Thursday, March 10, 2016

makalah perencanaan pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Tidak dapat kita pungkiri lagi bahwa pendidikan dan kehidupan masyarakat (sosial dan ekonomi) adalah dua faktor yang saling mempengaruhi. Keduanya mempunyai timbal balik yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, antara lain keadaan sosial ekonomi. Faktor kesenjangan sosial ekonomi akan mempengaruhi strategi dalam perencanaan pendidikan. Pendidikan mempengaruhi kehidupan masyarakat dengan memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, budi pekerti dan kerohanian kepada anak didik secara langsung maupun tidak langsung akan menentukan jenis pekerjaan dan penghidupan di kemudian hari profesinya akan menempatkan seseorang pada tingkat sosial ekonomi tertentu.
Kegiatan pendidikan pada hakikatnya adalah pembangunan manusia dan pembangunan seluruh masyarakat yang maju dan berkepribadian luhur sesuai cita-cita pendiri bangsa. Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan tidak berdiri sendiri, oleh karena itu perencanaan pendidikan perlu mengetahui aspek-aspek sosial dan ekonomi yang mempunyai hubungan dan peranan dalam pertumbuhan dan perubahan pendidilkan.
Korelasi antara pendidikan dengan sosial ekonomi masyarakat akan berpengaruh juga dengan strategi perencanaan pendidikan. Perencanaan pendidikan yang diberikan kepada masyarakat yang memiliki kelas sosial rendah tentu berbeda dengan masyarakat yang memiliki kelas sosial lebih tinggi. Perbedaan itu juga dipengaruhi oleh tingkat ekonomi suatu masyarakat. Seperti misalnya masyarakat barat yang mempunyai tingkat ekonomi yang lebih mapan dan tingkat sosial yang tinggi memandang pendidikan adalah hal yang sangat penting, karena dengan pendidikan itulah suatu masyarakat maupun negara akan cepat maju dan makmur. Maka dari  itu, makalah ini akan sedikit membahas bagaimana korelasi antara sosial ekonomi terhadap perencanaan pendidikan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana korelasi perencanaan pendidikan dengan sosial dan ekonomi masyarakat?
2.      Pendekatan-pendekatan apa saja terkait korelasi perencanaan pendidikan dengan sosial dan ekonomi masyarakat?

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Korelasi Perencanaan Pendidikan Dengan Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat kita mengenal dua istilah penting yang saling berhubungan, yaitu sosial dan ekonomi masyarakat. Masyarakat adalah lingkungan sosial. Pengertian lingkungan sosial adalah semua orang lain yang mempengaruhi orang lain itu sendiri, termasuk cara pergaulan, adat-istiadat, agama dan kepercayaan. Masyarakat atau lingkungan sosial yang menjadi fokus hubungan sekolah dan masyarakat adalah lingkungan sosial yang mencakup manusia dan kebudayaannya.
Selain itu ekonomi masyarakat juga ada hubungannya dengan perencanaan pendidikan. Umumnya masyarakat yang mempunyai penghasilan yang kecil atau dibawah rata-rata, mereka berupaya hasil dari pekerjaannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk keluarga yang berpenghasilan menengah mereka lebih terarah kepada pemenuhan kebutuhan pokok yang layak seperti makan, pakaian, membangun rumah, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan keluarga yang berpenghasilan tinggi dan berkecukupan mereka akan memenuhi segala keinginan yang mereka inginkan termasuk keinginan untuk menyekolahkan anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Itulah gambaran dinamika ekonomi masyarakat. Hal tersebut tentu akan menghambat perencanaan pendidikan pada umumnya.
Maka dari itu, mulai dari sekarang kita harus bisa merubah pemikiran-pemikiran yang kurang pas tersebut, khususnya bagi masyarakat yang berekomoni rendah. Kita harus bisa meyakinkan mereka bahwa pendidikan itu sangat penting dan paling utama yang harus di prioritaskan untuk kelangsungan hidup di waktu yang akan datang, sehingga perencanaan pendidikan dapat berjalan dengan lancar sesuai yang diharapkan.
Perencanaan pendidikan berdasarkan permintaan masyarakat digunakan dalam penelitian-penelitian dimana faktor penentu target jumlah peserta didik pada masa mendatang adalah terbatasnya ruang kelas, standar mutu yang dikombinasi dengan jatah penerimaan, kebijakan beasiswa dan beban uang pendidikan, jangkauan geografi, karakteristik kepercayaan calon peserta didik, standar mutu yang diterima, ujian dan kebijakan khusus, ataupun kebijakan umum dalam sistem penerimaan terbuka atau penerimaan terseleksi.[1]
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan ketiga dalam proses pembentukan kepribadian anak-anak sesuai dengan keberadaannya. Lingkungan masyarakat akan memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam diri anak, apabila diwujudkan dalam proses dan pola yang tepat. Tidak semua ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan maupun performan dapat dikembangkan oleh sekolah ataupun dalam keluarga. Karena keterbatasan dana dan kelengkapan lembaga tersebut. Kekurangan yang dirasakan akan dapat diisi dan dilengkapi oleh lingkungan masyarakat dalam membina pribadi anak didik atau individual secara utuh dan terpadu.
Menurut Purwanto ada tiga jenis hubungan antara sekolah dan masyarakat yaitu:
a.       Hubungan edukatif
Hubungan edukatif adalah hubungan kerjasama dalam hal mendidik murid antara guru dan orang tua. Hubungan ini mempunyai maksud agar tidak terjadi perbedaan prinsip yang dapat mengakibatkan keragua-raguan dalam kepribadian dan sikap seorang anak. Hubungan kerjasama yang lainnya adalah dengan berusaha memenuhi fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Cara kerjasama itu dapat direalisasikan dengan pertemuan rutin orangtua murid ke sekolah demi membahas masalah murid yang ada.
Dengan adanya hubungan ini, diharapkan pihak sekolah dan orangtua murid dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekolah yang dapat meningkatkan mutu pendidikan bagi murid sehingga murid-murid dapat belajar dengan baik.
b.      Hubungan Kultural
Hubungan Kultural adalah usaha kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada. Sekolah merupakan suatu lembaga yang seharusnya dapat dijadikan barometer bagi maju-mundurnya kehidupan, cara berpikir, kepercayaan, kesenian, dan adat-istiadat. Dan kemudian sekolah juga seharusnya dapat dijadikan titik pusat dan sumber tempat terpancarnya norma-norma kehidupan yang baik bagi kemajuan masyarakat yang selalu berubah dan berkembang maju. Jadi, bukanlah sebaliknya sekolah hanya mengintroduksikan apa yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Untuk itu diperlukan adanya hubungan yang fungsional antara kehidupan di sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan kurikulum sekolah disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan dari perkembangan masyarakat. Untuk menjalankan hubungan kerja sama ini, sekolah harus mengerahkan murid-muridnya untuk membantu kegiatan-kegiatan sosial yang diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan-kegiatan sosial ini berarti mendidik anak-anak berpartisipasi dan turut bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
c.       Hubungan institusional
Hubungan Institusional adalah hubungan kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga atau instasi-instasi resmi lain, baik swasta maupun pemerintahan, seperti hubungan kerja sama antara sekolah dengan sekolah-sekolah lain, dengan kepala pemerintahan setempat, jawatan penerangan, jawatan pemerintahan, perikanan dan peternakan, dengan perusahaan-perusahaan Negara atau swasta, yang berkaitan dengan perbaikan dan perkembangan pendidikan pada umumnya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mendidik anak-anak yang nantinya akan hidup sebagai anggota masyarakat yang terdiri atas bermacam-macam golongan, jabatan, status sosial, dan bermacam-macam pekerjaan, sangat memerlukan adanya hubungan kerjasama itu. Dengan adanya hubungan ini, sekolah dapat meminta bantuan dari lembaga-lembaga lain.[2]
Menurut E. Mulyasa model manajemen sekolah atau pendidikan dengan masyarakat merupakan seluruh proses kegiatan sekolah atau pendidikan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh, disertai pembinaan secara kontinyu untuk mendapatkan simpati dari masyarakat pada umumnya, dan khususnya masyarakat yang berkepentingan langsung dengan sekolah. Simpati masyarakat akan tumbuh melalui upaya-upaya sekolah dalam menjalin hubungan secara intensif dan proaktif, disamping membangun citra lembaga yang baik.[3]
Perencanaan pendidikan perlu mempertimbangkan aspek sosiologis seperti yang dijelaskan diatas yaitu kebiasaan, adat istiadat dan kebudayaan serta nilai-nilai budaya masyarakat setempat dan aspek-aspek ekonomi seperti tingkat pendapatan, pola konsumsi, dan sebagainya.
Setiap kebijakan yang dituangkan dalam rencana pendidikan yang dilaksanakan akan mempengaruhi kehidupan sosial dan tingkah laku kelompok masyarakat, oleh karena itu dalam perencanaan pendidikan harus memperhatikan aspek-aspek sosiologis yang berkaitan dengan pembangunan pendidikan, di antaranya yaitu :
1.      Bagaimana aspirasi masyarakat terhadap pendidikan di mana pendidikan dapat memberikan kesempatan untuk memperbaiki mutu kehidupan
2.      Bagaimana mendapatkan pendidikan yang mudah dan murah sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat
3.      Bagaimana mempersiapkan fasilitas pendidikan dan mutu pendidikan yang baik
4.      Bagaimana menghadapi situasi dan aspirasi masyarakat yang selalu bergerak dan berkembang.
Secara kongkrit, tujuan diselenggarakannya hubungan sekolah dan masyarakat adalah:
a.       Mendapatkan pentingnya sekolah bagi masyarakat.
b.      Mendapatkan dukungan dan bantuan moral maupun financial yang diperlukan bagi pengembangan sekolah.
c.       Memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanaan program sekolah.
d.      Memperkaya atau memperluas program sekolah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
e.       Mengembangkan kerja sama yang lebih erat antara keluarga dan sekolah dalam mendidik anak-anak.
Pendidikan dapat dipandang sebagaai investasi karena pendidikan yang berhasil akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kemajuan ekonomi mendorong perkembangan pendidikan, dan pendidikan yang maju merupakan salah satu persyaratan untuk perkembangan ekonomi selanjutnya.[4]
Pendidikan merupakan suatu investasi yang berguna bukan saja untuk perorangan atau individu saja, tetapi juga merupakan investasi untuk masyarakat yang mana dengan pendidikan sesungguhnya dapat memberikan suatu kontribusi yang substansial untuk hidup yang lebih baik di masa yang akan datang. Hal ini, secara langsung dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan sangat erat kaitannya dengan suatu konsep yang disebut dengan human capital.
Kegagalan sistem pendidikan selama ini mungkin karena gagalnya rencana awal. Rencana yang tidak memperhitungkan aspek sosial, ekonomi, adat istiadat dan aspek lain dalam masyarakat adalah kesalahan fatal dalam merumuskan konsep pendidikan. Maka dari itu, untuk mengatasi gagalnya konsep pendidikan, maka perlu dilakukan kajian yang mendalam terhadap masalah-masalah sosial yang berdampak terhadap perencanaan pendidikan.
Diantara solusi tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui tingkat kemiskinan. Dengan mengetahui tingkat kemiskinan pihak pemerintah dapat menentukan tingkat pemerataan yang sudah direncanakan.
2.      Membangun kepercayaan masyarakat melalui sosialisasi pentingnya pendidikan serta memberi beasiswa kepada anak-anak miskin untuk turut mengenyam pendidikan.
3.      Dalam merencanakan pendidikan harus memperhatikan dan menerapkan pembentukan karakter peserta didik.
4.      Pemerintah memberikan bekal ketrampilan sesuai dengan lingkungan kerja.
5.      Penyelanggaraan kerja lebih menekankan kepada keahlian sesuai dengan kompetensinya, ini terkait masalah sosial yang berhubungan dengan aspek pendidikan. Jika hal ini diterapkan, pendidikan tidak hanya menekankan pada sisi kognitifnya saja, melainkan lebih berfokus pada sisi karakter dan keterampilan setiap individu.[5]


2.      Pendekatan-Pendekatan Terkait Korelasi Perencanaan Pendidikan Dengan Sosial Dan Ekonomi Masyarakat
1.      Pendekatan Social Demand
Menurut Vembrianto “Pendekatan kebutuhan sosial atau social demand adalah suatu pendekatan dalam perencanaan pendidikan yang didasarkan atas tuntutan atau kebutuhan sosial akan pendidikan.
Diantara sisi positif dari pendekatan ini antara lain adalah pendekatan ini lebih cocok untuk diterapkan pada suatu masyarakat atau negara yang baru merdeka dengan kondisi kebutuhan sosial, khususnya layanan pendidikan masih sangat rendah atau masih banyak yang buta huruf. Selain itu pendekatan ini akan lebih cepat dalam memberikan pemerataan layanan pendidikan dasar yang dibutuhkan pada warga masyarakat karena keterbelakangan dibidang pendidikan akibat penjajahan sehingga layanan pendidikan yang diberikan langsung bersentuhan dengan kehidupan sosial yang mendasar yang dirasakan oleh masyarakat.
Kekurangan pendekatan sosial ini antara lain adalah:
a.       Pendekatan ini cenderung hanya untuk menjawab persoalan yang dibutuhkan masyarakat pada saat itu
b.      Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek kualitas (jumlah yang terlayani sebanyak-banyaknya), sehingga kurang memperhatikan kualitas dan efektivitas pendidikan. Oleh karena itu pendekatan ini terkesan lebih boros.
c.       Output pendidikan cenderung kurang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
d.      Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek pemerataan pendidikan (dimensi kuantitatif) dan kurang mementingkan aspek kualitatif
            Dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan ini lebih menekankan pemerataan kesempatan atu kuantitatif, dibandingkan dengan aspek kualitatif. Karena itu pendidikan dasar merupakan prioritas utama yang harus diberikan kepada setiap anak usis SD. Kewajiban belajar merupakan manifestasi dari tuntutan sosial ini untuk membebaskan sekolah dari tuna aksara.
Tujuan pendekatan ini adalah untuk memenuhi tuntutan atau permintaan seluruh individu terhadap pendidikan pada tempat dan waktu tertentu dalam situasi perekonomian politik dan kebudayan yang ada pada waktu itu. Ini berarti bahwa sektor pendidikan harus menyediakan lembaga-lembaga pendidikan serta fasilitas untuk menampung seluruh kelompok umur yang ingin menerima pendidikan. Jika jumlah tempat yang tersedia masih lebih kecil daripada jumlah tempat yang seharusnya ada, maka dikatakan bahwa permintaan masyarakat melebihi penyediaan.[6]
2.      Pendekatan Man Power
Menurut effendi pendekatan Man Power adalah pendekatan yang lebih menekanakan pada pendayagunaan tenaga kerja hasil suatu sistem pendidikan, Sedangkan menurut Yagi ”Pendekatan ketenagakerjaan merupakan pendekatan yang mendisain perencanaan pendidikan dikaitkan dengan pengembangan tenaga manusia melalui pendidikan, guna memenuhi tuntutan kebutuhan sektor perekonomian”
Bagaimana seharusnya proporsi relatif dari orang yang berpendidikan atau tingkat pendidikan yang lebih rendah, pendidikan menengah, dan berbagai latihan setelah pendidikan tingkat menengah. Hal ini sangat berguna untuk diketahui para perencana pendidikan, tetapi jauh berbeda dari syarat-syarat tenaga kerja yang terperinci. Perlu diperhatikan pula bahwa perhitungan kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia maupun yang akan tersedia tidak terlepas dari faktor kualitas yang diharapkan.
Pengembangan sumber manusia  melalui sistem pendidikan adalah suatu syarat penting untuk pertumbuhan ekonomi dan suatu investasi yang baik dari sumber-sumber yang langka, dengan menentukan pola dan mutu output pendidikan sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja di bidang perekonomian”.
Banyak ahli ekonomi yang menyukai pendekatan man power terhadap perencanaan pendidikan.” Argumen yang mendukungnya secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi adalah sumber utama suatu pembangunan nasional secara menyeluruh dan oleh karenanya menjadi pertimbangan utama dalam mengalokasikan sumber-sumbernya”.
Kelebihan pendekatan Man Power Prospek pembelajaran atau layanan pendidikan di satuan pendidikan mempunyai aspek korelasionalyang tinggi dengan tuntutan dunia kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pendekatan ini mengharuskan adanya keterjalinan yang erat antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri, hal ini tentu sangat positif untuk meminimalisir terjadinya kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia industri dan usaha.
Kekurangan pendekatan Man Power Pendekatan ini memberi bimbingan terbatas kepada para perencana pendidikan. Tidak pernah membicarakan pendidikan dasar (karena memang kurang berhubungan dengan pekerjaan. Klasifikasi pekerjaan dan rasio tenaga kerja tidak sesuai dengan kenyataan di negara sedang berkembang tersebut. Rencana pendidikan yang didasarkan pada asumsi yang salah dapat berakibat salahnya persiapan generasi muda untuk jabatan yang akan dipangkunya. Ketidakmungkinan membuat perkiraan yang dapat dipercaya tentang kebutuhan man power untuk menjadi nilai nyata perencanaan pendidikan, karena banyaknnya faktor terlibat.
Tujuan Pendekatan Man Power
Menurut Guruge pendekatan ini bertujuan mengarahkan kegiatan pendidikan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja. Tekanan utama adalah relevansi program pendidikan dengan berbagai sektor pembangunan dilihat dari pemenuhan ketenagaan. Pendidikan kejuruan dan teknologi baik pada tingkat menengah maupun tingkat universitas merupakan prioritas.
Pendekatan ini dipakai oleh para penyusun perencanaan pendidikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a.       Melakukan kajian atau analisis tentang beragam kebutuhan yang diperlukan oleh dunia kerja yang ada di masyarakat secermat mungkin.
b.      Melakukan kajian atau analisis tentang beragam bekal pengetahuan dan keterampilan apa yang perlu dimiliki oleh peserta didik
c.       Mengkaji atau menganalisis tentang sistem layanan pendidikan yang terbaik dan mampu memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk terjun di dunian kerja

3.      Pendekatan Cost Benefit
Pendekatan cost benefit adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan pada keseimbangan antara keuntungan dan kerugian.
Ciri-ciri pendekatan Cost Benefit adalah:
a.       Pendidikan memerlukan biaya investasi yang besar
b.      Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa kualitas layanan pendidikan akan menghasilkan output yang baik dan secara langsung akan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
c.       Sumbangan seseorang terhadap pendapatan nasional adalah sebanding dengan tingkat pendidikannya.
d.      Perbedaan pendapat seseorang di masyarakat, ditentukan oleh kualitas pendidikan bukan ditentukan oleh latar belakang sosialnya.
e.       Perencanaan pendidikan harus betul-betul diorientasikan pada upaya meningkatkan kualitas SDM (penguasan IPTEK), dan dengan tersedianya kualitas SDM, maka diharapkan income masyarakat akan meningkat
f.       Program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati prioritas pembiayaan yang besar.
Kelebihan pendekatan Cost Benefit Pendekatan ini selalu memilih alternatif yang menghasilkan keuntungan lebih banyak daripada biaya yang dikeluarkan.
Kekurangan pendekatan Cost Benefit
v  Akan mengalami kesulitan dalam menentukan secara pasti biaya dan keuntungan (cost dan benefit) dari layanan pendidikan
v  Sangat sulit untuk mengukur secara pasti atau menghitung keuntungan (benefit) yang dihasilkan oleh seseorang dalam lapangan pekerjaan yang dikaitkan dengan layanan pendidikan sebelumnya.
v  Faktor internal individu hanya melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan penghasilan.
v  Perbedaan pendapat seseorang sebenarnya tidak semata-mata menunjukkan kemampuan produktifitas individual
v  Keuntungan dari pendidikan pada dasarnya tidak hanya diukur berupa keuntungan finansial (material)
Pendekatan ini adalah bersifat ekonomi dan berpangkal dari konsep investment in human capital atau investasi pada sumber daya manusia. Setiap investasi harus mendatangkan keuntungan yang dapat diukur dengan nilai moneter. Pendidikan memerlukan investasi yang besar dan karena itu keuntungan dari investasi tersebut harus dapat diperhitungkan bilamana pendidikan itu memang mempunyai nilai ekonomi. [7]
4.      Pendekatan Integratif
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan integrasi (terpadu) dianggap sebagai pendekatan yang lebih lengkap dan relatif lebih baik dari pada ketiga pendekatan di atas. Pendekatan ini sering disebut dengan “pendekatan sistemik atau pendekatan sinergik”.
Diantara ciri atau karakteristik pendekatan integratif adalah, bahwa perencanaan  pendidikan yang disusun berdasarkan pada;
1.      Keterpaduan orientasi dan kepentingan terhadap pengembangan individu dan pengembangan sosial (kelompok).
2.      Keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat pragmatis) dan juga mempersiapkan pengembangan kualitas akademik (bersifat idealis) untuk mempersiapkan studi lanjut.
3.      Keterpaduan antara pertimbangan ekonomis (untung rugi), dan pertimbangan  layanan sosial-budaya dalam rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya integrasi sosial-budaya.
4.      Keterpaduan pemberdayaan terhadap sumber daya lembaga, baik sumber daya internal maupun sumber daya eksternal.
5.      Konsep bahwa seluruh unsur yang terlibat dalam proses layanan pendidikan (pelaksanaan program) di setiap satuan pendidikan merupakan “suatu sistem”.
6.      Konsep bahwa kontrol dan evaluasi pelaksanaan program (perencanaan pendidikan) melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses layanan kualitas pendidikan, dengan tetap berada dalam komando pimpinan atau kepala satuan pendidikan.
Sedangkan pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses evaluasi pelaksanaan perencanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah: Kepala sekolah, Guru, Siswa, Komite Sekolah, Pengawas sekolah dan Dinas pendidikan.
Kelebihan-Kelebihan Pendekatan Integratif
1.      Semua sumber daya (internal-eksternal) yang dimiliki dalam proses  pengembangan pendidikan akan terberdayakan secara baik dan seimbang
2.      Dalam proses pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan memberikan peluang secara maksimal kepada setiap warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan komite sekolah) (tokoh dan orang tua wali siswa) untuk berkontribusi secara positif sesuai dengan status dan peran masing-masing.
3.      Peluang untuk pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan lebih efektif, karena dalam perencanaan terpadu memberikan porsi yang cukup besar bagi pemberdayakan semua potensi yang dimiliki secara kelembagaan, dan menuntut partisipasi aktif dari semua warga sekolah
4.      Perencanaan pendidikan yang terpadu akan mampu menghadapi perubahan atau dinamika kehidupan sosial, ekonomi dan budaya atau tingkat kompetisi yang begitu tinggi di semua bidang kehidupan di era globalisasi.
5.      Pelaksanaan pendekatan perencanaan pendidikan terpadu secara baik akan mampu mensosialisasi dan menginternalisasi setiap warga sekolah, untuk membangun sikap mental dan pola perilaku yang integral atau multidimensional atau komprehensif dalam memahami dan melaksanakan setiap agenda kehidupan di masyarakat
6.      Output dari proses layanan pendidikan pada peserta didik  akan lebih menampilkan potret hasil pendidikan yang lengkap, baik kualitas akademiknya, kualitas kepribadiannya dan kualitas ketrampilannya.
Kelemahan-Kelemahan Pendekatan Integratif
1.      Pendekatan ini memerlukan ketersediaan kualitas sumber daya manusia (pendidik dan tenaga kependidikan), khususnya kualitas pengetahuan, mentalitas atau kepribadiannya, dan spiritualnya. Dalam realitasnya menurut data Depdiknas 2006-2007, khususnya tentang kualitas tenaga pendidik (guru) secara makro (Nasional) dari jenjang pendidikan paling dasar sampai menengah atas yang betul-betul telah memenuhi standar kualitas guru yang professional masih kurang dari 20%, atau kurang lebih   80 % guru-guru di Indonesia belum memiliki kualifikasi sebagai guru yang profesional. Hal ini tentu sangat menyulitkan proses pelaksanaan perencanaan pendidikan yang integratif
2.      Perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas pengelolaan manajemen kelembagaan secara transparan, akuntabel, demokratik dan visioner. Dalam realitasnya masih banyak dijumpai  pola pengelolaan manajemen di setiap satuan pendidikan yang tidak selaras dengan prinsip-prinsip Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
3.      Perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas peran serta masyarakat (PSM), dalam meningkatkan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, khususnya dalam melaksanakan empat peran penting, yaitu sebagai: Pemberi pertimbangan (advisory), Pendukung (supporting), Pengontrol  (controlling) dan Mediator. [8]















Critical Thingking
Pendidikan dan kehidupan masyarakat adalah dua faktor yang saling mempengaruhi. Keduanya mempunyai timbal balik yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, antara lain keadaan sosial ekonomi. Faktor kesenjangan sosial ekonomi akan mempengaruhi strategi dalam perencanaan pendidikan. Misalnya pada tingkat masyarakat yang berekonomi tinggi pasti akan lebih memperhatikan dan mengedepankan pendidikan bagi anak-anaknya dibandingkan dengan masyarakat yang berekonomi rendah. Karena mereka yang berekonomi tinggi selain sudah bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya juga memandang bahwa pendidikan itu penting karena dengan itulah sebagai bekal anak-anaknya akan bisa melanjutkan kehidupan di masa yang akan datang. Pendidikan mempengaruhi kehidupan masyarakat, dengan memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, budi pekerti dan kerohanian kepada anak didik secara langsung maupun tidak langsung akan menentukan jenis pekerjaan dan penghidupan di kemudian hari, profesinya akan menempatkan seseorang pada tingkat sosial ekonomi tertentu.
Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan tidak berdiri sendiri, oleh karena itu perencanaan pendidikan perlu mengetahui aspek-aspek sosial dan ekonomi yang mempunyai hubungan dan peranan dalam pertumbuhan dan perubahan pendidilkan. Masyarakat memiliki peran yang sangat penting terhadap keberadaan, keberlangsungan, bahkan kemajuan lembaga pendidikan. Apabila ada lembaga pendidikan yang maju, salah satu faktor keberhasilan tersebut adalah keterlibatan masyarakat yang maksimal. Begitu pula sebaliknya, apabila ada lembaga pendidikan yang bernasib memprihatinkan, salah satu penyebabnya kurangnya dukungan masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut.
Maka dari itu, jika kita ingin lembaga pendidikan yang ada di indonesia ini khususnya yang ada di desa kita maju terlebih dalam hal perencanaanya, maka kita harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa lembaga yang ada.tersebut baik dan cocok untuk anak-anaknya dan mengajak masyarakat untuk mau ikut terlibat dan memberikan dukungan dalam lembaga pendidikan tersebut yang nantinya hubungan antara pendidikan dan masyarakat (sosial ekonomi) akan berjalan dengan baik.




BAB III
          PENUTUP
Kesimpulan
1.      Secara kongkrit tujuan diselenggarakannya hubungan sekolah dan masyarakat adalah mendapatkan pentingnya sekolah bagi masyarakat, mendapatkan dukungan dan bantuan moral maupun financial yang diperlukan bagi pengembangan sekolah, memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanaan program sekolah, memperkaya atau memperluas program sekolah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, mengembangkan kerja sama yang lebih erat antara keluarga dan sekolah dalam mendidik anak-anak.
Pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk menaikkan status sosial seseorang. Bersamaan dengan peningkatan tersebut, individu yang bersangkutan dapat meningkatkan kualitas hidupnya misalnya memperpanjang kesempatan dalam hidup yang sifatnya produktif, lebih giat bekerja, lebih mampu mengikuti beraneka ragam kegiatan yang memberikan kepuasan, lebih dapat menikmati hasil kerja dan sebagainya. Karena itu tidak mengherankan jikalau masyarakat desa dan kota makin cenderung menaruh minat kepada pendidikan. Makin disadari bahwa pendidikan adalah salah satu jalan untuk meningkatkan kesejahteraan perorangan dan masyarakat.
2.      Pendekatan-pendekatan terkait korelasi perencanaan pendidikan dengan sosial dan ekonomi masyarakat ada Pendekatan Social Demand, Pendekatan Man Power, Pendekatan Cost Benefit dan Pendekatan Integratif.











DAFTAR PUSTAKA

Endang Soenarya. 2000. Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem. Yogyakarta. Adicita Karya Nusa
E. Mulyasa. 2014. Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
Dedi Supriyadi, Fasli Jalal. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta. Adicita Karya Nusa,
Made Pidarta. 2005. Perencanaan Pendidikan Parsipatori dengan Pendekatan Sistem. Jakarta. Adi Mahasatya
Purwanto. M. Ngalim. 1990. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya





[1] Endang Soenarya, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem, Adicitata Karya Nusa, Yogyakarta, 2000, hlm. 71
[2] Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990, hlm. 77-78
[3] E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, hlm. 37
[4] http://daripada.com/perencanaan-pendidikan-sosial-dan-ekonomi/, diakses pada tanggal 15/4/2015
[5] Endang Soenarya., Op.Cit., hlm. 74
[6] Made Pidarta, Perencanaan Pendidikan Parsipatori dengan Pendekatan Sistem, Jakarta, Adi Mahasatya, 2005, hlm. 97-98
[7] Dedi Supriyadi dan Fasli Jalal, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta, Adicita Karya Nusa, 2001, hlm. 177-178
[8] Dedi Supriyadi dan Fasli Jalal, Op.,Cit., , hlm. 179-180

1 comment:

  1. Terima Kasih atas artikelnya..
    Sangat membantu sekali
    Semoga semakin banyak orang yang membaca artikel ini...

    Salam Sukses...

    ReplyDelete