LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PENELITIAN SANAD
HADITS
A. Contoh Untuk
Sanad dari Seorang Mukharrij
Berikut
ini dikemukakan diriwayatkan hadits yang mukharrinya muslim :
حد ثنا ابو
بكرين ابي شيبه, حد ثنا و كيع عن سفيان وحدثنا محمدبن المثني. حدثنا محمدبن جعفر.
حدثنا شعبة, كلاهما عن قيس بن مسلم عن طارق بن شهاب وهدا حديث اءبي بكر, قال : اول
من بدا بالخطبة يوم العيد قبل الصلاة مروان. فقام اليه رجل. فقال: الصلاة قبل
الخطبة. فقال :قد ترك ما هنالك. فقال ابو سعيد : اما هدا فقد قضى ما عليه , سمعت
رسول الله ص.م يقول : من راى منكم منكر فليغيره بيده فان لم يستطع فبلسانه , فان
لم يستطع فبقلبه , وذلك اضعف الايمان.(اخرجه مسلم)
( imam muslim berkata,) telah menyampaikan
berita kepada kami(dengan metode as-sama’) Abu Bakar bin Abi Syaibah (yang dia
menyatakan bahwa ) Waki’ telah menyampaikan berita kepada kami (dengan metode
as-sama’ berita itu berasal) dari sufyan. Dan (Imam Muslim juga berkata
bahwa)telah menyampaikan berita kepada kami (dengan metode as-sama’) Muhammad
bin al-Musanna ( yang dia itu menyatakan bahwa ) Muhammad bin Ja’far telah
menyampaikan berita kepada kami ( dengan metode as-sam’ yang beritanya itu
berasal) dari Syu’bah. Keduanya ( yakni Sufyan dan Syu’bah menerima berita) dari
Qais bin Muslim dari Tariq bin Syihab. Dan (lafal) hadits ini (berdasarkan
riwayat melalui sanad)Abu bakr bin Abi Syaibah, yakni bahwa Tariq bin Syihab)
berkata : orang yang mula-mula memulai dengan khotbah pada hari raya sebelum
shalat ialah Marwan(bin hakam). Mka seseorang berdiri dan berkata “salat(harus
dilaksanakan sebelum khotbah)”. Orang tadi berkata lagi: “telah ditinggalkan
apa yang seharusnya di lakukan”. Abu Said (al-khudri) menyatakan: “Adapun
masalah (salat dan khotbah hari raya) sesungguhnya telah ada ketetapan padanya.
Saya telah mendengar Rasulullah bersabda: barang siapa diantara kamu melihat
kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, bila tidak mampu
(mengubah dengan tangannya), maka hendaklah mengubah dengan lisannya; dan bila
tidak mampu juga (mengubah dengan lisannya) maka (hendaklah mengubahnya) dengan
hatinya. Dan yang demikian itu selemah-lemahnya iman”.
Marwan bin Hakam dalam riwayat itu bukanlah
periwayat hadits. Dia disebut namanya karena adanya kasus yang telah dilakukanya
yang oleh orang-orang hadir, kasus itu merupakan pelanggaran terhadap apa yang
telah diajarkan oleh Nabi. Marwan mengatakan mendahulukan khotbah sebelum
shalat pada hari raya yang seharusnya salat harus dilakukan sebelum khotbah.
Dengan demikian, kasus Marwan oleh riwayat
hadits di atas bukanlah sabab wurud dari sabda nabi yang disampaikan
oleh Abu sa’id al-khudri. Karenanya, kasus Marwan tidak termasuk bagian dari matn
sabda Nabi, tetapi dapat dimasukkan sebagai bagian matn dari penyampaian
riwayat oleh sahabat Nabi tentang telah adanya sabda nabi. Yang sudah pasti,
Marwan dalam hal ini bukanlah bagian dari snad haditskarena namanya tidak
tercantum dalam skema sanad.
NAMA PERIWAYAT
|
URUTAN SEBAGAI PERIWAYAT
|
URUTAN SEBAGAI SANAD
|
Abu sa’id
|
Periwayat I
|
Sanad VI
|
Tariq bain Syihab
|
Periwayat II
|
Sanad V
|
Qias bin Muslim
|
Periwayat III
|
Sanad IV
|
Sufyan
|
Periwayat IV
|
Sanad III
|
Syu’bah
|
Periwayat IV
|
Sanad III
|
Waki’
|
Periwayat V
|
Sanad II
|
Muhammad bin Ja’far
|
Periwatat V
|
Sanad II
|
Abu bakar bin Abi Syibah
|
Periwayat VI
|
Sanad II
|
Muhammad bin al-Musanna
|
Periwayat VI
|
Sanad I
|
Muslim
|
Periwayta VII
|
(mukharij-hadis)
|
SKEMA
PERTAMA
SKEMA
SANAD HADITS RIWAYAT MUSLIM TENTANG MENGATASI KEMUNGKARAN
Dari skema pertama terlihat bahwa bila sanad Muslim yang melalui
Muhammad bin al-Musanna yang diteliti, maka sufyan berstatus sebagai mutabi’
bagi syu’bah. Bila sanad yang melalui Abu bakar bin Abi Syaibah yang diteliti,
maka syu’bah berstatus sebagai mutabi’ bagi sufyan. Periwayat yang
berstatus sebagai syahid dalam skema dalam sanad itu hanya Abu Sa’id
saja.
SKEMA
KEDUA
SKEMA
SANAD HADITS RIWAYAT AT-TURMUDZI TENTANG MENGATASI KEMUNGKARAN
Skema kedua dibandingkan dengan skema sanad
muslim maka dapat di baca bahwa mulai dari periwayat pertama sampai mulai
periwayat ke empat terdaapat persamaan periwayat, yakni antara sanad
at-turmudzi dan salah satu sanad muslim. Pada skema sanad at-turmudzi juga
diketahui bahwa periwayat yang berstatus syahid dan mutabi’ tidak ada bila
sanad at-turmuzi tidak digabungkan dengan sand muslim atau muharrij lainnya.
B. Contoh Untuk Sanad dari Sejumlah Mukharrij
SKEMA KETIGA
SKEMA SANAD HADITS RIWAYAT AT-TURMUZI TENTANG
MENGATASI KEMUNGKARAN
Dari skema ketiga itu dapat diketahuibahwa
periwayat yang berstatus syahid tidak ada karena ternyata Abu syaid merupakan
satu-satunya sahabat nabi yang meriwayatkan hadits yang sedang akan diteliti
tersebut.
MENELITI PRIBADI PERIWAYAT DAN METODE
PERIWAYATANNYA
1. Kaidah Kesahihan
Sanad Sebagai Acuan
Untuk meneliti hadits, diperlukan acuan. Acuan
yang digunakan adalah kaidah kesohihan hadits bila ternyata hadits yang
diteliti bukanlah hadits mutawatir.
Unsur-unsur kaidah kaesahihan hadits :
a) Sanad hadits yang
bersangkutan harus bersambung mulai dari mukhorrijnya sampai kepada
Nabi.
b) Seluruh periwayat
dalam hadits itu harus bersifat adil dan dabit
c) Hadits itu, jadi
sanad dan matnnya, harus terhindar dari kejanggalan (syuzuz) dan cacat(‘illat)
Dari ketiga butir tersebut dapat
diurai menjadi tujuh butir, yakni yang lima butir berhubungan dengan sanad dan
yang dua butir berhubungan dengan matn. Berikut ini diuraikan butir-butir yang
dimaksud.
a) Yang berhubungan
dengan sanad:
1. Sanadnya
bersambung
2. Periwayat
bersifat adil
3. Periwayat
bersifat dabit
4. Terhindar dari
kejanggalan(syuzuz)
5. Terhindar dari
cacat(‘illat)
b) Yang berhubungan
dengan matn:
1. Terhundar dari
kejanggalan(syuzuz)
2. Terhindar dari
cacat(‘illat)
2
Segi-segi Pribadi Periwayatan yang Diteliti
a) Kualitas Pribadi
Periwayatan
Kualitas pribadi periwayatan hadits yang diteliti ialah adil dan kriteria
adil menurut para ulama ialah beragama islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan
agama, dan memelihara muru’ah.
b) Kapasitas Intelektual Periwayatan
Kapasitas intelektual periwayatan hadits yang
diteliti ialah dari segi kedabitannya, kesempurnaan menghafal. Ulama hadits
berbeda pendapat dalam memberikan pengertian kata dabit.
1. Periwayatan yang
bersifat dabit adalah periwayatan yang hafal dengan sempurna hadits yang
diterima, mampu menyampaikan dengan baik hadits ynag dihafalnya itu kepada
orang lain
2. Periwayatan yang
bersifat dabit itu ialah periwayatan yang selain disebutkan dalam butir pertama
diatas, juga dia mampu meahami dengan baik hadits yang dihafalnya itu.
Rumusan tentang dabit yang disebutkan pada
butir kedua lebih sempurna daripada yang disebutkan pada butir pertama.
3
Sekitar Al-Jarh Wat-Ta’dil
a) Pengertian
Al-Jarh Wat-Ta’dil
Menurut bahasa , al-jarh masdar dari kata
jaraha-yajrahu, yang berarti “melukai”. Keadaan luka dalam hal ini dapat
berkaitan dengan fisik, maupun non fisik. Misalnya luka hati karena kata-kata
kasar yang dilontarkan.
Menurut isttilah, kata al-jarh berarti tampak
jelasnya sifat peribadi periwayat yang tidak adil, atau yang buruk di bidang
hafalanya dan kecermatanya, yang keadaan itu menyebabakan gugurnya atau
lemahnya riwayat uang disampaikan oleh periwayat tersebut.
b) Ulama Kritikus
Hadits
Ulama yang
ahli di bidang kritik para periwayatan hadits disebut dengan al-jarih
wal-mu’addil. Ulama telah mengemukakan syarat-syarat bagi seseorang yang
dapat dinyatakan sebagai al-jarih wal-mu’addil.
1. Syarat-syarat
ynag berkenaan dengan pribadi, yakni bersifat adil (sifat adil dalam hal ini
ialah menurut istilah ilmu hadits), tidak bersikap fanatic terhadap aliran atau
mazhab yang dianutnya, dan tidak bersikap bermusuhan dengan periwayatan yang
dinilainya, termasuk terhadap periwayat yang berbeda aliran dengan.
2. Syarat-syarat
yang berkenaan penguasaan pengetahuan, dalam hal ini harus memiliki pengetahuan
ynag luas dan mendalam, terutama yang berkenaan dengan ajaran islam, bahasa
arab, hadits dan ilmu hadits, pribadi periwayatan yang dikritiknya, adat
istiadat (al-‘urf) yang berlaku, dan sebab-sebab yang melatarbelakangi
sifat-sifat utama dan tercela ynag dimiliki oleh periwayat.
c)
Lafal-lafal Al-jarh Wat-Ta’dil menyusun
peringkat para periwayat hadits sesuai dengan peringkat kualitas pribadi dan
kapasits intelektualnya.
d) Beberapa Teori
Al-jarh Wat-Ta’dil :
-
At-ta’dil didahulukan atas al-jarh
-
Al-jarh didahulukan atas At-ta’dil
-
Apabila terjadi pertentangan antara kritikan
yang memuji dan yang mencela, maka yang harus dimenangkan adalah kritikan yang
memuji, kecuali apabila kritikan mencela disertai penjelasan tentang
sebab-sebabnya
-
Apabila kritikus yang mengemukakan ketercelaan
adalah orang yang tergolong daif, maka kritikannya terhadap orang yang siqah
tidak terima
-
Al-jarh tidak terima, kecuali setelah
ditetapkan (diteliti secara cermat) dengan adanya kekhawatiran terjadi kesamaan
tentang orang-orang yang dicelanya
-
Al-jarh ynag dikemukakan oleh orangb yang
mengalami permusuhan dalam masalah keduniawian tidak perlu diperhatikan.
Dari sejumlah teori di atas, maka yang harus
dipilih ialah teori yang mampu menghasilkan pernilaian yang lebih obyektif
terhadap para periwayat hadits yang dinilai keadaan pribadinya.
4.PERSAMBUNGAN SANAD YANG DITELITI
Persambungan sanad yang harus
diteliti ialah
a) Lambang-lambang
metode penelitian
Lambang-lambang atau
lafal-lafal yang digunakan dalam periwayatan hadits, dalam tahammmulul hadits,
bentuknya bermacam-macam, misalnya sami’tu, sami’na, hadasanni, hadasana, dan
anna. Sebagian dari lmabang-lambang itu ada yang disepakati penggunanya dan ada
yang tidak disepakati.
Lambang-lambang
atau kata-kata yang disepakati, misalnya sami’na, haddasani, nawalana, dan
nawalani. Kedua lambing yang disebutkan pertama disepakati penggunanya untuk
periwayatan dengan metode ass-sama’. Dan dua lambing yang disebutkan berikutnya
disepakati sebagai lambing periwayatan al-munawallah, yakni metode periwayatan
yang masih di persoalkan.
b) Hubungan
periwayatan dengan metode periwayatannya
Secara mudah, keadaan periwayat dapat dibagi kepada yang siqah dan
yang tidak siqah. Dalam menyampaikan riwayat, periwayat yang siqah memiliki
tingkat akurasi yang tinggi dan karenanya
dapat dipercaya riwayatnya. Bagi periwayat yang tidak siqah perlu
terlebih dahulu di teliti letak-ketidak siqahanya, yakni apakah berkaitan
dengan kualitas pribadinya ataukah berkaitan dengan kapasitas intelektualnya.
Dengan demikian hubungan antara periwayat dan metode periwayatanya
yang digunakan perlu juga diteliti, karena tadlis masih
mungkin terjadi pada sanad yang dikumukakan oleh periwayat yang siqah, maka
ke-siqahan periwayat tdalam menggunakan lambang metode periwayatan perlu
dilakuakan penelitian secara cermat.
5.Meneliti
Syuzuz dan ‘Illah
Ulama ahli hadits pada umumnya
mengakui bahwa meneliti syuzuz dan ’illat hadits tidaklah mudah. Sebagian ulama’ menyatakan :
Ø Penelitian
tentang syuzuz dan’illat hadits hanya dapat dilakukan oleh mereka yang mendala
pengetahuan hadits merea dan telah terbiasa melakukan penelitian hadits
Ø Penelitian
syuzuz hadits lebih sulit daripada penelitian’illat hadits.
Langkah-langkah meneliti ‘illat
hadits :
1) Seluruh
sanad hadits untuk matn yang semakna dihimpunkan dan diteliti, bila hadits yang
bersangkutan memeng memiliki mutabi’ ataupun syahid
2) Seluruh
periwayat dalam berbagai sanad diteliti berdasarkan kritik yang telah
dikemukakan oleh para ahli kritik hadits
6.Kitab-kitab yang Diperlukan
untuk
melakukan penelitian sanad hadits, terlebih dahulu harus dilakukan kegiatan
al-I’tibar. Dengan demikian, kitab-kitab yang membahas takhrijul-hadits
dan kitab-kitab hadits yang ditunjukkan perlu dipelajari dengan baik. Arah
kegiatan penelitian sanad hadits tertuju kepada pribadi para priwayat hadits
dan metode periwayat hadits yang mereka gunakan. Dengan demikian, kitab-kitab
rijal hadits, yakni kitab-kitab yang membahas biografi, dan lain-lain berkenaan
dengan para periwayat hadits .
kitab-kitab
yang diperlukan antara lain :
-
Kitab-kitab yang membahas biografi
singkat para nabi
-
Kitab-kitab yang membhas biografi
singkat para periwayat hadits yang disususn berdasarkan tingkatan para
periwayat (taqatur-ruwah)
-
Kitab-kitab yang membahas para
periwayat hadits secara umum
-
Kitab-kitab yang membahas para
periwayat hadits untuk kitab-kitab hadits tertentu
-
Kitab-kitab yang membahas para periwayat hadits di al-kutubus-sittah
-
Kitab-kitab yang membahas kualitas
para periwayat hadits
-
Kitab-kitab yang membahas para
periwayat hadits berdasarkan Negara asal mereka
-
Kitab-kitab yang membahas ’illat
hadits
MENYIMPULKAN HASIL PENELITIAN SANAD
Kegiatan berikutnya dalam penelitian
sanad hadits ialah mengemukakan kesimpulan hasil penelitian. Kegiatan
menyimpulkan itu merupakan kegiatan akhir bagi kegiatan penelitian sanad
hadits.
§
NATIJAH DAN ARGUMEN
Hasil penelitian yang dikemukakan
harus berisi natijah (konklusi). Dalam mengemukakan natijah harus disertai
argumen-argumen yang jelas. Semua argument dapat dikemukakan sebelum atau
sesudah rumusan natijah dikemukakan.
Isi natijah untuk hadits yang dilihat
dari segi jumlah periwayatannya mungkin berupa pernyataan bahwa hadits yang
bersangkutan berstatus mutawatir dan bila tidak demikian, maka hadits
tersebut bersetatus ahad.
Untuk hasil penelitian hadits ahad,
maka natijahnya mungkin berisi pernyataan bahwa hadits yang bersangkutan
berkualitas sahih, atau hasan, atau dhaif sesuai dengan apa yang telah
diteliti. Bila perlu, pernyataan kualitas tersebut disertai dengan macamnya,
misalnya dengan mengemukakan bahwa hadits yang diteliti berkualitas hasan li
gairihi.
§
BEBRAPA CONTOH PENELITIAN SANAD
Contoh 1 :
a. Meneliti
Sanad Hadits Tentang mengatasi Kemungkaran
-
Langkah pertama, melakukan kegiatan
takhrijul-hadits
-
Langkah kedua, melakukan kegiatan
Al-I’tibar
-
Langkah ketiga, melakukan penelitian
sanad
-
Langjah keempat, mengambil natijah
b. Meneliti
Kualitas Periwayatan dan Persambungan Sanad
Dalam kegiatan ini,
penelitian dapat dimulai pada periwayatan pertama ataupun periwayatan terakhir
(al-mukharrij). Pada contoh ini, penelitian di mulai pada periwayatan terakhir,
yakni Ahmad bin Hambal lalu diikuti pada periwayatan sebelum Ahmad, dan
seterusnya sampai periwayatan pertama.
c. Meneliti
Kemungkinan Adanya Syuzuz dan ‘Illah
Dalam kegiatan kali ini,
dilakukan penelitian karna sanadnya mengandung syuzuz (kejanggalan) dan juga
takut mengandung ‘illat (cacat).
Contoh 2 :
Meneliti sanad hadits
seperti kegiatan ijtihad yang dilakukan setelah tiadanya petunjuk langsung dari
Al-quran dan sunnah nabi itu penyelesaiannya sama, yaitu
-
Langkah pertama, melakukan
takhrijul-hadits
-
Langkah kedua, melakukan Al-I’tibar
-
Langkah ketiga, meneliti sanad
-
Langkah keempat, mengambil natijah
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PENELITIAN
HADITS
Kitab-kitab itu merangkan langsung
tanda-tanda yang berfungsi sebagai tolok ukur bagi matn yang sahih, atau
sebagai tolok ukur untuk meneliti tentang palsu atau tidaknya suatu hadits.
Adapun
langkah-langkah metodologis kegiatan penelitian matn hadits, yakni :
§ Pertama,
meneliti matn dengan melihat kualitas sanadnya
§ Kedua,
meneliti susunan lafal berbagai matn yang semakna
§ Dan
ketiga, meneliti kandungan matn
Dengan
menempuh ketiga langkah itu diharapkan, segi-segi penting yang harus diteliti
pada matn dapat membuahkan hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan,
baik secara ilmiah maupun secara agama.
A. Meneliti
Matn dengan Melihat Kualitas Sanadnya
1. Meneliti
Matn Sesudah Meneliti Sanad
Dilihat dari
segi penelitian, matn dan sanad hadits memiliki kedudukan yang sama, yakni
sama-sama penting untuk diteliti dalam hubungannya dengan status kehujahan
hadits dalam urutan kegiatan penelitian, ulama hadits mendahulukan penelitian
sanad atas penelitian matn.
§ Setiap
Matn Harus Bersanad
Latar belakang
pentingnya penelitian hadits sebagaimana dikemukakan bahwa setiap matn hadits
harus memiliki sanad. Tanpa adanya sanad maka suatu matn tidak dapat dinyatakan
sebagai berasal dari Rasulullah. Apabila ada suatu ungkapaan yang oleh
pihak-pihak tertentu dinyatakan sebagai hadits nabi, padahal ungkapan itu sama
sekali tidak memiliki sanad, maka menurut ulama hadits, ungkapan tersebut
dinyatakan sebagai hadits palsu.
2. Kualitas
Matn Tidak Selalu Sejalan dengan kualitas Sanadnya
Kualitas sanad
dan matn suatu hadits cukup bervariasi. Diantaranya ada suatu hadits yang
sanadnya sahih, tetapi matnnya daif, atau sebaliknya sanadnya daif, tetapi
matnnya sahih. Begitu pula ada hadits sanad dan matnnya berkualitas sama, yakni
sama-sama shahih dan sama-sama daif.
§ Hadits
yang Sanadnya Sahih, Tetapi Matnnya Daif
Apabila
dinyatakan bahwa kaidah kesahihan sanad hadits mempunyai tingkatan akurasi yang
tinggi, maka suatu hadits yang sanadnya sahih mestinya matn juga sahih. Pada
kenyataannya tidaklah demikian, ada hadits yang sanadnya sahih tetapi matnnya
daif karna ada faktor- faktor lain yang terjadi, misalnya :
1. Karena
telah terjadi kesalahan dalam melaksanakan penelitian matn, umpamanya karena
kesalahan dalam menggunakan pendekatan ketika meneliti matn yang bersangkutan
2. Karena
telah terjadi kesalahan dalam melakukan penelitian
3. Atau
karena matn hadits yang bersangkutan telah mengalami periwayatan secara makna
yang ternyata mengalami kesalahpahaman.
3 Kaidah Kesahihan Matn Sebagai Acuan
a) Unsur-unsur
Kaidah Kesahihan Hadits
Unsur-unsur yang harus
dipenuhi oleh suatu matn yang berkualitas sahih ada dua macam, yakni terhindar
dari syuzuz (kejanggalan) dan terhindar dari ‘illat (cacat).
Pembagian Kualitas Matn
Untuk hadits dan sanad
hadits dikenal adanya pembagian tiga macam kualitas, yakni sahih, hasan, daif.
Istilah hasan khususnya untuk matn yang tidak dikenal. Seperti halnya pada
sanad, kualitas daif pada matn juga bermacam-macam namum jumlahnya tidak
sebanyak yang berlaku pada sanad. Istilah-istilah yang dipakai untuk matn yang
daif, ada yang sma dengan yang dipakai pada sanad, misalnya mu’allal, mudraj,
dan mubham.
b) Aplikasi
Kaidah Kesahihan Matn
Sebagaimana ulama hadits
mengemukakan tanda-tanda tersebut sebagai tolok ukur untuk meneliti apakah
suatu hadits berstatus palsu ataukah tidak palsu. Ulama hadits memeng tidak
menjelaskan urutan penggunaan butir-butir tolok ukur yang dikemukakan. Hal itu
dapat dimengerti karna persoalan yang perlu diteliti pada berbagai matn memang
tidak selalu sama. Jadi penggunaan butir-butir tolok ukur sebagai pendekatan
penelitian matn disesuaikan dengan masalah yang terdapat pada matn yang
bersangkutan.
Menurut jumhur ulama
hadits, tanda-tanda matn hadits yang palsu itu ialah :
1. Susunan
bahasanya rancu
2. Kandungan
pernyataanya bertentangan dengan akal yang sehat dan sngat sulit
diinterpretasikan secara rasional
3. Kandungan
pernyataannya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran islam
4. Kandungan
pernyataanya bertentangan dengan sunnatullah
5. Kandungan
pernyataanya bertentangan dengan fakta sejarah
6. Kandungan
pernyataannya bertentangan dengan petunjuk al-quran ataupun hadits mutawatir.
7. Kandungan
pernyataannya berada di luar kewajaran diukur dari petunjuk umum ajaran islam.
Salahud-Din
Al-Adlabi menyimpulkan bahwa tolok ukur untuk penelitian matn (ma’ayir
naqdil-matn) ada empat macam yakni:
1. Tidak
bertentangan dengan petunjuk al-quran.
2. Tidak
bertentangan dengan hadits yang lebih kuat.
3. Tidak
bertentangan dengan akal sehat, indera, dan sejarah.
4. Dan
susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Dengan uraian tersebut dapatlah
dinyatakan bahwa walaupun unsur-unsur pokok kaidah kesahihan matn hadits
hanya dua macam saja, tetapi aplikasinya
dapat berkembang dan menuntut adanya pemdekatan dengan tolok ukur yang cukup
banyak sesuai dengan keadaan matn yang diteliti.
Penelitian Matn Tidak Mudah
Adakalanya
pendekatan dengan tolok ukur tertentu tidak sesuai untuk meneliti matn
tertentu, tetapi pendekatan tersebut dapat dipakai dan bahkan harus digunakan
untuk meneliti matn tertentu lainnya.
Faktor-faktor penyebab sulitnya
penelitian matn ialah
1. Adanya
periwayatan secara makna
2. Acuan
yang digunakan sebagai pendekatan tidak satu macam saja
3. Latar
belakang timbulnya hadits tidak selalu mudah dapat diketahui
4. Adanya
kandungan petunjuk hadits yang berkaitan dengan hal-hal yang berdimensi “ supra
rasional”
5. Dan
masih langkanya kitab-kitab yang membahas secara khusus penelitian matan hadits
Karena beban tanggung jawab
penelitian matn termasuk sangat berat, maka wajarlah bila kegiatan penelitian
hadits (sanad dan matnnya) dimasukkan kepada salah satu kegiatan ijtihat dengan
segala persytratan yang harus dipenuhinya.
B. Meneliti
Susunana Lafal yang Semakna
1) Terjadinya
Perbedaan Lafal
Salah satu sebab terjadinya
perbedaan lafal pada matn hadits yang semakna ialah karena dalam periwayat
hadits telah terjadi periwayatan secara makna.
2) Terjadinya
Perbedaan Lafal
o Metode
MUqarranah
Dengan adanya perbedaan
lafal pada berbagai matn yang semakna, maka metode muqarranah (perbandingan)
menjadi sangat penting untuk dilakukan. Metode muqarranah tidak hanya di
tujukan kepada lafal-lafal matn saja, tetapi juga kepada masing-masing
sanadnya.
o Ziyadah,
idraj, dan lain-lain
Arti bahasa kata ziyadah
adalah “ tambahan”. Menurut istilah ilmu hadits ziyadah pada matan adalah
tambahan lafal atau kalimat (pernyataan) yang terdapat pada matn, tambahan itu
dikemukakan oleh periwayat tertentu, sedang periwayat tertentu lainnya tidak
mengemukakannya.
Menurut pengertian bahasa,
idraj merupakan masdar dari fiil adraja, artinya : memasukkan atau
menghimpunkan. Menurut istilah ilmu hadits idraj berarti memasukkan pernyataan
yang berasal dari periwayat kedalam suatu matn hadits yang diriwayatkannya
sehingga menimbulkan dugaan bahwa pernyataan itu berasal dari nabi, karna tidak
adanya penjelasan dalam matn hadits itu.
C. MENELITI
KANDUNGAN MATN
1.
Menbandingkan Kandungan Matn Yang Sejalan Atau Tidak Bertentangan
Dalam meneliti kandungan matn, perlu diperhatikan matn-matn
dan dalil-dalil yang mempunyai topik masalha yang sama. Apabila tenyata ada
matn lain yang bertopik sama, maka matn
itu perlu itu perlu diteliti
sanadnya. Apabila sanadnya memenuhi syarat maka kegiatan muqaranah kandungan matm-matn tersebut dilakukan, dan jika kandungan matn yang diteliti sejalan juga dengan dalil-dalil lain yang kuat, minimal
tidak bertentangan , maka dapatlah dinyatakan penelitian telah selesai.
2. Membandingkan Kandungan Matn Yang Tidak Sejalan atau Tampak
Bertentangan
Tidak mungkin hadits Nabi bertentangan
dengan hadits Nabi ataupun dalil-dalil Al-Quran, karena apa yang disampaikan
oleh Nabi semuanya berasal dari Allah,
Dala menyebutkan kandungan matn
hadits yang bertentangan, ulama tidak sependapat. Sebagian ulama
menyebutkan denagn istilah mukhtaliful-hadits. Sebagian lagi menyebutkan dengan mukhalafatul-haidts, dan pada umumnya ulama menyebutkan
dengan at-ta’arud.
Berbagia
hadits yang bertentangan (at-ta’arud) telah dihimpun oleh para ulama dalam kitab-kitab
khusus, dan yang mempelopori adalah Imam asy-Syafi’i yaitu kitabnya ikhtilafil-hadits. Ulama berikutnya yaitu Ibn Qutaibah
dengan judul ta’wil Mukhtaliful-hadits. At-tahawi denan judul kitabnya musykilul-Asar dan lain sebagainya. Ulam sependapat
bahwa hadits-hadits yang tampak bertentangan harus diselesaikan, sehinnga
hilanglah pertentangan itu.
Cara
yang ditempuh oleh Ibn Hazm berbeda dengan cara yang ditempuh oleh asy-Syafi’i
yang memberi gambaran bahwa mungkin saja matn-matn hadits yang tampak bertentangan itu
mengandung petunjuk global dan yang satunua bersifat rinci, serta khusus dan
umum. Syihabut-din Abdul Ahmad bin Idris al-Qarafi menempuk cara at-tarjih (penelitian untuk mencari petunjuk yang
memiliki argumen yang terkuat), dengan cara ini mungkin saja bisa hadis yang
satu menghapuskan petunjuk hadits yang lainya ataupun hadits-hadits yang tampak
bertentangan itu sama-sama diamalkan dengan melihat seginya masing-masing. At-tahawani
memenpuh cara an-nasikh wal-mansukh, kemudian at-tarjih.
Kitab
yang diperlukan yaitu, kitab-kitab syarah hadis dan Al-Quran. kitab-kitab yang
membahas gabibul-hadits, asbab wurudil-hadits, mukhtaliful-hadis, fiqhul-hadis,
dan fiqih. Kitab kitab ushul fiqih dan fiqih. Kitab-kitab sejarah nabi
khususnya dan sejarah islam pada umumnya. Kitab-kitab ilmu kalam (teologi
islam)
D. MENYIMPULKAN HASIL PENELITIAN MATN
1. Natijah dan Argumen
Langkah terakhir yang dilakukan oleh
peneliti adalah menyimpulkan hasil penelitian matn. Karena kualitas matn
hanya dikenal dua macan saja yaitu shahih da dhaif maka kesimpulannya
yaitu shahih atau dhaif. Saat menyimpulkan harus didasarkan kepada argumen yang
jelas, dikemukakan sebelum diajukan natijah atau sesudahnya. Apabila matn
yang diteliti ternyata sahih dan sanadnya juga shahih, maka dalam
natijah disebutkan hadis tersebut shahih, apabila sanad dan matanya doif maka
hadits itu dhoif.
2. Contoh meneliti matan hadis yang
iandungannya tampak bertentangan dengan matan hadits yang lain
Dalam hadis riwayat Muslim, ad-dailami, dan Ahmad dinyatakan
:
عن ابى سعيد الخدري ان رسولالله صلى الله عليه وسلم
قال: ولا تكتبوا كتب عنى غيرالقران فليمحه(رواه مسلم والدارمىواحمد)
“(hadis riwayat) dari Abu sa’id al-Khuduri bahwa
Rasulullah telah bersabda, janganlah kamu tulis (apa yang bersal) dariku dan
barang siapa yang telah menulis dariku selain Al-Quran, maka hendaklah dia
menghapusnya”
Hadis ini bertentang dengan HR al-Bukhari dan Abu
Daud:
عن ابي هريرة عنالنبي , قال: اكتبوالابي شاه( رؤاه
البخاري و مسلم وابو داود )
“(hadis riwayat) dari Abu hurairah, dari
Rasullulah, beliau bersabda(kepada para sahabat), tulikanlah (khotbah saya
tadi) unti Abu Syah (yang telah minta untuk dituliskan tersebut)”
Dalam upaya menyelesaikan itu, pendapat Ibn Hajar
al-‘Asqalani yaitu,
1. Pengkompromian (al-jam’u), dalam hal ini hadis yang mengandung larangan
khusus, karena takut terjadinya kerancuan dalam mencatat A-Quran.
2. Keizinan berlaku bagi yang melakukan penulisa secar terpisah antara
catatan Al-Quran dan catatan hadits nabi.
3. Penerapan an-nasikh wal-mansukh, yakni hadis yang berisi larangan menulis hadis
merupakan kebijakan Nabi yang datangnya lebih dulu, sedang kebijakan yang
terakhir berisi keizinan untuk menulis hadis sebab kehawatiran terjadinya
kerancuan catatan Al-Quran dan Hadis yang tidak ad lagi.
4. Larangan berstatus khusus bagi yang tidak kuat hafalannya boleh
dicatat.
5. Menurut al-Bukhari dan lain-lain yang mengandung larangan menulis
hadits, yakni HR Abu Sa’id al-Khuduri tersebut berstatus mauquf
(disandarkan kepad ashabat, tidak sampai kepada Nabi)’ hal itu
menjadikan hadis bersangkutan yang mengandung illat (cacat) dan karenanya tidak dapt
diajdikan hujjah,.
Ahmad Muhammad syakir mengatakan bahwa dari
kelima pendapat itu, yang kuat adalah yang menetap kan nasikh
wal-mansukh, dengan alasan,
1. Hadits (Abu hurairah kepada Abu syah) yang dikutip terjadi pada waktu fat-hu
Makkah, sedang hadits (Abu sa’id) terjadi sebelum fathu Makkah.
2. Pengakuan Abu Hurairah yang
membedakan dirinya dengan abdullah bin Amr adalah soal mencatat hadis, yakni
Abu hurairah hanya mengamdalkan hafalan, sedang Abdullah selain hafalan juga
menulis. Kata syakir lebih lanjut, mengaku Abu hurairah itu menunjukan bahwa
kegiatan menulis yang dilakukan oleh Ibn Amr
itu pada mas setelah Abu Hurairah memeluk islam (3 tahun sebelum Nabi
SAW wafat).
Ahmad Muhammad syakir juga menolak
pendapat yang menyatakan bahwa hadis riwayat Abu sa’id al-Khuduri itu mauquf. Menurut penelitian Syakir, hadis
tersebut marfu’ dan berkualitas shahih.pendapat Syakir didukung
oleh para ulama , misalnya Muhammad as-sabbag.
DR. Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib (tesis)
mengutip pendapat ulama bahwa:
1. Semua hadis tersebut berkualitas sahih
2. Tiga pendapat yang benar yaitu,
a. Larangan berlaku jika penulisan hadis dijadikan satu dengan Al-Quran
b. Mada masa awal islam dikhawatirkan terganggu untuk menghafal dan
mencatatat Al-Quran, sedang untuk menpelajari hadis dapat langsung menyaksikan
da mengikuti Rasul.
c. Tatkala umat islam telah mampu memelihara hafalan dan bacaan Al-Quran,
maka larangan penulisan hadis dihapus(mansukh) dan secara umum menulis hadis dibolehkan.
Natijahnya seluruh matan hadis yang
dikutip shahih, maka hadits tersebut berkualitas shahih, seluruh sanadnya juga
shahih.
3. Contoh meneliti matn yang sanadnya sahih, tetaplah matn-nya daif
Hadis
riwayat Muslim tentang tiga perintan Abu Sufyan:
عن ابي عباس قال: كان المسلمون لا ينظرون الى ابي سفيان ولا يقاعدونه,
فقال للنبي: يانبي الله , ثلاث اعطينهن. قال: نعم, قال: عندى احسن العرب واجمله,
ام حبيبة ينت ابي سفيان , ازوجكها, قال: نعم. قال :ومعاوية, تجعله كاتبا بين يديك
. قال : نعم , قال : وتؤمرنى حتى اقاتل
الكفار , كام كنت اقاتل المسلمين
.قال : نعم.(رؤاه المسلم)
HR Abu
‘Abbas, dia berkata: orang-orang islam tidak mau memandang kearah Abu Sufyan
dan tidak mau duduk bersama dengannya. Maka dia (Abu Sufyan) berkata kepad
nabi, “oh Nabiyullah, berilah saya (persetujuan tentang) tigs macam hal”, Nabi
menjawab, “ ya (saya menyetujunya)” Abu Sufyan berkata, “ saya sebagai orang
Arab yang terbaik (berpenampilan fisik) terindah mamiliki (anak wanita yang
bernama) Ummu Habibah binti Abu Sufyan: saya ingin mengawinkan anda dengannya,
nabi mejawab, “ya, (saya menyetujuinya)”. Abu suyan berkata lagi, “ dan (saya
minta agar) Muawiyyah (bin Abi Sufyan) anda jadikan sebagai sekretaris pribadi
anda”. Nabi menjawab “ya, (saya menyetujuinya)”. Abu Sufyan berkata lagi, dan
(saya minta agar) Anda memerintah saya untuk memerangi orang orang kafir
sebagaimana saya (dahulu) telah memerangi orang-orang islam,. Nabi menjawab,
“ya, (saya menyetujuinya)”.
Kualitas sanad hadits
itu, minimal menurut Imam Muslim adalah shahih. Kandungan matn hadisnya oleh sebagian ulama, misalnya
Imam an-Nawawi, dinyatakan sebagai nuskil(sulit dipahami). Kemuskilan utama kandunga hadis
tersebut menurut sebagian ulama itu berkenaan dengan masalah perkawinan Ummu
Habibah binti Abi Sufyan dengan Nabi. Ketika peryataan itu di kemukakan Abu
Sufyan telah memeluk islam (tahun ke-8 H), dan perkawina itu tejadi pada (6
atau 7 H), yakni sebelum fat-hu Makkah.
Menurut berbagai sumber,
Ummu Habibah dikawini oleh Nabi SAW dalam keadaan janda ynag ditinngal mati
oleh suaminya dalam keadaan murtad. Lalu Nabi SAW mengirim utusan untuk melamar
dan mengawininya (7 H). Pada saat itu Nabi SAW adalah musuh besar Abu
Sufyan.dengan uraian sejarah singkat keislaman Ummu Habibah dan perkawinannya
dengan Nabi SAW itu, maka dapat disimpulkan bahwa hadits itu lemah (dhaif).
Uraian diatas merupakan
salah satu bukti bahwa ada juga hadis riwayat Muslim yang matnnya daif, dan ada
juga yanf sanadnya shahih namun matnnya dhaif.
Denan
argumen-argumen tersebut dapatlah ditegaskan kembali bahwa kandungan matn hadis
Muslim diatas berkualitas dhaif.
4. Contoh ketiga, HR al-Bukhari dan Muslim yang matnnya dinilai dhaif,
tetapi penilaian itu masih perlu dipersoalkan waliditasnya.
HR
al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah menyatakan:
ان رسول الله رسو ل اله صل الله ءليه وسام قل: ينزل ربن تبر ك وتعا لى كل
ليلة ا لى ا لسما ء ا لد نيا حين يبقى ثلث اليل ا لا خر يو ل: من ىد عو نىى فا
ستحيب له من يس لنى فا عطقه من يستغفر نى فا غفر له (رواه البي ومسلم عن ا بى هر
ير ة)
“bahwa
Rasulullah bersabda, Tuhan kita(Allah) tabaraka wata’ala setia malam turun kelagit dunia pada
saat malam di pertiga akhir: (Allah) berfirman, “brang siapa yang berdoa
kepada-Ku, niscaya Aku memberikan: (dan) barang siapa minta ampunan kepad-Ku
niscaya Aku mengampuninya”.
Kandungan matn hadis
diatas dikritik oleh Sayyid Abu bakar dan dinyatakan sebagai hadits palsu,
dalam kitabnya al-adwa’ al-Qurabiyyah fi iktisah al-Ahadis al-Isra’iliyyah
al-Bukhari minha (artinya agak harfiahnya: “sorotan dengan pendekatan Al-Quran dalam
upaya pembersihan hadis-hadis israilah dan upaya membersihan terhadap diri
al-Bukhari darinya).
Denagn demikian,
as-Sayyid Salih mengingkari atau menolak hadis diatas karena pada matn hadis itu diternagkan bahwa Allah “
turun ke langit dunia” kata-kata itu hanya cocok utuk makhluk dan tidak sesuai
untuk Allah. Kalau begitu, bagaimana dengan firman-firma Allah dalam AL-Quran
yang jelas-jelas menggunakan kata-kata yang hanya cocok untuk makhluk-Nya saja, misalnya: tangan, dan mata ?, jawabanya
mungkin ata itu perlu ditakwil karena kata itu bersifat majas, kalau jawabanya
seperti itu, maka apa salahnya dalam pemahami lafal matn juga digunakan takwil ?, dan apakah
mentakwil matn hadis dalam agam islam dilarang ?.
Dengan menempatkan matn
hadis tersebut pada pernyataanyang perli dilakukan takwil, maka
al-Baidawi menyatakan bahwa yang dimaksud oleh kadungan matn hadis tersebut adalah rahmat Allah
unruk manusia. Kalau begitu apakah di luar akhir malam rahmat Allah tidak turun
melimpah pada manusia? Rahmat Allah memang tidak terikat oleh waktu, namun ada
waktu-waktu ter tentu yang Allah memberikan keistimawaan, misalnya sebagaimana
yang dikrmukakan oleh Al-Quran: surah al-isra’(17), surat Qaaf (50),
al-insan(76). Manun yang menolak yaitu orang dari kalangan muktazilah dan
khawarij.
Dalam ilmu hadis,matn seperti yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim di atas termasuk hadis at-tagrib, yakni hadis yang berisi dorongan agar
umat islam berusaha meningkatkan amal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kualitas matn hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim tersebut berkualitas shahih.
No comments:
Post a Comment