PENDEKATAN
CLIENT-CENTERED
A.
PENDAHULUAN
Pendekatan client-centered
menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan
terapi dan menemukan arahnya sendiri. Hubungan terapeutik antara terapis dank
lien merupakan katalisator bagi perubahan, klien menggunakan hubungan yang unik
sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran dan untuk menemukan sumber-sumber
terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam pengubahan hidupnya.
Agar pembaca
bisa memahami tempat teknik-teknik dalam pendekatan client-centered, dibawah
ini diungkap garis besar evolusi teori Rogers. Hart (1970) membagi perkembangan
teori Rogers ke dalam tiga periode sebagai berikut.
·
Periode I (1940-1950): Psikoterapi nondirektif.
·
Periode II (1950-1957): Psikoterapi reflektif
·
Periode III (1957-1970): Terapi eksperiensial[1]
Dalam tiga
puluh tahun terakhir terapi client-centered telah bergeser ke arah lebih
banyak membawa kepribadian terapis ke dalam proses terapeutik. Terapis
berfungsi sebagai penjernih, tetapi tidak menampilkan kepribadiannya sendiri
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian
diatas muncullah beberapa permasalahan yang mungkin perlu adanya
pembahasan lebih mendalam lagi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana ciri-ciri pendekatan client-centered?
2.
Apa fungsi dan peran terapis?
3.
Bagaimana hubungan antara terapis dan klien?
C.
PEMBAHASAN
1.
Ciri-ciri pendekatan client-centered
Rogers tidak
mengemukakan teori client-centered sebagai suatu pendekatan terapi yang
tetap dan tuntas. Ia mengharapkan orang lain akan memandang teorinya sebagai
sekumpulan prinsip percobaan yang berkaitan dengan perkembangan proses terapi
dan bukan sebagai suatu dogma. Rogers (1974, h. 213-214) menguraikan ciri-ciri
yang membedakan pendekatan client-centered dari pendekatan-pendekatan
lain. Berikut ini adaptasi dari uraian Rogers.
ü Pendekatan client-centered
difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan untuk menemukan
cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien, sebagai orang yang
paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah
laku yang lebih pantas bagi dirinya.
ü Pendekatan client-centered
menekankan dunia fenomenal klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha
untuk memahami klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami
kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada
persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
Prinsip-prinsip
psikoterapi yang sama diterapkan pada semua orang yang “normal”, yang
“neurotik”, dan yang “psikotik”. Berdasarkan konsep bahwa hasrat untuk bergerak
menuju kematangan psikologis berakar dalam pada manusia, prinsip-prinsip terapi
client-centered diterapkan pada individu yang fgungsi psikologisnya
berada pada taraf yang relative normal maupun pada individu yang derajat
penyimpangan psikologisnya lebih besar.
Rogers
mengajukan hipotesis bahwa ada sikap-sikap tertentu pada pihak terapis (ketulusan,
kehangatan dan penerimaan yang nonposesif dan empati yang akurat) yang
membentuk kondisi-kondisi yang diperlukan dan memadai bagi keefektifan
terapeutik pada klien. Terapi ini memasukkan konsep fungsi terapis adalah
tampil langsung dan bisa dijangkau oleh klien serta memusatkan perhatian pada
pengalaman disini dan sekarang yangb tercipta melalui hubungan antara klien dan
terapis.
Teori client-centered
dikembangkan melalui penelitian tentang proses dan hasil terapi. Teori client-centered
bukanlah suatu teori yang tertutup, melainkan suatu teori yang tumbuh melalui
observasi-observasi konseling bertahun-tahun dan yang secara sinambung berubah
sejalan dengan peningkatan pemahaman terhadap manusia dan terhadap proses
terapeutik yang dihasilkan oleh penelitian-penelitian baru.
Kelemahan
pendekatan client-centered terletak pada cara sejumlah pemraktek
menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi client-centered.
Tidak semua konselor bisa mempraktekkan terapi client-centered, sebab
banyak konselor yang tidak mempercayai filsafat yang melandasinya. Tentu saja,
mendengarkan klien secara sungguh-sungguh, merefleksikan dan mengomunikasikan
pengertian kepada klien, memiliki nilai.
Satu kekurangan
dari pendekatan client-centered adalah adanya jalan yang menyebabkan
sejumlah pemraktek menjadi terlalu terpusat pada klien sehingga mereka sendiri
kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik.
Keotentikan dan
keselarasan terapis demikian vital sehingga terapis yang berpraktek dalam kerangka
client-centered harus wajar dalam bertindak dan harus menemukan suatu
cara mengungkapkan reaksi-reaksinya kepada klien. Jika tidak demikian, maka
kemungkinan yang nyata adalah: terapi client-centered akan dikecilkan
menjadi suatu corak kerja yang ramah dan aman, tetapi tidak membuahkan hasil.
2.
Fungsi dan peran terapis
Peran terapis client-centered
berakar pada cara-cara keberadaannya dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan
teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien “berbuat sesuatu”.
Penelitian tentang terapi client-centered tampaknya menunjukkan bahwa
yang menuntut perubahan kepribadian klien adalah sikap-sikap terapis alih-alih
pengetahuan, teori-teori atau teknik-teknik yang digunakannya. Pada dasarnya,
terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah. Dengan
menghadapi klien pada taraf pribadi ke pribadi, maka “peran” terapis adalah
tanpa peran. Ada pun fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapeutik
yang menunjang pertumbuhan klien.
Terapis client-centered
membangun hubungan yang membantu di mana klien akan mengalami kebebasan yang
diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang diingkari atau
didistorsinya. Klien menjadi kurang defensive dan menjadi lebih terbuka
terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia.
Yang pertama
dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan klien.
Terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat ke saat dan membantu
klien dengan jalan memasuki dunianya alih-alih menurut kategori-kategori
diagnostic yang telah dipersiapkan. Melalui perhatian yang tulus, respek,
penerimaan dan pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan
dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi
yang lebih tinggi.
Tujuan dasar
terapi client-centered adalah
menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang
pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis
perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada di balik topeng
yang dikenakannya. Klien mengembangkan kepura-puraan dan bertopeng senbagai
pertahanan terhadap ancaman.
Rogers (1961)
menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak kearah menjadi bertambah teraktualkan[2]:
Ø Keterbukaan
kepada pengalaman
Keterbukaan
kepada pengalaman memerlukan memandang kenyataan tanpa mengubah bentuknya
supaya sesuai dengan struktur diri yang tersusun lebih dulu. Sebagai lawan kebertahanan,
keterbukaan kepada pengalaman menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap
kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
Ø Kepercayaan
terhadap organisme sendiri
Salah
satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap
diri sendiri. Acap kali, tahap-tahap permulaan terapi, kepercayaan klien
terhadap putusan-putusannya sendiri sangat kecil.
Ø Tempat evaluasi
internal
Yang
berkaitan dengan kepercayaan diri, berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban
kepada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh
perhatian pada pusat dirinya ketimbang mencari pengesahan bagi kepribadiannya
dari luar.
Ø Kesediaan
menjadi suatu proses
Konsep
tentang diri dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep
tentang diri sebagai produk, sangat penting.meskipun klien boleh jadi
menjalani terapi untuk mencari sejenis formula untuk membangun keadaan berhasil
dan berbahagia (hasil akhir), mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah
suatu proses yang berkesinambungan.
3.
Hubungan antara terapis dan klien
Rogers (1961)
merangkum hipotesis dasar terapi client-centered dalam satu kalimat:
“jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan
dalam dirinya sendiri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan
dan perubahan, dan perkembangan pribadi pun akan terjadi” (h. 73).
Apa cirri-ciri
hubungan terapeutik? Apa sikap-sikap utamaterapis client-centered yang
kondusif bagi penciptaan iklim, psikologis yang layak dimana klien akan
mengalami kebebasan yang diperlukan untuk memulai perubahan kepribadian?
Menurut Carl Rogers (1967), keenam kondisi berikut diperlukan dan memadai bagi
pengubahan kepribadian[3]:
1)
Dua orang berada dalam hubungan psikologis
2)
Orang pertama, yang akan kita sebut klien, ada dalam keadaan tidak
selaras, peka, dan cemas
3)
Orang yang kedua, yang akan kita sebut terapis, ada dalam keadaan
selaras atau terintegrasi dalam berhubungan
4)
Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap klien
5)
Terapis merasakan pengertian yang empatik terhadap kerangka acuan
internal klien dan berusaha mengomunikasikan perasaannya ini kepada klien
6)
Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak
bersyarat dari terapis kepada klien setidak-tidaknya dapat dicapai (h. 73)
Terapis tidak
perlu memiliki suatu pengetahuan khusus. Diagnosis psikologisyang akurat tidak
diperlukan dan lebih sering menghambat keefektifan psikoterapi.
Perkembangan
pendekatan client-centered disertai oleh peralihan dari penekanan pada
teknik-teknik terapeutik kepada penekanan pada kepribadian,
kenyakinan-kenyakinan, dan sikap-sikap terapis, serta pada hubungan terapeutik.
Dalam kerangka client-centered, teknik-tekniknya adalah pengungkapan dan
pengomunikasian, respek dan pengertian, serta berbagi upaya dengan klien dalam
mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan, merasakan dan
mengeksplorasi.
D.
KESIMPULAN
Terapi client-centered berlandaskan suatu filsafat tentang
manusia yang menekankan bahwa kita memeliki dorongan bawaan kepada aktualisasi
diri. Teori Rogers berlandaskan dalil bahwa klien memiliki kesanggupan untuk
memahami faktor-faktor yang ada dalam hidupnya yang menjadi penyebab
kebahagiaan. Klien juga memiliki kesanggupan untuk mengarahkan diri dan
melakukan perubahan pribadi yang konstruktif.
Terapi client-centered menempatkan tanggung jawab utama
terhadap arah terapi pada klien. Tujuan-tujuan umumnya ialah: menjadi lebih terbuka
kepada pengalaman, mempercayai organismenya sendiri, mengembangkan evaluasi
internal, kesediaan untuk menjadi suatu proses dan dengan cara-cara lain
bergerak menuju taraf-taraf yang tinggi dari aktualisasi diri. Terapis tidak
mengajukan tujua-tujuan dan nilai-nilai yang spesifik kepada klien; klien
sendirilah yang menetapkan tujuan-tujuan dan nilai-nilai hidupnya yang
spesifik.
E.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat dan presentasikan, mohon
maaf jikalau dalam pembuatan dan mempresentasikan makalah ini banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan. Karena pada prinsipnya manusia adalah tidak pernah
luput dari kesalahan. Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah wawasan
kita mengenai orientasi manajemen kesiswaan serta kita dapat menerapkannya
sesuai teori yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Corey,
Gerald,Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, Bandung, Refika
Aditama, 1999
Hart,
J., & T. Tomlinson, New Direction In Client-Centered Therapy,
Houghton Mifflin, New York, 1970
Rogers,
C., & J. Wood, “Client-Centered Theory: Carl Rogers”, in A. Burton (Ed.), Operational
Theories Of Personality, Brunner/Mazel, New York, 1974
Rogers,
C., “The Conditions Of Change From A Client-Centered Viewpoint”, in B. Berenson
& R. carkhuff (eds), Sources Of Gain In Counseling And Psychotherapy,
Holt, Rinehart and Winston, New York, 1967
Salahudin,
Anas, Bimbingan Dan Konseling, Bandung: Pustaka Setia, 2010
[1]
Disadur dari table 1.1 dalam J. Hart, New Directions in Client-Centered
Therapy, Houghton Mifflin Co., 1970, Dicetak ulang dengan izin.
[2] Rogers, C., on becoming a person, Houghton Mifflin, Boston, 1961
[3]
Carkhuff, R., & B. Berenson, Beyond Counseling And Therapy, Holt,
Rinehart and Winston, New York, 1967
No comments:
Post a Comment