BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Tidak dapat kita pungkiri lagi bahwa pendidikan dan kehidupan masyarakat
(sosial dan ekonomi) adalah dua faktor yang saling mempengaruhi. Keduanya
mempunyai timbal balik yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan dipengaruhi oleh
kondisi masyarakat, antara lain keadaan sosial ekonomi. Faktor kesenjangan
sosial ekonomi akan mempengaruhi strategi dalam perencanaan pendidikan.
Pendidikan mempengaruhi kehidupan masyarakat dengan memberikan ilmu
pengetahuan, keterampilan, budi pekerti dan kerohanian kepada anak didik secara
langsung maupun tidak langsung akan menentukan jenis pekerjaan dan penghidupan
di kemudian hari profesinya akan menempatkan seseorang pada tingkat sosial
ekonomi tertentu.
Kegiatan pendidikan pada hakikatnya adalah pembangunan
manusia dan pembangunan seluruh masyarakat yang maju dan berkepribadian luhur sesuai
cita-cita pendiri bangsa. Pendidikan sebagai bagian
dari kebudayaan tidak berdiri sendiri, oleh karena itu perencanaan pendidikan
perlu mengetahui aspek-aspek sosial dan ekonomi yang mempunyai hubungan dan
peranan dalam pertumbuhan dan perubahan pendidilkan.
Korelasi antara pendidikan dengan sosial ekonomi masyarakat akan berpengaruh juga
dengan strategi perencanaan pendidikan. Perencanaan pendidikan yang diberikan
kepada masyarakat yang memiliki kelas sosial rendah tentu berbeda dengan
masyarakat yang memiliki kelas sosial
lebih tinggi. Perbedaan itu juga dipengaruhi oleh tingkat ekonomi suatu
masyarakat. Seperti misalnya masyarakat barat yang mempunyai tingkat ekonomi yang
lebih mapan dan tingkat sosial yang tinggi memandang pendidikan adalah hal yang
sangat penting, karena dengan pendidikan itulah suatu masyarakat maupun negara
akan cepat maju dan makmur. Maka dari itu, makalah ini akan sedikit membahas bagaimana korelasi antara sosial ekonomi terhadap perencanaan pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana korelasi perencanaan
pendidikan dengan sosial dan ekonomi masyarakat?
2. Pendekatan-pendekatan
apa saja terkait korelasi perencanaan pendidikan dengan sosial dan ekonomi
masyarakat?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Korelasi Perencanaan
Pendidikan Dengan Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat kita mengenal dua istilah penting yang saling
berhubungan, yaitu sosial dan ekonomi masyarakat. Masyarakat adalah lingkungan
sosial. Pengertian lingkungan sosial adalah semua orang lain yang mempengaruhi
orang lain itu sendiri, termasuk cara pergaulan, adat-istiadat, agama dan
kepercayaan. Masyarakat atau lingkungan sosial yang menjadi fokus hubungan
sekolah dan masyarakat adalah lingkungan sosial yang mencakup manusia dan
kebudayaannya.
Selain itu ekonomi masyarakat juga ada hubungannya dengan perencanaan
pendidikan. Umumnya masyarakat yang mempunyai
penghasilan yang kecil atau dibawah rata-rata, mereka berupaya hasil dari
pekerjaannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk keluarga yang
berpenghasilan menengah mereka lebih
terarah kepada pemenuhan kebutuhan pokok yang layak seperti makan, pakaian,
membangun rumah, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan keluarga yang
berpenghasilan tinggi dan berkecukupan mereka akan memenuhi segala keinginan
yang mereka inginkan termasuk keinginan untuk menyekolahkan anak mereka ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Itulah gambaran dinamika ekonomi
masyarakat. Hal tersebut tentu akan menghambat perencanaan pendidikan pada
umumnya.
Maka dari itu, mulai dari sekarang kita harus
bisa merubah pemikiran-pemikiran yang kurang pas tersebut, khususnya bagi
masyarakat yang berekomoni rendah. Kita harus bisa
meyakinkan mereka bahwa pendidikan itu sangat penting dan paling utama yang
harus di prioritaskan untuk kelangsungan hidup di waktu yang akan datang,
sehingga perencanaan pendidikan dapat berjalan dengan lancar sesuai yang
diharapkan.
Perencanaan pendidikan berdasarkan permintaan masyarakat digunakan dalam
penelitian-penelitian dimana faktor penentu target jumlah peserta didik pada
masa mendatang adalah terbatasnya ruang kelas, standar mutu yang dikombinasi
dengan jatah penerimaan, kebijakan beasiswa dan beban uang pendidikan,
jangkauan geografi, karakteristik kepercayaan calon peserta didik, standar mutu
yang diterima, ujian dan kebijakan khusus, ataupun kebijakan umum dalam sistem
penerimaan terbuka atau penerimaan terseleksi.[1]
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan ketiga dalam proses pembentukan
kepribadian anak-anak sesuai dengan keberadaannya. Lingkungan masyarakat akan
memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam diri anak, apabila diwujudkan
dalam proses dan pola yang tepat. Tidak semua ilmu pengetahuan, sikap,
keterampilan maupun performan dapat dikembangkan oleh sekolah ataupun dalam
keluarga. Karena keterbatasan dana dan kelengkapan lembaga tersebut. Kekurangan
yang dirasakan akan dapat diisi dan dilengkapi oleh lingkungan masyarakat dalam
membina pribadi anak didik atau individual secara utuh dan terpadu.
Menurut Purwanto ada tiga jenis hubungan antara sekolah dan masyarakat
yaitu:
a.
Hubungan edukatif
Hubungan edukatif adalah hubungan kerjasama dalam hal
mendidik murid antara guru dan orang tua. Hubungan ini mempunyai maksud agar
tidak terjadi perbedaan prinsip yang dapat mengakibatkan keragua-raguan dalam
kepribadian dan sikap seorang anak. Hubungan kerjasama yang lainnya adalah
dengan berusaha memenuhi fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam proses
pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Cara kerjasama itu dapat
direalisasikan dengan pertemuan rutin orangtua murid ke sekolah demi membahas
masalah murid yang ada.
Dengan adanya hubungan ini, diharapkan pihak sekolah dan orangtua murid dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekolah yang dapat
meningkatkan mutu pendidikan bagi murid sehingga murid-murid dapat belajar
dengan baik.
b.
Hubungan Kultural
Hubungan Kultural adalah usaha kerja sama antara
sekolah dan masyarakat yang memungkinkan adanya saling membina dan
mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada. Sekolah
merupakan suatu lembaga yang seharusnya dapat dijadikan barometer bagi
maju-mundurnya kehidupan, cara berpikir, kepercayaan, kesenian, dan adat-istiadat.
Dan kemudian sekolah juga seharusnya dapat dijadikan titik pusat dan sumber
tempat terpancarnya norma-norma kehidupan yang baik bagi kemajuan masyarakat
yang selalu berubah dan berkembang maju. Jadi, bukanlah sebaliknya sekolah
hanya mengintroduksikan apa yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Untuk itu diperlukan adanya hubungan yang fungsional antara kehidupan di
sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan kurikulum sekolah
disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan dari perkembangan masyarakat. Untuk
menjalankan hubungan kerja sama ini, sekolah harus mengerahkan murid-muridnya
untuk membantu kegiatan-kegiatan sosial yang diperlukan oleh masyarakat.
Kegiatan-kegiatan sosial ini berarti mendidik anak-anak berpartisipasi dan
turut bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
c.
Hubungan institusional
Hubungan Institusional adalah
hubungan kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga atau instasi-instasi
resmi lain, baik swasta maupun pemerintahan, seperti hubungan kerja sama antara
sekolah dengan sekolah-sekolah lain, dengan kepala pemerintahan setempat,
jawatan penerangan, jawatan pemerintahan, perikanan dan peternakan, dengan
perusahaan-perusahaan Negara atau swasta, yang berkaitan dengan perbaikan dan
perkembangan pendidikan pada umumnya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mendidik anak-anak yang nantinya
akan hidup sebagai anggota masyarakat yang terdiri atas bermacam-macam
golongan, jabatan, status sosial, dan bermacam-macam pekerjaan, sangat
memerlukan adanya hubungan kerjasama itu. Dengan adanya hubungan ini, sekolah
dapat meminta bantuan dari lembaga-lembaga lain.[2]
Menurut E. Mulyasa model manajemen sekolah atau pendidikan dengan
masyarakat merupakan seluruh proses kegiatan sekolah atau pendidikan yang direncanakan
dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh, disertai pembinaan secara
kontinyu untuk mendapatkan simpati dari masyarakat pada umumnya, dan khususnya
masyarakat yang berkepentingan langsung dengan sekolah. Simpati masyarakat akan
tumbuh melalui upaya-upaya sekolah dalam menjalin hubungan secara intensif dan
proaktif, disamping membangun citra lembaga yang baik.[3]
Perencanaan pendidikan perlu mempertimbangkan aspek
sosiologis seperti yang dijelaskan diatas yaitu
kebiasaan, adat istiadat dan kebudayaan serta nilai-nilai budaya masyarakat
setempat dan aspek-aspek ekonomi seperti tingkat pendapatan, pola konsumsi, dan sebagainya.
Setiap kebijakan
yang dituangkan dalam rencana pendidikan yang dilaksanakan akan mempengaruhi
kehidupan sosial dan tingkah laku kelompok masyarakat, oleh karena itu dalam
perencanaan pendidikan harus memperhatikan aspek-aspek sosiologis yang
berkaitan dengan pembangunan pendidikan, di antaranya yaitu :
1.
Bagaimana aspirasi
masyarakat terhadap pendidikan di mana pendidikan dapat memberikan kesempatan
untuk memperbaiki mutu kehidupan
2.
Bagaimana mendapatkan
pendidikan yang mudah dan murah sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat
3.
Bagaimana
mempersiapkan fasilitas pendidikan dan mutu pendidikan yang baik
4.
Bagaimana menghadapi
situasi dan aspirasi masyarakat yang selalu bergerak dan berkembang.
Secara kongkrit, tujuan diselenggarakannya
hubungan sekolah dan masyarakat adalah:
a.
Mendapatkan pentingnya
sekolah bagi masyarakat.
b.
Mendapatkan dukungan
dan bantuan moral maupun financial yang diperlukan bagi pengembangan sekolah.
c.
Memberikan informasi
kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanaan program sekolah.
d.
Memperkaya atau
memperluas program sekolah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
e.
Mengembangkan kerja
sama yang lebih erat antara keluarga dan sekolah dalam mendidik anak-anak.
Pendidikan dapat dipandang sebagaai investasi karena
pendidikan yang berhasil akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
kemajuan ekonomi mendorong perkembangan pendidikan, dan pendidikan yang maju
merupakan salah satu persyaratan untuk perkembangan ekonomi selanjutnya.[4]
Pendidikan merupakan suatu investasi yang berguna bukan saja untuk
perorangan atau individu saja, tetapi juga merupakan investasi untuk masyarakat
yang mana dengan pendidikan sesungguhnya dapat memberikan suatu kontribusi yang
substansial untuk hidup yang lebih baik di masa yang akan datang. Hal ini,
secara langsung dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan sangat erat kaitannya
dengan suatu konsep yang disebut dengan human capital.
Kegagalan sistem pendidikan selama ini mungkin karena gagalnya rencana
awal. Rencana yang tidak memperhitungkan aspek sosial, ekonomi, adat istiadat
dan aspek lain dalam masyarakat adalah kesalahan fatal dalam merumuskan konsep
pendidikan. Maka dari itu, untuk mengatasi gagalnya konsep pendidikan, maka
perlu dilakukan kajian yang mendalam terhadap masalah-masalah sosial yang
berdampak terhadap perencanaan pendidikan.
Diantara solusi tersebut adalah sebagai
berikut :
1.
Mengetahui tingkat kemiskinan. Dengan mengetahui tingkat kemiskinan pihak
pemerintah dapat menentukan tingkat pemerataan yang sudah direncanakan.
2.
Membangun kepercayaan masyarakat melalui sosialisasi pentingnya pendidikan
serta memberi beasiswa kepada anak-anak miskin untuk turut mengenyam
pendidikan.
3.
Dalam merencanakan pendidikan harus memperhatikan dan menerapkan
pembentukan karakter peserta didik.
4.
Pemerintah memberikan bekal ketrampilan sesuai dengan lingkungan kerja.
5.
Penyelanggaraan kerja lebih menekankan kepada keahlian sesuai dengan
kompetensinya, ini terkait masalah sosial yang berhubungan dengan aspek
pendidikan. Jika hal ini diterapkan, pendidikan tidak hanya menekankan pada
sisi kognitifnya saja, melainkan lebih berfokus pada sisi karakter dan
keterampilan setiap individu.[5]
2. Pendekatan-Pendekatan
Terkait Korelasi Perencanaan Pendidikan Dengan Sosial Dan Ekonomi Masyarakat
1. Pendekatan Social Demand
Menurut Vembrianto “Pendekatan kebutuhan sosial atau
social demand adalah suatu pendekatan dalam perencanaan pendidikan yang
didasarkan atas tuntutan atau kebutuhan sosial akan pendidikan”.
Diantara sisi positif dari pendekatan ini antara lain
adalah pendekatan ini lebih cocok untuk diterapkan pada suatu masyarakat atau
negara yang baru merdeka dengan kondisi kebutuhan sosial, khususnya layanan
pendidikan masih sangat rendah atau masih banyak yang buta huruf. Selain itu
pendekatan ini akan lebih cepat dalam memberikan pemerataan layanan pendidikan
dasar yang dibutuhkan pada warga masyarakat karena keterbelakangan dibidang
pendidikan akibat penjajahan sehingga layanan pendidikan yang diberikan
langsung bersentuhan dengan kehidupan sosial yang mendasar yang dirasakan oleh
masyarakat.
Kekurangan pendekatan
sosial ini antara lain adalah:
a.
Pendekatan ini cenderung hanya untuk
menjawab persoalan yang dibutuhkan masyarakat pada saat itu
b.
Pendekatan ini lebih menekankan pada
aspek kualitas (jumlah yang terlayani sebanyak-banyaknya), sehingga kurang
memperhatikan kualitas dan efektivitas pendidikan. Oleh karena itu pendekatan ini
terkesan lebih boros.
c.
Output pendidikan cenderung kurang
bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
terkini.
d.
Pendekatan ini lebih menekankan pada
aspek pemerataan pendidikan (dimensi kuantitatif) dan kurang mementingkan aspek
kualitatif
Dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendekatan ini lebih menekankan pemerataan kesempatan atu
kuantitatif, dibandingkan dengan aspek kualitatif. Karena itu pendidikan dasar
merupakan prioritas utama yang harus diberikan kepada setiap anak usis SD.
Kewajiban belajar merupakan manifestasi dari tuntutan sosial ini untuk
membebaskan sekolah dari tuna aksara.
Tujuan pendekatan ini adalah untuk memenuhi tuntutan
atau permintaan seluruh individu terhadap pendidikan pada tempat dan waktu tertentu
dalam situasi perekonomian politik dan kebudayan yang ada pada waktu itu. Ini
berarti bahwa sektor pendidikan harus menyediakan lembaga-lembaga pendidikan
serta fasilitas untuk menampung seluruh kelompok umur yang ingin menerima
pendidikan. Jika jumlah tempat yang tersedia masih lebih kecil daripada jumlah
tempat yang seharusnya ada, maka dikatakan bahwa permintaan masyarakat melebihi
penyediaan.[6]
2. Pendekatan Man Power
Menurut
effendi pendekatan Man Power adalah pendekatan yang lebih menekanakan pada
pendayagunaan tenaga kerja hasil suatu sistem pendidikan, Sedangkan menurut Yagi ”Pendekatan
ketenagakerjaan merupakan pendekatan yang mendisain perencanaan pendidikan
dikaitkan dengan pengembangan tenaga manusia melalui pendidikan, guna memenuhi
tuntutan kebutuhan sektor perekonomian”
Bagaimana
seharusnya proporsi relatif dari orang yang berpendidikan atau tingkat
pendidikan yang lebih rendah, pendidikan menengah, dan berbagai latihan setelah
pendidikan tingkat menengah. Hal ini sangat berguna untuk diketahui para
perencana pendidikan, tetapi jauh berbeda dari syarat-syarat tenaga kerja yang
terperinci. Perlu
diperhatikan pula bahwa perhitungan kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan
lapangan kerja yang tersedia maupun yang akan tersedia tidak terlepas dari
faktor kualitas yang diharapkan.
Pengembangan
sumber manusia melalui sistem pendidikan adalah suatu syarat penting
untuk pertumbuhan ekonomi dan suatu investasi yang baik dari sumber-sumber yang
langka, dengan menentukan pola dan mutu output pendidikan sesuai dengan
kebutuhan tenaga kerja di bidang perekonomian”.
Banyak ahli
ekonomi yang menyukai pendekatan man power terhadap perencanaan pendidikan.”
Argumen yang mendukungnya secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
pertumbuhan ekonomi adalah sumber utama suatu pembangunan nasional secara
menyeluruh dan oleh karenanya menjadi pertimbangan utama dalam mengalokasikan
sumber-sumbernya”.
Kelebihan
pendekatan Man Power Prospek
pembelajaran atau layanan pendidikan di satuan pendidikan mempunyai aspek
korelasionalyang tinggi dengan tuntutan dunia kerja yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Pendekatan ini mengharuskan adanya keterjalinan yang erat antara lembaga
pendidikan dengan dunia usaha dan industri, hal ini tentu sangat positif untuk
meminimalisir terjadinya kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia
industri dan usaha.
Kekurangan pendekatan Man Power Pendekatan
ini memberi bimbingan terbatas kepada para perencana pendidikan. Tidak pernah
membicarakan pendidikan dasar (karena memang kurang berhubungan dengan
pekerjaan. Klasifikasi pekerjaan dan rasio tenaga kerja tidak sesuai
dengan kenyataan di negara sedang berkembang tersebut. Rencana pendidikan yang
didasarkan pada asumsi yang salah dapat berakibat salahnya persiapan generasi
muda untuk jabatan yang akan dipangkunya. Ketidakmungkinan membuat perkiraan yang dapat dipercaya tentang kebutuhan
man power untuk menjadi nilai nyata perencanaan pendidikan, karena banyaknnya
faktor terlibat.
Tujuan
Pendekatan Man Power
Menurut Guruge pendekatan ini bertujuan mengarahkan kegiatan
pendidikan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja. Tekanan
utama adalah relevansi program pendidikan dengan berbagai sektor pembangunan
dilihat dari pemenuhan ketenagaan. Pendidikan kejuruan dan teknologi baik pada
tingkat menengah maupun tingkat universitas merupakan prioritas.
Pendekatan ini dipakai oleh para penyusun perencanaan
pendidikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain:
a.
Melakukan kajian atau analisis
tentang beragam kebutuhan yang diperlukan oleh dunia kerja yang ada di
masyarakat secermat mungkin.
b.
Melakukan kajian atau analisis
tentang beragam bekal pengetahuan dan keterampilan apa yang perlu dimiliki oleh
peserta didik
c.
Mengkaji atau menganalisis tentang
sistem layanan pendidikan yang terbaik dan mampu memberikan bekal yang cukup bagi
siswa untuk terjun di dunian kerja
3. Pendekatan Cost Benefit
Pendekatan cost benefit adalah suatu
pendekatan yang menitikberatkan pada keseimbangan antara keuntungan dan kerugian.
Ciri-ciri pendekatan Cost Benefit adalah:
a.
Pendidikan memerlukan biaya investasi
yang besar
b.
Pendekatan ini didasarkan pada
asumsi bahwa kualitas
layanan pendidikan akan menghasilkan output yang baik dan secara langsung akan
memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
c.
Sumbangan seseorang terhadap
pendapatan nasional adalah sebanding dengan tingkat pendidikannya.
d.
Perbedaan pendapat seseorang di
masyarakat, ditentukan oleh kualitas pendidikan bukan ditentukan oleh latar
belakang sosialnya.
e.
Perencanaan pendidikan harus
betul-betul diorientasikan pada upaya meningkatkan kualitas SDM (penguasan
IPTEK), dan dengan tersedianya kualitas SDM, maka diharapkan income masyarakat akan meningkat
f.
Program pendidikan yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi akan menempati prioritas pembiayaan yang besar.
Kelebihan pendekatan Cost Benefit Pendekatan
ini selalu memilih alternatif yang menghasilkan keuntungan lebih banyak
daripada biaya yang dikeluarkan.
Kekurangan
pendekatan Cost Benefit
v Akan
mengalami kesulitan dalam menentukan secara pasti biaya dan keuntungan (cost
dan benefit) dari layanan pendidikan
v Sangat sulit
untuk mengukur secara pasti atau menghitung keuntungan (benefit) yang
dihasilkan oleh seseorang dalam lapangan pekerjaan yang dikaitkan dengan
layanan pendidikan sebelumnya.
v Faktor
internal individu hanya
melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan penghasilan.
v Perbedaan
pendapat seseorang sebenarnya tidak semata-mata menunjukkan kemampuan
produktifitas individual
v Keuntungan
dari pendidikan pada dasarnya tidak hanya diukur berupa keuntungan finansial
(material)
Pendekatan ini adalah bersifat ekonomi dan berpangkal
dari konsep investment in human capital
atau investasi pada sumber daya manusia. Setiap investasi harus mendatangkan
keuntungan yang dapat diukur dengan nilai moneter. Pendidikan memerlukan
investasi yang besar dan karena itu keuntungan dari investasi tersebut harus
dapat diperhitungkan bilamana pendidikan itu memang mempunyai nilai ekonomi. [7]
4. Pendekatan Integratif
Perencanaan
pendidikan yang menggunakan pendekatan integrasi (terpadu) dianggap sebagai
pendekatan yang lebih lengkap dan relatif lebih baik dari pada ketiga
pendekatan di atas. Pendekatan ini sering disebut dengan “pendekatan sistemik
atau pendekatan sinergik”.
Diantara
ciri atau karakteristik pendekatan integratif adalah, bahwa perencanaan
pendidikan yang disusun berdasarkan pada;
1.
Keterpaduan orientasi dan
kepentingan terhadap pengembangan individu dan pengembangan sosial (kelompok).
2.
Keterpaduan antara pemenuhan
kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat pragmatis) dan juga mempersiapkan
pengembangan kualitas akademik (bersifat idealis) untuk mempersiapkan studi
lanjut.
3.
Keterpaduan antara pertimbangan
ekonomis (untung rugi), dan pertimbangan layanan sosial-budaya dalam
rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya integrasi sosial-budaya.
4.
Keterpaduan pemberdayaan terhadap
sumber daya lembaga, baik sumber daya internal maupun sumber daya eksternal.
5.
Konsep bahwa seluruh unsur yang
terlibat dalam proses layanan pendidikan (pelaksanaan program) di setiap satuan
pendidikan merupakan “suatu sistem”.
6.
Konsep bahwa kontrol dan evaluasi
pelaksanaan program (perencanaan pendidikan) melibatkan semua pihak yang
berkaitan dengan proses layanan kualitas pendidikan, dengan tetap berada dalam
komando pimpinan atau kepala satuan pendidikan.
Sedangkan pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses
evaluasi pelaksanaan perencanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah:
Kepala sekolah, Guru, Siswa, Komite Sekolah, Pengawas sekolah dan Dinas
pendidikan.
Kelebihan-Kelebihan
Pendekatan Integratif
1.
Semua sumber daya (internal-eksternal)
yang dimiliki dalam proses pengembangan pendidikan akan terberdayakan
secara baik dan seimbang
2.
Dalam proses pelaksanaan program
atau perencanaan pendidikan memberikan peluang secara maksimal kepada setiap
warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan komite sekolah) (tokoh
dan orang tua wali siswa) untuk berkontribusi secara positif sesuai dengan
status dan peran masing-masing.
3.
Peluang untuk pencapaian tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan akan lebih efektif, karena dalam perencanaan
terpadu memberikan porsi yang cukup besar bagi pemberdayakan semua potensi yang
dimiliki secara kelembagaan, dan menuntut partisipasi aktif dari semua warga
sekolah
4.
Perencanaan pendidikan yang terpadu
akan mampu menghadapi perubahan atau dinamika kehidupan sosial, ekonomi dan
budaya atau tingkat kompetisi yang begitu tinggi di semua bidang kehidupan di
era globalisasi.
5.
Pelaksanaan pendekatan perencanaan
pendidikan terpadu secara baik akan mampu mensosialisasi dan menginternalisasi
setiap warga sekolah, untuk membangun sikap mental dan pola perilaku yang
integral atau multidimensional atau komprehensif dalam memahami dan
melaksanakan setiap agenda kehidupan di masyarakat
6.
Output dari proses layanan
pendidikan pada peserta didik akan lebih menampilkan potret hasil
pendidikan yang lengkap, baik kualitas akademiknya, kualitas kepribadiannya dan
kualitas ketrampilannya.
Kelemahan-Kelemahan Pendekatan
Integratif
1.
Pendekatan ini memerlukan
ketersediaan kualitas sumber daya manusia (pendidik dan tenaga kependidikan),
khususnya kualitas pengetahuan, mentalitas atau kepribadiannya, dan
spiritualnya. Dalam realitasnya menurut data Depdiknas 2006-2007, khususnya
tentang kualitas tenaga pendidik (guru) secara makro (Nasional) dari jenjang
pendidikan paling dasar sampai menengah atas yang betul-betul telah memenuhi
standar kualitas guru yang professional masih kurang dari 20%, atau kurang
lebih 80 % guru-guru di Indonesia belum memiliki kualifikasi
sebagai guru yang profesional. Hal ini tentu sangat menyulitkan proses
pelaksanaan perencanaan pendidikan yang integratif
2.
Perencanaan pendidikan terpadu
menuntut kualitas pengelolaan manajemen kelembagaan secara transparan,
akuntabel, demokratik dan visioner. Dalam realitasnya masih banyak
dijumpai pola pengelolaan manajemen di setiap satuan pendidikan yang
tidak selaras dengan prinsip-prinsip Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS)
3.
Perencanaan pendidikan terpadu
menuntut kualitas peran serta masyarakat (PSM), dalam meningkatkan layanan
pendidikan di setiap satuan pendidikan, khususnya dalam melaksanakan empat
peran penting, yaitu sebagai: Pemberi pertimbangan (advisory), Pendukung
(supporting), Pengontrol (controlling) dan Mediator. [8]
Critical
Thingking
Pendidikan dan kehidupan masyarakat adalah dua faktor yang saling
mempengaruhi. Keduanya mempunyai timbal balik yang tidak dapat dipisahkan.
Pendidikan dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, antara lain keadaan sosial
ekonomi. Faktor kesenjangan sosial ekonomi akan mempengaruhi strategi dalam
perencanaan pendidikan. Misalnya pada tingkat masyarakat yang berekonomi tinggi
pasti akan lebih memperhatikan dan mengedepankan pendidikan bagi anak-anaknya
dibandingkan dengan masyarakat yang berekonomi rendah. Karena mereka yang
berekonomi tinggi selain sudah bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya juga
memandang bahwa pendidikan itu penting karena dengan itulah sebagai bekal
anak-anaknya akan bisa melanjutkan kehidupan di masa yang akan datang.
Pendidikan mempengaruhi kehidupan masyarakat, dengan memberikan ilmu
pengetahuan, keterampilan, budi pekerti dan kerohanian kepada anak didik secara
langsung maupun tidak langsung akan menentukan jenis pekerjaan dan penghidupan
di kemudian hari, profesinya akan menempatkan seseorang pada tingkat sosial
ekonomi tertentu.
Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan tidak
berdiri sendiri, oleh karena itu perencanaan pendidikan perlu mengetahui
aspek-aspek sosial dan ekonomi yang mempunyai hubungan dan peranan dalam
pertumbuhan dan perubahan pendidilkan. Masyarakat memiliki peran yang
sangat penting terhadap keberadaan, keberlangsungan, bahkan kemajuan lembaga
pendidikan. Apabila ada lembaga pendidikan yang maju, salah satu faktor
keberhasilan tersebut adalah keterlibatan masyarakat yang maksimal. Begitu pula
sebaliknya, apabila ada lembaga pendidikan yang bernasib memprihatinkan, salah
satu penyebabnya kurangnya dukungan masyarakat terhadap lembaga pendidikan
tersebut.
Maka dari itu, jika kita ingin lembaga pendidikan yang
ada di indonesia ini khususnya yang ada di desa
kita maju terlebih dalam hal perencanaanya, maka kita harus bisa meyakinkan
masyarakat bahwa lembaga yang ada.tersebut baik dan cocok untuk anak-anaknya dan mengajak masyarakat untuk mau ikut terlibat
dan memberikan dukungan dalam lembaga pendidikan tersebut yang nantinya
hubungan antara pendidikan dan masyarakat (sosial ekonomi) akan berjalan dengan
baik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Secara kongkrit tujuan diselenggarakannya hubungan sekolah dan
masyarakat adalah mendapatkan pentingnya sekolah bagi masyarakat, mendapatkan
dukungan dan bantuan moral maupun financial yang diperlukan bagi pengembangan
sekolah, memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanaan
program sekolah, memperkaya atau memperluas program sekolah sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat, mengembangkan kerja sama yang lebih erat
antara keluarga dan sekolah dalam mendidik anak-anak.
Pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk menaikkan status sosial
seseorang. Bersamaan dengan peningkatan tersebut, individu yang bersangkutan
dapat meningkatkan kualitas hidupnya misalnya memperpanjang kesempatan dalam
hidup yang sifatnya produktif, lebih giat bekerja, lebih mampu mengikuti
beraneka ragam kegiatan yang memberikan kepuasan, lebih dapat menikmati hasil
kerja dan sebagainya. Karena itu tidak mengherankan jikalau masyarakat desa dan
kota makin cenderung menaruh minat kepada pendidikan. Makin disadari bahwa
pendidikan adalah salah satu jalan untuk meningkatkan kesejahteraan perorangan
dan masyarakat.
2.
Pendekatan-pendekatan
terkait korelasi perencanaan pendidikan dengan sosial dan ekonomi masyarakat
ada Pendekatan Social
Demand, Pendekatan Man Power, Pendekatan Cost Benefit dan Pendekatan
Integratif.
DAFTAR PUSTAKA
Endang Soenarya. 2000. Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan
Berdasarkan Pendekatan Sistem. Yogyakarta. Adicita Karya Nusa
E. Mulyasa. 2014. Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
Dedi Supriyadi, Fasli Jalal. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi
Daerah. Yogyakarta. Adicita Karya Nusa,
Made Pidarta. 2005. Perencanaan Pendidikan Parsipatori dengan
Pendekatan Sistem. Jakarta. Adi Mahasatya
Purwanto. M. Ngalim. 1990. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.
Bandung. PT Remaja Rosdakarya
[1] Endang Soenarya, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan
Pendekatan Sistem, Adicitata Karya Nusa, Yogyakarta, 2000, hlm. 71
[2] Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. PT
Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990, hlm. 77-78
[3]
E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi
Kurikulum 2013, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, hlm.
37
[5]
Endang Soenarya., Op.Cit., hlm. 74
[6]
Made Pidarta, Perencanaan Pendidikan Parsipatori dengan
Pendekatan Sistem, Jakarta, Adi Mahasatya, 2005, hlm. 97-98
[7] Dedi Supriyadi dan Fasli Jalal, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi
Daerah, Yogyakarta, Adicita Karya Nusa, 2001, hlm. 177-178
[8] Dedi Supriyadi dan Fasli Jalal, Op.,Cit., , hlm. 179-180
Terima Kasih atas artikelnya..
ReplyDeleteSangat membantu sekali
Semoga semakin banyak orang yang membaca artikel ini...
Salam Sukses...