PENELITIAN
SKEMA SANAD
Untuk memperjelas dan memepermudah proses kegiatan al-i’tibar,diperlukan
pembuatan skema untuk seluruh sanad bagi hadis yang akan diteliti. Dalam
pembuatan skema ada tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian,yakni (1)
jalur seluruh sanad; (2) nama-nama periwayat untuk seluruh sanad dan;(3) metode
periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat.
Nama-nama periwayat yang ditulis dalam skema sanad meliputi seluruh
nama, mulai periwayat pertama, yakni sahabat Nabi yang mengemukakan hadis,
sampai mukharrijnya, misalnya al-bukhari atau muslim.
1.
KAIDAH KESAHIHAN SANAD SEBAGAI ACUAN
Untuk meneliti hadis, diperlukan acuan. Acuan yang digunakan adalah
kaidah kesahihan hadis bila ternyata hadis yang diteliti bukanlah hadis
mutawattir.
Benih-benih kaidah kesahihan hadis telah muncul pada zaman Nabi dan
zaman sahabat Nabi.
Berangkat dari
definisi itu dapatlah dikemukakan bahwa unsur-unsur kaidah kesahihan hadis
adalah sebagai berikut:
1.
Sanad
hadis yang bersangkutan harus bersambung mulai dari mukharrij_nya sampai kepada
Nabi.
2.
Seluru periwayat dalam hadis itu harus
bersifat adil dan dabit.
3.
Hadis
itu, jadi sanad dan matan-nya, harus terhindar dari kejanggalan dan cacat.
2.
SEGI-SEGI PRIBADI PERIWAYAT YANG DITELITI
Ulama hadis sependapat bahwa ada dua
hal yang harus diteliti pada diri pribadi periwayat hadis untuk dapat diketahui
apakah riwayat hadis yang dikemukakanya dapat diterima sebagai hujah ataukah
harus ditolak.
Untuk sifat adil dan dabit
masing-masing memiliki kriteria tersendiri.
Ulama hadis memang beda pendapat dalam memberikan pengertian istilah
untuk kata dabit, namun perbedaan itu dapat dipertemukan dengan memberi rumusan
sebagai berikut :
1.
Periwayat
yang bersifat dabit adalah periwayat yang (a) hafal dengan sempurna hadis yang
diterimanya; dan (b) mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu
kepada orang lain.
2.
Periwayat yang bersifat dabit ialah periwayat
yang selain disebutkan dalam butir pertama diatas, juga dia mampu memahami
dengan baik hadis yang dihafalnya.
3.
SEKITAR
AL-JARH WAT-TA’DIL
a.
Pengertian
AJ-JARH WAT-TA’DIL _ para periwayat hadis mulai dari generasi sahabat Nabi
sampai generasi mukharijul hadis ( periwayat dan sekaligus penghimpun hadis)
telah tidak dapat dijumpai secara fisik karena mereka telah meninggal dunia.
Menurut bahasa, kata al-jarh merupakan masdar dari kata jaraha-yajrahu ,
yang berarti ‘’melukai’’.
Menurut istilah ilmu hadis, kata
al-jarh berarti tampak jelasnya sifat pribadi periwayat yang tidak adil, atau
yang buruk dibidang hafalnya dan kecermatannya, yang keadaan itu menyebabkan
gugurnya atau lemahnya riwayat yang disampaikan oleh periwayat tersebut.
Adapun kata at-ta’dil, asal katanya adalah masdar dari kata kerja
‘addala, artinya: mengemukakan sifat-sifat adil yang dimiliki oleh seseorang.
Menurut istilah ilmu hadis, kata
at-ta’dil mempunyai arti: mengungkap sifat-sifat bersih yang ada pada diri
periwayat, sehingga dengan demikian tampak jelas keadilan pribadi periwayat itu
dan karenanya riwayat yang disampaikannya dapat diterima.
b.
ULAMA KRITIKUS HADIS
Ulama yang ahli di bidang kritik para
periwayat hadis disebut sebagai al-jarh wal-mu’addil.
Ulama telah mengemukakan syarat-syarat bagi seseorang yang dapat
dinyatakan sebagai al-jarh wal-mu’addil.
Penjelasan
ulama itu dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1.
Syarat-syarat
yang berkenan dengan sikap pribadi, yakni (a) bersifat adil (sifat adil dalam
hal ini ialah menurut istilah ilmu hadis); (b) tidak bersikap fanatik terhadap
aliran atau madzhab yang dianutnya; (c) tidak bersikap bermusuhan dengan
periwayat yang dinilainya, termasuk terhadap periwayat yang berbeda aliran
dengannya.
2.
Syarat-syarat
yang berkenan dengan penguasaan pengetahuan, dalam
hal ini harus
memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam, terutama
yang berkenan
dengan (a) ajaran islam; (b) bahasa arab; (c) hadis dan ilmu hadis; (d) pribadi
periwayat yang dikritiknya; (e) adat istiadat yang berlaku; dan (f) sebab-sebab
yang melatarbelakangi sifat-sifat utama
dan tercela
yang dimiliki oleh periwayat.
c.
LAFAL-LAFAL
AL-JARH WAT TA’DIL
Berdasarkan
hasil penelitian ulama ahli kritik hadis , ternyata keadaan
Para periwayat
hadis bermacam-macam: Sesuai dengan keadaan
Pribadi para
periwayat itu, maka ulama ahli kritis hadis menyusun
Peringkat para
periwayat dilihat dari kualitas pribadi dan kapasitas intelektual mereka.
d.
BEBERAPA TEORI AL-JARH WAT-TA’DIL
Mungkin
penggunaan istilah teori dalam hal ini kurang tepat. Istilah itu dipakai untuk
memudahkan pemahaman tentang adanya kaidah yang diikuti oleh ulama ahli kritik
hadis dalam melakukan kritik terhadap para periwayat hadis. Kaidah yang telah
dikemukakan oleh para kritikus hadis selain ada beberapa macam,juga memiliki
argumen yang mendukung lahirnya ,masing-masing kaidah.
4.
PERSAMBUNGAN
SANAD YANG DITELITI
a.
Lambang-lambang metode periwayatan
Dalam
uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa sanad hadis selain memuat nama-nama
periwayat, juga memuat lambang-lambang atau lafal-lafal yang memberi petunjuk
tentang metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang
bersangkutan.
Lambang-lambang atau kata-kata yang
penggunaanya disepakati, misalnya sami’na, haddasana, nawalana.
Kedua
lambang yang disebutkan pertama disepakati penggunaannya untuk periwayatan
dengan metode as-sama’ (arti harfiahnya : pendengaran),
Sebagai metode
yang menurut jumhur ulama hadis yang memiliki tingkat akurasi yang tinggi.
b.
Hubungan periwayatan dengan metode
periwayatannya
Secara
mudah , keadaan periwayat dapat dibagi kepada yang siqah dan yang tidak siqah.
Dalam menyampaikan riwayat, periwayat yang siqah memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan karenanya dapat
dipercaya riwayatannya.
Dalam hubungannya dengan persambungan sanad, kualitas periwayat sangat
menentukan. Periwayat tidak siqah yang menyatakan telah menerima riwayat dengan
metode sami’na, misalnya walaupun metode itu diakui ulama hadis memiliki tingkat akurasi yang tinggi, tetapi
karena yang menyatakan lambang itu adalah orang yang tidak siqah, maka
informasi yang dikemukakannya itu tetap tidak percaya. Sebaliknya, apabila yang
menyatakan sami’na adalah orang siqah, maka informasinya dapat dipercaya.
Selain itu, ada periwayat yang dinilai siqah oleh ulama ahli kritis hadis,
namun dengan syarat bila dia menggunakan
lambang periwayatan haddasana atu sami’tu, sanadnya bersambung, tetapi
bila menggunakan selain kedua lambang
tersebut, sanadnya dapat tadlis( penyembunyiannya cacat ).
c.
Menyimpulkan
hasil penelitian sanad
Kegiatan berikutnya dalam penelitian sanad
hadis ialah mengemukakan kesimpulan hasil penelitian. Kegiatan menyimpulkan itu
merupakan kegiatan akhir bagi kegiatan penelitian sanad hadis.
·
Natijah Dan Argumen
Hasil
penelitian yang dikemukakan harus berisi
natijah. Dalam mengemukakan natijah harus disertai argumen-argumen yang jelas.
Semua argumen
dapat dikemukakan sebelum ataupun sesudah rumusan natijah dikemukakan.
Isi
natijah untuk hadis yang dilihat dari
segi jumlah periwayatnya mungkin berupa pernyataan bahwa hadis yang
bersangkutan berkualitas sahih, atau hasan,atau daif sesuai dengan apa yang
telah diteliti.
·
Beberapa
Contoh Penelitian Sanad Hadis
Contoh kesatu
a.
Meneliti
sanad hadis tentang mengatasi
kemungkaran
-
Langkah
Pertama, Melakukan kegiatan Takhrijul Hadis.
-
Langkah
kedua, Melakukan kegiatan Al-i’tibar.
-
Langkah
ketiga, Melakukan penelitian sanad.
b.
Meneliti
kulitas periwayat dan persambungan sanad
Dalam kegiatan ini, penelitian dapat dimulai pada periwayat pertama
ataupun periwayat terakhir(al-mukharrij).
c.
Meneliti
kemungkinan adanya Syuzuz dan illah
Apabila seluruh sanad
diperhatikan (lima skema ketiga), maka tampak jelas bahwa seluruh sanad ahmad
yang berjumlah lima buah merupakan sanad-sanad yang lebih pendek dari pada
mukharrij lain.
-
Langkah
ke empat, Mengambil natijah hadis
Hadis
yang diteliti memiliki banyak sanad.
Walaupun demikian , hadis tersebut bukanlah hadis mutawatir, melainkan hadis
ahad.
Melihat
jumlah periwayat yang terdapat dalam seluruh sanad , hadis tersebut pada
periwayat tingkat pertama berstatus garib dan mulai pada periwayat tingkat
keempat dan seterusnya berstatus masyhur.
Contoh kedua
Meneliti sanad hadis tentang “ Kegiatan ijtihad yang dilakukan
setelah tiadanya petunjuk langsung dari alquran damn sunnah Nabi ”.
·
Langkah pertama, Melakukan Takhrijul Hadis.
Hadis
yang diteliti itu adalah hadis yang
berisi dialog antara Nabi dan Mu’az bin jabal tatkala Mu’az diutus ke Yaman.
Hadis tersebut telah dikutip oleh banyak ulama di berbagai kitab
tatkala mereka menerangkan urut-urutan sumber hukum islam.
·
Langkah kedua, Melakukan I’tibar.
Sebelum
dikemukakan skema sanadnya, ada beberapa
hal yang perlu dijelaskan terlebih dahulu.
Dengan
demikian , skema akan lebih mudah disusun dan dipahami.
·
Langkah ketiga, Meneliti Sanad.
Dengan
melihat skema sanad pada skema ke empat, maka dapatlah diketahui bahwa sanad
Abu Daud dan salah satu Ahmad bin Hanbal, yakni yang melewati waki’, dalam keadan terputus pada periwayat tingkat
pertama.
·
Langkah keempat, Mengambil Natijah.
Seluruh
sanad untuk hadis yang diteliti ternyata mengandung kelemahan.
PENELITIAN
MATAN
Berangkat dari berbagau penjelasan ulama ahli hadis melalui
kitab-kitab yang telah disinggung diatas, tulisan ini mencoba mengajukan
langkag-langkah metodologis kegiatan penelitian matan hadis, yakni:
·
Pertama: Meneliti matan dengan melihat
kualitas sanadnya.
·
Kedua: Meneliti susunan lafal berbagai matan
yang semakna.
·
Ketiga : Meneliti kandungan matan.
MENELITI MATAN
DENGAN MELIHAT KUALITAS SANADNYA
1.
Meneliti matan sesudah meneliti sanad
Dilihat dari segi obyek
penelitian, matan dan sanad hadis memiliki
kedudukan yang sama, yakni sama-sama penting untuk diteliti dalam
hubungannya dengan status kehujahan hadis.
·
Setiap Matan
Harus Bersanad.
2.
Kualitas matan tidak selalu sejalan dengan
kualitas sanadnya
Pada pembahasan terdahulu telah dikemukakan bahwa kualitas sanad
dan matan suatu hadis cukup bervariasi.
Diantaranya ada suatu hadis yang sanadnya
sahih, tetapi matan nya daif, atau sebaliknya.
·
Hadis yang sanadnya sahih, tetapi matan nya
daif
3.
Kaidah kesahihan matan sebagai acuan
Pada pembahasan terdahulu telah dikemukakan bahwa unsur-unsur yang
harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas sahih ada dua macam, yakni
terhindar dari syuzuz dan terhindar dari ‘illah.
Menurut
jumhur ulama hadis, tanda-tanda matan hadis yang palsu itu ialah :
1.
Susunan
bahasanya rancu.
2.
Kandungan
pernyataannya bertentangan dengan akal yang sehat.
3.
Kandungannya
pernyataannya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran islam.
4.
Kandungannya
pernyataanya bertentangan dengan sunnatullah (hukum islam).
5.
Kandungannya
pernyataanya bertentangan dengan fakta sejarah.
Fakto-faktor
yang menonjol sebagai penyebab sulitnya penelitian matan ialah :
1.
Adanya
periwayatan secara makna.
2.
Acuan
yang digunakan sebagai pendekatan tidak satu macam saja.
3.
Latar
belakang timbulnya petunjuk hadis tidak selalu mudah dapat diketahui.
MENELITI KANDUNGAN MATAN
1.
Menbandingkan
kandungan matan yang sejalan atau tidak bertentangan
Setelah susunan lafal diteliti, maka langkah berikutnya adalah
meneliti kandungan matan, perlu diperhatikan matan-matan dan dalil-dalil lain
yang mempunyai topik masalah yang sama.
2.
Membandingkan
kandungan matan yang tidak sejalan atau tampak bertentangan.
MENYIMPULKAN HASIL PENELITIAN MATAN
Natijah Dan Argumen
Setelah
langkah-langkah yang telah dikemukakan di atas selesai dilakukan , maka langkah
terakhir yang dilakukan oleh peneliti adalah menyimpulkan hasil penelitian
matan.
BEBERAPA
CONTOH PENELITIAN MATAN HADIS
·
Meneliti
matan hadis yang kandungannya tampak bertentangan dengan matan hadis yang lain
·
Meneliti
matan hadis yang sanadnya sahih, tetapi matan nya daif
·
Hadis
riwayat al-bukhari dan muslim yang matan nya dinilai daif, tetapi penilaian itu
masih perlu dipersoalkan validitasnya
No comments:
Post a Comment