Sunday, March 6, 2016

makalah paradigma penyuluh agama

MENGGAGAS PARADIGMA PENYULUH AGAMA

I.          PENDAHULUAN
Sehubungan dengan para penyuluh agama terlebih dahulu harus mngetahui tugas yang dibebankan kepadanya, kemudian mereka juga harus mengetahui bagaimana menunaikan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Untuk itu mereka harus mengetahui pula dengan baik kelompok masyarakat yang menjadi sasarannya dan menguasai dengan baik materi penyuluhan yang akan diberikannya. Dalam hal ini sasaran penyuluh agama adalah umat islam dan masyarakat yang belum menganut salah satu agama di Indonesia yang beraneka ragam budaya dan latar belakang pendidikannya.
Agama mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dan strategis, Utamanya sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional. Agama sebagai sitem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, keluarga, masyarakat serta menjiwai kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu pembangunan agama perlu mendapat perhatian lebih besar, baik yang berkaitan dengan penghayatan dan pengamalan agama, pembinaan mental, maupun pelayanan bimbingan rohani kepada masyarakat.

II.       PERMASALAHAN
1.      Apa Pengertian dari Paradigma?
2.      Apa pengertian dari Penyuluh dan Agama?
3.      Bagaimana Peranan dan fungsi Penyuluh Agama?






III.    PEMBAHASAN
1.      PENGERTIAN PARADIGMA
Ali Mudhofir dalam kamus istilah filsafat menuliskan beberapa pendapat tentang pengertian paradigm, diantaranya adalah pendapat Freidrichs Robert yang menjelaskan bahwa paradigm adalah suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalanya.[1]
Definisi lain adalah pendapat Samuel Huhn (1341-….H/1922-….M) yang menyatakan bahwa “ Paradigma-paradigma adalah cara-cara meninjau benda-benda, asumsi yang dipakai bersama yang mengatur pandangan dari suatu zaman dan pendekatanya atas masalah-masalah ilmiah. Istilah paradigma dalam arti teknis tersebut tersebut bertalian dengan filsafat ilmu”.[2]
Kemudian ia juga mengutip pendapat G.Ritzer yang menyatakan bahwa : Paradigma-paradigma adalah pandangan fundamental tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu. Paradigma membantu persoalan dalam ilmu. Paradigma membantu merumuskan apa yang harus dipelajari, pertanyaan-pertanyaan apa yang semestinya dijawab. Paradigma adalah kesatuan consensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu dan membedakan antara kelompok ilmuan yang lain. Paradigma mengolong-golongkan, mendefinisikan, dan menghubungkan antara exemplar metode, teori, serta instrument yang terdapat didalamnya.[3]





2.      PENGERTIAN PENYULUH DAN AGAMA

a.       PENYULUH
Kamus besar bahasa Indonesia (2008 :1351) menggambarkan dinamika penggunaan kata penyuluh. Kata penyuluh dari kata dasar suluh, berkembang menjadi berbagai kata dan mengalami perubahan makna kata, seperti bersuluh, penyuluh, penyuluhan dan sebagainya.
Arti penyuluhan secara khusus, menurut Isep adalah proses penberian bantuan kepada individu atau kelompok dengan menggunakan metode psikologi agar yang bersangkutan dapat keluar dari masalahnya dengan kekuatan sendiri, baik bersifat preventif (pencegahan), kuratif, korektof, maupun perkembangan (2000:50)
Kata penyuluhan dalam term bimbingan dan penyuluhan merupakan terjemahan bahsa inggris councelling. Dalam bahasa sehari-hari, istilah penyuluhan sering digunakan untuk menyebut pemberian penerangan, diambil dari kata suluh yang searti dengan obor. Demikian penyuluhan kesehatan, dimaksud adalah pemberian penerangan tentang cara-cara hidup secara sehat atau penyuluhan keluarga berencana yang merupakan program kegiatan BKKBN.
Sedangkan kata penyuluhan dalam term, bimbingan dan penyuluhan maksudnya adalah suatu pemberian bantuan psikologis kepada orang-orang yang bermasalah.
b.      AGAMA 
Pengertian agama dapat dilihat dari dua sudut, yaitu doktriner, dan sosiologis psikologis.secara doktriner, agama adalah suatu ajaran yang datang dari tuhan yang berfungsi sebagai pembimbing kehidupan manusia agar mereka hidup berbahagia di dunia dan di akhirat.
Adapun pengertian agama secara sosiologis psikologis adalah perilaku manusia yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan, yang merupakan getaran batin yang dapat mengatur dan mengendalikan perilaku manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan (ibadah) maupun dengan sesama manusia, diri sendiri dan terhadap realitas lainya.
Menurut gambaran Elizabeth K. Nottingham, agama adalah gejala yang begitu sering “terdapat dimana-mana” dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu, agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian tertuju kepada adanya suatu dunia yang tak dapat dilihat  (akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia, baik kehidupan individu maupun kehidupan sosial. [4]
1.      Agama dalam kehidupan individu.
Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu system nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum, norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersifat dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai system nilai agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk cirri khas.
2.      Agama dalam kehidupan masyarakat
Masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.




3.      Agama dalam pembangunan
a.       Etos pembangunan
Maksudnya adalah agama yang menjadi anutan seseorang/masyarakat jika diyakini dan dihayati  secara mendalam mampu memberikan suatu tatanan nilai moral dalam sikap
b.      Motivasi
Melalui motivasi keagamaan, seseorang terdorong untuk berkorban baik dalam bentuk materi maupun tenaga atau pikiran. Pengorbanan seperti ini merupakan asset yang potensial dalam pembangunan.

3.      PERANAN DAN FUNGSI PENYULUH AGAMA
Kehidupan umat yang religius perlu dibina dan dikembangkan dalam kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan keagamaan tercermin dalam peran serta umat beragama dalam pembangunan insane seutuhnya yakni penbangunan lahir dan batin, rohani dan jasmani, material dan spiritual, kebaikan dunia akherat. Disinilah, peran seorang penyuluh agama dalam membina, membimbing masyarakat. Penyuluh agama merupakan bagian dari da’i yaitu orang yang melaksanakan tugas dakwah.[5]
Menurut apa yang dikemukakan oleh Arifin dalam bukunya yang berjudul “Pedoman Pelaksanaan bimbingan dan Penyuluhan Agama”, pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan oleh penyuluh agama agar lebih banyak memberikan kemungkinan kepada penyuluh untuk melakukan Self-direction (Pengarahan terhadap dirinya sendiri), Self-realization (Kesadaran terhadap dirinya sendiri) dan Self-inventory (pencatatan tentang kenyataan yang ada pada dirinya).[6]
Pada hakekatnya ada dua tugas yang di emban oleh penyuluh agama, yaitu membimbing umat dalam menjalankan ajaran agama dan menyampaikan gagasan-gagasan pembangunan kepada masyarakat dengan bahasa agama.
a.              Bimbingan Pengamalan Agama
Agama akan memberikan makna dalam hidup manusia apabila diamalkan secara benar dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam kenyataan kehidupan masyarakat, seringkali terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pemahaman dan pengamalan agama baik disebabkan pengaruh dari dalam maupun pengaruh dari luar agama islam itu sendiri.
b.         Menyampaikan Gagasan Pembangunan
Pembangunan adalah pengamalan agama, karena pembangunan merupakan usaha yang sistematis dan berencana untuk memberikan kemudahan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi manusia baik lahiriyah maupun batiniyah, dan hal itu adalah salah satu tujuan agama pula.[7]
Ada sejumlah persyaratan yang harus dimiliki penyuluh sebagaimana yang dikemukakan oleh E.Taylor Leona yang dikutip oleh M.Romly dalam bukunya yang berjudul “Penyuluh Agama Menghadapi Tantangan Baru”. Kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang penyuluh agama adalah : [8]
a.          Memiliki pribadi yang menarik dan berdedikasi tinggi dalam tugasnya
b.         Penyuluh hendaknyamempunyai nilai-nilai kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan
c.          Penyuluh harus peka terhadap kepentingan tersuluh, memiliki kecepatan berfikir dan cerdas, sehingga memahami kehendak tersuluh
d.         Penyuluh agama harus memiliki kemampuan untuk mengadakan komunikasi sociable serta socially acceptable (dapat diterima oleh masyarakat)
e.          Penyuluh hendaknya mempunyai kepribadian yang utuh, ketenangan jiwa dan suka belajar (khususnya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tugasnya). Hal ini ditegaskan kembali oleh Bimo Walgito bahwa syarat seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun praktik.[9]

Telah banyak penelitian yang berkenaan dengan peranan ajaran agama dalam memberikan dorongan kepada pemeluknya untuk turut berpartisipasi dalam suatu proses perubahan. Dalam kajian-kajian, itu dikemukakan berbagai peranan tokoh-tokoh agama (kyai,santri dan ulama’) dalam memberikan motivasi terhadap umat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat.[10]
Agama sebagai energi pembebasan adalah sebuah ideal normative, bukan (belum) merupakan kenyataan real. Dalam kenyataan realnya mesti diakui bahwa seringkali agama justru merupakan sumber aneka belenggu ketimbang sumber pembebasan.
Dilihat dari aspek psikologisnya, agama dan psikoterapi terdapat persamaanya. Perilaku agama (tertentu) dapat meningkatkan kesehatan mental dan mengembangakan potensinya secara baik yang tentunya sama dengan maksud diselenggarakannya konseling. Tetapi harus disadari bahwa tidak semua (perilaku) agama, baik dalam bentuk doktrin dan perilaku beragamanya, menimbulkan kesehatan dan perkembangan psikis, justru sebaliknya dapat mengarah pada perilaku patologis yaitu neurosis atau psikosis (allprot, 1950, Ellis, 1997)[11]
Freud menyatakan bahwa agama merupakan sebuah cara yang dipergunakan manusia untuk mendapatkan ketergantungan dan perlindungan yang kekanak-kanakan. Dalam keadaan takut terhadap ketidak amanan yang mendasar dalam hidup, menyembuyikan diri dari keharusan menghadapi dunia yang penuh dengan segala kekecewaan dan kekerasannya, manusia terdorong untuk membangun system religious yang menjadi tempat tujuan manusia kembali kepada perlindungan yang dimilki anak-anak dari ayah-ibunya.[12]
Sebenarnya kita tidak perlu heran bahwa kaum agama pun memerlukan etika. Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaiman ia harus hidup kalau ia menjadi baik.

IV.       KESIMPULAN
Penyuluh agama islam adalah mitra atau kepanjangan tangan Departemen Agama dalam mencapai kehidupan yang berkualitas, sejahtera lahir dan batin.
Penyuluh harus peka terhadap kepentingan tersuluh, memilki kecepatan berfikir, sehingga memahami kehendak tersuluh. Agama mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dan strategis, utamanya sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional.




V.          PENUTUP
Demikian makalah yang dapat saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, mohon maaf  yang sebesar-besarnya, saya juga mengharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah khasanah pengetahuan, manfaat untuk kita semua, Amien.

VI.       DAFTAR PUSTAKA
Ø  Baharudin, 2004, Paradigma Psikologi Islami (Studi Tentang Elemen Psikologi Dari Alqur’an) Yogyakarta, PUSTAKA PELAJAR, cet.1, hlm 341-342
Ø  Ali Mudhafir, Kamus Istilah Filsafat,(Yogyakarta: Liberty, 1992), cet. 1, hlm 114
Ø  Rafi’udin,et,al, Prinsip dan Strategi Dakwah, Pustaka Setia, Bandung, 2001, hlm 47
Ø  H.M Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Golden Terayon Press, Jakarta, 1997, hlm 18
Ø  Departemen Agama RI, Panduan Penyuluh Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Urusan Haji, Jakarta, 1987, hlm 22-23
Ø  A.M Romly, Penyuluhan Agama Menghadapi Tantangan Baru, Remaja Rosda Karya, Jakarta, 2002, hlm 15
Ø  Bimo Walgito, Bimbingan Dan Penyuluhan Disekolah, AMM offset, Yogyakarta, 1995, hlm 30
Ø  Achmad Mubarok, Al Irsyad An Nafsiy : Konseling Agama Teori Dan Kasus, Bina Rena Pariwara, Jakarta, 2000,  Cet.1, Hlm 1, 2, 3
Ø  Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, Pustaka Setia, Bandung : 2008, cet.1, hlm 142-143
Ø  Moh. Rosyid, Konseling Religi : Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Kantor Jurusan Dakwah Program studi Bimbingan Konseling Islam, Kudus : 2010, vol. 1, hlm 6-7
Ø  Dadang Kahmad, Metode Penelitain Agama, Pustaka Setia. Bandung :2000, cet, 1, hlm 73
Ø  Bambang Sugiharto, dkk, Wajah Baru Etika Dan Agama, Kanisius, Yogyakarta : 2000, cet. 1, hlm 263
Ø  Latipun, psikoligi Konseling, UMM press, Malang 2001, cet. 3, hlm 201
Ø  Rollo May, Seni Konseling, Pustaka Pelajar, Yogyakarta : 2003, cet. 2, hlm 207
Ø  Franz Magnis, dkk, Etika Dasar : Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Pusataka Filsafat, Jakarta : 1985, hlm 17.



[1] Ali mudhafir kamus istilah filsafat. (Yogyakarta :liberty, 1992), cet.1, hlm 114
[2] Ibid., hlm 114-115
[3] Ibid., hlm 115
[4] Bambang syamsul arifin, psikologi agama, pustaka setia, bandung :2008, cet.1, hlm 142-143
[5] Rafi’udin,et,al, Prinsip dan Strategi Dakwah, Pustaka Setia, Bandung : 2001, hlm. 47
[6] H.M Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Golden Terayon Press, Jakarta, 1997, hlm 18
[7] Departemen Agama RI, Panduan Penyuluh Agama, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Jakarta: 1987, hlm 22-23
[8] A.M Romly Penyuluh Agama menghadapi Tantangan Baru, Remaja Rosda Karya, Jakarta :2002, hlm 15
[9] Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluh disekolah AMM offset, Yogyakarta : 1995, hlm 30
[10] Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, pustaka setia, Bandung :2000, hlm 73
[11] Latipun, Psikologi Konseling, UMM press, Malang :2001, cet. 3, hlm 201
[12] Rollo May, Seni Konseling, Pusataka Pelajar, Yogyakarta: 2003, cet : 2, hlm 207

No comments:

Post a Comment