I.
PENDAHULUAN
Pada era globalisasi masa kini, umat beragama
dihadapkan kepada serangkaian tantangan baru yang tidak terlalu berbeda dengan
apa yang pernah dialami sebelumnya. Pluralisme agama konflik intern atau antar
agamaMasa kini tidak sedikit pertanyaan kritis yang harus ditanggapi oleh umat
beragama yang dapat diklasifikasikan rancau dan merisaukan. Sebagai konsekuensi
tampilnya sekian banyak agama, disini akan dibahas tentang perbandingan dalam
studi Islam.
Suatu agama atau kepercayaan adalah suatu
sistem tertentu, atau seperangkat sistem dimana ajaran-ajaran, my the, ritus,
perasaan, penghayatan, pengamalan, lembaga dan beberapa elemen lainnya
merupakan hal yang saling berkaitan dan bertautan, karena itu dalam memahami
agama dan kepercayaan yang ada dalam suatu sistem dirasa sangat penting untuk
mengetahui konteksnya yang khas.
Studi agama dan kepercayaan seringkali
dimaksudkan sebagai studi perbandingan agama. Sisi terpenting, seperti yang dikemukakan oleh
S.G.F. Brandon, memang disadari bahwa untuk memahami humanitas yang umum dan
juga permasalahannya secara baik dan tepat, kita perlu mengetahui tentang agama
yang dianutnya, politiknya, peraturan ekonominya, dan prestasi ilmiyah serta
budayanya karena selain penilaian aspek-aspek agama yang metafisis, ternyata
agama juga merupakan fenomena sosial yang sangat mendasar.
II.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.
Arti Perbadingan
Agama.
2.
Islam dan
Perbandingan Agama.
3.
Faktor Perbedaan
dan Kesamaan Keyakinan Agama.
4.
Problem dan Prospek
Perbandingan Studi Islam .
III.
PEMBAHASAN
A.
Arti Perbadingan
Agama
Kata
“Perbandingan” mengandung unsur kepekaan tinggi, yang tidak jarang mengundang
kecurigaan, bahkan permusuhan. Membandingkan suatu dengan sepadannya dapat
diartikan menempatkan satu pihak lebih unggul dari pihak lain. Karena itu
perbandingan atau komparasi sering berujung dengan kompetisi. Hal ini mengakibatkan kebanyakan orang enggan
untuk membandingkan hal-hal yang sangat berharga baginya dengan hal lain.
Mereka khawatir kalau-kalau yang dimilikinya kalau-kalau yang dimilikinya akan
dinilai lebih buruk dari milik orang lain. Tidak seorang pun senang jika
keluarganya, bangsanya, dan terlebih negaranya dinilai lebih rendah dari yang lain
akibat suatu perbandingan.
Lalu, bagaimana
dengan perbandingan agama? Jika perbandingan yang dimaksud untuk menempatkan
suatu agama lebih superior dari yang lain, maka pasti hal ini akan membawa
kerah cauan, bahkan permusuhan. Setiap pemeluk agama akan menilai agamanya yang
terbaik dan yang tersempurna jika dibandingkan dengan agama yang lain. Melihat
kenyataan ini, Arnold Toynbee (1889-1975), sejarawan Inggris, secara gamblang
berkata bahwa “Tidak seorangpun dapat menyatakan dengan pasti bahwa sebuah
agama lebih benar dari agama lain”.
Pada sisi lain,
suatu agama atau kepercayaan adalah suatu sistem tertentu, atau seperangkat
sistem dimana ajaran-ajaran, my the, ritus, perasaan, penghayatan, pengamalan,
lembaga dan beberapa elemen lainnya merupakan hal yang saling berkaitan dan
bertautan, karena itu dalam memahami agama dan kepercayaan yang ada dalam suatu
sistem dirasa sangat penting untuk mengetahui konteksnya yang khas. Misalnya
saja kepercayaan terhadap suatu dewa dalam salah satu agama harus dilihat pada
konteks suatu kepercayaan terhadap sang pencipta dan kehidupan yang
transcendent dalam masyarakat. Lepas dari setuju atau tidak, kita kenal bahwa
pada sekitar abad 20-an, salah seorang ahli ilmu perbandingan agama
mengemukakan bahwa karakter suatu agama, dipandangnya sebagai suatu hal yang
bersifat “totalitarian” atau yang lebih baik lagi bersifat “organik”. Ini
berarti lalu menimbulkan suatu masalah apakah kepercayaan atau praktik agama dalam
suatu sistem organik dapat diperbandingkan dalam suatu sistem yang sama dalam
suatu sistem organik yang lain, atau tidak? Untuk ini, harus diakui bahwa
setiap agama memiliki keunikan yang membedakan.
Orang dapat
mengetahui sangat uniknya suatu agama melalui suatu perbandingan, dan dalam
memperbandingkan ini dapat dengan mencari perbedaan-perbedaannya. Dan inilah
sebabnya mengapa studi agama dan kepercayaan seringkali dimaksudkan sebagai
studi perbandingan agama. Sisi
terpenting, seperti yang dikemukakan oleh S.G.F. Brandon, memang disadari bahwa
untuk memahami humanitas yang umum dan juga permasalahannya secara baik dan
tepat, kita perlu mengetahui tentang agama yang dianutnya, politiknya,
peraturan ekonominya, dan prestasi ilmiyah serta budayanya karena selain
penilaian aspek-aspek agama yang metafisis, ternyata agama juga merupakan
fenomena sosial yang sangat mendasar. Karena studi
ilmu perbandingan agama dapat ditekankan sebagai studi yang berkaitan dengan
perilaku beragama seseorang dalam hubungannya dengan transcedent, dengan Tuhan,
atau dengan apapun saja yang dianggap sakral, kudus, suci, maka dalam
perkembangannya yang nampak bersifat deskriptif, lalu menganut bermacam-macam
disiplin seperti sejarah, sosiologi, antrhopologi, psikologi, dan archeology.
Dan karena
studi ilmu perbandingan agama juga ditekankan pada studi yang juga di
orientasikan pada pengakuan kebenaran keyakinan agama, maka ini lebih
ditekankan pada theology dan filsafat agama. Adalah tugas mulia umat beragama
secara bersama-sama untuk menginterpretasikan ulang ajaran-ajaran agamanya
untuk dikomunikasikan pada wilayah agama lain. Sehingga mengurangi tensi atau
ketegangan antar umat beragama. Para teolog masing-masing agama dan para juru
dakwah serta misionaris aturannya memang “belajar” memahami relung-relung
keberagaman orang lain, hukan untuk tujuan pindah agama. Tetapi membuka
kesempatan untuk lebih bersifal saling memahami dan toleran.
B.
Islam dan
Perbandingan Agama Lain
Perkembangan pendidikan dan kemajuan ulmu pengetahuan, kesemuanya itu
merubah pandangan dan pikiran orang Islam diseluruh dunia dan sekaligus
merupakan rennaisance orang Islam dalam lapangan ilmu pengetahuan, penertiban,
kehidupan agama dan sebagainya. Dengan perkembangan tersebut para sarjana Islam
memperbaharui polemik mereka terutama terhadap aktivitas missi Kristen. Pada
umumnya polemik-polemik yang diadakan oleh kaum Muslim merupakan reaksi
terhadap literatur-literatur yang diterbitkan oleh orang-orang Kristen.
Sejarah
hubungan antara Islam dan kristen telah melalui masa yang panjang dan diliputi
oleh suasana setempat. Isi polemik antara Islam dan kristen pada
umumnya meliputi permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
·
Kristologi
(Islam tidak menyinggung pribadi Yesus sebagai kristus)
·
Kenabian
Muhammad SAW terutama mu’jizatnya
·
Kedudukan Bybel
sebagai wahyu
·
Ajaran Paulus
yang dogmatis
·
Masalah Moral
Dalam
kenyataannya materi politik antara abad pertengahan dan abad dua puluh meliputi
hal yang sama, namun sudah tentu terdapat pemikiran baru yang terdapat dalam penerbitan
mutakhir. Karena adanya pemikiran baru, maka sekalipun pokok pembicaraan sama.
Namun ada perobahan dalam interpretasi. Dalam beberapa hal terdapat perhatian
umat Islam terhadap penemuan baru. Adanya penemuan baru tersebut dipergunakan
oleh umat Islam untuk membahas kitab suci
Kristen.
Dalam hal
toleransi, Nabi Muhammad pernah memberi suri tauladan yang sangat inspiring
dihadapan para pengikutnya. Sejarah mencatat bahwa nabi pernah dikucilkan dan
bahkan diusir dari tanah Makkah. Beliau terpaksa hijrah ke Madinah untuk
beberapa lama dan kemudian kembali ke Makkah. Peristiwa ini disebut dengan
fatkhul Makkah. Dalam peristiwa yang penuh kemenangan ini, Nabi tidak mengambil
langkah balas dendam kepada orang-orang yang telah mengusirnya.
Dengan titik
tolak pandangan tersebut umat Islam pada tempatnya bersikap menghargai agama
orang lain. Menghargai agama orang lain tidak identik dengan pengakuan akan
pengakuan kebaikan dan kebenaran agama tersebut.
C.
Faktor Perbedaan dan
Kesamaan Keyakinan
Manusia mempunyai naluri sebagai hewan yang beraqidah, atau secara
naluriah, manusia adalah hewan yang beragama. Aqidah agama
ini merupakan suatu yang tidak bisa dipisahkan sejak awal pembentukan psichis
dan mental manusia. Aqidah ini tidak biasa berdiri sendiri dan terlepas dari
proses pembentukan.
Karena
tantangan Islam pada periode klasik kedua (± abad ke-8 sampai dengan abad
ke-12) bercorak intelektual spekulatif heelenisme dan gnotisisme Persi. Maka
telogi yang berkembang dalam wacana pemikiran Islam juga dipengaruhi oleh sifat
tantangan itu. Karena sifat yang demikianitu, orang akan sia-sia menemukan
formulasi teuhid sosial yang komprehensif dan utuh. Bahkan pada masa modern,
corak intelektual dari kajian tentang tauhid masih terus berlangsung.
Berbagai macam hasil studi telah sama-sama menguatkan bahwa adanya aqidah
(keyakinan agama) ini berdiri dibelakang kemajuan kemajuan yag muncul, dan juga
berdiri di belakang penemuan-penemuan materiil yang dicapai oleh manusia. Entah itu dalam
lapangan ilmu pengetahuan, hasil-hasil prcobaan, methode-methode struktur
social, politik dan ekonomi. Maka tak heran bila aqidah agama ini saling
berbeda.
Faktor-faktor
kehidupan yang ada hubungannya dengan cara memahami alam dan kehidupan.
Sehingga ilmu pengetahuan yang dicapai oleh setiap kemajuan corak lama ini
merupakan bagian dari aqidah agama yang sangat diyakini oleh anggota-anggota
masyarakat. Maka dari itu ilmu pengetahuan campur aduk jadi satu dengan aqidah
agama. Sehingga agama dilunturi dengan kesamaran-kesamaran mistikd an tasawuf.
Sebagaimana
filsafat pada dasarnya adalah kerja otak saja. Tapi karena filsafat ini berbaur
dari satu masyarakat ke lain masyarakat. Akhirnya timbul bermacam-macam
filsafat yang juga ikut melunturi agama. Tidak ada filsafat yang benar-benar
murni dan mndetail/melulu sebagai filsafat. Tergantung dari jauh dan dekatnya
dengan agama atau aqidah. Cina pada zaman
dahulu karena letak geografisnya berada di daerah tepian iklim panas dan
dingin, Cina termasuk daerah yang ramai. Solidaritas dan kerja sama keluarga
merupakan faktor umum yang menumbuhkan aqidah agama di sana. Sedang loyalitas
keluarga dianggap sebab yang paling nyata yang membentuk politik China. Tiga agama yang ada disana yaitu Kong Hu Chu,
Tao dan Budha berkisat tentang mencari hakekat hidup bahagia diats dunia dengan
cara yang simpel tanpa macam-macam keyakinan.
Dalam masalah
loyalitas keluarga melingkupi keluarga dalam pengertian yang kecil dan keluarga
yang besar yaitu negara. Kong Hu Chu
memusatkan perhatian pada moral dan loyalitas keluarga sebagai sarana untuk
mencapai kebahagiaan diatas bumi ini. Taoisme mementingkan keseimbangan jiwa
dan raga antara manusia dan naluri. Sedang Budha mementingkan pada pembebasan
jiwa.
D.
Problem dan Prospek
Perbandingan Studi Islam
Pada dataran
normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbeban oleh misi keagamaan yang
bersifat memihak, romantis, dan apologis, sehingga kadar muatan analisis,
kritis, metodologis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau
naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan,
kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.
Kendala lain
menyangkut perbandingan agama adalah tingkat objektivitas peneliti yang
melakukan perbandingan. Kata Hierke Gaard (1813-1855), filosof agamawan asal
Denmark, yang setujui banyak orang, “Berlaku netral terhadap studi agama-agama
hampir tidak mungkin. “salah satu sebabnya, seseorang peneliti tidak akan dapat
memahami, apalagi mendalami agama tanpa yang bersangkutan terlibat secara
emosional dan spiritual dengan agama tersebut. Disamping itu seorang peneliti
tidak akan mungkin dapat menghayati dan memahami secara mendalam lebih dari sat
agama.
Menurut Bambang
Sugiharto, tantangan yang dihadapi setiap agama sekarang ini sekurang-kurangnya
ada tiga. Pertama, dalam menghadapi persoalan kontemporer yang ditandai dis
orientasi nilai dan degradasi miralitas agama ditantang dengan tampil sebagai
suara moral yang otentik. Kedua, agama harus menghadapi kecenderungan pluralisme,
mengolahnya dalam kerangka “theologi” baru dan mewujudkannya dalam aksi-aksi
kerjasama plural. Ketiga, agama tampil sebagai pelopor perlawanan terhadap
segala bentuk penindasan dan ketidak adilan (Bambang Sugiharto dan Andito (ed)
1998: 29-30). Untuk mengatasi kerancauan diatas, pakar-pakar studi agama lalu
membagi pendekatan studi agama (yang juga mencakup studi perbandingan agama) ke
dalam dua kategori:
1)
Pendekatan
Deskriptif
Pendekatan ini
menguraikan secara komprehensif aspek-aspek kesejarahan, struktur, doktrin, dan
lain-lain elemen tanpa terlibat dalam pemberian penilaian (Value judgment). Cara ini kemudian dikembangkan oleh pakar-pakar
dialog antar agama dengan menggunakan istilah intelektual conversion (beralih)
agama pada tingkat pemikiran, bukan pada tingkat imani yang hakiki.
2)
Pendekatan
Normatif
Pendekatan ini
menjelaskan sebuah agama dengan menitik beratkan kebenaran doktrinal,
keunggulan sistem nilai, ontetisitas teks, serta fleksibelitas ajaranya
sepanjang masa. Pendekatan ini dengan sendirinya akan menggunakan cara-cara
yang bersifat persuasif Apologetik dalam mempertahankan keunggulannya. Dalam
membandimgkan suatu agama dengan agama lain, penekanan unsur-unsur “kelemahan
dan kekurangan” pihak lain selalu ditonjolkan.
Walaupun
pendekatan normatif tetap perlu untuk memeperkukuh iman, pendekatan deskriptif
pun tidak kurang pentingnya untuk menghindari konflik agama. Perlu
digarisbawahi bahwa salah satu syarat tercapainya kerukunan antar pemeluk agama
adalah saling pengertian antar umat beragama.
Dalam konteks negara kita, umat Islam Indonesia yang jumlahnya terbesar dibanding yang ada di negara-negara lain harus mampu memberi contoh dalam membina kerukunan antar umat beragama dan sekaligus memelopori pendekatan antar sekte Islam demi tercapainya suatu ummah seperti yang digambarkan oleh Al-Qur’an.
Dalam konteks negara kita, umat Islam Indonesia yang jumlahnya terbesar dibanding yang ada di negara-negara lain harus mampu memberi contoh dalam membina kerukunan antar umat beragama dan sekaligus memelopori pendekatan antar sekte Islam demi tercapainya suatu ummah seperti yang digambarkan oleh Al-Qur’an.
IV.
KESIMPULAN
Dari pemaparan
diatas pemakalah menyimpulkan bahwa perbandingan dalam studi Islam adalah suatu
cara untuk mengembangkan dan memeperluas cakrawala pemahaman terhadap agama.
Kemudian berusaha untuk memahami kehidupan batin orang maupun masyarakat, yang
berkaitan dengan perilaku beragama seseorang dalam hubungan dengan Tuhan, atau
dengan apapun yang dianggap sakral.
Isi polemik antara Islam dan kristen pada umumnya meliputi permasalahan-permasalahan
sebagai berikut: Kristologi (Islam tidak menyinggung pribadi Yesus sebagai
kristus), Kenabian Muhammad SAW terutama mu’jizatnya, Kedudukan Bybel sebagai
wahyu, Ajaran Paulus yang dogmatis dan Masalah Moral.
Pakar-pakar studi agama membagi pendekatan studi agama (yang juga mencakup
studi perbandingan agama) ke dalam dua kategori: Pendekatan
Deskriptif dan Pendekatan Normatif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M.
Amin. 1996. Studi Agama. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Abud, Abdu Al-Ghany. 1992. Aqidah Islam Vs ideologi
modern. Ponorogo:
TriMurti Press.
Daradjat, Zakiah. 1984. Perbandingan Agama Jilid II.
Jakarta: Proyek Pembinaan IAIN.
Hakim, Atang Abd. dan Jaih Mubaroh. 1999. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Maarif, A. Syafi’i. 1997. Islam dan Kekuatan Doktrin
dan Keagamaan Umat. Yogyakarta: Pustaka Peljar.
Nata, Abuddin.1998. Metodologi Studi Islam. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Shihab, Alwi. 1997. Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama. Bandung:
Mizan.
No comments:
Post a Comment