Sunday, March 6, 2016

makalah sifat kikir

SIFAT KIKIR (BAKHIL) SALAH SATU INDIKASI GANGGUAN KEJIWAAN
A.    PENDAHULUAN
Secara universal, manusia adalah makhluk Allah yang memiliki eksistensi keinsanan dan kemakhlukan yang paling bagus, muliaa, pandai dan cerdas, mendapatkan kepercayaan untuk menjalankan dan mengembangkan titah-titah amanat-Nya serta memperoleh kasih sayang-Nya yang sempurna. Sedangkan secara spesifik, yaitu manusia yang telah mencapai tingkat keimanan dan ketakwaan yang tinggi dan sempurna maka ia memperoleh martabat, derajat dan titel ketuhanan yang paling tinggi, paling mulia dan paling lengkap diantara manusia lainnya.
Oleh karena itu syetan dan iblis, mereka tidak senang kepada manusia yang ingin mengembangkan, meningkatkan dan memberdayakan esensi potensi keinsanannya. Sejak didalam surga bapak manusia Adam AS.telah mereka mencampakkan dari langit (surga) dengan kekuatan rayuan dan jebakan-jebakannya. Dan sejak itulah mereka telah menancapkan bendera peperangan dan permusuhan dengan berbagai cara menghancurkan eksistensi Ilahiyah manusia sehancur-hancurnya dipermukaan bumi atau dunia hingga akhirat.
Keberadaan jiwa seseorang akan dapat diketahui melalui sikap, prilaku atau penampilannya, yang dengan fenomena itu seseorang dapat dinilai atau ditafsirkan bahwa kondisi kejiwaan atau rohaniyah dalam keadaan baik, sehat dan benar atau tidak.
Dengan eksisnya jiwa dalam tingkat ini seseorang akan memiliki stabilitas emosional yang tinggi dan tidak mudah mengalami stres, depresi dan frustasi. Jiwa muthmainah adalah jiwa yang senantiasa mengajak kembali kepada fitrah Ilahiyah Tuhannya. Etos kerja dan kinerja akal fikiran, qalbu, indrawi dan fisiknya senantiasa dalam qudrat dan iradat Tuhan-Nya yang Maha Qudus dan Agung.



B.     PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah
1.      Indikasi gangguan kejiwaan?
2.      Sebab gangguan kejiwaan (mental)?
3.      Akibat buruk dari gangguan kejiwaan?

C.    PEMBAHASAN
1.    INDIKASI GANGGUAN KEJIWAAN
Indikasi atau tanda-tanda kejiwaan yang tidak stabil sangat banyak diantaranya adalah
1)         Pemarah
Kata marah atau kemarahan berasal dari kata ghadlaba-yaghdlubu artinya marah; al-ghadlbu dalam bentuk isim  berarti lembu, singa; al-ghadlbu artinya kemarahan; al-ghudluub artinya ular yang jahat.[1]
Al-ghadzab ialah perubahan yang terjadi ketika mendidihnya darah didalam hati untuk memperoleh/meraih kepuasan apa yang terdapat didalam dada.[2]
Adapun cara mengendalikan kemarahan itu dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain[3]
a.       Berdzikir kepada Allah
b.       Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw
c.       Berwudlu atau mandi
d.      Membaca “ta’awwudz”
e.       Segera mengubah keadaan ketika marah


2)         Dendam kesumat
Dendam ialah sifat atau sikap suka membalas atas rasa sakit yang telah menderita sebelumnya kepada orang yang telah menyakiti atau kepada orang lain karena rasa ingin menumpahkan kemarahan dan kepuasan hawa nafsu yang ada didalam dada, atau sifat tidak senang memberikan maaf kepada orang lain yang telah menyakiti dan atau telah menimpakan rasa tidak nyaman.
3)         Pendengki (hasad)
Dengki (hasad) ialah sifat atau sikap tidak senang melihat orang lain mendapatkan kenikmatan, kebaikan dan kedamaian dengan berupaya melakukan kejahatan kepadanya.
4)         Takabbur (sombong, angkuh)
Ialah sikap menyombongkan diri karena merasa dirinya mempunyai banyak kelebihan dan menggap orang lain mempunyai banyak kekurangan.
5)         Suka pamer (Riya)
Adalah sikap atau sifat suka menonjolkan diri untuk mendapat pujian yaitu memamerkan dirinya sebagai orang yang taat kepada Allah.
6)         Membanggakan diri sendiri (‘ujub)
Ialah bermegah diri atau berbangga diri dan suatu sifat atau sikap merasa paling hebat, paling pandai, paling gagah, paling mulia, dan sebagainya.
7)         Berburuk sangka (su’uzhzhan)
Ialah sikap yang selalu curiga atau berpendapat negatif (jelek) kepada sesuatu masalah atau kondisi.
8)         Was-was
Adalah bisikan-bisikan halus yang mengandung rayuan dan bujukan untuk melakukan kejahatan dan pengingkaran trhadap Allah SWT.


9)         Pendusta (kadzib)
Ialah sikap atau sifat yang suka berbicara tidak benar dari kenyataan, apapun yang ia katakan hanya berupa kebohongan.
10)     Rakus dan serakah
Ialah suatu sikap yang sangat berlebihan dalam mencintai dunia, harta benda dan lainnya sehingga mengalahkan kepentingan agamanya.
11)     Berputus asa
Ialah hilangnya semangat untuk berjuang meraih suatu kebenaran yang hakiki, hilangnya semangat bertaubat.
12)     Pelupa (lalai)
13)     Pemalas
Adalah salah satu dari penyakit hati yang akan melemahkan mental atau kejiwaan bagi pelakunya.
14)     Kikir (bakhil)
Ialah suatu sikap kengganan atau tidak adanya keinginan untuk memberikan atau mengeluarkan sebagian hartanya untuk fakir, miskin dan orang-orang yang membutuhkan bantuan.
15)     Hilangnya perasaan malu

2.    SEBAB GANGGUAN KEJIWAAN (MENTAL)
a.         Faktor Internal
Gangguan kejiwaan (mental) akan sangat terlihat pada sikap dan perilakunya telah tertanam sejak ia dilahirkan kemuka bumi. Bagaimana perkawinan dan hubungan seks yang dilakukan, setelah dalam masa kehamilan, lahir, pendidikan dari nol hingga remaja.
b.         Faktor Eksternal
Penyimpangan dan pelanggaran yang disebabkan karena faktor  eksternal adalah lebih banyak terfokus pada bagaimana sistem pendidikan yang telah diberikan kepada individu sejak ia berusia 0 tahun sampai dengan dewasa (25-40 tahun)
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang mengarahkan kepada pengembangan dan pemberdayaan potensi fitrah Ilahiyahnya.

3.    AKIBAT BURUK DARI GANGGUAN KEJIWAAN
Akibat-akibat buruk yang akan ditimbulkan oleh sikap, sifat dan perilaku yang tidak sehat secara psikologis dalam perspektif Islam adalah padamnya dan lenyapnya “Nur Ilahiyah” yang menghidupkan kecerdasan-kecerdasan hakiki dari dalam diri seorang hamba, sehingga ia sangat sulit melakukan adaptasi, baik dengan lingkungan vertikalnya maupun lingkungan horisontalnya.
Termasuk akibat dari kedurhakaan kepada Allah adalah ia dapat membuat akal fikiran menjadi rusak, karena dalam pikiran itu ada cahaya, sedangkan kedurhakaan itu akan memadamkan cahaya yang terdapat dalam akal itu.
Rusak dan kotornya mental, spiritual dan moral suatu masyarakat akan membawa kepada kehancuran yang lebih besar terhadap sistem kehidupan masyarakat itu sendiri, baik dalam sebuah kelompok kecil maupun besar, seperti dalam sistem keluarga, manajemen kerja, bangsa maupun negara.
Jadi, akibat mental atau jiwa yang sakit itu akan memiliki dampak yang sangat membahaya baik bagi individu, lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan alam semesta. Oleh karena itu, masalah ini hendaknya sangat menjadi perhatian utama bagi para psikolog muslim dan ulama-ulama billah, agar dapat terhindar dari kehancuran yang sangat luas dan memusnahkan generasi bangsa.

D.    DESKRIPSI KASUS
            Disuatu desa ada keluarga yang sangat harmonis, dalam keluarga itu ada seorang ayah, ibu, dan 2 orang anak, perempuan dan laki-laki. Dari kabar-kabar tetangga-tetangganya dan salah satu dari teman anak perempuannya mengatakan bahwa keluarga itu sangatlah mementingkan dunia saja. Walaupun kesehariannya rajin ibadah dan anaknya lulusan dari sekolahan yang sangat agamis tapi anak itu sangat peritungan dalam hal beramal.
Di suatu ketika, salah satu anaknya dibelikan sebuah netbook dan dibawa ke kampus. Biasanya teman-teman lain kalau dapat sesuatu yang di inginkan pasti akan syukuran tapi sebaliknya anak itu malah mengelak dan berbohong pada teman-temannya bahwa itu bukan miliknya sendiri melainkan pinjam dari temannya. Begitu juga dengan orang tuanya, mereka juga sangat mudah iri dengan keberhasilan orang-orang disekitarnya, sehingga apa yang dmiliki oleh orang lain maka mereka juga ingin memilikinya.

E.     ANALISIS
Bagi siapa saja yang telah mempersiapkan diri untuk menjadi seorang hamba dan khalifah Allah Ta’ala yang sejati dan benar-benar ingin menceburkan diri kedalam ajaran keimanan, keislaman, keihsanan dan ketauhidan yang sempurna, maka suatu keharusan bahkan kewajiban yang mutlak baginya untuk dapat memahami dengan mengenal secara dalam dan mengakar tentang diri dan esensi diri secara utuh dan tidak setengah-setengah. Ia harus fahan dengan seluruh problematika hidup dan kehidupan yang dialami oleh manusia baik manusia dalam hubungannya dengan masalah jasmaniyah maupun manusia dalam hubungannya dengan masalah rohaniyah.
Jadi kemampuan atau potensi seseorang untuk dapat memahami masalah rohaniyah adalah tergantung kepada kualitas ketakwaannya kepada Allah SWT.dalam makna yang sesungguhnya.
Jika seseorang telah dapat memahami dan mengenal dengan baik tentang dirinya baik dari aspek materialnya (jasmaniyah), lebih-lebih aspek spiritulnya (rohaniyah), maka ia akan dapat merasakan fungsi potensial mengenal secara mendalam tentang eksistensi ruh dan hal-ihwalnya dapat dicapai melalui bimbingan dan pengajaran Allah Ta’ala melalui pancaran Nur Ilahiyah yang dihasilkan dari esensi ketakwaan dan penghambaan yang sangat tinggi dan suci kepada-Nya.

F.     KESIMPULAN
Jika pendidikan keislaman telah diberikan kepada anak sejak dalam kandungan, sejak usia bayi hingga ia balig dan mencapai dewasa, dengan metode dan sisten yang integritas antara teori, aplikasi dan empirik, maka sang anak akan terhindar dari masuknya syetan-syetan dan iblis-iblis. Begitu pula mereka yang telah berada didalam diri akan keluar dan tidak kuasa melakukan ekspansi kejahatan yang mendalam dan mengakar. Ujian demi ujian yang Allah berikan kepada mereka, dapat dengan baik dilaluinya dengan prestasi yang gemilang. Keimanan mereka terus semakin mudah meningkat, keislaman mereka semakin memiliki wawasan yang berkualitas, keihsanan mereka semakin indah dan agung serta ketauhidan mereka semakin menyatu dengan ketauhidan Tuhan-Nya.

DAFTAR PUSTAKA
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, konseling dan psikoterapi islam, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2002, cet.2
Ahmad Warson Munawir, al-Munawir kamus Arab-Indonesia, Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawir, Krapyak Yogyakarta.
Asy-Syarif Ali Bin Muhammad Al-Jurjaniy, At-Ta’rifaat, Dasar Al-Kutub Al-Ilmiah, Baerut Libanon, 1988.
Ali Usman, KHM.,HAA,Dahlan dan HMD.Dahlan, Hadits Qudsi, CV.Diponegoro, Bandung, 1984.








[1] Ahmad Warson Munawir, al-Munawir kamus Arab-Indonesia, Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawir, Krapyak Yogyakarta, tt.p.1082
[2] Asy-Syarif Ali Bin Muhammad Al-Jurjaniy, At-Ta’rifaat, Dasar Al-Kutub Al-Ilmiah, Baerut Libanon, 1988, p.162
[3] Ali Usman, KHM.,HAA,Dahlan dan HMD.Dahlan, Hadits Qudsi, CV.Diponegoro, Bandung, 1984, p.393

No comments:

Post a Comment