bawaan dan lingkungan berkerja sama untuk menghasilkan kecerdasan temperamen, tinggi badan, berat badan, kecakapan membaca, dan sebaginya. Tanpa gen, tidak aka nada perkembangan, tanpa lingkungan tidak ada pula perkembangan karena pengaruh lingkungan tergantung pada karakteristik genetic bawaan, jadi dapat kita katakana bahwa factor-faktor di atas saling berinteraksi.[10]
                                                
D.    KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ada 3 yaitu;
1.      Aliran Nativisme atau Aliran Pembawaan / Atrhur Schopenhauer (1788-1860)
Aliran nativisme mengemukakan bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat dan pembawaan, baik karena berasal dari keturunan orang tuanya, nenek moyangnya maupun karena memang ditakdirkan demikian. Manakala pembawaannya itu baik, baik pula anak itu kelak. Begitu pula pada masa kedewasaannya.
2.      Aliran Empirisme atau Aliran Lingkungan / John Locke (1632-1704)
Aliran empirisme merupakan kebalikan dari aliran nativisme. Para ahli yang mengikuti aliran empirisme berpendapat bahwa perkembangan individu itu sepenuhnya ditentukan oleh factor lingkungan/pendidikan, sedangkan faktor dasar/pembawaan tidak berpengaruh sama sekali. Aliran ini menjadikan factor lingkungan dalam menentukan perkembangan seorang individu.
3.      Aliran Konvergensi atau Aliran Penyesuaian / Louis William Stern (1871)
Aliran ini merupakan perpaduan antara aliran nativime dan empirisme, yang keduanya dipandang sangat berat sebelah. Aliran ini menggabungkan arti hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai pengaruh dalam perkembangan manusia.

E.     PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat. Apabila ada kritik dan saran yang bersifat mambangun sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua yang membacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009
M. Nur Ghufron, “Psikologi”, Kudus: Nora Media Enterprise 2011
Muzdalifah M Rahman, S.Psi, M.Si., “Psikologi Perkembangan”, Kudus: Nora Media Enterpise
Prof. Dr. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Andi Offset, Yogyakarta, 2002




[1] M. Nur Ghufron, “Psikologi”, Kudus: Nora Media Enterprise 2011 hlm. 50
[2] Ibid., hlm. 51-52
[3] Muzdalifah M Rahman, S.Psi, M.Si., “Psikologi Perkembangan”, Kudus: Nora Media Enterpise hlm. 32-33
[4] Ibid.,  hlm. 31
[5]M. Nur Ghufron, Op Cit., hlm. 53-54
[6] Prof. Dr. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Andi Offset, Yogyakarta, 2002, Hlm.39-40
[7] Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, Hlm.35-41
[8] Ibid, hlm. 54-55
[9] Ibid, hal. 59-61
[10] Ibid., hlm. 55-56

No comments:

Post a Comment