MANAJEMEN DIRI:UPAYA MEMBANGUN
KARAKTER (CHARACTER BUILDING)
A.
PENDAHULUAN
Bagi manusia ada malaikat-malaikat
yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu
kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan
apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (QS.
Ar-Ra’ad [13]:11).
Sejatinya seorang muslim ibarat
pohon yang berakar kuat menghujam bumi, batangnya kokoh, dahannya menjulang ke
langit, dan buahnya banyak serta berkualitas baik. Ketiganya saling terkait.
Akar yang kuat, menopang batang yang kokoh sehingga dahannya bisa panjang dan
menjulang kemudian ketika berbuah pohonnya tetap kokoh, tidak roboh meskipun
digantungi buah yang banyak. Buahnya pun manis-manis, berkualitas baik. Inilah
gambaran muslim yang sukses, ketika dia menghasilkan buah yang berkualitas
baik, dalam jumlah yang banyak pula. Dalam bahasa rasulullah Muhammad SAW
disebut sebagai orang yang terbaik, yaitu yang paling bermanfaat bagi orang
lain.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas munculah beberapa
permasalah yang mungkin perlu adanya pembahasan lebih mendalam lagi.,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan managemen?
2.
Apa yang dimaksud dengan managemen
diri?
3.
Apa yang dimaksud dengan karakter?
C.
PEMBAHASAN
1.
Managemen
Di
bawah ini akan disampaikan beberapa pengertian umum tentang manajemen yang
disampaikan oleh beberapa ahli. Dari Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin
yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan rumusan
bahwa : “Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi
dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan
(planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan
(controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang
berkesinambungan”.
Sedangkan
dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa:
“Manajemen
adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.
Berkenaan
dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977) mengungkapkan pandangan
dari beberapa ahli, sebagai berikut:
Menurut
G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :
a)
Planning (perencanaan)
b)
Organizing (pengorganisasian)
c)
Actuating (pelaksanaan) dan
d)
Controlling (pengawasan)
Henry
Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi :
a)
Planning (perencanaan)
b)
Organizing (pengorganisasian)
c)
Commanding (pengaturan)
d)
Coordinating (pengkoordinasian)
e)
Controlling (pengawasan)
Harold
Koontz dan Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup :
a)
Planning (perencanaan)
b)
Organizing (pengorganisasian)
c)
Staffing (penentuan staf)
d)
Directing (pengarahan)
e)
Controlling (pengawasan)
L.
Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu :
a)
Planning (perencanaan)
b)
Organizing (pengorganisasian)
c)
Staffing (penentuan staf)
d)
Directing (pengarahan)
e)
Coordinating (pengkoordinasian)
f)
Reporting (pelaporan)
g)
Budgeting (penganggaran)
2.
Managemen Diri
Secara
sederhana, manajemen merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2001)
memiliki dua arti, yaitu;
a)
penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran; dan
b)
pimpinan yang bertanggungjawab atas
jalannnya perusahaan dan organisasi.
Dalam
kajian kita saat ini, arti pertama yang relevan dan perlu kita eksplorasi lebih
lanjut.
Selanjutnya,
apa arti “diri” atau “saya”? Apakah yang kita sebut “diri” itu adalah
akumulatif dari pikiran kita, seperti yang dikatakan David J. Schwarz bahwa
“Kita adalah apa yang kita pikirkan tentang diri kita”, atau jargon yang
diucapkan oleh Rene Descartes, “Saya berpikir, maka saya ada”? Apakah diri itu
adalah apa yang kita rasakan, seperti yang dinyatakan Andre Gide, “Saya merasa,
maka saya ada”? Apakah diri itu adalah perbuatan; tindakan; kebiasaan kita,
seperti ucapan Albert Camus, “Saya memberontak, maka itulah saya”, atau
pernyataan Aristoteles, “Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang.”
Atau, ungkapan Nurcholis Madjid, “Aku berbuat, maka aku ada”? Apakah diri itu
gabungan dari pikiran dan perasaan kita, sebagaimana dalam konsep “ego”
Muhammad Iqbal, bahwa ego (diri) adalah suatu kesatuan perasaan-perasaan
(mental) kehidupan personal dan merupakan bagian dari sistim pemikiran.
Kata
“diri” (anfûs) jamak dari nafsun dalam Al-Quran banyak maknanya, diantaranya:
rûh (nyawa), dhamîr (hati nurani), jinsun (jenis), dan syahshiyah (pribadi)
atau “totalitas manusia” dimana terpadu jiwa-raga manusia. Nah, makna yang
terakhirlah yang kita maksud dengan “diri” itu. Yang kita sebut diri, pribadi,
individu, adalah totalitas manusia sebagai perpaduan dari jasad dan ruhani,
fisik yang bisa kita lihat dan sesuatu yang tak terlihat yang menggerakan fisik
(hati; pikiran; jiwa). Diri adalah totalitas dari pemikiran, keinginan, dan
gerakan kita dalam ruang dan waktu. Dengan kata lain, perpaduan antara
intelektual, emosional, spiritual, dan fisik.
Berangkat
dari makna dua kata “manajemen” dan “diri” di atas, maka manajemen diri yang
saya maksud adalah sebuah proses merubah “totalitas diri” intelektual,
emosional, spiritual, dan fisik kita agar apa yang kita inginkan (sasaran)
tercapai.
Pada dasarnya manajemen diri
merupakan pengendalian diri terhadap pikiran, ucapan, dan perbuatan yang
dilakukan, sehingga mendorong pada penghindaran diri terhadap hal-hal yang
tidak baik dan peningkatan perbuatan yang baik dan benar.
Manajemen diri juga menuju
pada konsistensi dan keselarasan pikiran, ucapan dan perbuatan sehingga apa
yang dipikirkan sama dan sejalan dengan apa yang diucapkan dan diperbuat.
Integritas seperti inilah yang diharapkan akan timbul dalam diri para praktisi
manajemen diri.
Dalam
bukunya, Steven Covey mengistilahkan kesuksesan ini dengan pribadi efektif,
pribadi yang dapat mencapai tujuan. Sementara Anis Matta menggambarkan orang
sukses sebagai orang yang berkontribusi banyak sesuai keahliannya.
Dilihat dari kacamata manajemen diri, akar pohon adalah konsep diri. Batang adalah kepribadian dan perilaku, sementara buah adalah amal.
Dilihat dari kacamata manajemen diri, akar pohon adalah konsep diri. Batang adalah kepribadian dan perilaku, sementara buah adalah amal.
Untuk
menjadi muslim sejati atau yang digambarkan sebagai pohon yang berakar kuat,
berbatang kokoh, dan berbuah banyak tadi, setidaknya ada tiga hal yang perlu
kita lakukan :
a)
Mengetahui model manusia muslim yang
ideal
Setidaknya, ada sepuluh karekter manusia muslim yang ideal:
1.
Beraqidah lurus, sesuai dengan apa
yang dibawa oleh Rasulullah dalam Al qur`an dan sunah. Menjauhi syirik, tahayul,
sihir, jampi yang sesat.
2.
Beribadah secara benar, sesuai
dengan apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW serta menjauhi bid`ah
3.
Berakhlaq baik
4.
Berbadan sehat dan kuat
5.
Berwawasan luas, intelek, dan cerdas
6.
Berjuang melawan hawa nafsu dan
menggiring hawa nafsunya sesuai ajaran Islam
7.
Pandai mengatur waktu
8.
Profesional dalam mengerjakan
tugas-tugasnya.
9.
Memiliki kemampuan untuk mandiri dan
kuat secara ekonomi, dapat membiayai diri dan orang-orang yang menjadi
tanggungannya, juga menunaikan hak ekonomi dalam agama (zakat, infaq, sedekah)
10. Bermanfaat
bagi orang lain, sesuai hadits Rasulullah,- Diriwayatkan dari Jabir, Rasulullah
saw bersabda, “Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi
seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang
paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni).
b)
Mengetahui diri kita dengan baik
atau memiliki konsep diri
Konsep diri adalah cara pandang
seseorang terhadap dirinya, juga nilai-nilai yang dianutnya. Visi, misi,
cita-cita, sifat (kekuatan dan kelemahan), merupakan bagian dari konsep diri.
Membangun konsep diri membantu kita merencanakan kesuksesan ke depan. Bahkan
salah satu ekspresi yang kuat dari bertakwa adalah merencanakan pengembangan
diri kita. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepadaAllah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan” (QS. Al Hasyr : 18)
c)
Mengadaptasikan model ideal kepada
diri kita
Selain melihat 10 kriteria di atas,
kita perlu menggali ilmu lebih dalam tentang Rasulullah. Membaca dan
mempelajari siroh nabi dan para sahabat. Mereka lah manusia pilihan, role model
kita. Selanjutnya, terbukalah terhadap masukan yang bisa meningkatkankualitasdirikita.
Masih dalam langkah ketiga, setelah
memilki visi, misi, cita-cita, target ke depan, dan menganalisa diri, coba
seimbangkan dengan peran kita miliki. Buatlah list yang berisi peran apa saja
yang sedang kita mainkan. Kemudian peran apa yang kita idamkan, masing-masing
peran tadi disusun lagi targetnya. Berdasarkan waktu lebih baik. Buat
turunannya supaya langkah-langkahnya bisa direalisasikan. Jangan lupa
pertimbangkan kondisi dan lingkungan, supaya rencana kita tidak
mengawang-awang. Semoga setiap peran tadi akan berbuah manis, bermanfaat buat
sesama.
3.
Karakter
Akar
kata karakter dapat dilacak dari kata Latin kharakter, kharassein, dan kharax,
yang maknanya "tools for marking", "to engrave", dan
"pointed stake". Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam
bahasa Perancis caractere pada abad ke-14 dan kemudian masuk dalam bahasa
Inggris menjadi character, sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia karakter.
Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; watak;
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
daripada yang lain. Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa membangun
karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa
sedemikian rupa, sehingga `berbentuk' unik, menarik, dan berbeda atau dapat
dibedakan dengan orang lain. Ibarat sebuah huruf dalam alfabet yang tak pernah
sama antara yang satu dengan yang lain, demikianlah orang-orang yang
berkarakter dapat dibedakan satu dengan yang lainnya (termasuk dengan yang
tidak/belum berkarakter atau `berkarakter' tercela).
Tentang
proses pembentukkan karakter ini dapat disebutkan sebuah nama besar : Helen
Keller (1880-1968). Wanita luar biasa ini--ia menjadi buta dan tuli di usia 19
bulan, namun berkat bantuan keluarganya dan bimbingan Annie Sullivan (yang juga
buta dan setelahmelewati serangkaian operasi akhirnya dapat melihat secara
terbatas) kemudian menjadi manusia buta-tuli pertama yang lulus cum laude dari
Radcliffe College di tahun 1904-- pernah berkata: "Character cannot be develop in ease and quite.Only through
experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared,
ambition inspired, and success achieved".
Kalimat
itu boleh jadi merangkum sejarah hidupnya yang sangat inspirasional. Lewat
perjuangan panjang dan ketekunan yang sulit dicari tandingannya, ia kemudian menjadi
salah seorang pahlawan besar dalam sejarah Amerika yang mendapatkan berbagai
penghargaan di tingkat nasional dan internasional atas prestasi dan pengabdiannya
(lihat homepage www.hki.org).
Helen Keller adalah model manusia berkarakter (terpuji). Dan sejarah hidupnya
mendemonstrasikan bagaimana proses membangun karakter itu memerlukan disiplin
tinggi karena tidak pernah mudah dan seketika atau instant. Diperlukan refleksi
mendalam untuk membuat rentetan moral choice (keputusan moral) dan ditindaklanjuti
dengan aksi nyata sehingga menjadi praksis, refleksi, dan praktik. Diperlukan
sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk
watak atau tabiat seseorang.
Selanjutnya,
tentang nilai atau makna pentingnya karakter bagi kehidupan manusia dewasa ini
dapat dikutip pernyataan seorang Hakim Agung di Amerika, Antonin Scalia, yang
pernah mengatakan: "Bear in mind
that brains and learning, like muscle and physical skills, are articles of
commerce. They are bought and sold. You can hire them by the year or by the
hour. The only thing in the world NOT FOR SALE IS CHARACTER. And if that does
not govern and direct your brains and learning, they will do you and the world
more harm than good".
Scalia
menunjukkan dengan tepat bagaimana karakter harus menjadi fondasi bagi
kecerdasan dan pengetahuan (brains and learning). Sebab kecerdasan dan
pengetahuan (termasuk informasi) itu sendiri memang dapat diperjualbelikan. Dan
sudah menjadi pengetahuan umum bahwa di era knowledge
economy abad ke-21 ini knowledge is
power.
Masalahnya,
bila orang-orang yang dikenal cerdas dan berpengetahuan tidak menunjukkan
karakter (terpuji), maka tak diragukan lagi bahwa dunia akan menjadi lebih dan
semakin buruk. Dengan kata lain ungkapan knowledge
is power akan menjadi lebih sempurna jika ditambahkan menjadi--meminjam
sebuah iklan yang pernah muncul di Harian Kompas know ledge is power, but character is more.
Sebagai contoh, `7 Habits of Highly
Effective Peolple` yang diambil dari buku Steven Covey, akan memberi pencerahan
dalam peningkatan kualitas diri ini. Secara ringkas,tujuh kebiasaan itu adalah
:
1.
Bersikap proaktif, yang
artinya memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan sesuai prinsip yang kita
anut, menjadi daya dorong kreatif bagi diri sendiri, dan bertanggungjawab atas
setiap perilaku kita.
2.
Merujuk pada tujuan akhir, atau visi dan misi.
3.
Mendahulukan yang utama, memiliki skala
prioritas dalam berbagai hal
4.
Berfikir menang-menang (win-win solution), bersikap adil
5.
Berusaha memahami terlebih dahulu,
baru dipahami orang lain. Berkomunikasi secara efektif.
6.
Mewujudkan sinergisitas, mengatasi masalah dengan
meminimalisir perbedaan dan memanfaatkan peluang agar hasilnya sinergi. Hasil
yang sinergi berarti bukan hanya menguntungkan keduabelah pihak tapi juga memberikan
hal yang lebih (1+1 bukan hanya =2, tapi bisa jadi 3, 4, bahkan 5 dst).
7.
Mengasah gergaji, yaitu memperbaharui
diri terus menerus, terutama dalam 4 hal : fisik, emosional / sosial,
mental, dan rohani.
D.
KESIMPULAN
Oleh
karena itu, dalam pendekatan pendidikan multicultural juga diperlukan kajian
dasar terhadap masyarakat. Secara garis besar dasar-dasar tentang masyarakat
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.
Masyarakat
tidak ada dengan sendirinya. Masyarakat adalah ekstensi yang hidup, dinamis dan
selalu berkembang.
b.
Masyarakat
bergantung pada upaya setiap individu untuk memenuhi kebutuhan melalui hubungan
dengan individu lain yang berupaya memenuhi kebutuhan masing-masing.
c.
Individu-individu,
dalam berinteraksi dan berupaya agama guna memenuhi kebutuhan, melakukan
penataan terhadap upaya tersebut dengan jalan apa yang disebut tantangan
sosial.
d.
Setiap
masyarakat bertanggung jawab atas pembentukan pola tingkah laku antara individu
dan komunitas yang membentuk masyarakat.
e.
Pertumbuhan
individu dalam komunitas, keterikatan dengannya dan perkembangannya dalam
bingkai yang menuntunnya untuk bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya.
Demikianlah
makna penting sebuah karakter dan proses pembentukkannya yang tidak pernah
mudah melahirkan manusia-manusia yang tidak bisa dibeli. Ke arah yang demikian
itulah pendidikan dan pembelajaran - termasuk pengajaran di institusi formal
dan pelatihan di institusi nonformal--seharusnya bermuara, yakni membangun
manusia-manusia berkarakter (terpuji), manusia-manusia yang memperjuangkan agar
dirinya dan orang-orang yang dapat dipengaruhinya agar menjadi lebih manusiawi,
menjadi manusia yang utuh atau memiliki integritas.
E.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang dapat kami buat dan presentasikan, mohon maaf jikalau dalam
pembuatan dan mempresentasikan makalah ini banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan. Karana pada prinsipnya manusia adalah tidak pernah luput dari
kesalahan. Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah wawasan kita mengenai
orientasi manajemen kesiswaan serta kita dapat menerapkanya sesuai teori yang
ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Covey, Stephen R., The 7 Habits of Highly
Effective People (7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif), Jakarta: Binarupa
Aksara, 1997
Daud Ibrahim, Marwah, Ph.D,
Mengelola Hidup & Merencanakan Masa Depan, Jakarta: MHMMD, 2004
Anis Matta Lc, Model Manusia Muslim
Abad 21, Al Manar, 2004
Satria Hadi Lubis, Kumpulan Tulisan
dan Materi Presentasi
www.goodreads.com/story/show/14092-membangun-karakter
diakses hari Jumat tanggal 25 Mei 2012
http://rumahfahima.org/en/accordion-a/level-210?id=444:seri-manajemen-diri-membangun-konsep-diri&catid=69:artikel-manajemen
diakses hari jumat tanggal 25 mei 2012
Zakiyuddin
Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan
Multicultural, Erlangga, Jakarta, 2005
Choirul
Mahfud, Pendidikan Multicultural,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006
Sudiyono,
Manajemen Pendidikan Tinggi, Rineka
Cipta, Jakarta, 2004
Ainul
Yaqin, Pendidikan Multicultural,
Pilar Media, Yogyakarta, 2005
No comments:
Post a Comment