Thursday, March 10, 2016

makalah tes hasil belajar

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah  
Hasil belajar siswa bukan hanya sekedar angka yang di hadiahkan oleh guru untuk siswa atas kegiatan belajarnya. Hasil belajar merupakan ukuran kuantitatif yang mewakili kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Untuk itu tes hasil belajar (THB) sebagai dasar untuk memberikan penilaian hasil belajar seharusnya memiliki kemampuan secara nyata menimbang secara adil “bobot” kemmpuan siswa.
Siswa sering mengeluhkan ketidakpuasannya terhadap perolehan hasil belajar. Beberapa merasa mampu, siap dalam ujian dan belajar bersungguh-sungguh namun hasil belajarnya rendah. Beberapa yang lain menyadari tidak begitu menguasai, tidak siap dalam ujian dan tidak terlalu bersungguh-sungguh dalam usahanya namun memperoleh hasil belajar yang tinggi. Dalam keadaan ini siswa tidak dapat menemukan hubungan antara kemampuan akademis (ability) dan usaha (effort) dengan hasil belajar (achievement) yang akan menimbulkan sikap apatisme siswa terhadap proses dan hasil belajar. Akibatnya siswa memilih menyerahkan takdir, nasib dan keberuntungannya pada hal-hal yang tidak stabil, eksternal dan tidak terkontrol. Siswa tidak mempunyai kemauan yang kuat untuk belajar karena hasil belajar telah kehilangan daya tariknya sebagai sumber harga diri. Ketika hasil belajar tidak lagi sesuai dengan ekspetasi siswa maka kesuksesan menjadi tidak bernilai. Keberhasilan tidak menimbulkan kebanggaan dan kegagalan tidak menjadi hal yang memalukan. Sebagian disebabkan oleh keraguan bahwa THB yang digunakan untuk mengukur dan menjadi dasar untuk menilai hasil belajar tidak menimbang secara adil siswa dalam kemampuannya.
Setiap alat ukur yang hendak digunakan untuk mengukur, termasuk THB, harus dipastikan kemampuannya untuk mengukur secara baik. Oleh karenanya THB harus dibuat dengan prosedur pengembangan yang menjamin dapat diperoleh kualitas THB yang baik. Dari THB yang baik dapat diukur dan dikumpulkan data hasil belajar yang baik. Keputusan hasil penilaian hasil belajar dapat dilakukan dengan tepat hanya apabila didasarkan pada data hasil belajar yang baik. Penilaian hasil belajar dilakukan berdasarkan hasil pengukuran menggunakan THB. Ketepatan penilaian sangat tergantung kepada akurasi hasil pengukuran THB. Akurasi hasil pengukuran tergantung pada kecermatan THB melakukan pengukuran. Untuk itu guru penilai harus memiliki keterampilan mengembangkan alat ukur pengumpulan data hasil belajar berupa tes hasil belajar (THB).[1]
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana definisi prosedur pelaksanaan tes hasil belajar ?  
2.      Bagaimana prosedur pelaksanaan tes tertulis ?
3.      Bagaimana prosedur pelaksanaan tes lisan ?
4.      Bagaimana prosedur pelaksanaan tes perbuatan ?

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Definisi Prosedur Pelaksanaan Tes Hasil Belajar
Berdasarkan  kamus besar bahasa indonesia (KBBI), Istilah-istilah dari prosedur pelaksanaan tes hasil belajar antara lain:
·         prosedur adalah perincian langkah-langkah dari sistem dan rangkaian kegiatan yang saling berhubungan erat satu sama lainnya untuk mencapai tujuan tertentu.
·         Pelaksanaan yakni suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran yang sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi pelaksanaan tersebut adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau dengan kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan dikehendaki secara efektif.
·         Tes merupakan cara yang dapat digunakan atau prosedur yang dapat ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian yang dapat berbentuk pemberian tugas, atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai yang dapat melambangkan prestasi.
·         Hasil belajar mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pekerjaan mengevaluasi ada prosedur tersendiri, meskipun perlu untuk ditekankan, bahwa pekerjaan mengevaluasi itu lebih tepat untuk dipandang sebagai suatu proses yang kontinu. Suatu kontinous proses yang tidak terputus-putus, tetapi ada gunanya juga mengetahui prosedur apa sajakah yang merupakan titik-titik penghubung dari proses yang bersifat kontinu tadi.
Pengetahuan tentang fungsi dalam keseluruhan proses evaluasi akan memungkinkan kita memperoleh gambaran yang cukup jelas tentang sistematik pekerjaan evaluasi pada umumnya. Bayangan yang ada pada diri kita mengenai dalam rangka pekerjaan evaluasi ini sudah ada pada kita, akan lebih memudahkan bagi kita untuk membangunkan suatu sistem evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam suatu lingkungan pendidikan tertentu.
Dalam praktek, pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.[2]
Pada tes tertulis, soal-soal tes dituangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes juga tertulis. Pada tes lisan, soal-soal tes diajukan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Namun demikian dapat juga soal-soal tes diajukan secara lisan dalam waktu yang ditentukan, jawaban harus dibuat secara tertulis. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian perintah atau tugas yang harus dilaksanakan oleh testee, dan cara penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai setelah testee melaksanakan tugas tersebut.[3]
2.      Prosedur Pelaksanaan Tes Tertulis

Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu sebagaimana dikemukakan berikut ini.

Pertama, agar dalam mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang. Adalah sangat bijaksana apabila diluar ruangan tes dipasang papan pemberitahuan.

Kedua, ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk diatur dengan jarak tertentu yang memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.

Ketiga, ruangan tes sebaiknya memiliki sistem pencahayaan dan pertukaran udara yang baik. Ruangan yang gelap atau remang-remang disamping menyulitkan testee dalam membaca soal dan menuliskan jawabannya, juga akan menyulitkan bagi tester atau pengawas tes dalam menunaikan tugasnya. Ruang tes yang terlalu terang atau terlalu menyilaukan mata, disamping dapat menimbulkan udara panas juga dapat menyebabkan testee cepat menjadi letih.

Keempat, jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas tempat penulis, maka sebelum tes dilaksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas tulis yang terbuat dari triplek, handboard atau bahan lainnya, sehingga testee tidak harus menuliskan jawaban soal tes yang diletakkan di atas paha sebagai alas tulisnya.

Kelima, agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes diletakkan secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan bagi testee untuk membaca dan mengerjakan soal lebih awal daripada teman-temannya. Dalam hubungan ini testee harus diberi bahwa mereka baru boleh memulai mengerjakan soal tes setelah tanda waktu mulai bekerja diberikan.

Keenam, dalam mengawasi jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya jangan terlalu banyak bergerak, terlalu sering jalan-jalan dalam ruangan tes sehingga mengganggu konsentrasi testee. Sebaliknya, pengawas tes juga jangan selalu duduk dikursi sehingga dapat membuka peluang bagi testee yang tidak jujur untuk bertindak curang (kerja sama dengan testee menyontek). Jika pengawas lebih dari satu sebaiknya berpencar dan jangan bercakap-cakap karena dapat mengganggu ketenangan jalannya tes.

Ketujuh, sebelum berlangsungnya tes, hendaknya sudah ditentukan lebih dahulu sanksi yang dapat dikenakan kepada testee yang berbuat curang. Sanksi itu dapat berupa tindakan mengeluarkan testee dari ruangan tes karenanya tesnya dianggap gugur, atau dengan jalan membuat berita acara tentang terjadinya kecurangan tersebut.

Kedelapan, sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang harus ditandatangani oleh setiap peserta didik. Dalam mengedarkan daftar hadir tes itu hendaknya diusahakan agar tidak mengganggu ketenangan jalannya tes.

Kesembilan, jika waktu ang ditentukan telah habis hendaknya testee diminta untuk menghentikan pekerjaannya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes. Kemudian pengawas tes hendaknya segera mengumpulkan lembar-lembar pekerjaan (jawaban) tes seraya meneliti, jumlah lembar jawaban tes itu sudah sesuai dengan testee yang tercantum dalam daftar hadir tes.

Kesepuluh, untuk mencegah timbulnya berkaitan di kemudian hari, pada berita acara pelaksanaan harus dituliskan secara lengkap, berapa orang testee yang hadir dan siapa yang tidak hadir, dengan menulis jumlahnya dan mengurutkan sesuai dengan nomor urut, nomor induk, nomor ujian, dan lan sebagainya, dan apabila terjadi penyimpangan atau kelainan-kelainan harus dicatat dalam lembar acara pelaksanaan tes tersebut.[4]

3.      Prosedur Pelaksanaan Tes Lisan

Beberapa petunjuk praktis berikut ini kiranya akan dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan tes lisan.

Pertama, sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun konstruksinya.

Kedua, sebab butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
Hal ini dimaksudkan agar tester disamping mempunyai kriteria yang pasti dalam memberikan skor atau nilai kepada testee atas jawaban yang mereka belikan dalam tes lisan tersebut, juga tidak akan terpukau atau terkecoh dengan jawaban panjang lebar atau terbelit-belit yang diberikan oleh testee, yang menurut anggapan testee merupakan jawaban betul dan tepat, padahal menurut kriteria yang telah ditentukan sesungguhnya sudah menyimpang atau tidak ada hubungannya dengan soal yang diajukan kepada testee.

Ketiga, jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat ditentukan di saat masing-masing testee selesai dites. Hal ini dimaksudkan agar pemberian skor atau nilai hasil tes lisan yang diberikan kepada testee itu tidak dipengaruhi oleh jawaban yang diberikan oleh testee yang lain.

Keempat, tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi. Tester harus senantiasa menyadari bahwa testee yang ada di hadapannya adalah testee yang sedang “diukur” dan di “nilai” prestasi belajarnya mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian apabila terjadi bahwa jawaban yang diberikan oleh testee yang sekalipun menyimpang dari kriteria yang telah ditentukan, namun sebenarnya tidak dapat disalahkan atau tidak sepenuhnya salah, cukup diberikan skor atau nilai dan tidak perlu disangkal atau diperdebatkan, yang dapat mengakibatkan kegiatan evaluasi berubah menjadi kegiatan diskusi.

Kelima, dalam rangka menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memberikan angin segar” atau “ memancing-mancing” dengan kata-kata, kalimat-kalimat atau kode-kode tertentu yang sifatnya menolong testee tertentu alasan “kasihan” atau karena tester menaruh “rasa simpati” kepada testee yang ada dihadapannya itu. Menguji, pada hakikatnya adalah “mengukur” dan bukan “membimbing” testee.

Keenam, tes lisan harus berlangsung secara wajar. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa tes lisan itu jangan sampai menimbulkan rasa takut, gugup atau panik di kalangan testee. Karena itu, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada testee, tester harus menggunakan kata-kata yang halus, bersifat sabar dan tidak emosional. Penggunaan kalimat-kalimat yang sifatnya “menteror”, yang dapat menimbulkan tekanan psikis pada diri testee, haruslah dicegah.

Ketujuh, sekalipun acapkali sulit untuk dapat diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan bagi tiap peserta tes dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan tersebut. Harus diusahakan terciptanya keseimbangan alokasi waktu, antara testee yang satu dengan testee yang lain.

Kedelapan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat bervariasi, dalam arti bahwa sekalipun inti persoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan pertanyaannya dibuat berlainan atau beragam. Hal ini dimaksudkan agar testee yang dites lebih akhir (karena sudah memperoleh “informasi” dari testee yang telah dites terdahulu). Jangan sampai “memperoleh nasib yang lebih mujur” ketimbang testee yang dites lebih awal.

Kesembilan, sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu). Hal ini dimaksudkan agar tidak mempengaruhi mental testee yang lain. Misalnya, apabila dalam tes lisan itu secara serampak tester berhadapan dengan dua orang testee atau lebih dan pertanyaan yang sedang diajukan kepada testee yang mendapat kesempatan lebih awal tidak mungkin dapat dijawab oleh testee berikutnya, maka mental testee yang belum dites itu akan menjadi menurun sehingga akan mempengaruhi jawaban-jawaban berikutnya. Kecuali itu hal tersebut di atas juga dimaksudkan agar tidak memberikan “angin segar” kepada testee yang belum dites, sebab mereka mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk menyiapkan jawabannya ketimbang testee yang sedang atau sudah selesai dites.[5]

4.      Prosedur Pelaksanaan Tes Perbuatan

Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut.
Karena tes ini bertujuan ingin mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini dilaksanakan secara individual. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing individu yang dites akan dapat diamati dan dinilai secara pasti, sejauh mana kemampuan atau keterampilannya dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada masing-masing individu tersebut. Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester.
Pertama, tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang telah ditentukan.
Kedua, agar dapat dicapai kadar obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya tester jangan berbicara atau berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas tersebut.
Ketiga, dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instrumen berupa lembar penilaian yang didalamnya telah ditentukan hal-hal apa saja yang harus diamati dan diberikan penilaian.[6]

BAB III
ANALISIS
Prosedur pelaksanaan tes hasil belajar dalam pendidikan dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan tes perbuatan. Prosedur pelaksanaan tes hasil belajar disini adalah teknik atau tata cara dalam pelaksanaan berlangsungnya suatu pengukuran kemampuan belajar peserta didik melalui tes tulis, tes lisan, serta tes perbuatan. Prosedur pelaksanaan tes hasil belajar dapat dilakukan dengan efektif berdasarkan yang telah dipaparkan oleh pemakalah yang acuan pengambilan materinya bersumber dari buku-buku evaluasi pendidikan. Dengan demikian pelaksanaan tes hasil belajar akan berjalan dengan baik dan pendidikan juga akan menghasilakan skor nilai hasil belajar dengan tepat.
Pelaksanaan tes hasil belajar perlu diperhatikan terpenuhinya syarat-syarat yang memadai, berupa baik dari segi keadaan dan perlengkapan pada umumnya serta pengawasan pada khususnya. Pelaksanaan tes hasil belajar ini adalah salah satu langkah evaluasi pendidikan, yang mana evaluasi itu adalah alat untuk mengukur sejauh mana kemampuan peserta didik mengalami perkembangan melalui proses belajar mengajar.



BAB IV
PENUTUP
1.      Definisi prosedur pelaksanan tes hasil belajar merupakan langkah-langkah dalam suatu tindakan untuk mengusahakan yang dapat ditempuh dalam langkah pengukuran dan penilaian yang pada hakikatnya adalah perubahan tingkahlaku sebagi hasil belajar yang mencakup bidang kognitif, afektif, psikomotorik sehingga dapat di hasilkan nilai yang melambangkan prestasi.

2.      Prosedur pelaksanaan tes tertulis

Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu sebagaimana dikemukakan berikut ini.

a.       Agar dalam mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang. Adalah sangat bijaksana apabila diluar ruangan tes dipasang papan pemberitahuan.

b.       Ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk diatur dengan jarak tertentu yang memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.

c.        Ruangan tes sebaiknya memiliki sistem pencahayaan dan pertukaran udara yang baik. Ruangan yang gelap atau remang-remang disamping menyulitkan testee dalam membaca soal dan menuliskan jawabannya, juga akan menyulitkan bagi tester atau pengawas tes dalam menunaikan tugasnya. Ruang tes yang terlalu terang atau terlalu menyilaukan mata, disamping dapat menimbulkan udara panas juga dapat menyebabkan testee cepat menjadi letih.
3.      Prosedur pelaksanaan tes lisan
a.      Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun konstruksinya.

b.       Sebab butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
Hal ini dimaksudkan agar tester disamping mempunyai kriteria yang pasti dalam memberikan skor atau nilai kepada testee atas jawaban yang mereka belikan dalam tes lisan tersebut, juga tidak akan terpukau atau terkecoh dengan jawaban panjang lebar atau terbelit-belit yang diberikan oleh testee, yang menurut anggapan testee merupakan jawaban betul dan tepat, padahal menurut kriteria yang telah ditentukan sesungguhnya sudah menyimpang atau tidak ada hubungannya dengan soal yang diajukan kepada testee.

c.        Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat ditentukan di saat masing-masing testee selesai dites. Hal ini dimaksudkan agar pemberian skor atau nilai hasil tes lisan yang diberikan kepada testee itu tidak dipengaruhi oleh jawaban yang diberikan oleh testee yang lain.
4.      Prosedur pelaksanaan tes perbuatan
a.        Tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang telah ditentukan.
b.      Agar dapat dicapai kadar obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya tester jangan berbicara atau berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas tersebut.
c.       Dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instrumen berupa lembar penilaian yang didalamnya telah ditentukan hal-hal apa saja yang harus diamati dan diberikan penilaian





DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT Grafindo Persada, Jakarta, 2008

Djuju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006

M.Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006

Masrukhin, Pengembangan Sistem Evaluasi PAI, Media Ilmu, STAIN Kudus PRESS, 2012

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1999




[1] Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm.81
[2] Masrukhin, Pengembangan Sistem Evaluasi PAI, Media Ilmu, STAIN Kudus PRESS, 2012, hlm.115
[3] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm.151
[4] M.Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006, hlm.151
[5] Djuju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006, hlm.278
[6] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1999, hlm.53

No comments:

Post a Comment