Sunday, March 6, 2016

makalah pendekatan client centered


PENDEKATAN CLIENT-CENTERED

A.    PENDAHULUAN
Pendekatan client-centered menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Hubungan terapeutik antara terapis dank lien merupakan katalisator bagi perubahan, klien menggunakan hubungan yang unik sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran dan untuk menemukan sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam pengubahan hidupnya.
Agar pembaca bisa memahami tempat teknik-teknik dalam pendekatan client-centered, dibawah ini diungkap garis besar evolusi teori Rogers. Hart (1970) membagi perkembangan teori Rogers ke dalam tiga periode sebagai berikut.
·         Periode I (1940-1950): Psikoterapi nondirektif.
·         Periode II (1950-1957): Psikoterapi reflektif
·         Periode III (1957-1970): Terapi eksperiensial[1]
Dalam tiga puluh tahun terakhir terapi client-centered telah bergeser ke arah lebih banyak membawa kepribadian terapis ke dalam proses terapeutik. Terapis berfungsi sebagai penjernih, tetapi tidak menampilkan kepribadiannya sendiri

B.     RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas muncullah beberapa permasalahan yang mungkin perlu adanya pembahasan lebih mendalam lagi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana ciri-ciri pendekatan client-centered?
2.    Apa fungsi dan peran terapis?
3.    Bagaimana hubungan antara terapis dan klien?

C.    PEMBAHASAN
1.      Ciri-ciri pendekatan client-centered
Rogers tidak mengemukakan teori client-centered sebagai suatu pendekatan terapi yang tetap dan tuntas. Ia mengharapkan orang lain akan memandang teorinya sebagai sekumpulan prinsip percobaan yang berkaitan dengan perkembangan proses terapi dan bukan sebagai suatu dogma. Rogers (1974, h. 213-214) menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan client-centered dari pendekatan-pendekatan lain. Berikut ini adaptasi dari uraian Rogers.
ü  Pendekatan client-centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan   untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien, sebagai orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya.
ü  Pendekatan client-centered menekankan dunia fenomenal klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
Prinsip-prinsip psikoterapi yang sama diterapkan pada semua orang yang “normal”, yang “neurotik”, dan yang “psikotik”. Berdasarkan konsep bahwa hasrat untuk bergerak menuju kematangan psikologis berakar dalam pada manusia, prinsip-prinsip terapi client-centered diterapkan pada individu yang fgungsi psikologisnya berada pada taraf yang relative normal maupun pada individu yang derajat penyimpangan psikologisnya lebih besar.
Rogers mengajukan hipotesis bahwa ada sikap-sikap tertentu pada pihak terapis (ketulusan, kehangatan dan penerimaan yang nonposesif dan empati yang akurat) yang membentuk kondisi-kondisi yang diperlukan dan memadai bagi keefektifan terapeutik pada klien. Terapi ini memasukkan konsep fungsi terapis adalah tampil langsung dan bisa dijangkau oleh klien serta memusatkan perhatian pada pengalaman disini dan sekarang yangb tercipta melalui hubungan antara klien dan terapis.
Teori client-centered dikembangkan melalui penelitian tentang proses dan hasil terapi. Teori client-centered bukanlah suatu teori yang tertutup, melainkan suatu teori yang tumbuh melalui observasi-observasi konseling bertahun-tahun dan yang secara sinambung berubah sejalan dengan peningkatan pemahaman terhadap manusia dan terhadap proses terapeutik yang dihasilkan oleh penelitian-penelitian baru.
Kelemahan pendekatan client-centered terletak pada cara sejumlah pemraktek menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi client-centered. Tidak semua konselor bisa mempraktekkan terapi client-centered, sebab banyak konselor yang tidak mempercayai filsafat yang melandasinya. Tentu saja, mendengarkan klien secara sungguh-sungguh, merefleksikan dan mengomunikasikan pengertian kepada klien, memiliki nilai.
Satu kekurangan dari pendekatan client-centered adalah adanya jalan yang menyebabkan sejumlah pemraktek menjadi terlalu terpusat pada klien sehingga mereka sendiri kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik.
Keotentikan dan keselarasan terapis demikian vital sehingga terapis yang berpraktek dalam kerangka client-centered harus wajar dalam bertindak dan harus menemukan suatu cara mengungkapkan reaksi-reaksinya kepada klien. Jika tidak demikian, maka kemungkinan yang nyata adalah: terapi client-centered akan dikecilkan menjadi suatu corak kerja yang ramah dan aman, tetapi tidak membuahkan hasil.
2.      Fungsi dan peran terapis
Peran terapis client-centered berakar pada cara-cara keberadaannya dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien “berbuat sesuatu”. Penelitian tentang terapi client-centered tampaknya menunjukkan bahwa yang menuntut perubahan kepribadian klien adalah sikap-sikap terapis alih-alih pengetahuan, teori-teori atau teknik-teknik yang digunakannya. Pada dasarnya, terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah. Dengan menghadapi klien pada taraf pribadi ke pribadi, maka “peran” terapis adalah tanpa peran. Ada pun fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapeutik yang menunjang pertumbuhan klien.
Terapis client-centered membangun hubungan yang membantu di mana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Klien menjadi kurang defensive dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia.
Yang pertama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan klien. Terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat ke saat dan membantu klien dengan jalan memasuki dunianya alih-alih menurut kategori-kategori diagnostic yang telah dipersiapkan. Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan dan pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang lebih tinggi.
Tujuan dasar terapi client-centered  adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya. Klien mengembangkan kepura-puraan dan bertopeng senbagai pertahanan terhadap ancaman.
Rogers (1961) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak kearah menjadi bertambah teraktualkan[2]:


Ø  Keterbukaan kepada pengalaman
Keterbukaan kepada pengalaman memerlukan memandang kenyataan tanpa mengubah bentuknya supaya sesuai dengan struktur diri yang tersusun lebih dulu. Sebagai lawan kebertahanan, keterbukaan kepada pengalaman menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
Ø  Kepercayaan terhadap organisme sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Acap kali, tahap-tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap putusan-putusannya sendiri sangat kecil.
Ø  Tempat evaluasi internal
Yang berkaitan dengan kepercayaan diri, berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban kepada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya ketimbang mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar.
Ø  Kesediaan menjadi suatu proses
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting.meskipun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula untuk membangun keadaan berhasil dan berbahagia (hasil akhir), mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan.
3.      Hubungan antara terapis dan klien
Rogers (1961) merangkum hipotesis dasar terapi client-centered dalam satu kalimat: “jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan dalam dirinya sendiri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan, dan perkembangan pribadi pun akan terjadi” (h. 73).
Apa cirri-ciri hubungan terapeutik? Apa sikap-sikap utamaterapis client-centered yang kondusif bagi penciptaan iklim, psikologis yang layak dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk memulai perubahan kepribadian? Menurut Carl Rogers (1967), keenam kondisi berikut diperlukan dan memadai bagi pengubahan kepribadian[3]:
1)      Dua orang berada dalam hubungan psikologis
2)      Orang pertama, yang akan kita sebut klien, ada dalam keadaan tidak selaras, peka, dan cemas
3)      Orang yang kedua, yang akan kita sebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan
4)      Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap klien
5)      Terapis merasakan pengertian yang empatik terhadap kerangka acuan internal klien dan berusaha mengomunikasikan perasaannya ini kepada klien
6)      Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada klien setidak-tidaknya dapat dicapai (h. 73)
Terapis tidak perlu memiliki suatu pengetahuan khusus. Diagnosis psikologisyang akurat tidak diperlukan dan lebih sering menghambat keefektifan psikoterapi.
Perkembangan pendekatan client-centered disertai oleh peralihan dari penekanan pada teknik-teknik terapeutik kepada penekanan pada kepribadian, kenyakinan-kenyakinan, dan sikap-sikap terapis, serta pada hubungan terapeutik. Dalam kerangka client-centered, teknik-tekniknya adalah pengungkapan dan pengomunikasian, respek dan pengertian, serta berbagi upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan, merasakan dan mengeksplorasi.




D.    KESIMPULAN
Terapi client-centered berlandaskan suatu filsafat tentang manusia yang menekankan bahwa kita memeliki dorongan bawaan kepada aktualisasi diri. Teori Rogers berlandaskan dalil bahwa klien memiliki kesanggupan untuk memahami faktor-faktor yang ada dalam hidupnya yang menjadi penyebab kebahagiaan. Klien juga memiliki kesanggupan untuk mengarahkan diri dan melakukan perubahan pribadi yang konstruktif.
Terapi client-centered menempatkan tanggung jawab utama terhadap arah terapi pada klien. Tujuan-tujuan umumnya ialah: menjadi lebih terbuka kepada pengalaman, mempercayai organismenya sendiri, mengembangkan evaluasi internal, kesediaan untuk menjadi suatu proses dan dengan cara-cara lain bergerak menuju taraf-taraf yang tinggi dari aktualisasi diri. Terapis tidak mengajukan tujua-tujuan dan nilai-nilai yang spesifik kepada klien; klien sendirilah yang menetapkan tujuan-tujuan dan nilai-nilai hidupnya yang spesifik.

E.     PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat dan presentasikan, mohon maaf jikalau dalam pembuatan dan mempresentasikan makalah ini banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan. Karena pada prinsipnya manusia adalah tidak pernah luput dari kesalahan. Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah wawasan kita mengenai orientasi manajemen kesiswaan serta kita dapat menerapkannya sesuai teori yang ada.









DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald,Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, Bandung, Refika Aditama, 1999
Hart, J., & T. Tomlinson, New Direction In Client-Centered Therapy, Houghton Mifflin, New York, 1970
Rogers, C., & J. Wood, “Client-Centered Theory: Carl Rogers”, in A. Burton (Ed.), Operational Theories Of Personality, Brunner/Mazel, New York, 1974
Rogers, C., “The Conditions Of Change From A Client-Centered Viewpoint”, in B. Berenson & R. carkhuff (eds), Sources Of Gain In Counseling And Psychotherapy, Holt, Rinehart and Winston, New York, 1967
Salahudin, Anas, Bimbingan Dan Konseling, Bandung: Pustaka Setia, 2010



[1] Disadur dari table 1.1 dalam J. Hart, New Directions in Client-Centered Therapy, Houghton Mifflin Co., 1970, Dicetak ulang dengan izin.
[2] Rogers, C., on becoming a person, Houghton Mifflin, Boston, 1961

[3] Carkhuff, R., & B. Berenson, Beyond Counseling And Therapy, Holt, Rinehart and Winston, New York, 1967

No comments:

Post a Comment