Makna Pendidikan Multikultural dan Implikasinya Terhadap
Pengembangan Pendidikan
Multikultural
A. Pendahuluan
Istilah multikultural
dilihat dari formalitas istilah dapat dikatakan sesuatu yang baru, tetapi jika
dilihat dari substansi atau maknanya bagi bangsa Indonesia kususnya umat Islam
bukan merupakan hal yang baru. Multikultural sebagai jelmaan dari kesiapan
untuk menerima perbedaan atau perbedaan dianggap sebagai sunatullah (kondrati)
sudah jelas ada dalam Islam. Bahkan perbedaan bisa dijadikan sebagai sarana
untuk menciptakan kesejahteraan bagi umat (ikhtilaful ummati rahmatun).
Dalam rangka menyadari perbedaan tantangan historis antara
klasik-skolastik, era modernitas, dan terlebih lagi pada era modernita tingkat
lanjut (post-modern), diperlukan keberanian intelektual untuk merumuskan ulang
pola pendidikan islam, baik yang menyangkut materi maupun metodologi.
Negara
multikultural merupakan sebutan yang sangat cocok untuk Indonesia. Mengapa ?
Karena Indonesia memiliki keragaman agama dan kepercayaan, suku, jumlah dan persebaran
pulau, bahasa dan sejumlah keragaman lain. Keragaman itu merupakan potensi dan
keunikan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar. Akan
tetapi keragaman dan keunikan tersebut selama ini belum mendapatkan kesempatan
berkembang dan mengelola diri berdasar kearifan budaya dan kemauan hidup
berdampingan secara damai. Paradigma di bidang pendidikan kita yang sangat
sentralistik telah mengabaikan keragaman yang menjadi kekayaan dan potensi yang
dimiliki oleh bangsa ini. Perkelahian, kerusuhan, permusuhan, yang
berlatarbelakang etnis dan budaya silih berganti terjadi di negara ini. Negara
ini diambang disintegrasi bangsa bila tidak segera mendapat penanganan yang
serius.
Untuk
mengembangkan Pendidikan Multikultural di Indonesia, kita perlu mengetahui lebih
dahulu makna atau pengertian dari Pendidikan Multikultural, sejarah yang melatarbelakangi
kemunculan Pendidikan Multikultural dan karakteristik problematika multikultural
Indonesia. Karena dari pengertian yang kita gunakan dan mengetahui sejarah Pendidikan
Multikultural kita dapat mengetahui petunjuk ke arah mana pengembangkan Handout
Pendidikan Multikultural dilakukan. Dengan mengetahui karakteristik
problematika multikultural di Indonesia kita dapat memberikan solusi yang tepat
dan dapat dijadikan fokus pengembangan Pendidikan Multikultural.
Dari uraian
sebelumnya kita telah mengetahui bahwa pemaknaan Pendidikan Multikultural
berbeda-beda. Ada yang menekankan pada karakteristik kelompok yang berbeda,
sedangkan yang lain menekankan masalah sosial (khususnya tentang penindasan), kekuasaan
politik, dan pengalokasian sumber ekonomi. Ada yang memfokuskan pada keragaman
etnis yang berbeda, sedangkan yang lain berfokus pada kelompok dominan di masyarakat.
Makna yang lain membatasi pada karakteristik sekolah lokal, dan yang lain memberi
petunjuk tentang reformasi semua sekolah tanpa memandang karakteristiknya. Pemaknaan
Pendidikan Multikultural yang dianut oleh suatu sekolah dapat berimplikasi
terhadap pengembangan Pendidikan Multikultural. Berikut ini akan diuraikanmakna
Pendidikan Multikultural yang dapat berimplikasi terhadap pengembangan
Pendidikan Multikultural.
Pembelajaran
multikultural adalah sebuah proses pembelajaran yang dapat membimbing,
membentuk dan mengkondisikan siswa agar memiliki mental atau karakteristik
terbiasa hidup ditengah-tengah perbedaan yang sangbat kompleks, baik perbedaan
ideologi, perbedaan sosial, perbedaan ekonomi dan perbedaan agama. Dengan
pembelajaran mutikultural para lulusan akan dapat memiliki sikap kemandirian
dalam menyadari dan menyelesaikan segala problem kehidupannya.
B. Rumusan
masalah
Dari uraian diatas munculah beberapa permasalah yang mungkin
perlu adanya pembahasan lebih mendalam lagi., diantaranya adalah sebagai
berikut :
1.
Pendidikan Multikultural sebagai Ide?
2.
Pendidikan Multikultural sebagai gerakan
reformasi pendidikan?
3.
Pendidikan Multikultural sebagai Proses?
C. Pembahasan
1. Pendidikan Multikultural
sebagai Ide
Pendidikan Multikultural
sebagai ide adalah suatu filsafat yang menekankan legitimasi, vitalitas dan
pentingnya keragaman kelas sosial, etnis dan ras, gender, anak yang berkebutuhan
khusus, agama, bahasa, dan usia dalam membentuk kehidupan individu, kelompok,
dan bangsa. Sebagai sebuah ide, maka Pendidikan Multikultural ini harus mengenalkan
pengetahuan tentang berbagai kelompok dan organisasi yang menentang penindasan
dan eksploitasi dengan mempelajari hasil karya dan ide yang mendasari karyanya
(Sizemore, 1981).
Dengan mempelajari buku
Habis Gelap terbitlah Terang (hasil karya) yang berasal dari surat-surat
Kartini pada temannya Abendanon, kita mengetahui ide emansipasi wanita yang
berasal dari generasi abad 18. Dengan membaca karya Wulangreh kita dapat Handout
Pendidikan Multikultural mengetahui pemikiran pihak keraton dalam memahami dan
menafsirkan serta dalam menjalankan ajaran agama Islam di kalangan keraton.
Dengan mengkaji Serat Wirid Hidayat Jati kita mengetahui pemahaman para wali
tentang ajaran esoterisme Islam beberapa abad lalu. Dengan memahami keris, kita
mengetahui pola budaya dan keyakinan suku Jawa tentang kelengkapan hidup
seorang lelaki Jawa yang utuh. Dalam budaya Jawa tradisional, keris tidak
semata-mata dianggap sebagai senjata tikam yang memiliki keindahan dan keunikan
bentuk, akan tetapi juga sebagai kelengkapan budaya spiritual.
Implikasinya terhadap pengembangan Pendidikan Multikultural adalah
pemasukan bahan ajar yang berisi ide dari berbagai kelompok budaya. Diperlukan
adanya pendidikan yang leluasa untuk mengeksplorasi perspektif dan budaya orang
lain. Dengan mengekplorasi itu akan diperoleh inspirasi sehingga membuat anak
menjadi sensitif terhadap pluralitas cara hidup, cara yang berbeda dalam
menganalisa pengalaman dan ide, dan cara melihat berbagai temuan sejarah yang
ada di seluruh dunia (Parekh, 1986: 26-27).
Pengembangan pembelajaran sebagai ide adalah langkah awal yang
sangat menentukan karakteristik pembelajaran di masa mendatang: apakah yang
akan dihasilkan adalah perencanaan dan pelaksanaan multikultural, perencanaan
dan pelaksanaan monokultural, ataukah perencanaan dan pelaksanaan yang
diberlakukan secara umum tanpa memperhatikan perbedaan kultural yang ada. Oleh
karena pembahasan dan keputusan tentang dimensi ide suatu perencanaan dan
pelaksanaan sangat penting. Suatu prinsip yang harus diperhatikan dalam
pengembangan pembelajaran multikultural adalah ketiadaan keseragaman dalam
perencanaan dan pelaksanaan. Pada saat lampau keseragaman tersebut terlihat
pada keseragaman pendekatan perencanaan dan pelaksanaan untuk setiap jenjang pendidikan
yaitu perencanaan dan pelaksanaan pendidikan disiplin ilmu.
2. Pendidikan Multikultural
sebagai gerakan reformasi pendidikan
Pendidikan Multikultural dapat dipandang sebagai suatu gerakan
reformasi yang mengubah semua komponen kegiatan pendidikan. Komponen itu
mencakup:
a) Nilai-nilai yang mendasari,
artinya nilai-nilai yang bersifat pluralisme harus mendasari seluruh komponen
pendidikan. Keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat yang
mendasarinya.
b) Aturan prosedural, artinya
aturan prosedural yang berlaku harus berpijak dan berpihak pada semua kelompok
yang beragam itu.
c) Kurikulum. Keragaman budaya
menjadi dasar dalam mengembangkan berbagai komponen kurikulum seperti tujuan,
bahan, proses, dan evaluasi. Artinya dibutuhkan penyusunan kurikulum baru yang
di dalamnya mencerminkan nilai-nilai multikultural. Kurikulum berperan sebagai
media dalam mengembangkan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.
d) Bahan ajar, artinya materi
multikultural itu harus tercermin dalam materi pelajaran, pada semua bidang
studi. Multikultural bukan hanya diajarkan satu bidang studi melainkan lebih
merupakan materi pelajaran yang bisa disisipkan pada semua bidang studi.
e) Struktur organisasi, artinya
struktur organisasi sekolah itu perlu mencerminkan kondisi riil yang
pluralistik. Budaya di lingkungan unit pendidikan yang pluralistik adalah
sumber belajar dan objek studi yang harus dijadikan bagian dari kegiatan
belajar siswa
f) Pola kebijakan artinya pola
kebijakan yang diambil oleh pembuat keputusan itu merefleksikan pluralisme
budaya.
Bennett (1990) menyatakan bahwa Pendidikan Multikultural berkaitan
dengan komitmen untuk menggapai kualitas pendidikan, mengembangkan kurikulum
yang membangun pemahaman tentang kelompok etnis dan memerangi praktek
penindasan. Perlu ada komitmen bersama di antara pendidik untuk meningkatkan
kualitas pendidikan pada seluruh warga yang berasal dari berbagai unsur
pluralitas. Agar kualitas pendidikan itu bisa ditingkatkan perlu dikembangkan
kurikulum (baru) yang membangun pemahaman tentang kelompok etnis dan memerangi
segala praktek penindasan.
Pengembangan pendekatan multikultural sebagai gerakan menyangkut
pengembangan pembelajaran berbasis budaya. Seluruh komponen sekolah harus
berlandaskan budaya. Pembelajaran seperti tujuan, konten, pengalaman belajar,
dan evaluasi dilakukan dengan berbasiskan budaya. Rumusan yang berdasarkan
pandangan behaviorisme dan menghendaki rumusan tujuan yang terukur perlu kita
tinggalkan. Para pengembang harus dapat membuka diri untuk menyadari bahwa
tidak semua kualitas manusia dapat diukur berdasarkan criteria tertentu. Ada
tujuan-tujuan yang dapat diukur dan dikuasai dalam satu atau dua pengalaman belajar,
tetapi ada juga tujuan yang baru tercapai dalam waktu belajar yang panjang.
3. Pendidikan Multikultural
sebagai Proses
Pengembangan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai
proses sangat ditentukan oleh guru berdasarkan kondisi budaya siswa. Pendidikan
Multikultural sebagai
proses harus sesuai
Pendidikan Multikultural dengan sebagai ide. Pengetahuan, pemahaman, dan sikap,
serta kemauan guru terhadap Pendidikan Multikultural akan sangat menentukan keberhasilan
pelaksanaan perencanaan dan pelaksanaan sebagai proses.
Ada empat hal yang harus diperhatikan guru dalam mengembangkan
Pendidikan Multikultural sebagai proses, yaitu: (1) posisi siswa sebagai subjek
dalam belajar, (2) cara belajar siswa yang ditentukan oleh latar belakang
budayanya, (3) lingkungan budaya mayoritas masyarakat dan pribadi siswa adalah
entry behavior kultural siswa, (4) lingkungan budaya siswa sebagai sumber
belajar.
Pendidikan Multikultural bermaksud untuk mengubah struktur lembaga
pendidikan sehingga semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai
kesuksesan akademis. Pendidikan Multikultural merupakan suatu proses yang terus
menerus yang membutuhkan investasi waktu jangka panjang di samping aksi yang
terencana dan dimonitor secara hatihati (Banks & Banks, 1993).
Selain di lembaga pendidikan, siswa dapat pula mengalami proses
pembelajaran yang diperoleh lewat perilaku yang terencana dan sistematis. Siswa
dapat memperoleh pembelajaran lewat penyadaran dan penghormatan terhadap orang
cacat dengan memberi jalur khusus di stasiun, terminal ataupun bandara. Di kota
besar seperti Jakarta, pemberian jalur khusus untuk orang cacat (misalnya
stasiun Gambir dan Bandara Sukarno Hatta) dapat membelajarkan siswa.
ASCD Komisi Pendidikan Multikultural (Di dalam Grant, 1977b: 3)
menegaskan bahwa Pendidikan Multikultural berhubungan dengan konsep humanistik
yang didasarkan pada kekuatan dari keragaman, hak asasi manusia, keadilan
sosial, dan gaya hidup alternatif bagi semua orang, yang diperlukan untuk
pendidikan yang berkualitas dan meliputi semua upaya untuk memenuhi seluruh
budaya bagi siswa; yang memandang masyarakat multicultural pluralistik sebagai
kekuatan positif dan menjadikan perbedaan sebagai wahana untuk lebih memahami
masyarakat global. Dari uraian panjang di atas ada beberapa ide utama yang bisa
kita ambil:
1. Pendidikan Multikultural
berhubungan dengan konsep humanistik.
2. Konsep yang didasarkan pada
kekuatan dari keragaman, HAM, keadilan sosial dan gaya hidup.
3. Pendidikan Multikultural
mengarah pada pencapaian pendidikan yang berkualitas
4. Melibatkan segala upaya
untuk memenuhi seluruh budaya siswa
5. Memandang masyarakat
pluralistik sebagai kekuatan positif
6. Perbedaan adalah wahana
memahami masyarakat global.
Ada kaitan erat antara Pendidikan Multikultural dengan konsep
humanisme. Keduanya memandang manusia sebagai manusia yang memiliki keunikan
yang harus dihormati keberadaannya. Menghormati keragaman dan gaya hidup
berarti juga menghormati hak asasi manusia yang dilandasi keadilan sosial.
Semua hal di atas ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita. Di samping itu pendidikan
harus mencakup seluruh budaya siswa dan memandang bahwa masyarakat yang
pluralistik itu sebagai kekuatan positif dan perlu disikapi secara positif
pula.
Kebijakan pembatasan berupa persyaratan tertulis yang mencegah masuknya
kelompok multikultural dapat dipandang sebagai anti terhadap Pendidikan Multikultural.
Misalnya hanya untuk laki-laki saja, perempuan saja, persyaratan tinggi tertentu,
asal daerah tertentu dan sebagainya. Nieto (1992) memandang Pendidikan
Multikultural terkait dengan :
1. reformasi sekolah
dan pendidikan dasar yang komprehensif untuk semua siswa,
2. penentangan terhadap
semua bentuk diskriminasi,
3. menyerapan pelajaran
dan hubungan interpersonal di kelas, dan
4. penonjolan
prinsip-prinsip demokratis dan keadilan sosial (Nieto, 1992).
Pendidikan Multikultural dilihat oleh Nieto sebagai reformasi
sekolah dan reformasi pendidikan dasar yang komprehensif, bukan sekedar
penambahan materi dan pemahaman sudut pandang dari budaya yang lain. Pendidikan
Multikultural dapat berhasil bila terwujud dalam hubungan interpersonal yang
menentang semua bentuk diskriminasi. Pendidikan multikultural terwujud dalam
bentuk penonjolan prinsip demokrasi dan keadilan sosial. Ada suatu proses yang
dijalani dalam hubungan interpersonal bukan sekedar segi kognitif semata.
Sejalan dengan pemikiran di atas, Bennet (1995) menyatakan bahwa
pendidikan multikultural didasarkan pada nilai dan keyakinan demokratis, dan
upaya mengembangkan pluralisme budaya dalam masyarakat yang secara kultural
berbeda. Menurut Bennet definisi Pendidikan Multikultural mencakup dimensi :
1.
gerakan persamaan (yang dalam konsep Banks disebut gerakan
reformasi pendidikan),
2.
pendekatan multikultural,
3.
proses menjadi multikultural, dan
4.
komitmen memerangi prasangka dan diskriminasi.
Oleh karena itu pengembangan dari pendidikan multikultural pun
berbeda mulai dari memberi informasi tentang berbagai kelompok di dalam buku
teks, memerangi rasisme, hingga restrukturisasi kegiatan sekolah secara
keseluruhan serta mereformasi masyarakat untuk membuat sekolah lebih adil,
menerima dan seimbang secara kultural. Hal ini berarti perlu pengubahan
program, kebijakan dan praktek sekolah.
Dari definisi ini pendukung kelompok ini berpendapat bahwa program
Pendidikan Multikultural seharusnya mencakup identitas etnis, pluralisme
budaya, distribusi sumber dan kesempatan, dan masalah sosiopolitis yang berasal
dari sejarah penindasan yang panjang. Pendidikan Multikultural merupakan
seperangkat materi khusus yang digunakan untuk pembelajaran.
Pendidikan Multikultural berarti mempelajari tentang budaya yang berbeda, atau
belajar untuk menjadi bikultural.
D. Kesimpulan
Untuk pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia, kita
juga perlu memahami sejarah singkat Pendidikan Multikultural sebagai dasar
pijak kita dalam menentukan arah pengembangan. Konsep pendidikan multikultural
di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Kanada yang menganut konsep
demokratis karena sejak kelahiran dan sejarahnya memang bercorak multikultural,
hal ini bukan barang baru lagi. Mereka telah berupaya melenyapkan diskriminasi
rasial untuk tujuan memajukan dan memelihara integritas nasional. Pendidikan Multikultural
sebagai konsep senantiasa berkembang dan beragam. Pentinglah untuk meninjau
kembali dasar-dasar historis yang dapat dijadikan sebagai akar darimana Pendidikan
Multikultural itu dikembangkan di Indonesia. Dengan mempelajari sejarah akan dapat
kita ketahui bentuk awal Pendidikan Multikultural dan perubahannya serta kondisi
sosial yang memunculkannya.
Akar sejarah Pendidikan Multikultural bermula pada gerakan hak-hak
sipil dari berbagai kelompok yang secara historis memang selalu terabaikan dan
tertindas. Pendidikan Multikultural timbul dari munculnya gerakan hak-hak sipil
di Amerika tahun 1960-an yang mulai menyadari dan menuntut hak yang belum
pernah terjadi sebelumnya. Tujuan utamanya menghilangkan diskriminasi dalam
akomodasi umum, perumahan, tenaga kerja, dan pendidikan. Gerakan hak-hak sipil
ini berimplikasi terhadap:
a. berdirinya lembaga
pendidikan bagi kelompok etnis. Awalnya hanya pada sekolah untuk
b. orang Amerika keturunan
Afrika dan kemudian kelompok lain.
c. reformasi kurikulum sehingga
sekolah dan lembaga pendidikan yang lain merefleksikan
d. pengalaman, sejarah, budaya
dan perspektif mereka.
e. kenaikan upah bagi guru dan
administrator sekolah kulit hitam dan berwarna lain.
f. adanya kontrol masyarakat
terhadap sekolah.
g. revisi buku teks agar
merefleksikan keberagaman orang di AS.
Dalam
konteks pendidikan dalam masyarakat akan bisa
diperbaiki melalui proses pendidikan. Artinya kegagala\n masyarakat adalah
kegagalan pendidikan dan sebaliknya. Dengan demikian,
kalau ingin mengatasi segala problematika masyarakat dimulai dari penataan
secara sitematik dan metodologis dalam pendidikan. Salah satu komponene dalam
pembelajaran adalah proses belajar mengajar (pembelajaran). Untuk memperbaiki
realitas masyarakat, perlu dimulai dari proses pembelajaran multikultural bisa
dibentuk melului proses pembelajaran, yiatu dengan menggunakan pembelajaran
berbasis multikultural, yaiut proses pembelajaran yang lebih mengarah pada
upaya menghargai perbedaan di antara sesame manusia sehingga terwujud
ketenangan dan ketentraman tatanan kehidupan masyarakat. (147-149)
E. Penutup
Demikianlah makalah yang dapat saya buat dan
presentasikan, mohon maaf jikalau dalam pembuatan dan
mempresentasikan makalah ini banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan. Karana
pada prinsipnya manusia adalah tidak pernah luput dari kesalahan. Semoga dengan
makalah ini kita dapat menambah wawasan kita serta kita dapat menerapkanya
sesuai teori yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Sutarno, 2007,
Pendidikan Multikultural, Jakarta: Depdiknas
Mahfud, Choirul, 2006, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar
Naim, Ngainum dan Achmad
Sauqi, 2008, Pendidikan Multikultural,
Konsep dan Aplikasi, Yogyakarta, Ar-Ruzz Media
Sunarto, Kamanto dkk, 2004, Multicultural Education in Indonesia and
Southeast Asia Stepping into the Unfamiliar, Jakarta, UI
Banks, J.A, 1993, Multicultural
Education: Issues and Perspectives. Needham Height, Massachusetts : Allyn and
Bacon
Choirul
Mahfud, Pendidikan Multicultural,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006
Sudiyono,
Manajemen Pendidikan Tinggi, Rineka
Cipta, Jakarta, 2004
Ainul Yaqin,
Pendidikan Multicultural, Pilar
Media, Yogyakarta, 2005
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multicultural,
Erlangga, Jakarta, 2005
Sutrisno,
Revolusi Pendidikan di Indonesia, Yogyakarta, Ar-Ruzz, 2005, hlm.
152.
No comments:
Post a Comment